Perguruan Api Abadi sebenarnya memiliki seorang pendekar lagi yang kekuatannya di atas Abah Suradira, tapi orang tersebut memilih jalan pertapaannya sendiri; pergi dari perguruan demi menyucikan hati dari segala energi hitam.
Belasan tahun silam -sebelum Asrama Api Naga disegel karena energi hitam yang terlampau besar -lelaki itu minta izin pada Abah Suradira agar membawa seperempat energi hitam asrama terlarang ke puncak bukit.
Kelak ketika ada murid perguruan yang memiliki bakat dan keistimewaan berbeda dari murid-murid lain, Abah Suradira diminta meletakkan murid tersebut di asrama untuk menguji, seberapa besar bakat dan tekad yang dimiliki sang murid.
Hanya segelintir orang yang mengetahui hikayat Galuh Wardhana, mantan susuhunan istana Amangkurat yang sekarang hancur lebur karena serangan Perguruan Elang Hitam.
“Jangan pergi … tidak ada lagi yang bisa menahan energi hitam Asrama Api Naga selain dirimu.” Abah Suradira sempat melaran
Sekembalinya Asoka ke perguruan, dia disambut oleh beberapa murid lencana emas. Padahal saat Seleksi Musim Panas berlangsung, mereka mencemooh Asoka karena kemenangan itu seolah merendahkan semua murid lencana emas.Tapi Lelanang Mana terus meyakinkan anggotanya bahwa Asoka memiliki energi yang bahkan jauh lebih dahsyat dari energi milik Banitura, ketua murid lencana giok.Mereka akhirnya percaya ketika kabar kematian Ye Qiu tersebar ke seluruh perguruan.Tidak ada yang menyangka kalau Ye Qiu merupakan penghianat yang dikirim khusus oleh Wusasena untuk menghancurkan Perguruan Api Abadi dari dalam.Cemooh itu akhirnya berubah jadi pujian dan kekaguman ketika mereka tahu Asoka lah yang mengalahkan Ye Qiu melalui pertarungan sengit di Hutan Raksasa Putih.Awalnya mereka tidak percaya, tapi Pangeran Kundalini yang menyampaikan informasi itu secara langsung. Seketika semuanya mengangguk, terlebih pangeran memiliki kedudukan mulia di mata pendekar-pendek
Abah Suradira dan Ki Damawangsa kebetulan sedang bercengkerama di dekat sungai dekat gerbang belakang perguruan. Dalam hitungan detik, Empu Nara tiba di belakang mereka berdua dengan bantuan Pegas Api Biru.“Ke-ketua, ada masalah di Asrama Api Naga!”Abah Suradira terkejut, tapi tidak dengan Ki Damawangsa, pertapa tua itu malah tertawa. “Bukankah sudah kuperingatkan, energi hitam iblis itu tidak mau menerima kekuatan Asoka dan Bayu.Ki Damawangsa digendong Empu Nara melesat lebih dulu menuju asrama, sementara Abah Suradira menaiki tongkatnya yang sudah dialiri energi alam.Mereka segera menyembuhkan Bayu yang kejang-kejang, menotok pemuda itu dengan ilmu Totok Jari Api Biru untuk membatasi kekuatan hitam agar tidak masuk lebih banyak lagi ke tubuh Bayu.Selesai mengatasi Bayu, mereka tiba-tiba merasakan aura kematian dahsyat hingga Empu Nara meringkuk tak berdaya. Abah Suradira memimpin dua anak buahnya. “Cepat kita sembuhka
“Kau mau pergi ke mana?” tanya Empu Nara yang ternyata bersembunyi di balik tumpukan kayu asrama. “Semua murid tidak diperkenankan pergi dari perguruan sebelum mendapat izin langsung dari Abah Suradira.”“Aku tidak peduli. Ada urusan penting yang harus aku selesaikan.” Asoka tidak menoleh dan segera berlari menggunakan ilmu meringankan tubuh.“Sekali tidak tetaplah tidak!”Asoka merasa terganggu dengan kehadiran Empu Nara, jiwa berontaknya kembali terbakar. “Lantas apa gunanya peraturan dibuat kalau bukan untuk dilanggar?”“Bedebah!”Dengan bantuan Ajian Sepuh Angin, pemuda berkuncir melesat jauh lebih cepat dari pada seekor elang yang berburu. Tapi lagi-lagi kesialan menimpa dirinya ketika Empu Nara bergerak sepersekian detik lebih cepat, lantas memukul kepala Asoka menggunakan tongkat batu hingga Asoka jatuh ke tanah.“Sakit, Guru!” Asoka coba memberontak,
Asoka berdiri dengan kuda-kuda yang pernah diajarkan Ki Seno Aji; kuda-kuda khusus untuk menarik energi alam dengan jarak lima puluh meter di sekitar.Mulai khawatir jika tubuh Asoka tidak kuat menahan derasnya energi yang masuk, Gatra sedikit mengurangi intentitas api hitam yang dia suntikkan. Namun selang dua detik, Gatra kembali menaikkan intentitasnya begitu tahu ada yang aneh dengan energi alam perguruan.“Yang kau lakukan itu percuma, energi alam di perguruan ini dikumpulkan di satu tempat.” Gatra coba mengingatkan Asoka, terlebih setelah dia merasakan energi besar yang semakin lama semakin dekat.Jengkel karena pemuda sableng itu tidak menghiraukan ucapannya, Gatra lantas berteriak tepat di telinga kiri Asoka.“Kepala batu, cepat rubah kuda-kudamu! Kau tidak bisa mengandalkan energi alam yang ada di perguruan karena energi itu sudah dikunci di suatu tempat. Alirkan saja energi alam yang tersisa di dalam tubuhmu agar kekuatan Pedan
Mendapat tekanan yang begitu dahsyat dari gelombang energi milik murid lencana giok, Asoka mulai kehilangan fokus. Kuda-kuda menyerangnya hancur, tidak lagi sempurna.“Jangan pedulikan mereka … aku akan terus melindungimu. Yang perlu kau lakukan hanya fokus membangkitkan lima persen energi Dewa Api yang tersimpan dalam mustika merah.” Gatra coba membentuk perisai energi menglilingi tubuh Asoka.“Gelombang energinya terlalu kuat,” desis pemuda berkuncir yang berusaha membenarkan kuda-kudanya.“Tutup matamu dan tetaplah fokus!”Menuruti perintah Gatra, pemuda itu segera menutup mata yang disambut keheranan tiga tetua perguruan. Mereka tidak menyangka Asoka melakukan hal konyol di tengah pengepungan dan serangan besar yang telah mereka persiapkan.Pedang Kalacakra yang mulanya berukuran satu setengah jengkal, tiba-tiba memanjang dan besinya memunculkan pendar merah yang bentuknya menyerupai naga.Api h
Dengan tangan keropos karena efek kekuatan Pedang Naga Sulong, pemuda berkuncir terus melesat tidak peduli dengan rasa sakit yang terasa semakin dahsyat.Mendesis di sebuah cekungan kecil dekat sungai Hutan Larangan, seekor ular hitam menghampiri Asoka, namun langsung disambar oleh Gatra.“Ini ular jadi-jadian,” kata Gatra. “Aku curiga Wusasena sudah mengetahui keberadaanmu.”Asoka memandang gurunya heran, bagaimana Gatra bisa tahu kalau itu ular siluman, bukan ular hutan asli. Tanpa menanyakannya pada Gatra, gagak itu lebih dulu mengaliri paruhnya dengan kanuragan mustika merah.Mata ular itu berubah merah, memancarkan sorot sinar yang sifatnya penghancur. Dedaunan kering tiba-tiba lenyap terkena sorot sinar ular siluman, lebih-lebih balokan kayu di samping Asoka ikut membara.Jika saja Gatra tidak menggunakan api biru untuk memadamkan kebakaran, niscaya seperempat Hutan Larangan ini gundul akibat ulah siluman ular.
Prabu Wusanggeni memaksa Asoka meminum ramuan itu sampai-sampai Asoka khawatir dan meminta keringanan pada sang prabu.“Aku menghormatimu sebagai roh mustika merah sekaligus roh terkuat sepanjang masa, tapi demi kebaikan Asoka, dia harus menghabiskan ramuan ini sebelum matahari terbenam.” Prabu Wusanggeni menepuk pundak Gatra, dia bisa melihat gagak itu karena memiliki indera keenam khas pendekar naga.Gatra membalas tepukan Prabu Wusanggeni, lantas berujar pelan sebelum masuk ke tubuh Asoka. “Kau tetap peduli seperti sedia kala, Prabu, mempedulikan orang lain dari pada dirimu sendiri.”“Guru, aku tidak paham dengan apa yang kau katakan.” Asoka ikut bereaksi, tapi Prabu Wusanggeni terus memaksa Asoka agar pemuda itu segera menghabiskan ramuan khusus yang baru saja dia buat.Alasan kenapa Prabu Wusanggeni bisa melihat sosok Gatra, adalah karena sang prabu memiliki kekuatan mata khusus.Setiap pendekar kahyangan ya
Damar Saksana dan Yudhistira mengayunkan pedang kembarnya yang sudah dilapisi garam energi. Banitura meneriaki rekan sesama pendekar giok, tapi serangan mereka terlanjur mengenai perut siluman ular kepala dua.“Jangan macam-macam denganku, Manusia!” Kara menjulurkan lidahnya, dia tidak takut karena ukuran tubuhnya tiga kali lipat lebih besar dari ukuran pendekar yang ingin melawannya.Tanpa diduga, Banitura maju dua langkah lalu berlutut di hadapan Kara. “Maafkan kelancangan dua rekanku, Nona Siluman.”“Jangan panggil aku nona … namaku Kara, siluman ular yang ditugaskan khusus menjaga gubuk ini!”Damar dan Yudhistira masih ketakutan. Meskipun sudah menjadi pendekar lencana giok, mereka tetap saja memiliki rasa takut, terlebih melihat siluman ular seperti Kara.Itu terjadi karena mayoritas pendekar jebolan Perguruan Api Abadi lebih terlatih menghadapi pertarungan melawan sesama pendekar dari pada pertarunga
Kakek pertapa emosi dan menendang bokong Asoka. “Akhlakmu mbok yo dijaga! Kau ini sedang ada di rumah orang. Minimal, kau buang itu sampah pada tempatnya!”“Ma-maaf, Kek,” lirih Asoka sambil menundukkan kepala.“Maaf gundulmu! Cepat angkut semua kulit pisang itu dan buang di tempat sampah!”“Ta-tapi, Kek...”“Tidak ada tapi... cepat angkut semuanya! Aku tidak ingin melihat ladang yang selama ini kurawat jadi kotor karena kulit pisangmu!”Asoka memungut semuanya dengan wajah manyun. Moncong bibirnya tak kunjung tersenyum karena kesal dengan perilaku sang kakek.Usai mengumpulkan semua kulit pisang yang berserakan, Asoka membersihkan kotoran pisang yang menempel di sana. Dia ambil pasir dan menutup sisa-sisa pisang yang menempel di tanah. Setelah selesai, barulah Asoka kembali ke tempat si kakek.“Sudah, tunggu apa lagi? Cepat buang kulit pisang itu!”“
“Setan gendeng!” teriak Asoka setelah berguling menghindar. “Nggak usah sok bohongi aku! Tuyul, tuyul, mana ada tuyul dewasa! Lihat... bohong malah bikin gigimu panjang tau!”“Manusia gemblung! Takkan kubiarkan kau lolos dari sini hidup-hidup!”“Woi Genderuwo,” teriak seorang wanita cantik dari belakang, “dia itu mangsaku. Jangan mengaku-ngaku itu mangsamu!”Semua lelembut yang mengejar Asoka terdiam sejenak setelah mendengar suara Lara. Mereka sadar akan kedudukan Lara dan mempersilakan perempuan itu untuk berlari lebih dulu.Lara adalah dayang pribadi sang putri raja. Dia memiliki kelebihan dan kedudukan lebih dari pada semua lelembut yang hidup di perdesaan seperti ini. Bahkan, raja Abiyasa selalu memberikan desa ini bantuan karena Lara.Sama halnya dengan manusia, jin pun memiliki kerajaannya sendiri. Mereka punya pemimpin, selir, anak, dan rakyat. Daerah mereka juga sama dengan manusi
Tidak lama setelah itu, Lara masuk dengan wajah perempuan cantik. Asoka tidak tahu kalau Lara sebenarnya seorang lampir yang menyamar.“Bagaimana makanannya? Enak, kan?” tanya Lara dengan senyum mengembang tipis. Dia duduk di samping Asoka dan merangkul pinggangnya.Asoka bergidik. Baru kali ini dia berada sedekat itu dengan seorang cewek cantik. Tak ayal, tubuhnya kembali bergetar hebat.Gatra kembali mimisan hebat. Kali ini bahkan sampai muntah darah. “Bocah setan!” teriaknya, lalu pingsan karena tidak kuat menahan godaan Lara.“Ahh, jangan begitu, Nyi. Nyi Lara kan sudah punya sua-”“Panggil aku Lara,” bentak Lara dengan mata sedikit melotot.“Ba-baik, Lara. Tapi tolong singkirkan tanganmu karena aku tidak ingin membuat keributan di sini.” Asoka menurunkan tangan Lara perlahan.“Aku masih mencium bau darah di sini... jangan katakan kau tidak memakannya tadi siang!&rd
Asoka tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia hanya mengangguk dan mengiyakan permintaan perempuan cantik di depannya. Gatra yang sadar, tidak bisa berbuat banyak.Dari sini kita tahu bahwa ingatan Gatra masih utuh. Hanya ingatan Asoka yang dihapus oleh penduduk Alas Lali Jiwo.Gatra curiga kalau Danang dan Ganang lah pelakunya. Itu terjadi saat tubuh Asoka tidak kuat menahan energi saat perpindahan dimensi dari hutan Arjuno menuju Alas Lali Jiwo.Alas Lali Jiwo, berarti hutan lupa diri. Sesuai dengan namanya, setiap orang yang sudah masuk ke dalam alas ini pasti akan mengalami kejadian seperti Asoka. Arka pun mengalami hal yang sama saat dia terjebak di sini.“I-ini apa, Nyi?” tanya Asoka lirih. Dia sedikit takut karena tidak kenal siapa perempuan di depannya.“Kau bisa panggil aku Lara... di dalam sana ada nasi dan ikan bakar yang sudah dibumbui sambal merah.”Asoka terlihat bersemangat. Setelah sekian lama dia tidak m
Beberapa menit kemudian, ada derapan kaki yang sangat cepat dari bawah gunung. Suaranya tidak terlalu kentara, tapi Gatra bisa merasakan suara itu. Dia kembali masuk ke tubuh Asoka dan memberitahu kalau ada bahaya yang datang.“Awas, ada sesuatu besar yang datang dari belakang. Dua benda, atau orang, entahlah.”Asoka diam sejenak. Dia mulai merasakan ada derapan kaki. Gandaru masih terus berjalan karena merasa Asoka berjalan mengikutinya.“Tolong, Tuan Musang!”Asoka berteriak ketika dua siluman kera membawanya. Mereka bergelantung ke arah Timur, ke arah sumber suara gamelan tadi berbunyi.Saat Asoka diculik, Gatra tiba-tiba terkunci dalam tubuh Asoka dan tidak bisa keluar. Bahkan untuk berbicara saja sangat sulit.“Ada apa ini!” Gatra berontak setelah dua besi kemerahan menghantam sayapnya.Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan Asoka.Posisi Gandaru berada jauh di belakang Danang da
Sebelum kelima bola itu mendarat, mustika merah dalam pedang raksasa kecil Asoka mengeluarkan cahaya. Pancarannya sangat hebat dan Asoka sampai-sampai menutup matanya. Tak lama, mustika merah sudah ada dalam genggaman Gatra yang masih dalam bentuk manusianya.“Guru, awas!” teriak Asoka sangat keras. Tubuhnya sudah dilapisi oleh perisai energi merah milik Gatra.Bluar!Sebuah ledakan sangat besar terjadi. Asap membumbung dan debu-debu bertebaran di mana-mana. Anak buah Gandaru terpental jauh hingga puluhan tombak. Ganang dan Ganang pun sama, mereka mencoba menahan ledakan itu, namun gagal.“Uhuk... gu-guru, uhuk...”Asoka merasakan kakinya seperti tertimpa batu raksasa. Sakit sekali. Hanya rasa tanpa luka fisik. Tapi hal tersebut cukup membuat Asoka mendesis tak henti-henti.Ledakan tersebut membuat pepohonan yang ada dalam jarak lima tombak di sekitar Gatra tumbang. Hutan tersebut menjadi gundul. Potongan batang pohon
Para siluman anak buah Gandaru menahan tekanan tersebut. Beberapa dari mereka tumbang akibat tidak kuat menahannya. Sementara Ganang, dia menahannya dengan palu godam yang sama seperti milik kakaknya.“Sakit,” lirih Asoka saat badannya terdorong ke tanah.Gravitasi yang ditimbulkan sangatlah kuat. Selama hampir satu menit, dua siluman itu terus beradu. Hanya mereka berdua yang masih berdiri kokoh. Yang lainnya sudah dalam posisi bungkuk, duduk, dan bahkan ada yang pingsan.“Soka, kau bisa mendengar suaraku,” lirih Gatra dalam tubuh Asoka.“Benarkah itu kau, Guru?” Tanya Asoka kembali.“Entah aku harus senang atau sedih. Tapi tekanan energi ini merusak segel yang beberapa hari lalu dibentuk oleh si pertapa jenggot abu-abu.”“Maksudmu pertapa yang aku temui di gunung Welirang?”“Benar, Soka. Dia lah yang menyegelku dan membuatku tidak bisa membagi kekuatan denganmu. Aku s
Gandaru mundur beberapa langkah. Dia mengambil jarak dari Ganang dan Danang. Tak lama, ujung dua ekornya mengeluarkan sinar merah seperti bola api.Puma merasa kalau tindakan rajanya terlalu gegabah. Jika Gandaru terpaksa melakukannya, maka hutan Arjuna yang merupakan rumah mereka akan terbakar.Melihat hal tersebut, jiwa pendekar Asoka bangkit. Dia ingin mendamaikan konflik antar dua lelembut dari dua tempat berbeda. Akan sangat beresiko memang, tapi Asoka harus melindungi keserasian hutan.Pemuda itu terlambat. Bola api di ujung ekor Gandaru sudah terlempar cepat ke arah Danang dan Ganang. Dua siluman kera Alas Lali Jiwo itu mengayunkan palu godamnya dan melemparkan bola api tadi ke atas.Seketika ledakan terjadi. Ada batuan panas yang membakar setiap yang dilaluinya. Asoka meloncat-loncat untuk menghindari batu panas tersebut. Dia pun tak sadar kalau para siluman yang sedang berseteru memandanginya dari jauh.“Ups, maaf. Aku hanya ingin me
Asoka sudah berlari lebih dulu. Saking takutnya, dia tidak sengaja mengeluarkan ilmu meringankan tubuh. Karena itulah, beberapa penghuni hutan yang lain penasaran dan malah mengejar Asoka.Pemuda itu kini dikejar oleh belasan siluman penghuni hutan. Dua di antaranya adalah Danang dan Ganang. Karena para siluman merasa asing dengan keberadaan keduanya, terjadilah perdebatan sengit.“Bocah itu milik kami. Kau tidak berhak untuk menangkapnya!” Siluman musang ekor dua membentak Danang. “Suruh kembaranmu turun atau kami akan membunuhmu di sini!”Asoka mendengar bentakan keras. Bentakan tersebut membangunkan Gatra. Sang gagak terkejut dan sadar adanya tabrakan energi hitam yang cukup kuat. Nampaknya dua monyet kembar tadi setara dengan seorang pendekar tingkat langit.Karena penasaran, Asoka tidak langsung kabur. Dia menekan kuat-kuat tenaganya agar tidak terdeteksi oleh penghuni hutan yang lain.Saat perdebatan sengit terjadi, As