Beranda / Pendekar / Pendekar Pedang Tanpa Tanding / 52. Diam Tak Selamanya Emas!

Share

52. Diam Tak Selamanya Emas!

Penulis: Iro Magenta
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-06 22:10:58

Genjo Li menoleh, memandang Zhouyang Hong yang berbaring di sampingnya. Meski wajah sang guru telah dimakan usia, kegagahannya masih melekat tanpa luntur oleh waktu. Genjo Li tersenyum, teringat pada Patriark Yong Yuwen. Meski sikap kedua gurunya itu sangat berbeda, bagi Genjo Li mereka adalah guru yang sangat hebat. 

“Apa kau akan terus menatapku sampai pagi? Kau masih harus melatih Jurus Perisai Udara-mu yang payah!” tegur Zhouyang Hong dengan mata tertutup.

Dalam ketenangan malam di pinggir sungai, terang saja suara Zhouyang Hong yang tiba-tiba itu mengejutkan Genjo Li. Ia bahkan diam-diam mengatakan dalam hati bahwa sang guru tidur seperti orang mati, lalu bagaimana bisa Zhouyang Hong tahu jika sedari tadi Genjo Li menatapnya?

“Aku tidak bisa tidur, Guru,” jawab Genjo Li jujur. Entah karena terlalu bahagia sebab bisa menguasai jurus-jurus yang diajarkan sang guru atau karena badannya yang terasa sakit semua, yang jelas Genjo Li m

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   53. Sujud Sang Ketua

    Fan Zhiyi benar-benar tidak menyangka jika Ju Shen akan kembali hari itu juga membawa pasukan berkuda dan para prajurit istana. Sontak saja ia meminta para anggotanya untuk melarikan diri melalui pintu belakang markas. Namun, tanpa diduga, pasukan istana telah menunggu mereka di sana.“Kalian sudah dikepung!” seru LiuYang dari atas kuda. Mata Fan Zhiyi dan para anggotanya menggerayangi banyaknya pasukan yang ada di hadapan mereka. Jika sampai terjadi pertempuran, sudah sangat jelas merekalah yang akan kalah.Sebagai seorang ketua sekte, Fan Zhiyi tentu tidak akan mengabaikan keselamatan para anggotanya. Ia merasa sangat bersalah karena sudah bertindak gegabah, menuruti amarahnya, hingga kini membuat seluruh anggotanya berada di ujung kematian. Fan Zhiyi tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika hari itu menjadi hari kehancuran sektenya.Dengan mengesampingkan segala kehormatan dan harga dirinya, lelaki itu lalu bersujud dan berkata, “Mohon

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-06
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   54. Bersiap Mati

    Kabar penyerangan pasukan istana ke markas Sekte Bulan Sabit membuat sekte-sekte aliran putih lainnya tidak bisa bernapas lega. Mereka tahu, cepat atau lambat hal yang sama akan menimpa mereka. Maka, secara diam-diam para ketua dari beberapa sekte aliran putih berinisiatif melakukan pertemuan. “Pertama mereka menghancurkan Sekte Teratai Putih, dan sekarang Sekte Bulan Sabit. Selanjutnya mereka pasti akan bertandang ke markas kita.” “Aku dengar mereka menyerang karena Fan Zhiyi tidak mau menyerahkan senjata sebagai ganti untuk membayar pajak.” “Fan Zhiyi selalu membayar pajak. Tapi mereka memang keterlaluan. Sekali saja keinginan mereka ditolak, senjata yang berbicara!” “Lalu apa yang akan kita lakukan? Pada akhirnya kekayaan sekte kita pun akan habis dengan pajak yang menggila itu.” “Pokok masalahnya bukan pajak. Pajak hanya digunakan untuk menekan kita. Selama sekte kita bersedia untuk bergabung dengan Aliansi Jing Quo, mereka tidak akan meny

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-06
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   55. Naga Putih

    Genjo Li tidak bisa menahan pelipisnya untuk tidak berkedut atas apa yang dikatakan oleh sang guru. Namun, entah bagaimana ucapan kasar dari Zhouyang Hong justru membuat Genjo Li bertekad untuk bisa menakhlukkan Naga Putih. "Baiklah Guru, aku akan mengingat dulu bagaimana cara untuk melakukan Jurus Kekuatan Naga Putih." Zhouyang Hong hanya mengangguk tanpa mengatakan apa-apa. Ia memejamkan kedua matanya seperti sedang memikirkan sesuatu hal. 'Dengan Jurus Pedang Dewa, kau bisa memanggil petir. Simpan petir dalam pedangmu. Pada putaran ketiga di atas kepala, seekor Naga Putih akan lahir dari pedangmu. Berhati-hatilah, dia sangat liar, mampu menyambar dan meluluhlantahkan apa pun, juga membuat manusia menjadi hitam tak bernyawa. Kau harus bisa mengendalikan naga itu sebelum dia memangsamu. Naga yang jinak akan menuruti semua perintahmu dan menjadi pelindung terkuat dari segala sesuatu.' Genjo Li membuka kedua matanya. Ia menatap sang guru dengan mulut s

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-07
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   56. Seorang Ahli

    “Lawan dengan kekuatanmu!”Genjo Li menarik napas panjang, lalu mengembuskannya sambil menyalurkan tenaga dalam ke tangannya. “Jurus Tebasan Pedang Taring Naga!”“Genjo Li jangan ...!” teriak Zhouyang Hong sangat lantang. Namun, Genjo Li sudah lebih dulu mengayunkan pedangnya ke arah Naga Putih. “Dasar bodoh!”“Tolong aku, Guru ...!” jerit Genjo Li melihat jurus pedang yang ia gunakan tidak mempan. Sebaliknya, Naga Putih yang semakin dekat dengannya itu justru menjadi semakin besar. Seolah tengah melihat malaikat maut, Genjo Li tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah menunggu kematiannya. Ia hanya mampu memejamkan mata agar tidak menyaksikan betapa mengerikannya kematian itu. “Guru ...!” teriaknya mungkin untuk terakhir kali.Boom!Suara ledakan memekak di telinga. Genjo Li yang refleks menutup kedua telinga menggunakan tangan, kini bahkan duduk berjongkok dengan kepala tertun

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-09
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   57. Rahasia Naga Putih

    Hari mulai gelap ketika matahari nyaris tenggelam sepenuhnya. Genjo Li masih duduk di tempat yang sama, di hadapan lelaki tua yang masih memejamkan mata. Ia tidak bergerak sama sekali, juga tidak mengeluarkan suara apa pun. Tidakkah pemuda itu terlalu kuat sebagai seorang pemalas? Bangaimana mungkin Genjo Li tidak mengantuk selama menunggu Zhouyang Hong bangun? Sebenarnya, Genjo Li memang tidak mengantuk. Pikirannya terlalu kusut untuk sekadar menguap. Dahinya bahkan tidak berhenti mengernyit. Dalam diam ia menyadari, selama ini ia sudah melakukan kesalahan besar dalam hal bersikap pada Zhouyang Hong. Apa yang ia lakukan saat bersama lelaki tua menyebalkan itu sangat jauh berbeda dari sikapnya kepada Patriark Yong Yuwen. Dulu, Genjo Li selalu taat dan hormat pada Patriark Yong baik jiwa maupun raga. Tidak pernah sekali pun ia membantah, juga tidak pernah menggerutu atau memaki sang guru meski hanya dalam hati. Genjo Li masih sangat ingat, beberapa saat sebelum

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-09
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   58. Penguasa Haidong

    Genjo Li mengepalkan tangan. Aura membunuh yang kuat terpancar darinya, Zhouyang Hong bahkan merasakan kengerian yang belum pernah dirasakan sebelumnya. “Guru, aku bersumpah akan mengalahkan Dewa Iblis, beserta pemiliknya!” Zhouyang Hong menelan ludah. Dengan gugup ia berkata, “Ya, ya, bersumpahlah demi apa pun. Sekarang buatkan aku teh yang sedap.” Zhouyang Hong mendorong muridnya agar segera beranjak dari tempat itu. Genjo Li yang semula menyimpan kemurkaan, kini matanya melebar. Setelah menggaruk kepalanya yang tidak gatal pemuda itu berdiri dan beranjak dari dipan, lalu membuka pintu masih dengan pandangan tertuju pada Zhouyang Hong. “Apa yang kau lihat? Cepat masuk dan buatkan aku teh. Aku hampir mati karena haus!" “Ba-baik, Guru,” jawab Genjo Li langsung menghilang di balik pintu, meninggalkan keanehan yang ditunjukkan sang guru. Melihat Genjo Li sudah pergi, Zhouyang Hong memegang dada dan mengembuskan napas lega. “Pemalas itu, ternyata

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-09
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   59. Wang Shixian

    Kilauan cahaya keemasan terpantul dari ujung barat. Genjo Li dan Zhouyang Hong menatap hamparan padi yang bergoyang-goyang diterpa angin. Tanaman itu menjadi lebih tertunduk seiring dengan semakin berisi bijinya. "Besok, kau harus angkat kaki dari rumahku," ucap Zhouyang Hong dengan tatapan lurus ke depan. Genjo Li yang merasa seperti 'diusir' oleh sang guru hanya menoleh tanpa mengatakan apa pun. Ia merasa sangat terkejut hingga jantungnya nyaris melompat keluar. Pemuda itu tahu bahwa akan tiba masanya ia harus pergi dari kota tersebut. Namun Genjo Li tidak menyangka jika harus secepat ini. Selain itu ucapkan sang guru mengisyaratkan bahwa lelaki tua itu tidak akan pergi bersamanya ke Haidong untuk menuntut balas dendam. "Guru ...." "Kau harus ingat, setibanya di sana pergilah ke Shui Dong. Itu adalah salah satu kedai teh terbaik di Haidong yang dikunjungi orang-orang dari berbagai kalangan. Di sana kau akan mendapatkan banyak informasi." Gen

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-10
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   60. Pulang

    Genjo Li membuka kedua matanya. Seketika itu pula alisnya bertaut. ‘Markas Aliansi Jing Quo?’ batinnya melihat plakat besar yang tergantung di sebuah gapura. Genjo Li berjalan perlahan melewati gapura. Matanya menggerayangi setiap hal yang ada di hadapannya. Ia sangat yakin saat berteleportasi tadi, ia telah memusatkan pikiran untuk pergi ke Jinchang. Namun, yang ada di hadapannya jelas berbeda. ‘Apa ini karena jurus teleportasiku masih lemah?’ Genjo Li berkacak pinggang. Ia merenung sejenak. “Tidak, tidak. Aku tidak mungkin salah. Aku sudah menguasai jurus itu dengan sangat baik. Guru Zhouyang bahkan memujiku. Lalu, kenapa aku ada di tempat ini sekarang?” Genjo Li berjalan lebih jauh, mencoba untuk mencari tahu apakah ia mendarat di Jinchang atau tidak. ‘Bangunan-bangunan ini memang seperti ... tapi mengapa menjadi seperti ini?’ Ketika Genjo Li kembali melangkah untuk menemukan kebenaran di mana ia berada sekarang, sebuah terikan mencegahnya. “Berhenti

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-11

Bab terbaru

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   119. Kekuatan Cinta atau Dendam?

    Saat Chen Wuji mendapat gilirannya, Wang Shixian kian rajin merapal doa supaya pemuda itu gagal. Dia bahkan sampai memejamkan mata sebab terlalu takut untuk menyaksikan kebenaran.Wang Weo pun tersenyum melihat putrinya demikian. Sayangnya, apa yang dia pikirkan tentang Wang Shixian justru berbanding terbalik dengan yang sebenarnya.Tepat sekali, sang kaisar tersenyum lantaran berpikir kalau gadis itu menyimpan perasaan istimewa untuk Chen Wuji. Hal itu membuat Wang Weo memberikan penilaian lebih pada pengawal baru putrinya itu."Berhasil!"Seketika itu pula Wang Weo bertepuk tangan selagi kerutan memenuhi dahi putrinya. Dia tampak sangat senang melihat 'jagoannya' mampu menyelesaikan tantangan kedua dengan sempurna."Dia benar-benar pemuda yang unggul. Tidak hanya ahli panah, tetapi juga sangat kuat. Bukankah dia lelaki yang sempurna untuk menikah denganmu, Putri?"Wang Shixian menoleh pada sang ayah untuk memberikan tatapan mengintimidasi. Dengan suara rendah saja dia berkata, "Yang

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   118. Firasat Ayah

    Semua orang menatap batu Yangtze dengan mata terbuka lebar. Benak mereka pasti sibuk membayangkan, apakah mampu mengangkat batu sebesar itu?Jangankan mengangkat, menggesernya saja tampak sulit.Beberapa di antara peserta itu juga tampak sangat tegang. Mereka mungkin membayangkan, apa jadinya jika mereka mampu mengangkat tetapi tidak kuat menahan batu dengan kedua tangan?Mereka bisa mati konyol tertimba batu!"Baiklah, supaya aturan dari ujian kedua ini lebih jelas, aku sampaikan hal yang perlu kalian perhatikan. Pertama, kalian harus mengangkat Yangtze dengan tangan kosong, seperti yang telah aku katakan di awal tadi. Kedua, kalian harus mengangkat batu setelah hitungan ketiga. Ketiga, batu harus terangkat di atas kepala dengan kedua tangan selama lima ketukan."Pernyataan ketiga dari Wang Shixian membuat para peserta dengan refleks menelan ludah. Lima ketukan jelas akan terasa sangat berat untuk dilakukan. Jangankan lima ketukan, satu ketukan saja perlu usaha yang sangat keras."Ji

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   117. Tantangan Kedua

    Tidak seperti hari kemarin, pagi ini wajah Wang Shixian tampak berseri. Senyumnya tidak turun sedikit pun akibat kebahagiaan yang tidak terkalimatkan. "Xian'er, sepertinya kau terlihat sangat senang hari ini." Wang Weo tersenyum lebar melihat sang putri begitu bersemangat."Tentu saja, Ayah. Aku tidak mengira jika mengadakan sayembara akan terasa sesenang ini. Rasanya sudah tidak sabar ingin menyampaikan tantangan berikutnya pada mereka." Wang Shixian menyesap tehnya dengan penuh kenikmatan. Padahal, apa yang dia sampaikan pada sang ayah tidak sepenuhnya benar. Faktanya, dia menjadi sangat senang setelah mendengar jawaban Genjo Li atas pertanyaan yang dikirimkan melalui Mingyue. Jawaban manis itu membuatnya menjadi begitu ingin bertemu dengan Genjo Li. Jika saja hubungan keduanya telah diketahui khalayak ramai, Wang Shixian bahkan tidak akan berpikir dua kali untuk memeluk sang kekasih di depan semua orang.Sayang sekali karena dia masih harus bersabar."Jadi, apa tantangan berikutn

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   116. Curang?

    "Benarkah Tuan Putri?!"Wang Shixian mengangguk tanpa menoleh pada pelayannya. Dia tampak sibuk dengan kuas di tangannya, menulis karakter demi karakter di atas kertas putih. "Ta-tapi ... bagaimana caranya Tuan Li bisa tiba di istana secepat itu, Tuan Putri? Maksudku, itu sangat ... ajaib. Sangat mengejutkan." Meski Mingyue merasa sangat senang sekaligus lega karena lelaki yang dicintai majikannya tidak terlambat untuk mengikuti sayembara dan bahkan mampu lolos di tahap pertama, dia tetap merasa sulit untuk percaya. Pasalnya, secepat apa pun Genjo Li berlari, bahkan meski menunggangi kuda sekalipun, tidak akan bisa mengejar keterlambatan."Mulai sekarang, persiapkan dirimu untuk terkejut. Percayalah, lelaki yang aku cintai itu bukan sembarang." Wang Shixian tersenyum lebar sambil melipat kertas dan memasukkannya ke dalam amplop cokelat."Si-siapa dia sebenarnya Tuan Putri?""Waktu akan menjawabnya. Kau pasti akan sangat terkejut. Sudah, sekali juga antarkan surat ini pada Kakak Li. P

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   115. Peringatan

    Genjo Li hanya diam dan tersenyum tipis, tetapi daripada membalas tatapan lelaki yang mengejeknya, dia lebih memilih untuk membuang pandangan ke tanah, seolah tanah yang dia injak bahkan lebih layak untuk dipandang. Sebagai seorang yang sepertinya berasal dari kalangan terpelajar, lelaki di hadapan Genjo Li pun mendengkus kesal lantaran lawan bicaranya tidak mau melihatnya. "Karena persik itu belum tentu jatuh karena panahmu, menepilah. Kau masih bisa melihat sayembara ini.""Tunggu!"'Chen Wuji? Untuk apa dia ikut campur?!' desis Wang Shixian curiga. Tentu saja sudah sejak tadi dia ingin membela kekasihnya. Tidak peduli persik itu jatuh karena panah Genjo Li ataupun karena telah masak, yang dia pikirkan hanyalah, sang kekasih harus bisa lolos dalam tantang pertama itu.Melihat Chen Wuji angkat bicara, sudah pasti membuat hati Wang Shixian kian panas saja. Dia sangat yakin jika lelaki itu akan mendukung peserta yang ingin menyingkirkan Genjo Li. Tentu saja dengan cara yang sangat mem

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   114. Putusan

    "Semua gagal!" teriak prajurit yang memimpin jalannya sayembara.Seketika itu pula Wang Shixian berusaha keras untuk tidak pingsan. 'Apa katanya? Semua gagal? Kakak Li gagal? Kekasihku gagal?!' batin perempuan itu tidak berhenti bertanya karena tidak percaya selagi kedua matanya masih terkatup, kian rapat.Wang Shixian tidak berani membuka matanya untuk melihat kenyataan yang terjadi. Dia bahkan tidak berhenti menyalahkan diri sendiri karena memilih tantangan sesulit itu di tahap awal hingga membuat kekasihnya gugur begitu saja.Mulanya dia berpikir pelayan kedai itu adalah seorang ahli panah karena Genjo Li mampu memanah para pembunuh bayaran itu dengan tepat dari jarak yang jauh dalam keadaan gelap ketika menyamar menjadi Pendekar Bertopeng. Namun, ternyata ...Sungguh, jika bukan karena ingin menjaga perasaan sang ayah, perempuan itu akan nekat memanah dirinya sendiri. 'Lebih baik mati daripada menikah dengan orang yang tidak dicintai!' Begitulah yang ada di dalam benak Wang Shixia

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   113. Persik untuk Putri Wang 

    Tantangan memanah yang harus dilakukan para peserta lomba bukanlah sekadar memanah biasa, melainkan memanah yang akan memerlukan kemampuan tingkat tinggi. Peserta dengan kemampuan memanah pas-pasan atau biasa saja, akan sulit untuk lolos dalam tantangan pertama ini. "Kalian harus memanah dari jarak 10 meter." Beberapa lelaki tersenyum mendengar ucapan sang putri. Mereka merasa cukup mampu untuk melewatinya. "Sekarang, berbaliklah," perintah Wang Shixian. Para peserta sayembara serentak balik badan. Di hadapan mereka kini terlihat pohon-pohon persik yang tingginya sekitar 8-10 meter. Banyaknya pohon persik di lahan itu membuatnya tampak seperti kebun buah persik. "Aku suka sekali buah persik. Oleh sebab itu, aku meminta kalian memetiknya untukku. Bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan memanahnya." Sontak saja para peserta terkejut hingga tanpa sadar mulut mereka terbuka dengan sendirinya. Tadi Putri Wang mengatakan bahwa mereka harus memanah dari jarak 10 meter. Dan sekarang

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   112. Sayembara Dimulai

    Para peserta sayembara telah berkumpul di halaman belakang istana. Bisa dilihat betapa besar antusiasme masyarakat atas kompetisi untuk mencari lelaki terbaik yang akan menjadi suami untuk sang putri itu. Lapangan yang luas bahkan terlihat penuh oleh mereka.Pada mulanya para lelaki itu saling berbicara dengan orang-orang yang berada di sekitar hingga kemudian kedatangan Wang Weo dan putrinya membuat mereka diam seketika. Sebagai pihak yang mengadakan sayembara, Wang Weo memang sengaja hadir untuk membuka kompetisi itu. Dia memberikan kalimat penyemangat sekaligus peringatan bahwa sayembara itu tidak akan mudah."Aku pastikan hanya lelaki terpilih yang bisa lolos dan menjadi menantuku."Mendengar kalimat terakhir sang kaisar ada perbedaan yang dirasakan para peserta. Banyak di antara mereka yang menjadi lebih bersemangat untuk memenangkan perlombaan. Namun tidak sedikit pula yang merasa takut. Tentu mereka tidak akan lupa, biar bagaimanapun lelaki yang menjadi ayah dari 'hadiah' peme

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   111. Deretan Pria Tak Beruntung 

    Pintu gerbang depan istana Haidong telah ditutup rapat ketika matahari berada di atas kepala. Tidak sedikit lelaki yang harus gigit jari karena datang terlambat untuk mendaftarkan diri dalam sayembara. Seperti belum rela dengan kenyataan pahit itu, mereka bahkan masih berdiri dengan tubuh menempel pada gerbang demi melihat para lelaki yang mendaftar di detik-detik terakhir tetapi tidak memiliki nasib seburuk mereka.Meski seandainya mereka berhasil terdaftar sebagai peserta sayembara, belum tentu juga berhasil memenangkannya, setidak-tidaknya mereka telah mencoba. Dan sekarang, apa boleh buat? Bahkan kesempatan untuk menjadi peserta saja sudah tidak mereka miliki.Seorang lelaki yang berada di barisan paling akhir tampak menatap lekat ke arah gerbang. Sepertinya dia sedang mengamati orang-orang yang telah gugur bahkan sebelum mereka terjun ke arena pertempuran.'Jika saja Junsi tidak mengingatkanku, pasti kini aku berada di antara lelaki itu.'Tepat sekali, pria yang memandang ke arah

DMCA.com Protection Status