“Siapa kau?” tanya Kadut.
“Aduh, siapa ya,” jawab Indra sambil pura-pura berpikir.“Jawab yang bener kalau kau masih mau hidup,” gerutu pria paruh baya di belakang Indra setengah berbisik.“Kau berani mempermainkan diriku ya!” bentak Kadut sambil melayangkan tendangannya mengarah ke kepala Indra.‘Beukh’“Haduh!” jerit pria paruh baya di belakang Indra saat kepalanya terkena tendangan Kadut. Indra sendiri berhasil menghindari tendangan Kadut dengan cara membungkukan tubuhnya ke bawah. Karena itulah pria paruh baya di belakang Indra malah yang terkena tendangan Kadut.‘Bret’“Hihihi.. jangan buru-buru main kasar dong. Kasian anak buahmu,” ucap Indra sambil menghentakan kedua tangannya sekaligus hingga tali yang mengikat tangannya putus seketika. Semua bandit di belakang Indra segera mundur selangkahBelasan anak buah Kadut yang sudah berhasil naik ke atap rumah segera melesat menyerang Indra dan Mira. Sedangkan Kadut yang tadi ambruk juga terlihat mulai bangkit lagi. Dua bandit menyerang dari sisi kiri Indra dengan tebasan goloknya sementara tiga bandit melesat dari samping kanan Mira.Tanpa saling melihat sedikitpun Indra segera melompat ke atas dan memutar tubuhnya dengan tendangan kaki kanan melebar mengarah ke tiga bandit yang melesat dari arah kanan Mira, sedangkan Mira sendiri langsung berjongkok menundukan tubuhnya dengan kaki kanan diputar ke belakang untuk menyapu dua bandit yang menyerang dari arah kiri Indra.‘Beukh’‘Gdakh’‘Brukh’Suara benturan keras terdengar saat tendangan memutar Indra berhasil menghantam leher ketiga bandit yang menyerang dari kanan, sementara itu sapuan kaki kanan Mira juga berhasil mengenai kaki dua bandit yang menyerang dari kiri. Kelima ban
Di saat yang bersamaan Mira juga langsung melompat ke udara tepat sebelum pukulan Indra menghantam atap rumah Kadut. Ketika dua pukulan Indra menghantam atap mendadak saja terdengar suara benturan yang amat keras, disusul atap yang bergetar hingga akhirnya dinding rumah Kadut ambruk karena tidak kuat menahan berat atap rumahnya yang kini ditempati oleh puluhan bandit ditambah terkena hantaman gerakan ketiga pancalima yang digunakan Indra.‘Brugh’Semua bandit yang berdiri di atap langsung berhamburan jatuh. Bandit-bandit yang masih mencoba naik juga ikut terpental saat rumah Kadut ambruk. Sementara itu Kadut sendiri masih bisa berdiri dengan mencengkram genteng rumahnya erat-erat. Indra dan Mira kembali berdiri di atap yang sudah hampir rata dengan tanah.“Hihihi.. bangun rumah kok atapnya doang yang kokoh. Yang ada tuh pondasi kokoh, dinding kuat sama atapnya juga kokoh. Baru bagus tuh rumah,” ledek Indra sambil tertawa
Indra hanya tersenyum saja seolah sejak awal memang itu yang dia rencanakan, sementara tiga bandit di dekatnya benar-benar kaget karena mereka tidak menyangka waktunya akan sangat tepat seperti itu. Di saat ketiga lawannya tertegun Indra segera melompat ke atas dan melayangkan tendangan memutar menghantam kepala ketiga bandit tersebut sampai ambruk ke tanah.Tapi Indra tidak punya banyak waktu untuk bersantai karena Kadut sudah datang lagi bersama empat bandit lainnya yang menyerang dari depan. Indra tidak terlihat gentar sedikitpun, dia segera menghentakan kakinya ke tanah sampai golok yang ada di tanah terpental ke atas, Indra lalu menangkap golok tersebut dan memainkannya di tangan kanannya.Dua bandit segera melompat k udara sambil menebaskan goloknya mengincar pundak Indra, dengan gesit Indra memiringkan tubuhnya ke samping sambil menghantam leher seorang bandit dengan bagian tumpul goloknya. Sontak bandit itu memekik pelan sebelum akhirnya ambruk ke t
“Ya. Aku pikir tadinya pemimpin mereka cukup lumayan. Tapi mereka terlihat tidak bisa menggunakan ilmu kanuragan sedikitpun,” timpal Mira seraya menyandarkan tubuhnya ke batang pohon.“Jangan-jangan semua kelompok bandit di kerajaan ini memang begitu semua lagi,” ujar Indra seakan kecewa.“Bagus dong, itu artinya kita akan dengan cepat bisa menemukan Nyi Sarwati lalu kembali ke Kerajaan Panjalu,” tukas Mira.“Iya sih. Tapi rasanya kurang menantang begitu,” kata Indra sembari cengar cengir.“Oh iya, jika di Desa Cangkeul juga tidak ada berarti kita ke mana dulu nih? Ke kelompok bandit di arah timur laut atau ke tenggara?” tanya Indra.“Kita akan langsung bergerak ke Desa Gugur yang ada di Kadipaten Guntur. Jika dari sana tidak ada baru kita ke timur laut, jika tidak ada juga kita akan ke utara langsung,” jawab Mira.“Eh? Bukankah
“Indra!” teriak Mira dengan nada cemas dia segera berlari mengejar Indra dari tepi sungai. Jantungnya terasa berdetak dengan kencang saking khawatirnya dia.“Dapet satu!” teriak Indra yang sudah jauh berada di hilir sungai sambil mengacungkan ikan besar di tangannya. Tentu saja hal itu membuat Mira agak kesal karena dia pikir Indra benar-benar hanyut ke hilir.“Tangkap!” ucap Indra lagi sembari melemparkan ikan ke arah Mira.“Kau ini! Aku pikir kau hanyut tadi!” gerutu Mira sambil menangkap ikan yang Indra lemparkan.“Hihihi.. memangnya kenapa kalau aku hanyut?” tanya Indra sambil tersenyum.“Nggak kenapa napa. Cuma aku bakalan nggak enak saja sama yang lain, nanti aku juga yang diomelin. Padahal kau hanyut karena salah kau sendiri,” jawab Mira.“Eh. Aku pikir kamua bakalan nangis kalau aku hanyut,” kata Indra sambil cengar
“Hahaha… Aku bukanlah orang yang akan mengatakan sebuah informasi tanpa ada bayarannya begitu saja,” kata Jaram sambil tertawa.“Heh bandot! Eh, bandit! Katakan saja cepat jangan minta bayaran segala rupa, memangnya kau pedagang apa,” gerutu Indra.“Hahaha.. Memangnya di dunia ini ada yang gratisan apa? Kau sendiri tahu di kerajaan kita ini segalanya serba susah, pantes dong kalau aku minta bayaran,” balas Jaram.“Kami tidak membawa uang untuk membayarmu. Karena itu sebaiknya katakan saja ke mana wanita itu pergi!” tegas Mira.“Hahaha.. Tenang saja, aku tidak minta uang kalian. Lagipula aku tidak butuh uang kalian,” jawab Jaram. Indra hanya menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas lalu mengusap wajahnya perlahan.“Dasar rendahan,” ujar Indra pelan.“Lalu apa yang kau inginkan?” tanya Mira.“Eh
“Heh! Katakan yang sebenarnya, kamu bertemu dengan Nyi Sarwati atau tidak?” tanya Mira setengah membentak sambil menampar kepala Jaram.“Saya ng-nggak pernah bertemu dengannya Nyai. Tadi saya cuma bercanda doang,” jawab Jaram yang masih terus tertunduk. Sontak saja Indra kembali tertawa mendengar jawaban Jaram tersebut.“Brengsek ya, memangnya kau itu anggap kami apa? Kalau bohong ya bilang saja bohong! Pake alesan bercanda segala rupa lagi,” gerutu Mira.“Iya Nyai. Maaf,” tukas Jaram dengan pelan. Sementara itu Indra mulai mengatur nafasnya agar tidak terus tertawa.“Jangan-jangan selama ini kau menjadi bandit juga bercanda ya?” tanya Indra lagi.“Iya Kisanak, eh maksud saya nggak,” jawab Jaram. Sontak Indra kembali tergelak tertawa karena mendengar jawaban Jaram yang masih menunduk.“Ayo kita pergi saja. Percuma tadi kita buang
Indra dan Mira terus berjalan di jalanan yang menuju desa, di samping kanan dan kiri mereka terlihat ada sawah yang baru dibajak oleh kerbau. Beberapa diantaranya malah baru sedang dibajak. Saat melihat mereka berdua lewat, tampak perhatian para petani tertuju kepada mereka berdua. Indra hanya mengangguk ramah dari kejauhan sambil terus menunggang kudanya menuju desa, meski begitu para petani tersebut hanya tertunduk saja.Dari kejauhan terlihat rumah-rumah penduduk desa yang berdiri kokoh. Tampak juga berbagai jenis pohon buah yang ranum tumbuh subur di sekitar rumah mereka. Mira dan Indra kemudian turun dan menuntun kudanya setelah dekat ke pemukiman warga desa. Beberapa anak kecil terlihat sedang kejar-kejaran di halaman rumah, sementara itu hanya sedikit saja orang dewasa yang ada di sana karena kemungkinan mereka sedang pergi ke kebun atau ladangnya.Hanya ada beberapa ibu-ibu yang ada di teras rumahnya. Perhatian mereka langsung tertuju kepada Indra d
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari