Dafina terus mengintip dan Ki Parleh terlihat tetap bersikukuh dan akhirnya akibat menderita pukulan-pukulan itu kuat dari 5 orang itu, sehingga Ki Parleh pingsan.Lalu 5 orang anak buah Ki Jarot ini pergi dari kamar itu dan membiarkan Ki Parleh yang terlihat pingsan begitu.Saat keluar kamar yang mirip gudang ini, ke lima nya sengaja tak mengunci pintu, di pikir Ki Parleh tak akan bisa kabur karena masih pingsan dan terikat di sebuah tiang.Dafina lalu pelan-pelan masuk setelah melihat lima orang anak buah Ki Jarot sudah jauh dan terdengar mereka sedang aseek menengak arak.Dafina mengurut-urut tubuh Ki Parleh, hingga pria tua itu siuman. Walaupun penerangan di ruangan ini tak begitu terang, namun Ki Parleh bukanlah pria lemah, sehingga dia kaget saat melihat ada wanita cantik bergaun merah, yang terlihat menolong dengan membuka ikatan lengan dan kakinya.“Siapa kamu nona..?”“Nanti saja kita bicara Ki Parleh, yang utama aku ingin menyelamatkan aki dulu, setelah aman baru kita bicara
Dengan hati berdebar-debar, Dafina dan Remibara mulai memeriksa sekitar itu, tak ada yang aneh dari tempat ini, hanya ada tanaman merambat termasuk daun ajaib yang terlihat tak banyak di sekitar itu.Remibara menggunakan kayu sepanjang lengan mengorek-ngorek sekitar itu, tapi tak menemukan apa yang mereka maksud. Tapi Remibara tak putus asa, apalagi Dafina terus memberi semangat.Saat mengorek-ngorek itu, tongkat yang Remibara pegang seperti membentur sebuah peti kecil terbuat dari kayu.“Sayang, ini agaknya sebuah peti, kamu minggir dulu, aku mau menggali tanah lembek ini” seru Remibara sambil berjongkok, Dafina ikutan kaget dan berdebar, lalu menyingkir satu langkah ke samping.Lalu Remibara menyingsingkan lengan bajunya dan mulai menggali dengan tangannya ke tanah yang lembek tersebut.Setelah di angkat, peti segi empat berukuran hanya 20 centimeteran, keduanya lalu duduk sambil menghadap peti yang terbuat dari kayu ulin, yang memang tahan lama apalagi kalau ditanam di dalam tanah
Perjalanan menuju ke Istana Pasir Berlumpur kembali di tempuh keduanya dengan sangat cepat. Walaupun kadang diselingi dengan istirahat dan pastinya bak bulan madu keduanya selalu melepas rindu dan sekaligus memperdalam ilmu kanuragan, khususnya bagi Dafina yang kini makin hebat saja kesaktiannya, karena di bimbing Remibara.Setiap kali bercinta dan memakan daun ajaib yang saat itu tersisa 10 lembar dan dipetik semua oleh Dafina, maka kekuatan Dafina makin naik drastis.Namun Remibara memberi peringatan agar kekasihnya ini jangan terlalu sering memakan daun ajaib itu, takut ber efek tak baik, sehingga Dafina selama 3 mingguan ini baru memakan 1 lembar.Setelah hampir 3 minggu, mereka kini sudah berada di kaki bukit Istana Pasir Berlumpur tersebut, keduanya memandang kagum ke arah bukit ini, agaknya Ki Jantra mempunyai jiwa seni yang luar biasa.Sebab bisa memilih tempat ini sebagai rumah tinggal. “Sayang…bagaimana kalau kelak kita tinggal di sini saja, aku sangat menyukai tempat ini…!”
Namun kekagetan Kakek Kofa terlambat, serangkum serangan dahsyat itu sudah menghantamnya dengan sangat kuat. Beruntung saat itu Ki Jarot dan Ki Sohail refleks ikut menahan serangan itu, sehingga hantamannya tak begitu telak dan ini membuat kakek Kofa tidak menderita.Biarpun Remibara sudah mempelajari banyak ilmu silat dan sangat ampuh dan hebat, namun kali ini dia tak mau gegabah, karena setelah Ki Jarot dan Ki Sohail turun tangan, di tambah Kakek Kofa, gabungan ketiganya cukup hebat.Sratt….! Dafina yang melihat kekasihnya akan di keroyok sudah mencabut pedangnya, dia tak mau berpangku tangan melihat Remibara akan di keroyok.Remibara awalnya tak ingin Dafina maju, tapi mengingat selama ini Dafina rajin berlatih, Remibara membiarkan saja, anggap latihan, sekaligus berguna memecah konsentrasi ketiga musuhku ini, batinnyaRemibara melihat Dafina mulai memasang kuda-kuda, kedua kakinya terpentang dan lutut ditekuk, akan tetapi satu lengannya dikembangkan.Inilah jurus siulan yang seben
“Biarlah Dafina, lain waktu kalau berjumpa lagi aku tak akan memberi ampun,” sahut Remibara sambil menghela nafas lega, karena kini dadanya normal lagi.Saat melihat mayat Ki Sohail dan 10 orang itu, Remibara tersenyum lega, kini semua musuh besarnya sudah habis.Sementara Nyai Dawina tak mungkin dia lawan dan musuhi, selain wanita itu ‘ibu mertuanya’ juga Nyai Dawina sudah menjelaskan duduk perkaranya dulu (baca bab terdahulu), sehingga Remibara tidak lagi mendendam pada wanita yang cantik dingin itu.“Bagaimana dengan 11 mayat ini Remibara, aku malas menguburkan mereka, aku cape,” sungut Dafina manja.Tiba-tiba Dafina melongo, saat melihat ke 11 jasad ini bak melayang dan terbang menuju ke sebuah telaga yang di penuhi bunga-bunga hutan, lalu perlahan tapi pasti jasad ke 11 orang ini tenggelam ke dalam telaga itu, yang ternyata sebuah lumpur hisap.Remibara sengaja mengerahkan tenaga dalamnya dan melempar ke 11 mayat ini ke telaga yang dia tahu merupakan lumpur isap di bawahnya airny
Setelah menguburkan ke tiga jasad itu, termasuk dua musuhnya yang dikatakan Ki Pani anak buah Kakek Kofa, bermunculanlah ratusan warga Kampung Bangkirai, semuanya dengan wajah ketakutan.Mereka berani muncul saat Remibara dan Dafina yang mereka lihat sudah menolong ketiga orang yang tewas tadi, yang selama ini di anggap sebagai pelindung warga kampung ini.“Kalian jangan takut, mulai hari ini kampung ini akan jadi wilayah perlindungan Pangeran Remibara dari Kerajaan Hilir Sungai. Siapapun kelak yang menganggu kalian, maka akan berhadapan denganku dan istriku, Putri Dafina,” itulah kalimat yang menjadi obat rasa tenang bagi warga Kampung Bangkirai ini, yang selama berbulan-bulan jadi budak Ki Jarot dan komplotannya.Remibara lalu meminta warga menunjuk salah satu orang yang diangkat sebagai Kepala Kampung yang baru, menggantikan Ki Jarot yang dulu merampas dari Ki Parleh.Dan di tunjuklah Sampanan kemenakan dari Ki Parleh, karena Ki Parleh tak
Sembrana yang marah langsung memukul perampok itu, lalu menebas dengan parangnya, tapi apalah daya Sembrana yang masih kecil dan tak memiliki ilmu kanuragan.Tapi sekali libas Sembrana terjengkang dan kepalanya membentur pintu kamar, kepalanya langsung nanar dan matanya berkunang-kunang.“Sembrana…pergilah cepat…!” terdengar lirih suara Nyi Santi yang tak berdaya saat dirinya akan perkosa perampok itu, yang ternyata pelakunya sang kepala rampok itu sendiri.“He-he-he anak kecil tampan ini rupanya anak kamu ya Nyi Santi…baiklah aku akan membunuhnya dulu, baru kita lanjutkan bersenang-senang, menganggu benar ni anak, belum sempat aku menikmati tubuh denokmu si bocah ini muncul!” sungut si kepala rampok, agak aneh juga kenapa sang kepala rampok ini justru kenal Nyi Santi.Si kepala rampok ini lalu mengangkat tubuhnya dari tubuh Nyi Santi yang tadi sempat di tindihnya dan sudah tak karuan pakaiannya serta hampir saja berhasil di gagahi.Nyi Santi langsung turun dari ranjang dan menghiba a
Tujuannya ternyata ingin mencari seorang guru silat yang lihai, untuk kelak membalas dendam terhadap para perampok tersebut, wajah sang kepala rampok tak pernah lepas dari ingatannya.Anak kecil ini benar-benar memiliki tekad yang kuat dan agaknya sifat pendendamnya menurun dari ayah kandungnya, Pendekar Berhati Kejam, Remibara.Hatinya yang polos memutuskan dia harus merantau ke kota dan mencari padepokan besar, untuk berlatih silat.Selama ini Sembrana sering bertanya pada ibunya, siapa guru silat yang hebat, tentu saja ibunya tak kenal, kecuali menyebut-nyebut nama ayah si anak kecil ini.“Dia sangat hebat, ganteng dan kamu kelak harus bertemu dia, sayangnya ayah kamu itu seorang perantau dan ibu tak tahu di mana dia tinggal, namanya Remibara” itulah ucapan yang sering terngiang-ngiang di telinga si kecil Sembrana. Selama merantau, Sembrana setiap kali sampai di sebuah kampung, akan meminta pekerjaan di sebuah warung makan, lalu minta makanan sebagai upah, dia tak sudi mengemis.