“Kelihatannya mereka sudah selesai,” ucap Wirarasa saat melihat Mahaguru Maung Lodra dan Mahaguru Pratiwi sudah mulai bersiap untuk menyerang lagi.
Maung Lodra kembali menerjang dalam gerakan pancatunggal melesat menuju Wirarasa sambil melayangkan tendangannya. Suara benturan keras kembali terdengar saat Wirarasa dengan gesit menghalau tendangan Maung Lodra, meski begitu kaki Wirarasa yang menginjak tanah langsung terjerembab saking kuatnya tendangan Maung Lodra.Di saat yang bersamaan Mahaguru Pratiwi melompat dari belakang Maung Lodra sambil menghujamkan kaki kanannya mengincar kepala Wirarasa. Tentu saja hal itu membuat Wirarasa dan Arcayuda terkejut, mereka tadinya pikir bahwa Arcayuda yang akan diincar lebih dahulu. Tapi kali ini nyatanya Wirarasa yang diserang oleh mereka berdua.“Menyerang yang bisa mati dengan mudah memang pilihan yang bagus, tapi jangan harap aku akan diam saja!” tegas Arcayuda yang melompat semSuara dentuman keras terdengar saat ajian socawening milik Arcayuda menghantam ajian tapak waja yang digunakan Maung Lodra. Riuh angin langsung bergemuruh dari titik benturan, permukaan tanah di tempat mereka berdiri kembali berhamburan karena dampak benturan dua ilmu kanuragan yang terjadi.“Cih, dia bisa menahannya ya,” gerutu Arcayuda.“Selagi aku tahu ada musuh yang perlu diwaspadai di belakangku, jangan harap kau bisa menyerangku dari belakang seperti itu,” ucap Maung Lodra.“Jangan sombong kau Maung Lodra!” teriak Arcayuda sambil mengayunkan kakinya mengincar leher Maung Lodra, tapi dengan tangkas Maung Lodra mengelak sembari membalas dengan pukulan tangan kanannya yang lurus menuju dada Arcayuda.‘Beukh’‘Gdakh’Arcayuda berhasil menghalau pukulan Maung Lodra meskipun rasa sakit masih bisa dia rasakan di tangannya saking kuatnya pukulan Mau
Pukulan tangan kiri Maung Lodra berhasil dihalau oleh Arcayuda yang baru bangkit meski kuda-kudanya belum sempurna. Namun pukulan tangan kanan Maung Lodra yang cepat berhasil menghantam dada Arcayuda dengan telak hingga terdengar suara benturan keras. Darah juga mulai mengalir dari mulut dan hidung Arcayuda, dia sama sekali tidak menyangka jika dua Mahaguru yang sejak tadi menghiraukannya kini balik menyerangnya.‘Wwrrrr’Tiba-tiba saja dari arah belakang Arcayuda Mahaguru Pratiwi sudah melesat dengan ajian swarageni andalannya. Dalam keadaan limbung setelah dihajar Maung Lodra tentu saja Arcayuda tidak bisa menghindar, dengan telak ajian swarageni milik Pratiwi menghantam punggung Arcayuda dari belakang.“Arrrggghhh,” pekik Arcayuda yang terlihat kesakitan.‘Beukh’‘Bhoomrrr’Mahaguru Maung Lodra membalikan tubuhnya menghadap Wirarasa dengan tumit kaki kirin
Di tengah suara hujan yang deras, ditambah tidak ada sedikitpun yang curiga dengan Angkara membuat mereka berdua tidak terlalu mengkhawatirkan musuhnya yang lain kecuali Arcayuda dan Wirarasa. Tidak heran memang jika Pratiwi bisa ditikam dengan mudah dari belakang oleh orang yang tadinya turun ke medan perang dari pihak mereka sendiri.“Sekarang semuanya menjadi masuk akal. Kenapa sejak awal Angkara memilih bertarung melawan musuh yang ada di dekat Wirarasa. Masuk akal juga mengapa tidak ada pendekar atau prajurit tangguh Kerajaan Panjalu lainnya yang mendekat kemari. Ini semua pasti sudah mereka rencanakan dengan matang,” batin Maung Lodra sambil membuka kedua matanya.“Setidaknya pengorbananmu tidak akan sia-sia, Pratiwi,” ucap Maung Lodra.“Hahaha.. bagaimana rasanya Maung Lodra? Apakah kau sudah pasrah sekarang?” ejek Wirarasa.“Asal kau tahu semua prajurit yang ada di sini semuanya ber
‘Bbbhhhrrr’“Arrrggghh!” jerit prajurit yang terkena ajian tribaya milik Wirarasa. Tubuhnya seketika itu juga langsung terbakar hingga hangus dan melebur menjadi abu.Maung Lodra sendiri segera mundur menjauh, tapi prajurit musuh dan prajurit yang berkhianat tidak tinggal diam. Tiga prajurit kembali menebaskan pedanngya, kali ini Maung Lodra masih menggunakan pedang untuk menangkisnya. Tapi saat dari belakangnya juga muncul prajurit yang menyerang, Maung Lodra menahan pergerakan mereka dengan tendangan kaki kanannya sampai mereka kembali terjungkal ke belakang.Suara dentingan senjata yang beradu terdengar begitu nyaring saat pedang yang dipakai oleh Maung Lodra menghantam pedang-pedang milik musuhnya. Terlihat jelas ketangkasan Maung Lodra, meski di sekelilingnya hanya ada musuh yang menyerang tapi dia masih bisa memberikan perlawanan sengit.Angkara mencoba untuk menyerang Maung Lodra dari belakang dengan
“Ya, sisanya cepat kepung tua bangka itu dan habisi!” jawab Angkara sambil memberikan perintah kepada prajuritnya yang masih ada di sana.“Apa yang mereka rencanakan?” gumam Maung Lodra dengan penuh kewaspadaan. Nafasnya mulai memburu karena sejak tadi dia terus diserang secara terus menerus oleh lawannya.“Apapun yang mereka rencanakan, aku harus fokus mengincar Wirarasa. Dialah yang paling berbahaya diantara mereka,” batin Maung Lodra sambil menatap Wirarasa yang masih berdiri dengan kuda-kuda gerakan sahasrabala andalannya.Prajurit Angkara kini melesat lebih dahulu, tujuh orang langsung menyerang Maung Lodra dengan senjata mereka. Tapi dengan lihai Maung Lodra berhasil menghindari semua serangan mereka dan membalas hingga beberapa orang diantaranya terpental karena serangan Maung Lodra. Di saat ada celah diantara pasukannya, Angkara langsung masuk sambil mengayunkan pedangnya mengincar leher Maung L
‘Beukh’Suara benturan keras terdengar saat tumit kaki kanan Wirarasa dengan telak menghantam kepala Maung Lodra yang masih berlutut hendak bangkit. Darah mulai mengalir dari kepalanya pertanda luka karena terkena hantaman keras kaki kanan Wirarasa. Tapi Maung Lodra tidak bergeming sedikitpun, dia malah menggerakan bola matanya menatap Wirarasa dengan tajam.“Pergilah ke alam baka!” bentak Wirarasa sembari menekan kaki kanannya. Darah mulai mengalir lagi ke wajah Maung Lodra, tapi dia tetap tidak bergeming. Malah dengan perlahan Maung Lodra bangkit berdiri sambil mencengkram kaki kanan Wirarasa.“Aku memang akan mati, tapi aku akan membawamu Wirarasa!” bentak Maung Lodra sembari mengangkat tangan kanannya ke udara, saat itu juga sambaran petir langsung menyambar tangan kanannya itu sementara tangan kirinya masih mencengkram erat kaki kanan Wirarasa.“Ajian tinju gelap?” batin Wirarasa
Suara dentuman hebat terdengar saat ajian ekabaya yang digunakan oleh Wirarasa dihalau oleh ajian bayubaraja yang digunakan oleh orang yang datang dan berdiri tepat di antara Maung Lodra dan Wirarasa. Riuh angin langsung bergemuruh membuat air hujan juga ikut tertiup karenanya, tanah yang dipijak mereka juga berhamburan saking kuatnya benturan yang terjadi.“Cukup sampai di sini, Wirarasa,” ucap orang yang menghalau ajian ekabaya Wirarasa. Tak lain dia adalah Indra. Sementara itu Wirarasa hanya menyeringai saja seolah sudah menduga Indra akan datang ke sana.“Aku pikir kau akan menyerangku dari belakang,” tukas Wirarasa sambil melompat mundur menjauhi Indra yang langsung menahan jasad Maung Lodra agar tidak langsung jatuh membentur tanah.“Aku bukanlah pengecut sepertimu. Lagipula dengan tubuhmu yang sudah babak belur seperti itu, tidak ada yang perlu aku khawatirkan,” kata Indra sambil mengusap wajah Maung L
Di tempat lain. Rima, Elin, Astriani dan Mira sudah berhasil melumpuhkan banyak pasukan musuh dengan rencana yang disusun oleh Mira sebelumnya. Tapi sepandai-pandainya mereka bersandiwara pada akhirnya tindakan mereka tetap diketahui oleh pasukan musuh. Tapi sejak awal Mira sudah menyiapkan rencana cadangan jika memang taktik mereka diketahui oleh lawan.Setelah mereka diketahui. Mereka berempat langsung menjalankan rencana cadangannya, mereka terus bertarung dengan musuh sambil bergerak mendekati barisan pasukan Kerajaan Panjalu, dengan begitu mereka dengan mudah mendapatkan bantuan dari prajurit yang dipimpin oleh Saktiwaja. Mira terlihat terus menatap sekelilingnya mencari sosok Senopati Saktiwaja. Setelah cukup lama akhirnya dia melihat keberadaan Saktiwaja yang sedang bertarung sengit dengan pendekar aliran hitam.Tanpa pikir panjang lagi Mira melompat ke arah Saktiwaja dan membuat Saktiwaja serta lawannya terkejut. Mereka berdua mulai bertarung mengha
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.âSilahkan temui Mahaguru di sana,â tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
âItu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,â potong Laila.âItu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,â kata Purnakala.âEh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?â tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.âSetââTapâTiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.âAda apa ini?â tanya Indra dengan waspada.âCih, gesit juga,â gerutu Laila.âBeukhââHeukh..â pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.âMaafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,â terdengar suara Purnakala pelan.âKenapa?â batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.âAku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
âSaya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,â ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.âPadahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,â batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
âApakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?â tanya Jaka dengan raut wajah serius.âTidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,â tegas Adiyaksa.âYahuuu! Huaaaahh!â tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.âApakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?â batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
âMira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?â batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.âHmmh..â Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari