Karim dan Kirom berjalan menyusuri gelapnya hutan, mereka tetap waspada, berjaga apabila pendekar misterius menyerang mereka dari segala sisi.
“Kirom, kau bisa mendengarnya? Ada suara nafas memburu dari arah sana, kita harus cepat!”
Keduanya sampai di dekat petilasan kedua hutan bakau, mereka tertegun karena Asoka berhasil mengalahkan pendekar itu. Mereka berdua mendekat dan bersyukur, Asoka tidak terluka sama sekali.
Pedang Kalacakra ditodongkan ke leher pendeakr misterius bersyal hitam hingga membuat goresan kecil di bagian kiri.
Karim berjalan menuju Asoka dan meminta agar pedang itu diangkat sedikit.
Berjarak dua meter dari pendekar misterius, Kirom mengamati tubuh pendekar tersebut dengan seksama. Sepertinya tubuh itu familiar; dari gagang pedangnya juga sering dia lihat, tapi entah kapan dan di mana.
“Buka topengnya!” perintah Asoka pada Karim. “Jangan terl
Dalam ketegangan yang terjadi, Kiromkembali memohon pada Asoka.Pemuda dengan rambut cepak itu menyetujui hukuman potong tangan untuk sahabatnya, dia tidak bisa melawan lagi karena apabila melawan, Asoka bisa-bisa menghukumnya karena dituduh membela seorang penghianat.“Keputusan sudah bulat, tangan kiri Arya harus dipotong.” Asoka membuat keputusan, dia menoleh ke arah Karim, matanya menatap tajam.Karimmendapat perintah untuk memegangi bagian paha Arya, sementara Kirommenahan bagian lengan.Asokaperlahan melepas pijakannya dari leher Arya. “Tetap pegang dia kuat-kuat, jangan sampai ada ikatan yang lepas. Aku tidak peduli seberapa melasnya dia meminta belas kasih. Hukuman tetaplah hukuman!”Pedang Kalacakradikeluarkan dari sarung, lalu didekatkan ke lengan kiri pemuda itu. Sontak, senyuman Arya membuat Asokatertegun. Senyuman yang aneh, namun penuh misteri.“Pegang yang kuat
Pasukan pleton lima Serikat Zhang Ze bergerak menuju Pelabuhan Hakuma, mereka masuk melalui perbatasan Selatan, melewati beberapa penjaga yang menggunakan topeng samurai menyeramkan.Masing-masing membawa katana di tangan, ukurannya sekitar satu setengah meter.“Lihatlah mereka, perawakan dan pakaian seperti bangsawan. Aku sangat yakin, mereka adalah anggota Serikat Zhang Ze … cih, ada perlu apa mereka masuk ke Hakuma?”“Keberanian mereka patut diacungi jempol. Genderang perang belasan tahun lalu sudah ditabuh, tapi mereka nekat memasuki kandang musuh. Kita harus bersiap sebelum mereka mencari keributan di tengah kota.”“Jangan gegabah, Tuan Shisui belum memberi kita perintah. Mungkin mereka sudah berkirim surat pada Tuan Shisui jauh-jauh hari, dan karena itu mereka berani memasuki perbatasan.”Kapal terus berlayar, Luo Yi tidak memberi izin semua anggota serikat untuk keluar dari dek kapal.Ada ang
Penggalangan kekuatan yang dilakukan Serikat Zhang Ze berjalan lancar tanpa hambatan sekalipun. Mereka kembali dengan senyuman merekah, disambut makanan mewah di puncak Bukit Huan.“Kita tunggu sampai hari itu tiba. Satu tahun kiranya cukup untuk mengkoordinir pasukan besar Negeri Sakura.”“Tuan Meng Khi, apa tidak terlalu lama menunggu sampai satu tahun?” Mirana selaku sekretaris dua serikat menyampaikan pendapatnya. “Nusantara bisa menimbun kekuatan lebih besar lagi jika kita menunda penyerangan lebih lama lagi.”Xin Lumina, empat kader, dan para penasehat serikat mengangguk setuju dengan usulan Mirana, tapi tidak dengan Meng Khi, sang raja tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan.Dia tahu seberapa bahayanya pendekar Nusantara, lebih-lebih sejarah serikat mencatat bahwa Serikat Zhang Ze tidak pernah memenangkan pertarungan dahsyat jika Nusantara sudah terlanjur bersatu.“Negara kecil belum tentu memil
“Ternyata kerajaan Ringin Anom memiliki daerah yang lumayan besar. Aku cukup terkejut, perjalanan satu hari tidaklah sebentar. Pasti rajamu sangat bijaksana hingga membuat desa di ujung ini masih lestari.”Asoka menoleh ke seluruh penjuru.Banyak persawahan hijau membentang rapi, ternak juga dibiarkan bebas tanpa perasaan risau ada pencuri atau pemburu yang tidak bertanggung jawab.Di kiri-kanan desa, selalu ada pagar yang tersusun rapi dari bata merah. Pos ronda serta gapura dibangun dengan arsitektur unik, seolah setiap wilayah kerajaan adalah wilayah elit yang ditinggali orang-orang kaya.Kirom bisa tersenyum untuk beberapa saat, namun dia masih belum berani bicara, suasana hening beberapa saat sebelum Karim menyahuti ucapan Asoka.“Raja Galih namanya, umurnya masih muda namun wibawanya mengalahkan para penasehat sepuh istana.”“Nama yang bagus, aku tidak sabar bertemu dengannya.”Asoka memandang j
Tubuh Asokabereaksi, secara otomatismengakibatkan gerakan aneh. Karimmenangkap gerakan tersebut dan bertanya langsung. Asokamenjawab sekenanya, bercerita kalau dia merasakan energi Ranu dari sebuah sisi.Asoka meloncat ke atas pohon yang paling tinggi, menusukkan sebuah kayu kecil agar energi Ranu bisa masuk ke aliran darahnya. Semakin lama semakin pekat energi yang terasa, Asoka segera turun mendekati Karim.“Apa istana Balidipa ada di sana?” tanya Asokaselagi menunjuk.Karimmengangguk.Tandanya Ranu memang diculik, tapi bagaimana itu bisa terjadi? Harusnya malam itu Asokamerasakan energi dari orang-orang yang datang.Pertanyaan itu terus menghantui Asoka, bahkan sampai dia menyelesaikan sarapannyadisebuahkedaihingga melanjutkan perjalanan.Tak lupa, dia membayar biaya makanan dengan uang lebih.Harganya cuma tiga puluh lima keping perunggu, namun Asoka memba
Satu jam sebelumnya, orang-orang Balidipa sudah menyiapkan beberapa pasukan elit untuk menyerbu gubuk Kuntasena di tepian selat.“Kau masih mengemban tanggung jawab besar memburu Asoka, aku sudah menyuruh Panglima Cakra Bumi menunjuk lima pasukan pembantu khusus. Tidak ada kata sendiri, kegagalanmu bisa mencoreng nama baik Balidipa!”Raja Swarespati marah besar terhadap Arya, namun dia tidak begitu mudahnya menyerah. “Mahapatih Arnawama akan membantumu dengan Ajian Lipat Bumi, setelah menggunakan jurus itu, dia akan tidur selama dua hari untuk memulihkan energi. Jangan nodai kepercayaan mahapatih!”“Baik, Paduka, kami akan melakukan yang terbaik agar Asoka bisa ditawan seperti Ranu, walaupun taruhannya nyawa kami sendiri.”Perjalanan yang biasa ditempuh dua hari, bisa disingkat menjadi dua jam.Enam orang berangkat menuju tepian selat, namun satu di antara mereka menderita luka bakar serius setelah menginjak sala
Kabar kematian mereka perlahan terdengar di telinga warga. Beberapa nelayan yang terikat kerja sama dagang dengan kerajaan Balidipa menyebarkan berita tersebut dari mulut ke mulut.Hanya dalam hitungan jam, Raja Swarespati segera melakukan pertemuan darurat bersama para petinggi.Yang terbesit pertamadi pikiran sang raja,adalah tuduhan miring jika pasukan pengintai mati karena serangan kerajaan Ringin Anom.Selama ini dua kerajaan selalu bersitegang, dan Asoka adalah murid Ki Seno Aji.Ringin Anom berafiliasi dengan Datuk Lembu Sora yang mengampu Perguruan Pasir Putih, juga mengajari beberapa pendekar Ringin Anom, dan atas dasar itu, Swarespati menganggap Ringin Anom mencari masalah dengan Balidipa.Dua kerajaan ini sudah terlibat konflik lumayan lama, sejenak reda, namun masalah ini kembali menyulut api amarah orang-orang Balidipa.Strategi perang diatur.Panglima, penasehat, pemimpin pleton, dan beberapa ahli strategi diku
“Rapat darurat kali ini selesai. Kesimpulan yang didapat adalah, Balidipa menunda kecurigaan dan menahan diri lebih dulu agar tidak menyerang Ringin Anom, sebelum ada kejelasan mengenai berita tentang siapa yang membunuh lima pasukan elit istana.”“Panglima, Mahapatih, dan Pangeran diminta mendiskusikan strategi sebulan setelah pembahasan rapat ini digantung di papan pengumuman istana.”“Jika memang hasil yang ditemukan tim penyelidik tidak menunjukkan adanya campur tangan Ringin Anom, tiga petinggi istana tetap menyusun strategi pertahanan untuk berjaga apabila Ringin Anom melakukan serangan dadakan atas permintaan Asoka.”Penasehat tua itu mengumumkan hasil rapat pada semuanya.Para petinggi kerajaan yang turut hadir pada pertemuan penting itu, memberi penghormatan khusus pada Pangeran Wayankarena keputusannya selalu tepat. Semua di ruang singgasana nampak bahagia, kecuali satu orang.Mahapatih Arnawama m
Kakek pertapa emosi dan menendang bokong Asoka. “Akhlakmu mbok yo dijaga! Kau ini sedang ada di rumah orang. Minimal, kau buang itu sampah pada tempatnya!”“Ma-maaf, Kek,” lirih Asoka sambil menundukkan kepala.“Maaf gundulmu! Cepat angkut semua kulit pisang itu dan buang di tempat sampah!”“Ta-tapi, Kek...”“Tidak ada tapi... cepat angkut semuanya! Aku tidak ingin melihat ladang yang selama ini kurawat jadi kotor karena kulit pisangmu!”Asoka memungut semuanya dengan wajah manyun. Moncong bibirnya tak kunjung tersenyum karena kesal dengan perilaku sang kakek.Usai mengumpulkan semua kulit pisang yang berserakan, Asoka membersihkan kotoran pisang yang menempel di sana. Dia ambil pasir dan menutup sisa-sisa pisang yang menempel di tanah. Setelah selesai, barulah Asoka kembali ke tempat si kakek.“Sudah, tunggu apa lagi? Cepat buang kulit pisang itu!”“
“Setan gendeng!” teriak Asoka setelah berguling menghindar. “Nggak usah sok bohongi aku! Tuyul, tuyul, mana ada tuyul dewasa! Lihat... bohong malah bikin gigimu panjang tau!”“Manusia gemblung! Takkan kubiarkan kau lolos dari sini hidup-hidup!”“Woi Genderuwo,” teriak seorang wanita cantik dari belakang, “dia itu mangsaku. Jangan mengaku-ngaku itu mangsamu!”Semua lelembut yang mengejar Asoka terdiam sejenak setelah mendengar suara Lara. Mereka sadar akan kedudukan Lara dan mempersilakan perempuan itu untuk berlari lebih dulu.Lara adalah dayang pribadi sang putri raja. Dia memiliki kelebihan dan kedudukan lebih dari pada semua lelembut yang hidup di perdesaan seperti ini. Bahkan, raja Abiyasa selalu memberikan desa ini bantuan karena Lara.Sama halnya dengan manusia, jin pun memiliki kerajaannya sendiri. Mereka punya pemimpin, selir, anak, dan rakyat. Daerah mereka juga sama dengan manusi
Tidak lama setelah itu, Lara masuk dengan wajah perempuan cantik. Asoka tidak tahu kalau Lara sebenarnya seorang lampir yang menyamar.“Bagaimana makanannya? Enak, kan?” tanya Lara dengan senyum mengembang tipis. Dia duduk di samping Asoka dan merangkul pinggangnya.Asoka bergidik. Baru kali ini dia berada sedekat itu dengan seorang cewek cantik. Tak ayal, tubuhnya kembali bergetar hebat.Gatra kembali mimisan hebat. Kali ini bahkan sampai muntah darah. “Bocah setan!” teriaknya, lalu pingsan karena tidak kuat menahan godaan Lara.“Ahh, jangan begitu, Nyi. Nyi Lara kan sudah punya sua-”“Panggil aku Lara,” bentak Lara dengan mata sedikit melotot.“Ba-baik, Lara. Tapi tolong singkirkan tanganmu karena aku tidak ingin membuat keributan di sini.” Asoka menurunkan tangan Lara perlahan.“Aku masih mencium bau darah di sini... jangan katakan kau tidak memakannya tadi siang!&rd
Asoka tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia hanya mengangguk dan mengiyakan permintaan perempuan cantik di depannya. Gatra yang sadar, tidak bisa berbuat banyak.Dari sini kita tahu bahwa ingatan Gatra masih utuh. Hanya ingatan Asoka yang dihapus oleh penduduk Alas Lali Jiwo.Gatra curiga kalau Danang dan Ganang lah pelakunya. Itu terjadi saat tubuh Asoka tidak kuat menahan energi saat perpindahan dimensi dari hutan Arjuno menuju Alas Lali Jiwo.Alas Lali Jiwo, berarti hutan lupa diri. Sesuai dengan namanya, setiap orang yang sudah masuk ke dalam alas ini pasti akan mengalami kejadian seperti Asoka. Arka pun mengalami hal yang sama saat dia terjebak di sini.“I-ini apa, Nyi?” tanya Asoka lirih. Dia sedikit takut karena tidak kenal siapa perempuan di depannya.“Kau bisa panggil aku Lara... di dalam sana ada nasi dan ikan bakar yang sudah dibumbui sambal merah.”Asoka terlihat bersemangat. Setelah sekian lama dia tidak m
Beberapa menit kemudian, ada derapan kaki yang sangat cepat dari bawah gunung. Suaranya tidak terlalu kentara, tapi Gatra bisa merasakan suara itu. Dia kembali masuk ke tubuh Asoka dan memberitahu kalau ada bahaya yang datang.“Awas, ada sesuatu besar yang datang dari belakang. Dua benda, atau orang, entahlah.”Asoka diam sejenak. Dia mulai merasakan ada derapan kaki. Gandaru masih terus berjalan karena merasa Asoka berjalan mengikutinya.“Tolong, Tuan Musang!”Asoka berteriak ketika dua siluman kera membawanya. Mereka bergelantung ke arah Timur, ke arah sumber suara gamelan tadi berbunyi.Saat Asoka diculik, Gatra tiba-tiba terkunci dalam tubuh Asoka dan tidak bisa keluar. Bahkan untuk berbicara saja sangat sulit.“Ada apa ini!” Gatra berontak setelah dua besi kemerahan menghantam sayapnya.Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan Asoka.Posisi Gandaru berada jauh di belakang Danang da
Sebelum kelima bola itu mendarat, mustika merah dalam pedang raksasa kecil Asoka mengeluarkan cahaya. Pancarannya sangat hebat dan Asoka sampai-sampai menutup matanya. Tak lama, mustika merah sudah ada dalam genggaman Gatra yang masih dalam bentuk manusianya.“Guru, awas!” teriak Asoka sangat keras. Tubuhnya sudah dilapisi oleh perisai energi merah milik Gatra.Bluar!Sebuah ledakan sangat besar terjadi. Asap membumbung dan debu-debu bertebaran di mana-mana. Anak buah Gandaru terpental jauh hingga puluhan tombak. Ganang dan Ganang pun sama, mereka mencoba menahan ledakan itu, namun gagal.“Uhuk... gu-guru, uhuk...”Asoka merasakan kakinya seperti tertimpa batu raksasa. Sakit sekali. Hanya rasa tanpa luka fisik. Tapi hal tersebut cukup membuat Asoka mendesis tak henti-henti.Ledakan tersebut membuat pepohonan yang ada dalam jarak lima tombak di sekitar Gatra tumbang. Hutan tersebut menjadi gundul. Potongan batang pohon
Para siluman anak buah Gandaru menahan tekanan tersebut. Beberapa dari mereka tumbang akibat tidak kuat menahannya. Sementara Ganang, dia menahannya dengan palu godam yang sama seperti milik kakaknya.“Sakit,” lirih Asoka saat badannya terdorong ke tanah.Gravitasi yang ditimbulkan sangatlah kuat. Selama hampir satu menit, dua siluman itu terus beradu. Hanya mereka berdua yang masih berdiri kokoh. Yang lainnya sudah dalam posisi bungkuk, duduk, dan bahkan ada yang pingsan.“Soka, kau bisa mendengar suaraku,” lirih Gatra dalam tubuh Asoka.“Benarkah itu kau, Guru?” Tanya Asoka kembali.“Entah aku harus senang atau sedih. Tapi tekanan energi ini merusak segel yang beberapa hari lalu dibentuk oleh si pertapa jenggot abu-abu.”“Maksudmu pertapa yang aku temui di gunung Welirang?”“Benar, Soka. Dia lah yang menyegelku dan membuatku tidak bisa membagi kekuatan denganmu. Aku s
Gandaru mundur beberapa langkah. Dia mengambil jarak dari Ganang dan Danang. Tak lama, ujung dua ekornya mengeluarkan sinar merah seperti bola api.Puma merasa kalau tindakan rajanya terlalu gegabah. Jika Gandaru terpaksa melakukannya, maka hutan Arjuna yang merupakan rumah mereka akan terbakar.Melihat hal tersebut, jiwa pendekar Asoka bangkit. Dia ingin mendamaikan konflik antar dua lelembut dari dua tempat berbeda. Akan sangat beresiko memang, tapi Asoka harus melindungi keserasian hutan.Pemuda itu terlambat. Bola api di ujung ekor Gandaru sudah terlempar cepat ke arah Danang dan Ganang. Dua siluman kera Alas Lali Jiwo itu mengayunkan palu godamnya dan melemparkan bola api tadi ke atas.Seketika ledakan terjadi. Ada batuan panas yang membakar setiap yang dilaluinya. Asoka meloncat-loncat untuk menghindari batu panas tersebut. Dia pun tak sadar kalau para siluman yang sedang berseteru memandanginya dari jauh.“Ups, maaf. Aku hanya ingin me
Asoka sudah berlari lebih dulu. Saking takutnya, dia tidak sengaja mengeluarkan ilmu meringankan tubuh. Karena itulah, beberapa penghuni hutan yang lain penasaran dan malah mengejar Asoka.Pemuda itu kini dikejar oleh belasan siluman penghuni hutan. Dua di antaranya adalah Danang dan Ganang. Karena para siluman merasa asing dengan keberadaan keduanya, terjadilah perdebatan sengit.“Bocah itu milik kami. Kau tidak berhak untuk menangkapnya!” Siluman musang ekor dua membentak Danang. “Suruh kembaranmu turun atau kami akan membunuhmu di sini!”Asoka mendengar bentakan keras. Bentakan tersebut membangunkan Gatra. Sang gagak terkejut dan sadar adanya tabrakan energi hitam yang cukup kuat. Nampaknya dua monyet kembar tadi setara dengan seorang pendekar tingkat langit.Karena penasaran, Asoka tidak langsung kabur. Dia menekan kuat-kuat tenaganya agar tidak terdeteksi oleh penghuni hutan yang lain.Saat perdebatan sengit terjadi, As