Beberapa meter sebelum tiba di Shui Dong, Wang Shixian memberikan komando, "Berhenti!"Mingyue yang duduk di dalam kereta kuda yang sama dengan sang putri tampak terkejut dengan perintah mendadak itu. "Ada apa Tuan Putri?" tanyanya dengan wajah cemas.Hal yang sama juga ditanyakan oleh seseorang di luar kereta. "Ada apa Tuan Putri?" Wang Shixian menoleh pada pelayannya sebelum turun dari dalam kereta. Dengan cepat Mingyue turut keluar juga.Tampak Wang Shixian melihat para prajurit sebelum menghentikan pandangannya pada seorang lelaki seusianya. "Kalian tunggu di sini. Aku akan ke Shui Dong bersama Mingyue saja."Pemuda di depan sang putri tampak terkejut. Lantas, dengan sangat sopan dia membungkuk dan berkata, "Mohon maaf, Tuan Putri, tetapi aku sudah berjanji pada Yang Mulia Kaisar untuk menjaga anda."Lelaki itu bernama Chen Wuji. Dia adalah seorang jenderal muda putra dari Menteri Pertahanan. Sosoknya yang tampan dan gagah selalu berhasil membuat setiap perempuan yang menatapnya
Sore hari di Shui Dong terasa begitu ... hidup. Orang-orang silih berganti datang dan pergi. Bisa dikatakan, nyaris tidak ada tempat untuk duduk karena banyaknya pengunjung yang datang. Hal tersebut membuat seorang pelayan laki-laki tampak kuwalahan meladeni pesanan para pelanggan. "Nona, sejak kapan Shui Dong jadi seramai ini?" bisik Mingyue nyaris tidak percaya bahwa dirinya sedang berada di kedai teh sederhana yang dulu pernah dia kunjungi.Tanpa menoleh Wang Shixian menjawab dengan sombongnya. "Sudah aku katakan teh buatan kekasihku pasti akan menghipnotismu." Mata gadis itu menggerayangi seisi kedai demi menemukan lelaki yang sangat ingin dia temui.Mingyue menahan tawa, menyadari bahwa majikannya sedang menderita rindu akut hingga terus berusaha mencari bayang-bayang kekasihnya, bahkan sampai tak sempat untuk sekadar mencari tempat duduk terlebih dahulu."Nona, apa dia kekasih anda?" tangan Mingyue mengarah pada pelayan yang meletakkan cangkir-cangkir teh di meja pelanggan.Wan
Brak!!Semua orang menoleh ke meja tempat Wang Shixian berada ketika gadis itu menggebrak ya kuat-kuat. Detik itu pula Junsi yang sejak tadi disibukkan dengan para pelanggan baru menyadari keberadaan sang putri di dalam Shui Dong. Melihat kemungkinan akan terjadi keributan, pelayan itu pun bersicepat berjalan ke belakang untuk memberitahukan hal itu pada Genjo Li.Sementara itu, orang-orang yang berada di meja yang sama dengan Wang Shixian sampai menahan napas karena membayangkan apa yang akan dilakukan perempuan itu kemudian.Wang Shixian bergeming sesaat dengan tatapan menguliti dua gadis di sampingnya. Itu membuatnya semakin menyeramkan dibandingkan dengan mendengar gadis yang mengomel tak terima digunjingkan. Biasanya orang yang bersikap seperti Wang Shixian, cenderung lebih memilih untuk menggunakan kekerasan fisik daripada membalas hinaan dengan makian belaka. Begitulah yang sedang dipikirkan dua gadis itu.Namun, berbeda dari apa yang dibayangkan oleh orang-orang tentang kelan
Mata Wang Shixian langsung tertuju pada orang yang memanggil Junsi karena merasa sangat familier dengan suara itu. Dan benar, itu adalah kekasihnya."Mohon maaf aku harus pergi dulu. Silakan menunggu pesanan teh Tuan dan Nona."Dan Junsi pun pergi. Tanpa menyempatkan untuk menyebutkan siapa nama kekasih dari sang putri yang tidak lain adalah pelayan yang tadi memanggilnya.Hal tersebut membuat Wang Shixian diam-diam meremas baju di bawah meja. Sudah barang tentu jika perempuan itu merasa sangat kesal. Pasalnya dia sudah terlanjur menahan rasa was-was cukup lama karena akan tahu nama lelaki yang dia cintai. 'Sialan!' umpatnya entah untuk siapa. Yang jelas, dia sangat kecewa karena rasa ingin tahunya berakhir seperti ini saja. Tanpa jawab atau sekadar klu.Sementara itu, saat Genjo Li memanggil Junsi, Mingyue telah memusatkan pandangannya pada lelaki itu. Melihat pakaian yang dikenakan sama persis dengan pakaian Junsi, dia menjadi sangat yakin jika yang memanggil Junsi adalah kekasih
Ketika Wang Shixian dan Genjo Li memasuki kamar, dengan cepat tangan sang putri menutup pintu dan menguncinya. Sedangkan Genjo Li yang tangannya masih belum dilepaskan oleh sang putri, hanya berdiri membelakanginya.Terlihat wajah pelayan itu begitu dingin. Entah apa yang ada di pikirannya sekarang. Yang jelas, dia belum menyunggingkan senyum meski hanya seutas saja pada kekasihnya.Hal itu juga disadari oleh Wang Shixian. Namun dia tidak memiliki gambaran apa pun tentang sesuatu yang mungkin mengganggu pikiran kekasihnya. Gadis itu kembali memeluk sang pelayan dari belakang. "Apa kau tidak merindukanku?" lirihnya."Putri, katakan saja apa yang sebenarnya ingin kau katakan. Aku tidak memiliki banyak waktu. Tidak seperti dirimu, aku harus bekerja keras untuk bisa tetap hidup."Wang Shixian membalik tubuh Genjo Li hingga menghadap dirinya. "Sudah aku katakan padamu berulang kali. Aku tidak suka mendengarmu memanggilku 'putri' atau semacamnya.""Bagaimanapun kau mengelak, posisimu sebaga
Genjo Li bergeming. Tanpa sengaja dia telah membuat Wang Shixian semakin meyakini dugaan bahwa dirinya memang Pendekar Bertopeng. Padahal beberapa saat sebelum Genjo Li berbicara, sang putri sudah sempat berpikir dirinya terlalu berharap saja."Aku dan Tuan Liu mungkin tidak akan pernah selamat dalam peristiwa penyerangan itu jika Pendekar Bertopeng tidak datang. Dialah yang telah menyelamatkan kami." Wang Shixian menatap tajam Genjo Li. Dia memegang pipi kekasihnya itu supaya tidak berusaha menghindari tatapannya. "Kaulah yang telah menyelamatkan kami."Genjo Li yang semula tertunduk, langsung mengangkat pandangannya. Dia memandang wajah Wang Shixian yang penuh dengan keyakinan. "A-apa maksudmu? A-aku tidak mengerti."Sang putri menggeleng. Masih dengan tatapan mantap dia membalas, "Kau tahu benar apa yang aku maksud ... Kakak Li."Genjo Li menggertakan gigi-giginya. Hal itu membuat rahangnya tampak mengeras. Namun tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya lagi."Kenapa ka
Chen Wuji tampak tak tenang. Jari jemarinya secara bergantian mengetuk meja selagi matanya melihat ke arah di mana sang putri tadi menghilang. Pemuda itu jelas khawatir sebab Wang Shixian berpamitan untuk buang air kecil, tetapi hingga detik ini tidak kunjung kembali."Sudah cukup lama dari waktu teh ini disajikan. Aku akan ke belakang untuk melihat Nona Wang agar segera kembali sebelum tehnya dingin," ucap sang jenderal akhirnya karena tidak kuat lagi untuk menahan diri agar tetap duduk diam. Nam"Jangan!" sergap Mingyue setengah berteriak hingga membuat beberapa pengunjung yang ada di dekat mejanya menoleh. Chen Wuji yang baru saja berdiri, kini kembali duduk setelah melihat orang-orang di sekitarnya. "Ada apa, Nona? Kenapa aku tidak boleh menyusul Nona Wang?""Bukan seperti itu maksudku. Sebaiknya, Tuan Chen duduk saja di sini. Biar aku saja yang melihat Nona Wang. Aku tidak ingin Tuan terkena masalah lagi."Kedua alis Chen Wuji bertaut. "Masalah?" Pasalnya, jika terjadi sesuatu y
"Kau terlihat ... senang. Apa sesuatu yang baik terjadi?""Ayah, sudah aku katakan, Shui Dong adalah tempat yang bagus untuk menemukan kebahagiaan.""Benarkah? Ayah belum pernah mendengarmu mengatakannya. Apa ini semua karena Jenderal Chen?" Wang Weo menatap ke arah Chen Wuji yang berdiri di belakang putrinyaSecepat kilat Wang Shixian memberikan tatapan mematikan pada pemuda itu supaya tidak mengatakan hal yang tidak sepatutnya diucapkan. Sudah barang tentu tindakan tersebut membuat senyum yang sempat terkembang di wajah Chen Wuji berubah menjadi ekspresi bingung dan terintimidasi."Tidak Yang Mulia, saya hanya melakukan tugas, mengawal dan menjaga Putri Wang."Tawa keras Wang Weo terdengar. Itu merupakan hal langka karena lelaki tersebut nyaris tidak pernah terbahak. Adapun penyebab Wang Weo demikian tentu saja karena tindakan putrinya yang sangat galak pada Chen Wuji. Dia tidak bisa membayangkan betapa putrinya telah merepotkan pemuda itu. 'Aku berutang banyak pada Tuan Liu,' desi
Saat Chen Wuji mendapat gilirannya, Wang Shixian kian rajin merapal doa supaya pemuda itu gagal. Dia bahkan sampai memejamkan mata sebab terlalu takut untuk menyaksikan kebenaran.Wang Weo pun tersenyum melihat putrinya demikian. Sayangnya, apa yang dia pikirkan tentang Wang Shixian justru berbanding terbalik dengan yang sebenarnya.Tepat sekali, sang kaisar tersenyum lantaran berpikir kalau gadis itu menyimpan perasaan istimewa untuk Chen Wuji. Hal itu membuat Wang Weo memberikan penilaian lebih pada pengawal baru putrinya itu."Berhasil!"Seketika itu pula Wang Weo bertepuk tangan selagi kerutan memenuhi dahi putrinya. Dia tampak sangat senang melihat 'jagoannya' mampu menyelesaikan tantangan kedua dengan sempurna."Dia benar-benar pemuda yang unggul. Tidak hanya ahli panah, tetapi juga sangat kuat. Bukankah dia lelaki yang sempurna untuk menikah denganmu, Putri?"Wang Shixian menoleh pada sang ayah untuk memberikan tatapan mengintimidasi. Dengan suara rendah saja dia berkata, "Yang
Semua orang menatap batu Yangtze dengan mata terbuka lebar. Benak mereka pasti sibuk membayangkan, apakah mampu mengangkat batu sebesar itu?Jangankan mengangkat, menggesernya saja tampak sulit.Beberapa di antara peserta itu juga tampak sangat tegang. Mereka mungkin membayangkan, apa jadinya jika mereka mampu mengangkat tetapi tidak kuat menahan batu dengan kedua tangan?Mereka bisa mati konyol tertimba batu!"Baiklah, supaya aturan dari ujian kedua ini lebih jelas, aku sampaikan hal yang perlu kalian perhatikan. Pertama, kalian harus mengangkat Yangtze dengan tangan kosong, seperti yang telah aku katakan di awal tadi. Kedua, kalian harus mengangkat batu setelah hitungan ketiga. Ketiga, batu harus terangkat di atas kepala dengan kedua tangan selama lima ketukan."Pernyataan ketiga dari Wang Shixian membuat para peserta dengan refleks menelan ludah. Lima ketukan jelas akan terasa sangat berat untuk dilakukan. Jangankan lima ketukan, satu ketukan saja perlu usaha yang sangat keras."Ji
Tidak seperti hari kemarin, pagi ini wajah Wang Shixian tampak berseri. Senyumnya tidak turun sedikit pun akibat kebahagiaan yang tidak terkalimatkan. "Xian'er, sepertinya kau terlihat sangat senang hari ini." Wang Weo tersenyum lebar melihat sang putri begitu bersemangat."Tentu saja, Ayah. Aku tidak mengira jika mengadakan sayembara akan terasa sesenang ini. Rasanya sudah tidak sabar ingin menyampaikan tantangan berikutnya pada mereka." Wang Shixian menyesap tehnya dengan penuh kenikmatan. Padahal, apa yang dia sampaikan pada sang ayah tidak sepenuhnya benar. Faktanya, dia menjadi sangat senang setelah mendengar jawaban Genjo Li atas pertanyaan yang dikirimkan melalui Mingyue. Jawaban manis itu membuatnya menjadi begitu ingin bertemu dengan Genjo Li. Jika saja hubungan keduanya telah diketahui khalayak ramai, Wang Shixian bahkan tidak akan berpikir dua kali untuk memeluk sang kekasih di depan semua orang.Sayang sekali karena dia masih harus bersabar."Jadi, apa tantangan berikutn
"Benarkah Tuan Putri?!"Wang Shixian mengangguk tanpa menoleh pada pelayannya. Dia tampak sibuk dengan kuas di tangannya, menulis karakter demi karakter di atas kertas putih. "Ta-tapi ... bagaimana caranya Tuan Li bisa tiba di istana secepat itu, Tuan Putri? Maksudku, itu sangat ... ajaib. Sangat mengejutkan." Meski Mingyue merasa sangat senang sekaligus lega karena lelaki yang dicintai majikannya tidak terlambat untuk mengikuti sayembara dan bahkan mampu lolos di tahap pertama, dia tetap merasa sulit untuk percaya. Pasalnya, secepat apa pun Genjo Li berlari, bahkan meski menunggangi kuda sekalipun, tidak akan bisa mengejar keterlambatan."Mulai sekarang, persiapkan dirimu untuk terkejut. Percayalah, lelaki yang aku cintai itu bukan sembarang." Wang Shixian tersenyum lebar sambil melipat kertas dan memasukkannya ke dalam amplop cokelat."Si-siapa dia sebenarnya Tuan Putri?""Waktu akan menjawabnya. Kau pasti akan sangat terkejut. Sudah, sekali juga antarkan surat ini pada Kakak Li. P
Genjo Li hanya diam dan tersenyum tipis, tetapi daripada membalas tatapan lelaki yang mengejeknya, dia lebih memilih untuk membuang pandangan ke tanah, seolah tanah yang dia injak bahkan lebih layak untuk dipandang. Sebagai seorang yang sepertinya berasal dari kalangan terpelajar, lelaki di hadapan Genjo Li pun mendengkus kesal lantaran lawan bicaranya tidak mau melihatnya. "Karena persik itu belum tentu jatuh karena panahmu, menepilah. Kau masih bisa melihat sayembara ini.""Tunggu!"'Chen Wuji? Untuk apa dia ikut campur?!' desis Wang Shixian curiga. Tentu saja sudah sejak tadi dia ingin membela kekasihnya. Tidak peduli persik itu jatuh karena panah Genjo Li ataupun karena telah masak, yang dia pikirkan hanyalah, sang kekasih harus bisa lolos dalam tantang pertama itu.Melihat Chen Wuji angkat bicara, sudah pasti membuat hati Wang Shixian kian panas saja. Dia sangat yakin jika lelaki itu akan mendukung peserta yang ingin menyingkirkan Genjo Li. Tentu saja dengan cara yang sangat mem
"Semua gagal!" teriak prajurit yang memimpin jalannya sayembara.Seketika itu pula Wang Shixian berusaha keras untuk tidak pingsan. 'Apa katanya? Semua gagal? Kakak Li gagal? Kekasihku gagal?!' batin perempuan itu tidak berhenti bertanya karena tidak percaya selagi kedua matanya masih terkatup, kian rapat.Wang Shixian tidak berani membuka matanya untuk melihat kenyataan yang terjadi. Dia bahkan tidak berhenti menyalahkan diri sendiri karena memilih tantangan sesulit itu di tahap awal hingga membuat kekasihnya gugur begitu saja.Mulanya dia berpikir pelayan kedai itu adalah seorang ahli panah karena Genjo Li mampu memanah para pembunuh bayaran itu dengan tepat dari jarak yang jauh dalam keadaan gelap ketika menyamar menjadi Pendekar Bertopeng. Namun, ternyata ...Sungguh, jika bukan karena ingin menjaga perasaan sang ayah, perempuan itu akan nekat memanah dirinya sendiri. 'Lebih baik mati daripada menikah dengan orang yang tidak dicintai!' Begitulah yang ada di dalam benak Wang Shixia
Tantangan memanah yang harus dilakukan para peserta lomba bukanlah sekadar memanah biasa, melainkan memanah yang akan memerlukan kemampuan tingkat tinggi. Peserta dengan kemampuan memanah pas-pasan atau biasa saja, akan sulit untuk lolos dalam tantangan pertama ini. "Kalian harus memanah dari jarak 10 meter." Beberapa lelaki tersenyum mendengar ucapan sang putri. Mereka merasa cukup mampu untuk melewatinya. "Sekarang, berbaliklah," perintah Wang Shixian. Para peserta sayembara serentak balik badan. Di hadapan mereka kini terlihat pohon-pohon persik yang tingginya sekitar 8-10 meter. Banyaknya pohon persik di lahan itu membuatnya tampak seperti kebun buah persik. "Aku suka sekali buah persik. Oleh sebab itu, aku meminta kalian memetiknya untukku. Bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan memanahnya." Sontak saja para peserta terkejut hingga tanpa sadar mulut mereka terbuka dengan sendirinya. Tadi Putri Wang mengatakan bahwa mereka harus memanah dari jarak 10 meter. Dan sekarang
Para peserta sayembara telah berkumpul di halaman belakang istana. Bisa dilihat betapa besar antusiasme masyarakat atas kompetisi untuk mencari lelaki terbaik yang akan menjadi suami untuk sang putri itu. Lapangan yang luas bahkan terlihat penuh oleh mereka.Pada mulanya para lelaki itu saling berbicara dengan orang-orang yang berada di sekitar hingga kemudian kedatangan Wang Weo dan putrinya membuat mereka diam seketika. Sebagai pihak yang mengadakan sayembara, Wang Weo memang sengaja hadir untuk membuka kompetisi itu. Dia memberikan kalimat penyemangat sekaligus peringatan bahwa sayembara itu tidak akan mudah."Aku pastikan hanya lelaki terpilih yang bisa lolos dan menjadi menantuku."Mendengar kalimat terakhir sang kaisar ada perbedaan yang dirasakan para peserta. Banyak di antara mereka yang menjadi lebih bersemangat untuk memenangkan perlombaan. Namun tidak sedikit pula yang merasa takut. Tentu mereka tidak akan lupa, biar bagaimanapun lelaki yang menjadi ayah dari 'hadiah' peme
Pintu gerbang depan istana Haidong telah ditutup rapat ketika matahari berada di atas kepala. Tidak sedikit lelaki yang harus gigit jari karena datang terlambat untuk mendaftarkan diri dalam sayembara. Seperti belum rela dengan kenyataan pahit itu, mereka bahkan masih berdiri dengan tubuh menempel pada gerbang demi melihat para lelaki yang mendaftar di detik-detik terakhir tetapi tidak memiliki nasib seburuk mereka.Meski seandainya mereka berhasil terdaftar sebagai peserta sayembara, belum tentu juga berhasil memenangkannya, setidak-tidaknya mereka telah mencoba. Dan sekarang, apa boleh buat? Bahkan kesempatan untuk menjadi peserta saja sudah tidak mereka miliki.Seorang lelaki yang berada di barisan paling akhir tampak menatap lekat ke arah gerbang. Sepertinya dia sedang mengamati orang-orang yang telah gugur bahkan sebelum mereka terjun ke arena pertempuran.'Jika saja Junsi tidak mengingatkanku, pasti kini aku berada di antara lelaki itu.'Tepat sekali, pria yang memandang ke arah