Share

45. Pendekar Kayu?

Penulis: Iro Magenta
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-02 21:08:41

Bruk!

Sebuah cabang pohon tumbang setelah Genjo Li mengayunkan pedangnya. Dengan cepat pemuda itu memotong ranting-ranting dahan hingga menyisakan cabang dengan ukuran sebesar lingkar lengan orang dewasa.

Benar, pada akhirnya Genjo Li memutuskan untuk menggunakan kayu dengan ukuran sedang. Jika dipikir-pikir besar atau kecil kayu yang digunakan untuk memecahkan batu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. ‘Dengan ini aku akan mematahkan bebatuan yang ukurannya lebih kecil dulu,’ batinnya dengan senyum lebar. Genjo Li pun kembali ke sungai dengan penuh percaya diri. 

Saat tiba di sungai, Genjo Li melihat Zhouyang Hong sedang menangkap ikan menggunakan batang kayu yang runcing di bagian ujungnya. Dengan alat menyerupai tombak sederhana itu, sang guru bisa mendapatkan banyak ikan dalam waktu sekejap saja.

“Guru, apa yang Guru lakukan?”

“Apa kau buta?!” jawab Zhouyang Hong tanpa menoleh.

“H

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   46. Biarkan Aku Hidup, Guru!

    Terdapat lebih dari tujuh batang kayu tergeletak di tepi sungai dengan berbagai macam ukuran. Kesemuanya adalah buah karya Genjo Li, belum termasuk batang kayu yang remuk di antara bebatuan sungai.Tampak Genjo Li tengah membungkuk di dekat sang guru dengan kedua tangan bertumpu pada lutut. Punggungnya tampak turun naik seiring napasnya yang memburu. Jika diperhatikan, baju yang dikenakan Genjo Li bahkan sampai kuyup. Jangan dikira itu karena air sungai! Bajunya basah oleh keringat. Jika keringat Genjo Li dikumpulkan, mungkin cukup untuk mandi tiga orang. Maka, ia sendiri terkejut mendapati jantungnya masih berdetak.“Guru ... aku tidak sanggup lagi,” kata Genjo Li sangat lirih hingga hampir-hampir tak terdengar.“Hm ....” Zhouyang Hong menyahut dengan malas tanpa membuka kedua matanya. Entah sudah berapa lama ia terlelap selagi Genjo Li berjuang keras memecah bebatuan.Bruk!Genjo Li ambruk tengkurap. Sekonyong-konyon

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-02
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   47. Perubahan Genjo Li

    Genjo Li melahap ikan bakar yang diberikan Zhouyang Hong seperti orang yang tidak makan seminggu. Sampai akhirnya karena terburu-buru ia tersedak duri.“Hm! Pemalas yang ceroboh!” Zhouyang Hong menyodorkan sekantong air pada muridnya dengan wajah malas. "Makan saja mau bunuh diri!"Dengan cepat Genjo Li menerima dan meneguk air hingga sakit di tenggorokkannya hilang. “Terima kasih, Guru.”“Kau harus lebih cermat dan berhati-hati. Kadang-kadang situasi menuntut kita untuk bertindak cepat, tetapi ada kalanya menunggu akan membuat segalanya menjadi lebih baik. Aku bisa menghancurkan batu itu tidak lain karena sejumlah tenaga dalam yang aku gunakan. Hal yang sama harus kau lakukan saat menggunakan Jurus Tebasan Pedang Taring Naga. Kuncinya ada pada kekuatan lengan. Tidak cukup dengan kekuatan fisik semata, tetapi juga harus menggunakan tenaga dalam.”“Guru ....” Genjo Li terpaku dengan penjelasan Zhouyang Hong y

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-02
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   48. Guru Berbakat

    “Guru ....” Genjo Li tertegun melihat batang-batang bambu kuning tumbang bersamaan. Ia memandang sang guru seolah bertanya apakah semua bambu itu tumbang karena Tebasan Pedang Taring Naga yang baru saja ia praktikkan? Saat ia mendapati Zhouyang Hong mengangguk, senyum pun perlahan terkembang di wajahnya. Genjo Li menunduk, melihat tangannya yang bergetar. Rasa-rasanya sangat sulit dipercaya. Ia baru mencoba jurus pedang itu dua kali dan langsung berhasil? Genjo Li mulai memandang Zhouyang Hong benar-benar sebagai seorang ahli dan guru yang sangat berbakat. Tidak salah jika Patriark Yong Yuwen memintanya untuk menjadi murid lelaki tua bermulut sampah itu. Kenyataannya, seburuk apa pun Zhouyang Hong berbicara, ia memiliki cara berbeda dalam mengajar, dan berhasil mengantarkan muridnya untuk bisa menguasai jurus yang dipelajari dengan lebih cepat. “Guru, aku sudah siap menerima siksaan Guru lagi! Katakan Guru, apa yang harus aku lakukan sekarang?” ta

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-04
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   49. Serangan Batu

    “Guru tidak berniat memintaku untuk memecahkan bebatuan remuk ini ‘kan?” tanya Genjo Li ketika Zhouyang Hong menghentikan langkahnya di tempat sang murid nyaris tewas kelelahan melawan batu. Pikir pemuda itu, jika sang guru benar-benar memintanya untuk menghancurkan batu yang telah hancur, tentu itu akan menjadi pekerjaan yang sangat menyita tenaga dan waktu. “Memangnya kenapa kalau aku menyuruhmu melakukannya? Katamu kau akan melakukan apa saja siksaan yang kuberikan! Hah, aku telah melakukan kesalahan besar karena mengira kau telah berubah. Nyatanya nol besar! Sekali menjadi pemalas, sampai mati pun akan tetap pemalas.” Genjo Li hanya mengerjapkan mata tanpa mampu berkata apa-apa lagi. Ia hanya bertanya satu kali dan sang guru sudah mengomel tanpa henti. Detik itu juga Genjo Li merasa keliru sudah mempercayai ucapan Zhouyang Hong begitu saja. ‘Bukankah dulu dia memintaku bertanya saat tidak tahu? Kalau seperti ini, tersesat bahkan lebih baik daripada bertanya

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-04
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   50. Membunuh Murid Pemalas

    ‘Jurus Perisai Udara?’ gumam Genjo Li mengulangi ucapan Zhouyang Hong. Mendadak kedua matanya terbuka lebar teringat akan sesuatu. “Guru, itu adalah salah satu jurus yang tertulis dalam Kitab Naga Bertuah!” Zhouyang Hong mengangguk. “Aku sudah menunjukkan padamu bagaimana jurus itu bekerja. Sekarang giliranmu untuk mempraktikkannya.” “Tapi Guru ....” “Kenapa? Kau tidak berani?” Genjo Li terdiam. Tidak bisa dipungkiri, ia memang menyimpan takut. Zhouyang Hong memang telah mencontohkan jurus itu. Akan tetapi, gurunya tidak melakukan apa-apa ketika bebatuan itu melesat ke arahnya selain berdiri dengan tenang. Bagaimana mungkin Genjo Li bisa diam di tempat ketika batu-batu runcing mengancam keselamatannya? “Aku—” Belum sempat Genjo Li menjawab, Zhouyang Hong telah memotongnya lebih dulu. “Aku tidak peduli, bahkan seandainya kau sampai kencing karena takut, kau harus mempraktikkan Jurus Perisai Udara!” Zhouyang Hong menatap lekat muridnya. Lantas i

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-04
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   51. Jurus Perisai Udara

    “Ma—” “Tetap di tempatmu dan jangan membuat telingaku sakit dengan mengatakan maaf!” sambar Zhouyang Hong sangat lantang melebihi suara petir. Kedua alisnya bertaut erat tak mau dipisahkan. Tulang rahangnya mengeras dengan otot-otot leher yang timbul memperjelas kemurkaan. “Guru ... aku akan mencobanya lagi.” “Harus! Tidak akan kubiarkan kau berhenti berlatih sebelum menguasai jurus ini, bahkan jika nyawamu sebagai taruhannya! Kematian murid malas tidak akan membuatku menyumbang air mata setetes pun!” Genjo Li menelan ludahnya dengan susah payah. Kenyataannya, ia terus bergerak untuk menangkis batu. Malahan, jika ia mengikuti apa yang tertulis dalam kitab pusaka, dirinya harus menjadi seorang pemalas yang hanya diam di tempat ketika serangan datang. “Siapkan dirimu lagi! Dengar baik-baik, sejak tadi aku sudah berbaik hati memberimu peringatan sebelum menyerang. Meski hal itu tidak boleh dilakukan, aku tetap melakukannya mengingat betapa lemahn

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-04
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   52. Diam Tak Selamanya Emas!

    Genjo Li menoleh, memandang Zhouyang Hong yang berbaring di sampingnya. Meski wajah sang guru telah dimakan usia, kegagahannya masih melekat tanpa luntur oleh waktu. Genjo Li tersenyum, teringat pada Patriark Yong Yuwen. Meski sikap kedua gurunya itu sangat berbeda, bagi Genjo Li mereka adalah guru yang sangat hebat.“Apa kau akan terus menatapku sampai pagi? Kau masih harus melatih Jurus Perisai Udara-mu yang payah!” tegur Zhouyang Hong dengan mata tertutup.Dalam ketenangan malam di pinggir sungai, terang saja suara Zhouyang Hong yang tiba-tiba itu mengejutkan Genjo Li. Ia bahkan diam-diam mengatakan dalam hati bahwa sang guru tidur seperti orang mati, lalu bagaimana bisa Zhouyang Hong tahu jika sedari tadi Genjo Li menatapnya?“Aku tidak bisa tidur, Guru,” jawab Genjo Li jujur. Entah karena terlalu bahagia sebab bisa menguasai jurus-jurus yang diajarkan sang guru atau karena badannya yang terasa sakit semua, yang jelas Genjo Li m

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-06
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   53. Sujud Sang Ketua

    Fan Zhiyi benar-benar tidak menyangka jika Ju Shen akan kembali hari itu juga membawa pasukan berkuda dan para prajurit istana. Sontak saja ia meminta para anggotanya untuk melarikan diri melalui pintu belakang markas. Namun, tanpa diduga, pasukan istana telah menunggu mereka di sana.“Kalian sudah dikepung!” seru LiuYang dari atas kuda. Mata Fan Zhiyi dan para anggotanya menggerayangi banyaknya pasukan yang ada di hadapan mereka. Jika sampai terjadi pertempuran, sudah sangat jelas merekalah yang akan kalah.Sebagai seorang ketua sekte, Fan Zhiyi tentu tidak akan mengabaikan keselamatan para anggotanya. Ia merasa sangat bersalah karena sudah bertindak gegabah, menuruti amarahnya, hingga kini membuat seluruh anggotanya berada di ujung kematian. Fan Zhiyi tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika hari itu menjadi hari kehancuran sektenya.Dengan mengesampingkan segala kehormatan dan harga dirinya, lelaki itu lalu bersujud dan berkata, “Mohon

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-06

Bab terbaru

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   119. Kekuatan Cinta atau Dendam?

    Saat Chen Wuji mendapat gilirannya, Wang Shixian kian rajin merapal doa supaya pemuda itu gagal. Dia bahkan sampai memejamkan mata sebab terlalu takut untuk menyaksikan kebenaran.Wang Weo pun tersenyum melihat putrinya demikian. Sayangnya, apa yang dia pikirkan tentang Wang Shixian justru berbanding terbalik dengan yang sebenarnya.Tepat sekali, sang kaisar tersenyum lantaran berpikir kalau gadis itu menyimpan perasaan istimewa untuk Chen Wuji. Hal itu membuat Wang Weo memberikan penilaian lebih pada pengawal baru putrinya itu."Berhasil!"Seketika itu pula Wang Weo bertepuk tangan selagi kerutan memenuhi dahi putrinya. Dia tampak sangat senang melihat 'jagoannya' mampu menyelesaikan tantangan kedua dengan sempurna."Dia benar-benar pemuda yang unggul. Tidak hanya ahli panah, tetapi juga sangat kuat. Bukankah dia lelaki yang sempurna untuk menikah denganmu, Putri?"Wang Shixian menoleh pada sang ayah untuk memberikan tatapan mengintimidasi. Dengan suara rendah saja dia berkata, "Yang

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   118. Firasat Ayah

    Semua orang menatap batu Yangtze dengan mata terbuka lebar. Benak mereka pasti sibuk membayangkan, apakah mampu mengangkat batu sebesar itu?Jangankan mengangkat, menggesernya saja tampak sulit.Beberapa di antara peserta itu juga tampak sangat tegang. Mereka mungkin membayangkan, apa jadinya jika mereka mampu mengangkat tetapi tidak kuat menahan batu dengan kedua tangan?Mereka bisa mati konyol tertimba batu!"Baiklah, supaya aturan dari ujian kedua ini lebih jelas, aku sampaikan hal yang perlu kalian perhatikan. Pertama, kalian harus mengangkat Yangtze dengan tangan kosong, seperti yang telah aku katakan di awal tadi. Kedua, kalian harus mengangkat batu setelah hitungan ketiga. Ketiga, batu harus terangkat di atas kepala dengan kedua tangan selama lima ketukan."Pernyataan ketiga dari Wang Shixian membuat para peserta dengan refleks menelan ludah. Lima ketukan jelas akan terasa sangat berat untuk dilakukan. Jangankan lima ketukan, satu ketukan saja perlu usaha yang sangat keras."Ji

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   117. Tantangan Kedua

    Tidak seperti hari kemarin, pagi ini wajah Wang Shixian tampak berseri. Senyumnya tidak turun sedikit pun akibat kebahagiaan yang tidak terkalimatkan. "Xian'er, sepertinya kau terlihat sangat senang hari ini." Wang Weo tersenyum lebar melihat sang putri begitu bersemangat."Tentu saja, Ayah. Aku tidak mengira jika mengadakan sayembara akan terasa sesenang ini. Rasanya sudah tidak sabar ingin menyampaikan tantangan berikutnya pada mereka." Wang Shixian menyesap tehnya dengan penuh kenikmatan. Padahal, apa yang dia sampaikan pada sang ayah tidak sepenuhnya benar. Faktanya, dia menjadi sangat senang setelah mendengar jawaban Genjo Li atas pertanyaan yang dikirimkan melalui Mingyue. Jawaban manis itu membuatnya menjadi begitu ingin bertemu dengan Genjo Li. Jika saja hubungan keduanya telah diketahui khalayak ramai, Wang Shixian bahkan tidak akan berpikir dua kali untuk memeluk sang kekasih di depan semua orang.Sayang sekali karena dia masih harus bersabar."Jadi, apa tantangan berikutn

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   116. Curang?

    "Benarkah Tuan Putri?!"Wang Shixian mengangguk tanpa menoleh pada pelayannya. Dia tampak sibuk dengan kuas di tangannya, menulis karakter demi karakter di atas kertas putih. "Ta-tapi ... bagaimana caranya Tuan Li bisa tiba di istana secepat itu, Tuan Putri? Maksudku, itu sangat ... ajaib. Sangat mengejutkan." Meski Mingyue merasa sangat senang sekaligus lega karena lelaki yang dicintai majikannya tidak terlambat untuk mengikuti sayembara dan bahkan mampu lolos di tahap pertama, dia tetap merasa sulit untuk percaya. Pasalnya, secepat apa pun Genjo Li berlari, bahkan meski menunggangi kuda sekalipun, tidak akan bisa mengejar keterlambatan."Mulai sekarang, persiapkan dirimu untuk terkejut. Percayalah, lelaki yang aku cintai itu bukan sembarang." Wang Shixian tersenyum lebar sambil melipat kertas dan memasukkannya ke dalam amplop cokelat."Si-siapa dia sebenarnya Tuan Putri?""Waktu akan menjawabnya. Kau pasti akan sangat terkejut. Sudah, sekali juga antarkan surat ini pada Kakak Li. P

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   115. Peringatan

    Genjo Li hanya diam dan tersenyum tipis, tetapi daripada membalas tatapan lelaki yang mengejeknya, dia lebih memilih untuk membuang pandangan ke tanah, seolah tanah yang dia injak bahkan lebih layak untuk dipandang. Sebagai seorang yang sepertinya berasal dari kalangan terpelajar, lelaki di hadapan Genjo Li pun mendengkus kesal lantaran lawan bicaranya tidak mau melihatnya. "Karena persik itu belum tentu jatuh karena panahmu, menepilah. Kau masih bisa melihat sayembara ini.""Tunggu!"'Chen Wuji? Untuk apa dia ikut campur?!' desis Wang Shixian curiga. Tentu saja sudah sejak tadi dia ingin membela kekasihnya. Tidak peduli persik itu jatuh karena panah Genjo Li ataupun karena telah masak, yang dia pikirkan hanyalah, sang kekasih harus bisa lolos dalam tantang pertama itu.Melihat Chen Wuji angkat bicara, sudah pasti membuat hati Wang Shixian kian panas saja. Dia sangat yakin jika lelaki itu akan mendukung peserta yang ingin menyingkirkan Genjo Li. Tentu saja dengan cara yang sangat mem

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   114. Putusan

    "Semua gagal!" teriak prajurit yang memimpin jalannya sayembara.Seketika itu pula Wang Shixian berusaha keras untuk tidak pingsan. 'Apa katanya? Semua gagal? Kakak Li gagal? Kekasihku gagal?!' batin perempuan itu tidak berhenti bertanya karena tidak percaya selagi kedua matanya masih terkatup, kian rapat.Wang Shixian tidak berani membuka matanya untuk melihat kenyataan yang terjadi. Dia bahkan tidak berhenti menyalahkan diri sendiri karena memilih tantangan sesulit itu di tahap awal hingga membuat kekasihnya gugur begitu saja.Mulanya dia berpikir pelayan kedai itu adalah seorang ahli panah karena Genjo Li mampu memanah para pembunuh bayaran itu dengan tepat dari jarak yang jauh dalam keadaan gelap ketika menyamar menjadi Pendekar Bertopeng. Namun, ternyata ...Sungguh, jika bukan karena ingin menjaga perasaan sang ayah, perempuan itu akan nekat memanah dirinya sendiri. 'Lebih baik mati daripada menikah dengan orang yang tidak dicintai!' Begitulah yang ada di dalam benak Wang Shixia

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   113. Persik untuk Putri Wang 

    Tantangan memanah yang harus dilakukan para peserta lomba bukanlah sekadar memanah biasa, melainkan memanah yang akan memerlukan kemampuan tingkat tinggi. Peserta dengan kemampuan memanah pas-pasan atau biasa saja, akan sulit untuk lolos dalam tantangan pertama ini. "Kalian harus memanah dari jarak 10 meter." Beberapa lelaki tersenyum mendengar ucapan sang putri. Mereka merasa cukup mampu untuk melewatinya. "Sekarang, berbaliklah," perintah Wang Shixian. Para peserta sayembara serentak balik badan. Di hadapan mereka kini terlihat pohon-pohon persik yang tingginya sekitar 8-10 meter. Banyaknya pohon persik di lahan itu membuatnya tampak seperti kebun buah persik. "Aku suka sekali buah persik. Oleh sebab itu, aku meminta kalian memetiknya untukku. Bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan memanahnya." Sontak saja para peserta terkejut hingga tanpa sadar mulut mereka terbuka dengan sendirinya. Tadi Putri Wang mengatakan bahwa mereka harus memanah dari jarak 10 meter. Dan sekarang

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   112. Sayembara Dimulai

    Para peserta sayembara telah berkumpul di halaman belakang istana. Bisa dilihat betapa besar antusiasme masyarakat atas kompetisi untuk mencari lelaki terbaik yang akan menjadi suami untuk sang putri itu. Lapangan yang luas bahkan terlihat penuh oleh mereka.Pada mulanya para lelaki itu saling berbicara dengan orang-orang yang berada di sekitar hingga kemudian kedatangan Wang Weo dan putrinya membuat mereka diam seketika. Sebagai pihak yang mengadakan sayembara, Wang Weo memang sengaja hadir untuk membuka kompetisi itu. Dia memberikan kalimat penyemangat sekaligus peringatan bahwa sayembara itu tidak akan mudah."Aku pastikan hanya lelaki terpilih yang bisa lolos dan menjadi menantuku."Mendengar kalimat terakhir sang kaisar ada perbedaan yang dirasakan para peserta. Banyak di antara mereka yang menjadi lebih bersemangat untuk memenangkan perlombaan. Namun tidak sedikit pula yang merasa takut. Tentu mereka tidak akan lupa, biar bagaimanapun lelaki yang menjadi ayah dari 'hadiah' peme

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   111. Deretan Pria Tak Beruntung 

    Pintu gerbang depan istana Haidong telah ditutup rapat ketika matahari berada di atas kepala. Tidak sedikit lelaki yang harus gigit jari karena datang terlambat untuk mendaftarkan diri dalam sayembara. Seperti belum rela dengan kenyataan pahit itu, mereka bahkan masih berdiri dengan tubuh menempel pada gerbang demi melihat para lelaki yang mendaftar di detik-detik terakhir tetapi tidak memiliki nasib seburuk mereka.Meski seandainya mereka berhasil terdaftar sebagai peserta sayembara, belum tentu juga berhasil memenangkannya, setidak-tidaknya mereka telah mencoba. Dan sekarang, apa boleh buat? Bahkan kesempatan untuk menjadi peserta saja sudah tidak mereka miliki.Seorang lelaki yang berada di barisan paling akhir tampak menatap lekat ke arah gerbang. Sepertinya dia sedang mengamati orang-orang yang telah gugur bahkan sebelum mereka terjun ke arena pertempuran.'Jika saja Junsi tidak mengingatkanku, pasti kini aku berada di antara lelaki itu.'Tepat sekali, pria yang memandang ke arah

DMCA.com Protection Status