Hari menjelang siang dan ritual Fahma berjalan lancar. Tinggal penutupan ritual dan penyempurnaan hingga mata aneh milik Fahma tertutup seluruhnya.
Aura yang terpancar dari mata Fahma hanya bisa dirasakan oleh pendekar hebat, terkhusus yang mendalami ilmu tentang penciuman.
Konsepnya hampir sama seperti Langkir Pamanang, tapi pertapa tua memfokuskan latihannya ke indera penglihatan.
Oleh sebab itulah, sang pertapa tua bisa melihat wujud asli Gatra tanpa harus bersusah payah.
Di bagian luar padepokan Ajisaka, terlihat ada dua orang dengan pakaian serba hitam. Mereka bersembunyi di balik pohon besar.
Joko dan Rekso, dua utusan perguruan Elang Hitam yang bertugas mengintai di sekitar padepokan Ajisaka.
“Tahan sebentar sampai hari esok. Aku masih belum merasakan aura pemuda yang katanya, mewarisi mustika merah, lalu berguru di perguruan Api Abadi beberapa minggu lalu.” Joko menunjuk ke arah aula padepokan yang ramai dengan murid lati
Meskipun kemampuan siluman kelelawar tidak bisa dibandingkan dengan Gatra, dia tetap berusaha menyerang untuk menjaga martabatnya sebagai raja di Goa Kalong.“Pergi kau, Gagak! Jangan menambah beban urusanku. Satu lawan satu kalau berani!”“Tuanku tidak akan ikut campur pertarungan kita. Mari selesaikan secara adil. Kau dengan tulang dan cakarmu dan aku dengan pedangku!”“Kalian semua hanya membuang waktuku!”Siluman kelelawar terbang tinggi. Dia kembali menggunakan jurus Kepak Beliung dan tidak berakibat apapun pada Gatra. Roh mustika merah tidak berkutik dan hanya memandang aneh.“Serangan apapun tidak mempan padaku,” suara Gatra membelah angin kencang.Tidak lama, sang siluman kembali menyerang dengan tulang keras di sayapnya. Serangan terakhirnya kali ini menggunakan seluruh kekuatan yang tersisa. Cakar tajam dan taring juga dipersiapkan sebagai senjata.Namun, siluman tersebut kaget
“Ngomong-ngomong, bagaimana kau bisa terkurung di sana?” tanya Asoka, sembari membersihkan luka-lukanya dengan daun binahong yang dibawa Barok.Sedikit perih, tapi asyik.Kekuatan kelelawar raksasa itu sedikit di bawah Batara Wasji dan Gandaru, tapi, daya bertahannya jauh lebih gila. Bahkan, serangan Asoka bisa ditahan kelelawar itu, tanpa terkecuali.Bidadari itu tersenyum, lalu mengajak Asoka dan Barok duduk bersama di atas bebatuan tua.“Sangat menyakitkan kalau aku mengingat kembali kejadian puluhan tahun silam, atau mungkin, empat ratus tahun silam. Entah, aku akan cerita bagian mananya.”Dari matanya, terlihat sekali jika gadis itu sangat terpukul. Masa lalunya seperti belenggu yang bisa menghajar empati, menghancurkan batin dan perasaan, hingga mencekik diri teringat kejadian kejam kala itu.“Meski berat, tapi, aku harus menceritakannya pada kalian karena telah membantuku keluar. Anggap lah ini sebagai ba
Rara menyuruh Asoka mendekat. Dia tahu kalau Asoka adalah sosok yang kelak akan meneruskan titah Bhagawad Gita. Itu terlihat dari tanda tiga api yang ada di leher kiri Asoka, namun tertutup lambang seperti iblis Yasa.“Ahh, siapa nama tadi, Gita atau apa?” Asoka pura-pura tidak paham. Padahal, dia sebenarnya tahu tentang Bhagawad Gita. Idola sekaligus dambaannya ketika masih menjadi murid di Perguruan Kabut Butana.“Bhagawad Gita,” lirih Rara. Dia tersenyum kepada Asoka karena dia tahu, Asoka cuma pura-pura.“Cukup! Jangan senyum lagi! Bisa-bisa aku jadi patung kalau terus melihat senyummu.” Asoka salah tingkah. Dibalik Gatra yang sangat sensitif dengan cewek cantik, Asoka pun juga sama.Memang tuan dan roh yang cocok! Sama-sama mesum, tapi sama-sama tidak kuat melihat kecantikan seorang perempuan!?“Baik, Kakang.” Rara kembali tersenyum.Seketika Asoka nggelundung dari tempat duduknya, hatinya
“Tanah itu dulunya hampir menjadi saksi bisu dari era kehancuran bumi. Tapi Bhagawad Gita tidak ingin pertumpahan darah terjadi di depan mataku. Dia melesat jauh sehingga aku aman tanpa diketahui serikat pendekar.”Asoka mengangguk. Pantas saja dia merasakan aura aneh ketika berada di tanah luas antara dua tebing tadi. Mungkin energi bekas pertarungan dulu masih tersisa walau sedikit.Singkat cerita, Bhagawad Gita tak kunjung kembali hingga ratusan tahun lamanya. Rara menyesal terlanjur menitipkan selendang itu pada sang pendekar legendaris.“Mungkin cekungan yang dibilang Raden Kusuma itu yang jadi tempat penyimpanan selendang Rara,” bisik Barok sangat pelan.Mereka berdua langsung teringat ucapan Raden Kusuma dulu. Cekungan gaib yang ada di dekat padepokan diceritakan pernah disinggahi bidadari. Walaupun hanya selendang, mungkin saja barang berharga Rara itu ada di sana.Sepakat untuk tidak memberitahu Rara terlebih dahulu
“Tiga puluh menit lagi dan aku akan memberi perintah.”Salah satu pemimpin pasukan gerilya Perguruan Elang Hitam, membawa seberkas pasukan menyusup ke sela-sela semak belukar tinggi, pepohonan rindang, dan sela pelepah pohon pisang.Malam ini purnama, hari paling cocok untuk memulai penyerangan.Artinya orang-orang dari aliran hitam akan mendapat asupan kekuatan lebih. Oleh sebab itulah, para pendekar perguruan Elang Hitam memilih hari ini sebagai hari penyerangan padepokan Ajisaka.Mereka mengincar Asoka yang telah mengalahkan Sudra dan mempermalukan nama Wusasena di hadapan seluruh perguruan di tanah Jawa.Joko memimpin pasukan sayap kiri yang menyerang dari Timur, sementara di Barat ada Rekso dengan gerombolan pemanah Elang Hitam.“Tetua Joko, Tuan Wusasena meminta kita agar menahan serangan sampai Asoka menampakkan diri.” Seorang lelaki dengan dua pedang kecil mendekati Joko.“Aku tidak peduli. Menung
Barok mengangguk paham. Di padepokan Ajisaka, mereka diajarkan jurus bola api. Siapapun yang berhasil mengembangkan jurusnya hingga menjadi api merah, maka mereka lah yang berhak diangkat menjadi tetua perguruan.Hal itu berhasil dilakukan Suryo dan Barok seorang. Sedangkan dua tetua lain adalah mantan murid Raden Kusuma saat masih menjadi Pertapa.Rara menyerahkan pedang itu pada Asoka. Asoka masih tidak percaya ada pedang sebagus ini di tanah Jawa. Keindahan yang dimunculkan Pedang Segoro Geni benar-benar membuat siapapun tertarik untuk memilikinya.Sayang, Asoka tidak begitu tertarik karena dia sudah memiliki Pedang Kalacakra pemberian Kong, teman akrabnya saat berada dalam jurang tanpa dasar dulu.Mata Barok berbinar. Dia tidak hanya kagum, melainkan ingin memiliki pedang berpendar biru dengan ukiran ombak di gagangnya. Warnanya sangat memukau.Rara menyadari ketertarikan mereka berdua. Tapi dia menangkap keraguan dalam benak Asoka. Di pinggang
Rekso menerima laporan bahwa serangan diundur sampai tengah malam. Artinya, empat jam dari sekarang mereka harus bersiap.Para pasukan pemanah menurunkan panah mereka. Busur beracun dikembalikan kembali ke tempatnya. Sementara panah yang sudah terlanjur dibakar api, dipadamkan, lalu dibuang agak jauh untuk menyamarkan bau.Ratusan pendekar aliran hitam yang mengelilingi padepokan Ajisaka tidur satu per satu. Joko berjalan ke arah Barat untuk menemui Rekso dan berdiskusi singkat.“Bagimana ini? Mereka tidak boleh tahu keberadaan kita di sini.” Joko seperti ketakutan. Wajahnya pucat mengingat adanya Langkir Pamanang di padepokan.Rekso menepuk pundak rekannya. Dia meyakinkan kalau misi ini akan berjalan lancar. “Kita sudah dilatih tuan Wusasena untuk menekan energi. Mereka pasti tidak tahu. Tenang saja, kita akan menyerbu kalau mereka lemah.”“Tapi, yang kita hadapi orang-orang terkemuka Ikatan Pendekar Nusantara. Apalag
Rara membuka peti dan menyingkirkan pakaian biru di dalamnya. Setelah berucap dengan bahasa yang tidak dipahami Asoka dan Barok, peti itu memancarkan cahaya kebiruan dan bergetar. Sedetik kemudian, peti itu kembali normal. Rara tersenyum. Dia meraih sesuatu di dasar peti. Ada sebuah kitab yang memang disembunyikan sebelumnya oleh Bhagawad Gita. Itu adalah kitab tentang dasar latihan untuk menjadi seorang pendekar pedang hebat. “Di dalamnya juga terdapat beberapa jurus Pedang Segoro Geni yang mungkin akan berguna di lain hari.” Rara berucap sambil tersenyum dan menyipitkan mata. Asoka menerima kitab itu. Sampulnya hampir sama dengan kitab kuno yang ia temukan di goa, namun warna kitab ini agak kebiruan. “Baiklah, aku akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.” “Mmm, sepertinya agak sulit untuk pemula. Tapi jika kalian bekerja keras, pasti pedang itu bisa dikuasai.” Rara menatap Barok tajam. Dia tahu kalau Barok belum pernah belajar tentang ilmu pedang