“Benar, Hakim yang terhormat.”
Kasim Qiang menggeleng tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Namun, ia berusaha keras untuk mengendalikan diri mengingat peringatan sang hakim yang akan mengusirnya keluar kalau tidak mampu menjaga sikap.
Dengan suara disabar-sabarkan, Kasim Qiang bertanya, “Hakim yang terhormat, jika apa yang dikatakan Zhang Bingjie benar, kapan dia memberikan Saga Bulan padaku? Juga kapan aku menukar Kacang Dewa dengan biji itu, padahal semalaman aku mengawasi Tabib Wu di penjara?”
Zhang Bingjie tampak bingung atas pertanyaan Kasim Qiang. Kedua bola matanya bergerak ke kanan ke kiri sebelum akhirnya lelaki itu menundukkan kepala. “Soal itu ....”
“Hahaha, pasti kau tidak bisa menjawabnya bukan?” Kasim Qiang membungkukkan badan pada hakim, lalu berkata, “Hakim yang terhormat, Zhang Bingjie tentu tidak bisa menjelaskan semuanya karena apa yang dia katakan bukanlah hal yang sebenarnya. Dia telah memberikan kesaksian palsu
Terima kasih telah membaca cerita Iro. Jangan lupa VOTE agar Iro lebih semangat up.
“Hakim yang terhormat, ada seorang saksi yang akan membawa bukti kejahatan Kasim Qiang.” “Tuan Liu, kau tidak perlu repot menghadirkan saksi lagi. Kami hanya butuh bukti untuk percaya bahwa ucapanmu memang benar.” Kasim Qiang menarik sudut bibir kanannya. Dalam batinnya berkata, ‘Tidak semudah itu menyingkirkanku!’ “Tuan Liu, silakan!” Seorang perempuan berjalan memasuki ruang persidangan. Ia membawa sebuah buntelan berwarna hijau. Kepalanya tertunduk rendah tak kuat melihat orang-orang di tempat tersebut. “Yuanli ....” Hati Kasim Qiang bergetar melihat perempuan yang sangat ia kenal itu. “Itu ... pelayan Kaisar Long ‘kan? “Dia adalah Yuanli, pelayan di kediaman Kaisar Long,” kata Liu Xingshen mengenalkan perempuan itu secara singkat. Lalu ia melanjutkan, “Nona Yuanli, katakan semua yang kau ketahui dan tunjukkan bukti yang kau bawa.” Yuanli yang telah duduk di lantai mengangguk. Lantas ia meletakkan buntelan yang ia bawa. Saat
Suara gemericik teh yang dituang pada cangkir menjadi lebih jelas dalam kesenyapan. Padahal ada enam orang yang duduk melingkar di ruangan itu. Kesemuanya dengan kompak menahan diri untuk bicara.Setelah semua cangkir terisi, salah seorang di antara mereka mengangkat cangkir lebih dulu, lekas diikuti oleh yang lainnya. Kini mereka menyesap teh bersama-sama. Tampak ketenangan di wajah mereka atas aroma khas teh yang mengudara bersama kepulan asap.“Jadi, inikah kejutan yang Tuan Liu maksud tempo hari?”“Menteri Wang memang bijak.”“Hahaha, kalau begitu tunggu apalagi? Ketua Wang, ayo keluarkan semua anggurmu!” seru Ju Shen tanpa basa-basi, membuat Wang Weo mengangguk mantap dan memberi isyarat kepada para pelayan untuk mengambilkan anggurnya yang berharga.Sekejap saja ruangan yang semula hening itu menjadi ramai dan hangat. Gelak tawa terdengar di sela-sela pujian yang diberikan para anggota Aliansi J
Seorang lelaki dengan mahkota keemasan tampak begitu gagah duduk di singgah sananya. Ia tersenyum lebar menatap barisan orang-orang yang memberi hormat padanya.“Semoga Kaisar Wang panjang umur hingga seribu tahun lagi!”Benar, Wang Weo telah dinobatkan sebagai kaisar baru menggantikan Long Feng. Dengan pencapaiannya hari ini, menjadi langkah awal bagi aliansinya untuk menguasai Haidong sebagaimana tujuan mereka sejak awal. Tanpa terkecuali mengendalikan semua sekte yang ada di wilayah itu.‘Akhirnya, hari ini tiba juga,’ batin Wang Weo dengan senyum puas. ‘Mari kita lihat, bagaimana kekuasaan ini bisa membuat Jing Quo mendapatkan segalanya!’***“Kau telah berhasil!” ucap seorang lelaki memandangi hamparan tanah yang semula kering menjadi hijau ditumbuhi padi. Sawah itu tampak begitu mencolok di antara lahan lainnya yang tampak kering dan tandus.“Tuan Zhouyang ... terima kasih ban
“Kau sudah menyalin Kitab Naga Bertuah. Jika otakmu bekerja sedikit saja, tentu ada bagian dari kitab itu yang kau ingat."Genjo Li menatap Zhouyang Hong dengan pelipis berkedut. 'Tidak bisakah Guru bertanya dengan bahasa yang lebih manusiawi?'"Kau hanya perlu menjawab tanpa harus mengomentari cara berbicaraku," tegur Zhouyang Hong seolah mampu membaca pikiran Genjo Li."Oh ... em ... apa Guru baru saja membaca pikiranku?" Genjo Li tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. Tubuhnya bahkan refleks mendekat pada Zhouyang Hong yang duduk di hadapannya.Zhouyang Hong meletakkan telunjuknya di dahi Genjo Li, lalu mendorongnya hingga pemuda itu nyaris berjungkal ke belakang. "Tidak perlu jurus apa pun untuk bisa mengerti apa yang kau pikirkan. Wajahmu sudah menunjukan segalanya.""Hehe, begitukah? Maafkan aku, Guru!" Genjo Li membungkuk seperti biasa."Hah ... kau bisa membuatku mati karena bosan mendengarmu meminta maaf." Zhouyang Hong mengus
Bruk!Sebuah cabang pohon tumbang setelah Genjo Li mengayunkan pedangnya. Dengan cepat pemuda itu memotong ranting-ranting dahan hingga menyisakan cabang dengan ukuran sebesar lingkar lengan orang dewasa.Benar, pada akhirnya Genjo Li memutuskan untuk menggunakan kayu dengan ukuran sedang. Jika dipikir-pikir besar atau kecil kayu yang digunakan untuk memecahkan batu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. ‘Dengan ini aku akan mematahkan bebatuan yang ukurannya lebih kecil dulu,’ batinnya dengan senyum lebar. Genjo Li pun kembali ke sungai dengan penuh percaya diri.Saat tiba di sungai, Genjo Li melihat Zhouyang Hong sedang menangkap ikan menggunakan batang kayu yang runcing di bagian ujungnya. Dengan alat menyerupai tombak sederhana itu, sang guru bisa mendapatkan banyak ikan dalam waktu sekejap saja.“Guru, apa yang Guru lakukan?”“Apa kau buta?!” jawab Zhouyang Hong tanpa menoleh.“H
Terdapat lebih dari tujuh batang kayu tergeletak di tepi sungai dengan berbagai macam ukuran. Kesemuanya adalah buah karya Genjo Li, belum termasuk batang kayu yang remuk di antara bebatuan sungai.Tampak Genjo Li tengah membungkuk di dekat sang guru dengan kedua tangan bertumpu pada lutut. Punggungnya tampak turun naik seiring napasnya yang memburu. Jika diperhatikan, baju yang dikenakan Genjo Li bahkan sampai kuyup. Jangan dikira itu karena air sungai! Bajunya basah oleh keringat. Jika keringat Genjo Li dikumpulkan, mungkin cukup untuk mandi tiga orang. Maka, ia sendiri terkejut mendapati jantungnya masih berdetak.“Guru ... aku tidak sanggup lagi,” kata Genjo Li sangat lirih hingga hampir-hampir tak terdengar.“Hm ....” Zhouyang Hong menyahut dengan malas tanpa membuka kedua matanya. Entah sudah berapa lama ia terlelap selagi Genjo Li berjuang keras memecah bebatuan.Bruk!Genjo Li ambruk tengkurap. Sekonyong-konyon
Genjo Li melahap ikan bakar yang diberikan Zhouyang Hong seperti orang yang tidak makan seminggu. Sampai akhirnya karena terburu-buru ia tersedak duri.“Hm! Pemalas yang ceroboh!” Zhouyang Hong menyodorkan sekantong air pada muridnya dengan wajah malas. "Makan saja mau bunuh diri!"Dengan cepat Genjo Li menerima dan meneguk air hingga sakit di tenggorokkannya hilang. “Terima kasih, Guru.”“Kau harus lebih cermat dan berhati-hati. Kadang-kadang situasi menuntut kita untuk bertindak cepat, tetapi ada kalanya menunggu akan membuat segalanya menjadi lebih baik. Aku bisa menghancurkan batu itu tidak lain karena sejumlah tenaga dalam yang aku gunakan. Hal yang sama harus kau lakukan saat menggunakan Jurus Tebasan Pedang Taring Naga. Kuncinya ada pada kekuatan lengan. Tidak cukup dengan kekuatan fisik semata, tetapi juga harus menggunakan tenaga dalam.”“Guru ....” Genjo Li terpaku dengan penjelasan Zhouyang Hong y
“Guru ....” Genjo Li tertegun melihat batang-batang bambu kuning tumbang bersamaan. Ia memandang sang guru seolah bertanya apakah semua bambu itu tumbang karena Tebasan Pedang Taring Naga yang baru saja ia praktikkan? Saat ia mendapati Zhouyang Hong mengangguk, senyum pun perlahan terkembang di wajahnya. Genjo Li menunduk, melihat tangannya yang bergetar. Rasa-rasanya sangat sulit dipercaya. Ia baru mencoba jurus pedang itu dua kali dan langsung berhasil? Genjo Li mulai memandang Zhouyang Hong benar-benar sebagai seorang ahli dan guru yang sangat berbakat. Tidak salah jika Patriark Yong Yuwen memintanya untuk menjadi murid lelaki tua bermulut sampah itu. Kenyataannya, seburuk apa pun Zhouyang Hong berbicara, ia memiliki cara berbeda dalam mengajar, dan berhasil mengantarkan muridnya untuk bisa menguasai jurus yang dipelajari dengan lebih cepat. “Guru, aku sudah siap menerima siksaan Guru lagi! Katakan Guru, apa yang harus aku lakukan sekarang?” ta
Saat Chen Wuji mendapat gilirannya, Wang Shixian kian rajin merapal doa supaya pemuda itu gagal. Dia bahkan sampai memejamkan mata sebab terlalu takut untuk menyaksikan kebenaran.Wang Weo pun tersenyum melihat putrinya demikian. Sayangnya, apa yang dia pikirkan tentang Wang Shixian justru berbanding terbalik dengan yang sebenarnya.Tepat sekali, sang kaisar tersenyum lantaran berpikir kalau gadis itu menyimpan perasaan istimewa untuk Chen Wuji. Hal itu membuat Wang Weo memberikan penilaian lebih pada pengawal baru putrinya itu."Berhasil!"Seketika itu pula Wang Weo bertepuk tangan selagi kerutan memenuhi dahi putrinya. Dia tampak sangat senang melihat 'jagoannya' mampu menyelesaikan tantangan kedua dengan sempurna."Dia benar-benar pemuda yang unggul. Tidak hanya ahli panah, tetapi juga sangat kuat. Bukankah dia lelaki yang sempurna untuk menikah denganmu, Putri?"Wang Shixian menoleh pada sang ayah untuk memberikan tatapan mengintimidasi. Dengan suara rendah saja dia berkata, "Yang
Semua orang menatap batu Yangtze dengan mata terbuka lebar. Benak mereka pasti sibuk membayangkan, apakah mampu mengangkat batu sebesar itu?Jangankan mengangkat, menggesernya saja tampak sulit.Beberapa di antara peserta itu juga tampak sangat tegang. Mereka mungkin membayangkan, apa jadinya jika mereka mampu mengangkat tetapi tidak kuat menahan batu dengan kedua tangan?Mereka bisa mati konyol tertimba batu!"Baiklah, supaya aturan dari ujian kedua ini lebih jelas, aku sampaikan hal yang perlu kalian perhatikan. Pertama, kalian harus mengangkat Yangtze dengan tangan kosong, seperti yang telah aku katakan di awal tadi. Kedua, kalian harus mengangkat batu setelah hitungan ketiga. Ketiga, batu harus terangkat di atas kepala dengan kedua tangan selama lima ketukan."Pernyataan ketiga dari Wang Shixian membuat para peserta dengan refleks menelan ludah. Lima ketukan jelas akan terasa sangat berat untuk dilakukan. Jangankan lima ketukan, satu ketukan saja perlu usaha yang sangat keras."Ji
Tidak seperti hari kemarin, pagi ini wajah Wang Shixian tampak berseri. Senyumnya tidak turun sedikit pun akibat kebahagiaan yang tidak terkalimatkan. "Xian'er, sepertinya kau terlihat sangat senang hari ini." Wang Weo tersenyum lebar melihat sang putri begitu bersemangat."Tentu saja, Ayah. Aku tidak mengira jika mengadakan sayembara akan terasa sesenang ini. Rasanya sudah tidak sabar ingin menyampaikan tantangan berikutnya pada mereka." Wang Shixian menyesap tehnya dengan penuh kenikmatan. Padahal, apa yang dia sampaikan pada sang ayah tidak sepenuhnya benar. Faktanya, dia menjadi sangat senang setelah mendengar jawaban Genjo Li atas pertanyaan yang dikirimkan melalui Mingyue. Jawaban manis itu membuatnya menjadi begitu ingin bertemu dengan Genjo Li. Jika saja hubungan keduanya telah diketahui khalayak ramai, Wang Shixian bahkan tidak akan berpikir dua kali untuk memeluk sang kekasih di depan semua orang.Sayang sekali karena dia masih harus bersabar."Jadi, apa tantangan berikutn
"Benarkah Tuan Putri?!"Wang Shixian mengangguk tanpa menoleh pada pelayannya. Dia tampak sibuk dengan kuas di tangannya, menulis karakter demi karakter di atas kertas putih. "Ta-tapi ... bagaimana caranya Tuan Li bisa tiba di istana secepat itu, Tuan Putri? Maksudku, itu sangat ... ajaib. Sangat mengejutkan." Meski Mingyue merasa sangat senang sekaligus lega karena lelaki yang dicintai majikannya tidak terlambat untuk mengikuti sayembara dan bahkan mampu lolos di tahap pertama, dia tetap merasa sulit untuk percaya. Pasalnya, secepat apa pun Genjo Li berlari, bahkan meski menunggangi kuda sekalipun, tidak akan bisa mengejar keterlambatan."Mulai sekarang, persiapkan dirimu untuk terkejut. Percayalah, lelaki yang aku cintai itu bukan sembarang." Wang Shixian tersenyum lebar sambil melipat kertas dan memasukkannya ke dalam amplop cokelat."Si-siapa dia sebenarnya Tuan Putri?""Waktu akan menjawabnya. Kau pasti akan sangat terkejut. Sudah, sekali juga antarkan surat ini pada Kakak Li. P
Genjo Li hanya diam dan tersenyum tipis, tetapi daripada membalas tatapan lelaki yang mengejeknya, dia lebih memilih untuk membuang pandangan ke tanah, seolah tanah yang dia injak bahkan lebih layak untuk dipandang. Sebagai seorang yang sepertinya berasal dari kalangan terpelajar, lelaki di hadapan Genjo Li pun mendengkus kesal lantaran lawan bicaranya tidak mau melihatnya. "Karena persik itu belum tentu jatuh karena panahmu, menepilah. Kau masih bisa melihat sayembara ini.""Tunggu!"'Chen Wuji? Untuk apa dia ikut campur?!' desis Wang Shixian curiga. Tentu saja sudah sejak tadi dia ingin membela kekasihnya. Tidak peduli persik itu jatuh karena panah Genjo Li ataupun karena telah masak, yang dia pikirkan hanyalah, sang kekasih harus bisa lolos dalam tantang pertama itu.Melihat Chen Wuji angkat bicara, sudah pasti membuat hati Wang Shixian kian panas saja. Dia sangat yakin jika lelaki itu akan mendukung peserta yang ingin menyingkirkan Genjo Li. Tentu saja dengan cara yang sangat mem
"Semua gagal!" teriak prajurit yang memimpin jalannya sayembara.Seketika itu pula Wang Shixian berusaha keras untuk tidak pingsan. 'Apa katanya? Semua gagal? Kakak Li gagal? Kekasihku gagal?!' batin perempuan itu tidak berhenti bertanya karena tidak percaya selagi kedua matanya masih terkatup, kian rapat.Wang Shixian tidak berani membuka matanya untuk melihat kenyataan yang terjadi. Dia bahkan tidak berhenti menyalahkan diri sendiri karena memilih tantangan sesulit itu di tahap awal hingga membuat kekasihnya gugur begitu saja.Mulanya dia berpikir pelayan kedai itu adalah seorang ahli panah karena Genjo Li mampu memanah para pembunuh bayaran itu dengan tepat dari jarak yang jauh dalam keadaan gelap ketika menyamar menjadi Pendekar Bertopeng. Namun, ternyata ...Sungguh, jika bukan karena ingin menjaga perasaan sang ayah, perempuan itu akan nekat memanah dirinya sendiri. 'Lebih baik mati daripada menikah dengan orang yang tidak dicintai!' Begitulah yang ada di dalam benak Wang Shixia
Tantangan memanah yang harus dilakukan para peserta lomba bukanlah sekadar memanah biasa, melainkan memanah yang akan memerlukan kemampuan tingkat tinggi. Peserta dengan kemampuan memanah pas-pasan atau biasa saja, akan sulit untuk lolos dalam tantangan pertama ini. "Kalian harus memanah dari jarak 10 meter." Beberapa lelaki tersenyum mendengar ucapan sang putri. Mereka merasa cukup mampu untuk melewatinya. "Sekarang, berbaliklah," perintah Wang Shixian. Para peserta sayembara serentak balik badan. Di hadapan mereka kini terlihat pohon-pohon persik yang tingginya sekitar 8-10 meter. Banyaknya pohon persik di lahan itu membuatnya tampak seperti kebun buah persik. "Aku suka sekali buah persik. Oleh sebab itu, aku meminta kalian memetiknya untukku. Bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan memanahnya." Sontak saja para peserta terkejut hingga tanpa sadar mulut mereka terbuka dengan sendirinya. Tadi Putri Wang mengatakan bahwa mereka harus memanah dari jarak 10 meter. Dan sekarang
Para peserta sayembara telah berkumpul di halaman belakang istana. Bisa dilihat betapa besar antusiasme masyarakat atas kompetisi untuk mencari lelaki terbaik yang akan menjadi suami untuk sang putri itu. Lapangan yang luas bahkan terlihat penuh oleh mereka.Pada mulanya para lelaki itu saling berbicara dengan orang-orang yang berada di sekitar hingga kemudian kedatangan Wang Weo dan putrinya membuat mereka diam seketika. Sebagai pihak yang mengadakan sayembara, Wang Weo memang sengaja hadir untuk membuka kompetisi itu. Dia memberikan kalimat penyemangat sekaligus peringatan bahwa sayembara itu tidak akan mudah."Aku pastikan hanya lelaki terpilih yang bisa lolos dan menjadi menantuku."Mendengar kalimat terakhir sang kaisar ada perbedaan yang dirasakan para peserta. Banyak di antara mereka yang menjadi lebih bersemangat untuk memenangkan perlombaan. Namun tidak sedikit pula yang merasa takut. Tentu mereka tidak akan lupa, biar bagaimanapun lelaki yang menjadi ayah dari 'hadiah' peme
Pintu gerbang depan istana Haidong telah ditutup rapat ketika matahari berada di atas kepala. Tidak sedikit lelaki yang harus gigit jari karena datang terlambat untuk mendaftarkan diri dalam sayembara. Seperti belum rela dengan kenyataan pahit itu, mereka bahkan masih berdiri dengan tubuh menempel pada gerbang demi melihat para lelaki yang mendaftar di detik-detik terakhir tetapi tidak memiliki nasib seburuk mereka.Meski seandainya mereka berhasil terdaftar sebagai peserta sayembara, belum tentu juga berhasil memenangkannya, setidak-tidaknya mereka telah mencoba. Dan sekarang, apa boleh buat? Bahkan kesempatan untuk menjadi peserta saja sudah tidak mereka miliki.Seorang lelaki yang berada di barisan paling akhir tampak menatap lekat ke arah gerbang. Sepertinya dia sedang mengamati orang-orang yang telah gugur bahkan sebelum mereka terjun ke arena pertempuran.'Jika saja Junsi tidak mengingatkanku, pasti kini aku berada di antara lelaki itu.'Tepat sekali, pria yang memandang ke arah