Beranda / Pendekar / Pendekar Tengil / Bab 52: Kedatangan Ki Maung Lara

Share

Bab 52: Kedatangan Ki Maung Lara

Penulis: Jajaka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sesaat sebelum Geni menghujamkan kakinya tiba-tiba saja riuh angin bergemuruh melesat mendekatinya. Geni yang kaget langsung melompat mundur, sesosok bayangan melesat menghampiri Indra dan membawanya ke atas pohon. Dia tidak lain adalah Ki Maung Lara yang sejak awal memang terus mengikuti Indra.

“Kau?” ujar Geni sembari menatap tajam Ki Maung Lara yang berdiri di atas pohon.

“Hehehe… Ternyata ada orang menyeramkan di sini,” ucap Ki Maung Lara sambil terkekeh.

“Kembalikan anak itu kepadaku! Akan aku buat wajahnya sama sepertiku! Agar di alam baka nanti Braja Ekalawya mengingat apa yang telah dia lakukan kepadaku!” bentak Geni.

“Ada saatnya nanti kalian akan bertemu lagi, Hehehe…” kata Ki Maung Lara yang kembali tertawa sebelum akhirnya melompat jauh ke udara meninggalkan Desa Jambe.

“Pengecut kau Maung Lara!&rdquo

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pendekar Tengil   Bab 53: Batas Kemampuan

    “Mungkin kau juga heran mengapa ajian caturbaya yang telah kau kuasai dengan sempurna tetap kalah oleh ajian caturbaya yang dikuasai secara sempurna oleh Geni Paksa,” tukas Eka Loka. Indra mengalihkan pandangannya kepada Eka Loka seakan memintanya untuk menjelaskan alasannya. Karena jujur saja dia sendiri masih heran jika sebuah ajian yang satu tingkat dan dikuasai secara sempurna tetap bisa kalah.“Alasannya ada dua hal. Pertama, Ilmu kanuragan pendekar aliran hitam sangat bergantung dengan tingkat keburukan penggunanya, sebab sejak awal semua ilmu kanuragan milik aliran hitam memang identik dengan kejahatan. Semakin jahat seorang pendekar aliran hitam maka ilmu kanuragannya akan semakin cocok,” tambah Eka Loka.“Kedua, garis keturunan. Meski kau bukanlah orang jahat tapi di dalam darahmu mengalir darah seorang pendekar aliran hitam maka bisa dipastikan kau bisa cocok menggunakan semua ilmu kanuragan aliran hit

  • Pendekar Tengil   Bab 54: Murid Satu-satunya

    Esok harinya Indra sudah bisa berjalan-jalan di sekitar kediaman Ki Maung Lara. Sebenarnya dia sudah ingin sekali berlatih tapi gurunya masih belum memperbolehkannya bergerak berlebihan. Ajian caturbaya memang sangat mematikan, jika saja Indra tidak meredamnya waktu itu maka tubuhnya sudah pasti hancur berkeping-keping menjadi debu.Di saat Indra sedang meregangkan otot-ototnya sambil menikmati udara segar pegunungan, tampak Raka Adiyaksa datang menghampirinya sambil membawa dua cangkir kopi dan sebakul singkong rebus. Raka langsung menaruh makanan yang dia bawa di sebuah batu besar yang ada di dekat Indra.“Ngopi dulu Dra,” tawar Raka.“Eh, terima kasih Kang. Padahal tidak usah repot-repot bikini saya kopi atuh Kang, kan saya bisa buat sendiri,” kata Indra seraya menghampiri Raka.“Tidak apa-apa Dra, lagipula Ki Maung Lara memintaku untuk terus mengawasimu agar jangan m

  • Pendekar Tengil   Bab 55: Masa Lalu Ki Maung Lara

    “Eh? Kalau sudah diketahui kenapa mereka tidak menyerangnya saja?” tanya Indra dengan tatapan bingung.“Kalau bisa pasti mereka sudah menyerangnya. Masalahnya Geni dan anak buahnya menyandera banyak warga desa dan mengancam akan menghabisi mereka jika Kerajaan mengerahkan pasukan ke Desa Jambe. Karena itulah saat ini Kerajaan Panjalu masih berusaha mencari cara untuk menyerang mereka tanpa membahayakan sandera,” tutur Ki Maung Lara.“Kenapa guru waktu itu tidak menghabisi Geni? Aku rasa guru masih bisa mengalahkannya,” tukas Indra.“Hehehe.. Aku sudah tua Indra. Aku sudah memutuskan untuk tidak terlibat masalah di dunia persilatan lagi, kini aku hanya ingin mengajari muridku saja dan menunggu kematian datang menjemput. Suatu saat nanti saat kau sudah setua diriku pasti kau akan mengerti, lagipula masalah kelompok Tangkurak masih bisa diatasi oleh Kerajaan Panjalu,” jawab Ma

  • Pendekar Tengil   Bab 56: Kelompok Tangkurak

    Esok harinya Indra sudah bangun pagi-pagi sekali, dia langsung membawa tempat air dan menuruni Pasir Waringin untuk mengambil air dari sungai. Entah berapa kali dia bulak balik memikul air untuk mengisi sendang tempat mandi di kediaman gurunya. Setelah selesai dia langsung mencari kayu bakar dan membawanya ke kediaman Ki Maung Lara.Setelah selesai dia berniat untuk menanak nasi namun ternyata Eka Loka sudah berada di dapur dan mengatakan bahwa dia yang akan menanak nasi. Mau tak mau Indra hanya merasa senang sebab tugasnya sedikit ringan, dia langsung menuju pekarangan dan menikmati kopi hangat bersama dengan Raka Adiyaksa.“Seperti yang aku bilang Indra, aku di sini mungkin akan melatihmu selama satu bulan saja. Dalam jangka waktu yang sedikit itu aku akan membuat tubuh dan mentalmu siap untuk mempelajari ilmu kanuragan dari Ki Maung Lara, terutama ajian terlarang gelap ngampar,” kata Raka.“Eh, Kang

  • Pendekar Tengil   Bab 57: Dasar Latihan Penguasaan Ajian Terlarang

    “Eh? Ajian terlarang?” tanya Indra terkejut. Dia pikir hanya gurunya saja yang memiliki ajian seperti itu.“Ya, namanya adalah ajian pancabaya. Kekuatan dan daya hancurnya yang mengerikan setara dengan ajian gelap ngampar yang akan kau pelajari. Karena itulah aku harap kau bisa secepatnya bisa menguasai ajian gelap ngampar dengan sempurna. Aku khawatir Wirarasa akan menghancurkan Kerajaan Panjalu,” tutur Raka Adiyaksa dengan wajah serius.“Jangan-jangan ajian pancabaya juga yang membuat Aki Guru Braja Ekalawya kalah,” ujar Indra.“Hehehe.. Ajian Regas Alam yang dikuasai gurumu memang sangatlah dahsyat, tapi kekuatannya masih dibawah ajian pancabaya yang tidak dikuasai olehnya. Sejak awal ajian pancabaya memang berasal dari perguruan di Kerajaan Galuh, karena itu untuk melawannya kau juga harus menggunakan ajian terlarang yang berasal dari kerajaan yang sama,” ucap Ki Maung

  • Pendekar Tengil   Bab 58: Keputusan Sang Guru

    Waktu tanpa terasa berlalu begitu cepat. 6 bulan sudah berlalu sejak Indra berlatih dengan Ki Maung Lara, setiap harinya dia berlatih dengan rajin. Tampaknya sedikit demi sedikit sifat malasnya mulai luntur dikalahkan oleh tekadnya untuk menjadi lebih kuat lagi. Ki Maung Lara sendiri tanpa ragu terus membimbing Indra dan mengajarkannya semua ilmu yang dikuasainya.Hanya dalam 6 bulan saja Indra secara sempurna sudah bisa menguasai ajian tinju gelap dan ajian terlarang gelap ngampar. Kini dia juga sudah bisa menguasai sedikit gerakan silat Pancabuana yang diajarkan oleh Ki Maung Lara, dia bilang kalau untuk gerakan silat Indra sudah cukup hebat karena sudah menguasai gerakan silat yang diajarkan oleh Braja Ekalwya kepadanya.Karena itulah Ki Maung Lara tidak berniat mengajarkan gerakan silat pancabuana terlalu jauh sebab hanya akan memakan waktu yang lebih lama, sedangkan kini dalam 6 bulan saja telah terjadi kekacauan di beberapa wilayah Ker

  • Pendekar Tengil   Bab 59: Turun Gunung

    Indra langsung terdiam karenanya, semua yang dikatakan oleh Ki Maung Lara memang benar. Indra mulai menghela nafas dalam secara perlahan. Melihat hal itu Ki Maung Lara langsung terkekeh, dia bilang jika Indra memang masih ingin menguasai ilmu silat Pancabuana yang lebih tinggi lagi setelah urusannya selesai nanti dia bisa langsung mengunjungi Perguruan Pancabuana yang ada di Kerajaan Galuh.Mendengar hal itu raut wajah Indra mulai terlihat semangat. Dia sudah bertekad untuk mempelajari ilmu silat lebih jauh lagi agar menjadi seorang pendekar terbaik di Kerajaan Panjalu. Dengan begitu namanya pasti akan cepat dikenal, seiring dengannya maka nama Perguruan Dharmabuana juga akan ikut harum. Tampaknya impiannya untuk membuat nama perguruannya dikenal di seluruh Panjalu masih mengakar kuat di hatinya.“Jika memang seperti itu keputusan guru, maka saya akan mengikutinya,” tukas Indra.“Ya. Mulai besok kamu su

  • Pendekar Tengil   Bab 60: Kenalan Lama

    ‘Tap’Tanpa menoleh sedikitpun Indra dengan tepat berhasil menangkap batu yang mengarah ke kepalanya. Indra langsung membuat batu tersebut dan kembali meneguk air dari sungai hingga rasa hausnya hilang. Tapi saat dia berdiri tiba-tiba saja puluhan batu kecil melesat cepat ke arahnya, Indra hanya tersenyum lalu tanpa berpindah tempat dia langsung meliuk liukan tubuhnya menghindari puluhan batu yang melesat ke arahnya.“Hei adek kecil, aku bukan mangga atau sarang tawon loh. Kalau mau lempar batu, ke sungai saja,” teriak Indra.“Adek kecil ya,” terdengar suara seorang wanita terdengar dari balik pohon di seberang sungai.“Hihihi.. Atau mungkin mau saya panggil adek manis?” tawar Indra sambil tertawa kecil, entah mengapa suara itu rasanya pernah dia dengar sebelumnya.“Kau benar-benar tengil ya, makan nih batu!” kata wanita

Bab terbaru

  • Pendekar Tengil   Penutup

    Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:

  • Pendekar Tengil   Bab 137: Sampai di Kampung Halaman

    Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,

  • Pendekar Tengil   Bab 136: Kejanggalan di Perguruan Jatibuana

    Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d

  • Pendekar Tengil   Bab 135: Sampai di Jatibuana Dalam Sekejap

    “Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra

  • Pendekar Tengil   Bab 134: Pamit dari Pancabuana

    Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung

  • Pendekar Tengil   Bab 133: Akhir Masa Perjanjian (part 2)

    “Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn

  • Pendekar Tengil   Bab 132: Akhir Masa Perjanjian (part 1)

    Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du

  • Pendekar Tengil   Bab 131: Akhir Ujian Pancabuana (part 2)

    “Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke

  • Pendekar Tengil   Bab 130: Akhir Ujian Pancabuana (part 1)

    “Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari

DMCA.com Protection Status