Wina melesat dengan cepat di atas permukaan air, pukulan tangan kanannya dia ayunkan mengarah ke leher Indra. Namun dengan cepat Indra mengelak ke samping seraya membalas dengan serangan tinjunya mengarah ke perut Wina dalam gerakan pancalima. Tapi Wina dengan lincah menghindari pukulan Indra dengan melompat tinggi serta menapak di belakang Indra dengan sikut kiri dia hantamkan ke belakang mengincar punggung Indra.
Terdengar suara benturan keras saat Indra menghalau sikut Wina dengan lengan kanannya, Indra benar-benar terkejut sebab ayunan sikut Wina terlihat pelan. Namun ternyata saat beradu serangan dengannya terasa jelas hantaman yang begitu keras. Indra langsung melompat mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak dari Wina.“Apa yang terjadi? Padahal ayunan serangannya begitu pelan,” batin Indra dengan penuh kewaspadaan.“Apakah kau belum pernah berhadapan dengan murid Kencabuana sebelumnya? Bandit Pancabuana,” tany“Begitu ya, aku paham rahasia dibalik gerakan silatnya,” pikir Indra. Dia sekarang sadar bahwa jika Wina mengerahkan seluruh tenaganya maka kekuatan pukulan yang dia hasilkan rasanya tetap sama dengan pukulan pelan yang mendadak terasa menjadi kuat tadi. Jadi kekuatannya tidaklah bertambah meskipun pergerakannya semakin cepat, namun selambat apapun serangannya kekuatannya juga tidak berkurang sama sekali.“Kau tidak akan bisa lari sebelum aku bawa ke Paguron Kencabuana!” tegas Wina yang kali ini mengayunkan tangan kirinya dengan pelan mengarah ke bahu kanan Indra.‘Deukh’Kembali terdengar benturan keras, kali ini bahkan wujud Indra kembali terlihat saat tangan kanannya menangkis pukulan tangan kiri Wina, air kolam tempat mereka bertarung kembali menghambur ke udara akibat dampak benturan yang terjadi. Benar saja perkiraan Indra, kekuatannya memang sama seperti kekuatan pukulan cepat Wina yang mengerahkan sel
“Eh-eh, kok malah nyalahin aku sih? Kau kan banditnya, kau juga yang mau nyuri ikannya. Yang punya juga pasti menyalahkanmu lah!” bentak Wina.“Eh lagi-lagi bandit, sudah aku bilang kalau aku itu bukan bandit! Kalau kau tidak percaya lihat sana ke hutan! Bandit bedog panjang ada di sana,” balas Indra.“Tunggu, apa maksud kisanak?” tanya Karsa seraya menatap Indra tajam. Sejak awal Karsa kelihatannya tidak percaya kalau Indra memang bandit, tapi dia agak kaget juga karena Indra menantang Wina untuk mengecek ke dalam hutan.Indra kemudian menjelaskan semuanya kepada Karsa, perihal pertemuannya dengan para bandit serta pertarungan mereka di dalam hutan. Karsa hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja tanda paham dengan penjelasan Indra, meski begitu beberapa kali Wina tetap mengoceh karena tidak percaya dengan penjelasan Indra. Setelah mendengar penjelasan dari Indra tersebut, Karsa meminta pendekar yang tadi dat
“Oh begitu ya. Ngomong-ngomong kenapa kalian diperintahkan kemari untuk menangkap para bandit itu? Bukankah bisa saja mereka tidak menjadikan desa ini sebagai targetnya?” tanya Indra.“Memang ada kemungkinan begitu, tapi sudah sejak lama kami memperhatikan pola pergerakan mereka. Target mereka memang desa-desa yang tidak terlalu dekat dengan Paguron Kencabuana. Biasanya setelah menjarah di arah selatan maka mereka akan berpindah ke utara untuk menghilangkan jejak, kalau dari barat pindah ke timur dan begitu sebaliknya, sebelum bertindak biasanya mereka mengintai dulu targetnya beberapa hari sebelumnya, sebelum malamnya bertindak mereka juga biasanya mengintai juga terlebih dahulu untuk memastikan kondisinya,” jelas Karsa.“Beberapa minggu yang lalu mereka baru saja menjarah di selatan paguron, saat itu juga Paguron Kencabuana sengaja mengirimkan murid-muridnya untuk menjaga wilayah barat dan timur. Mereka juga tidak mungkin kem
“Itu.. bagaimana menjelaskannya ya,” gumam Karsa yang tampak agak kebingungan untuk menjawab pertanyaan Indra.“Intinya ada kejadian mengerikan di Kerajaan Galuh lebih dari dua tahun yang lalu, sejak kejadian itu banyak hal yang berubah termasuk masalah keamanan. Aku tidak bisa menjelaskannya secara detail tapi saat ini keadaan di kerajaan ini berubah drastis sejak peristiwa kelam tersebut,” jelas Karsa.“Begitu ya,” ujar Indra.Indra tidak berniat menanyakannya lebih jauh sebab Karsa tampak tidak ingin menjelaskan semuanya kepada orang luar sepertinya. Itu memang wajar sebab menyangkut keamanan kerajaannya. Walau begitu Indra cukup terkejut juga sebab dia tidak menyangka jika kejadian mengerikan itu berdampak sangat besar terhadap berbagai aspek kehidupan di Kerajaan Galuh.Mereka terus berjalan menyusuri jalanan setapak menuju Gunung Kencabuana. Beberapa kali mereka berhenti untuk beristirahat,
Nafas Indra perlahan mulai memburu saat dia mengerahkan tenaganya karena tidak mau kalah dari Wina, tak lama kemudian dia mulai menyusuri hutan yang agak mendatar, di kejauhan tampak sudah ada atap-atap bangunan sederhana. Indra semakin semangat mengayunkan kakinya dengan cepat. Pada akhirnya dia bisa sampai di halaman luas Perguruan Kencabuana walaupun dengan nafas yang tersengal-sengal.“Hihihi.. kelihatannya wanita itu masih belum sampai,” ujar Indra saat melihat halaman Perguruan Kencabuana masih kosong tanpa ada seorangpun murid di sana.“Kau lambat juga ternyata,” tiba-tiba saja dari arah belakangnya terdengar suara Wina. Indra segera berbalik ke belakang, ternyata Wina sudah duduk di dahan pohon seraya tersenyum bangga.“Cih, kelihatannya dia sudah lebih dahulu sampai kemari,” gerutu Indra di dalam hatinya.“Hihihi.. Jadi kau baru sampai ya,” kata Indra sembari duduk di rumput.
Indra terus mengikuti Karsa yang lebih dulu memasuki kediaman Mahaguru Purwadaksa. Saat mereka berdua mulai memasuki kediaman Mahaguru Purwadaksa, terlihat dari tirai dan jendela dalam rumah di samping kediaman Mahaguru tampak seorang wanita paruh baya tengah mengasuh anak kecil berumur sekitar satu tahunan.“Apakah beliau putra Mahaguru?” tanya Indra pelan.“Mana?” tanya Karsa yang agak terkejut sebab sejak tadi mereka melewati ruangan kosong saja.“Itu yang di luar sana,” tunjuk Indra.“Oh, iya. Namanya Laksa Mandala,” tukas Karsa sembari berjalan lagi.“He, lalu siapa yang tengah mengasuhnya?” tanya Indra lagi.“Beliau adalah istri Mahaguru Purwadaksa,” jawab Karsa.“Eh?” gumam Indra pelan, sebab dia tidak menyangka jika ternyata istri Mahaguru Perguruan Kencabuana itu sudah berumur paruh baya.
Purwadaksa kemudian meminta Indra untuk menceritakan asal mula peperangan terjadi di Panjalu, soalnya kabar tentang pemicu perang yang dia dapatkan masih simpang siur dan belum bisa dipastikan kebenarannya. Indra hanya tersenyum saja menanggapinya, dia kemudian menceritakan apa yang dia ketahui. Tentunya dia juga sedikit menghindari hal-hal yang berkaitan dengan pendekar tengil, sesuai dengan yang diminta oleh Waluya. Selagi mendengarkan kisah tersebut, Karsa membuatkan Indra secangkir kopi dan menyuguhkannya makanan. Tampak Purwadaksa hanya menganggukan kepalanya saja seraya menikmati kopi di cangkir bambunya.“Mungkin kurang lebih ceritanya seperti itu Mahaguru, soalnya ada beberapa hal yang tidak saya ketahui juga,” pungkas Indra setelah mengisahkan kondisi perang di Panjalu.“Hmmh.. ironis sekali, aku tidak menyangka kalau kabar bahwa Jawara Kerajaan Galuh terlibat dalam perang itu benar adanya,” gumam Purwadaksa.&l
Indra dan Karsa kembali berjalan menuju pendopo yang ada di halaman Perguruan Kencabuana, di sana mereka berbincang tentang berbagai hal sambil menikmati kopi dan makanan yang tersedia. Karena para murid Kencabuana baru saja pulang setelah melakukan titah Mahaguru Purwadaksa, maka hari ini mereka tidak menjalani latihan seperti biasa. Mereka diperbolehkan untuk beristirahat, walau begitu tetap saja ada beberapa murid diantaranya yang memilih berlatih sendirian atau bersama teman terdekatnya.Sore harinya semua murid Perguruan Kencabuana berkumpul di halaman perguruan untuk menyaksikan latih tanding yang akan berlangsung. Mahaguru Purwadaksa serta istri dan anaknya ikut menyaksikan dari pendopo perguruan, Karsa dan murid lainnya bersila di dekat pendopo menghadap ke arah halaman luas yang ada di depannya.Mahaguru Purwadaksa kemudian mempersilahkan Indra dan Wina untuk berdiri di halaman perguruan. Tanpa membuang banyak waktu mereka berdua segera berdiri di
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari