Pedang Kalacakra yang menancap di kepala atas Topus terlempar jauh, Asoka berusaha meraihnya, tapi gagal, hingga pedang itu tenggelam ke dasar laut.
“Bodoh! Aku tidak bisa menang tanpa bantuan Pedang Kalacakra, semua energi alam dalam tubuh sudah kumasukkan ke dalam pedang itu!” Terpaksa Asoka harus mengejarnya dengan segenap energi yang tersisa, menelusup masuk ke air laut yang sudah tercampur tinta hitam Topus.
Di tengah keruhnya air laut, Asoka melihat cahaya merah kekuningan nan jauh di dasar. “Sepertinya itu cahaya Pusaka Giok Api milik Ranu, aku harus segera menyelamatkannya.”
Tanpa pikir panjang, Asoka berenang ke tempat itu dan Ranu sudah tenggelam tanpa nafas.
“Ranu, bangunlah, apa begini perlakuanmu sebagai sahabat baruku? Bangunlah … aku tidak akan kuat melihat sahabatku meninggal dalam kondisi mengenaskan seperti ini!”
“Jika kau memang sahabatku, k
“Bukankah itu naga yang pernah menghebohkan alam semesta beberapa abad silam?” “Kenapa dia bisa muncul di tengah musim paceklik seperti ini? Kita tidak punya persiapan apa-apa untuk menghadap Dewata, tapi dunia sudah hampir kiamat.” “Aku belum siap bertemu ajal, aku belum sempat bertobat dari segala khilaf dan perbuatan jahat yang pernah kulakukan di dunia.” Semua masyarakat dihebohkan dengan terbelahnya langit hingga tiga kali suara auman yang membuat bumi berguncang selama beberapa detik. Guncangan itu membangkitkan seluruh siluman aliran putih, terutama bangsa naga yang selama ini bersembunyi di tempat-tempat yang sama sekali tidak bisa dijangkau oleh para pendekar. Air laut meninggi, beberapa naga air keluar menyambut kedatangan Sulong, auman mereka menyatu hingga tsunami tinggi terjadi di beberapa titik. Wedara Toya yang awalnya bersembunyi karena terlalu banyak mendera luka akibat bertarung melawan Kong, akhirnya memberanikan dir
“Tiga dari kalian pergi ke Pelabuhan Hakuma, temui pendekar bernama Shisui, legenda hidup Ninja Ikat Merah, dia adalah pendekar pedang tercepat yang masih hidup di dunia ini!” Meng Khi mengutus anak buahnya pergi menggunakan kapal dan membawa seperempat harta kekayaan serikat. “Bukankah terlalu berlebihan, Tuan?” tanya salah satu petinggi serikat yang menggunakan ikat kepala biru. “Shisui terkenal angkuh dan dingin, dia tidak memberi ampun pada siapapun yang bertentangan dengan pendepatnya … meskipun begitu, dia punya satu kelemahan.” Meng Khi diam sejenak, hingga semua orang bertanya-tanya apa kelemahan pendekar pedang tercepat itu. “Dia memiliki keadilan yang sangat memukau, bijaksana dalam mengambil keputusan, dan selalu mementingkan kepentingan rakyat karena dia adalah pemimpin tertinggi Pelabuhan Hakuma. Namun kelebihan itu bisa kita jadikan bumerang untuk mengambil hati rakyatnya.” “Ide yang bagus!” Semua anggota serikat setuju dengan usulan Men
Naga Sulong adalah incaran semua pendekar di dunia, tak terkecuali mereka yang beraliran putih. Kekuatannya terlampau dahsyat, bahkan setara dengan kekuatan Bunar Kumbara.Atas dasar itulah, pewaris mustika merah kedua melahirkan aliran baru yang tidak memihak putih maupun hitam. Mereka diberi tugas menjaga kemurnian Pedang Naga Sulong yang tersimpan di suatu tempat di mana tempat tersebut tidak diketahui siapapun kecuali pewaris mustika merah.Beberapa orang tentu mengetahuinya -termasuk Ki Damardjati dan sosok perempuan tua yang berani memberi perintah pada Ki Seno Aji waktu pendekar terkuat itu bertapa di sebuah goa kecil di pulau Sumatera.Paham pendekar tanpa aliran mulai tersebar di seluruh dunia, akan tetapi, Serikat Zhang Ze lebih dulu membantai mereka tanpa sempat menyebarkan paham itu ke negara tempat tinggal mereka masing-masing.Hanya di tanah Nusantara paham pendekar tanpa aliran bisa berkembang pesat karena Nusantara dijaga oleh pewaris must
Pagi menyongsong.Asokaterbangun dan langsung memuntahkan air asin berwarna kehitaman. Dia keluar dari kamar dan mencium bau familiar, seperti bau kopi, tapi aromanya khas seperti kopi yang sering dia minum setelah latihan di Menara Energi Perguruan.Menyaksikan Lenong Panama sedang duduk santai sambil membawa secangkir kopi panas, dia datang dan duduk di samping pria paruh baya itu.“Kau sudah sadar rupanya. Bagaimana tidur panjangmu, enak apa tidak?”Lenong Panama tersenyum singkat, dia bersama tiga awak kapal sedang berbincang santai menunggu Asoka siuman.“Tidur panjang maksud Paman?”Asoka bertanya heran, seolah lupa tragedi yang baru saja menimpanya.Lenong Panama menceritakan kejadian tiga hariyang lalu.Asokasempat hampir mati karena terlalu banyak menelan air dalam tubuh. Beruntung salah satu awak kapal dapat menariknya ke atas. Telat beberapa detik saja nyawa Asokasudah tida
Lenong Panama sepertinya sadar, ramuan penghapus ingatan itu tidak terlalu berimbas pada Asoka, tapi setidaknya dia bisa bersyukur karena Asoka tidak tahu jika Gatra tiga hari lalu menggunakan tubuhnya dan mengisinya dengan energi milik Dewa Api.Berjalan menuju gubuk, mereka berdua saling bertukar canda hingga akhirnya Lenong membuka pintu. Terdengar bentakan dari dalam ruangan, Asoka terjengkang hebat, tapi tidak dengan Lenong, dia tahu siapa yang ada di dalamnya.Gubuk itu milik salah satu dukun terkenal di pesisir pulau Dwipa, namanya Kuntasena, teman berlayar Lenong Panama saat masih berada di kadipaten Purwo.Keputusan mendadak Lenong Panama membuat mereka berpisah dan menjalani hidup masing-masing.Sungguh disayangkan. Padahal menurut pengakuan awak kapal, mereka lebih dari sekedar sahabat, namun memiliki nasib berbeda.Kuntasena memilih belajar ilmu aliran hitam, sedangkan Lenong merupakan pendekar netral, tidak mengikuti hitam ataupun
Kuntasena sebenarnya orang baikdan hal itupernahdiungkapkan oleh Prabu Wusanggeni waktu ada rapat besar pendekar di Kastil Menara Cakra.Namun hampir semua petinggi Ikatan Pendekar Nusantara mencela Kuntasena karena dianggap telah berhianat dan bersekutu dengan Perguruan Elang Hitam.Pembelaan yang dilakukan Prabu Wusanggeni dan Lenong Panama waktu itu seolah bagai angin lalu, lebih-lebih Pangeran Kamandanu dan Yung Chen yang terlalu fanatik dengan aliran putih.Kuntasena terpaksa melarikan diri karena dia diburu oleh pendekar Jawa.Dibantu Lenong Panama dan Kusuma Aji, pria itu pergi menyusuri lautan dan memilih tinggal di pesisir tanah Dwipa karena hanya di sanalah dia bisa mendapat jaminan perlindungan langsung dari Datuk Lembu Sora dan Ki Seno Aji.Awalnya, orang-orang Dwipa menolak kehadiran Kuntasena, namun atas bantuan Datuk Lembu Sora, pemuda itu bisa diterima di tengah masyarakat.“Dia boleh tinggal di sini,
Airmendidihdalam gelas kecil itu disiramkan ke muka Asoka, seketika pemuda ituberteriak karena mukanya seperti dibakar oleh api membara.Panasnya seperti bara api mendidih yang dioleskan ke muka, bahkan saking panasnya, Asoka langsung terkapar sampai hilang kesadaran.Lenong Panama mengeluarkan sabit pusakanya, tapi Kuntasena segera menjelaskan alasan kenapa dia menyiram Asoka dengan air mendidih.“Panas adalah salah satu kelemahan aliran hitam. Alasan kemenangan Guru Seno waktu bertarung melawan Weng Luofi dulu, adalah karena Guru Seno memaksakan tubuhnya untuk mengeluarkan elemen api amplifi tujuh.”“Apa hubungannya api dan aliran hitam?” Lenong Panama mengernyitkan dahi.“Mereka, termasuk aku, percaya jika iblis Yasa diciptakan dari api, dan kita tidak boleh menggunakan api untuk bertarung satu sama lain. Alasan itulah yang menyebabkan semua pendekar atau siluman penganut aliran hitam lemah terhada
Lenong Panama mengajak Asokake dalam kapal, hal itu dilakukan agar Asokatidak mengganggu konsentrasi Kuntasena dalam membaca mantra, menyuwuk, hingga selesai melakukan ritualpembersihan aliran hitam dalam tubuh Ranu.Sembari mengelilingi kapal dan melihat ukiran arsitektur yang indah, Asoka jugaditunjukkan beberapa koleksi pusaka milik Lenong Panama.“Pedang ini mirip seperti pedangmu, kemari dan lihatlah, bilahnya putih dengan garis lecet di tengah. Putihnya juga sama, akan mengkilap kalau kena terpaan cahaya matahari.”Lenong Panama mengangkat pedang itu dan memberikannya pada Asoka.“Lama sekali sejak aku memutuskan hengkang dari dunia pendekar, pedang ini yang terus menemani perjalananku sampai aku diresmikan jadi pendekar tingkat kahyangan. Namun Ki Seno tidak mengizinkanku menggunakan pedang ini. Aku pun menggantungnya di dek bawah kapal sebagai pengingat jika aku dulu pernah mengabdikan diri pada Nusantara.&r
Kakek pertapa emosi dan menendang bokong Asoka. “Akhlakmu mbok yo dijaga! Kau ini sedang ada di rumah orang. Minimal, kau buang itu sampah pada tempatnya!”“Ma-maaf, Kek,” lirih Asoka sambil menundukkan kepala.“Maaf gundulmu! Cepat angkut semua kulit pisang itu dan buang di tempat sampah!”“Ta-tapi, Kek...”“Tidak ada tapi... cepat angkut semuanya! Aku tidak ingin melihat ladang yang selama ini kurawat jadi kotor karena kulit pisangmu!”Asoka memungut semuanya dengan wajah manyun. Moncong bibirnya tak kunjung tersenyum karena kesal dengan perilaku sang kakek.Usai mengumpulkan semua kulit pisang yang berserakan, Asoka membersihkan kotoran pisang yang menempel di sana. Dia ambil pasir dan menutup sisa-sisa pisang yang menempel di tanah. Setelah selesai, barulah Asoka kembali ke tempat si kakek.“Sudah, tunggu apa lagi? Cepat buang kulit pisang itu!”“
“Setan gendeng!” teriak Asoka setelah berguling menghindar. “Nggak usah sok bohongi aku! Tuyul, tuyul, mana ada tuyul dewasa! Lihat... bohong malah bikin gigimu panjang tau!”“Manusia gemblung! Takkan kubiarkan kau lolos dari sini hidup-hidup!”“Woi Genderuwo,” teriak seorang wanita cantik dari belakang, “dia itu mangsaku. Jangan mengaku-ngaku itu mangsamu!”Semua lelembut yang mengejar Asoka terdiam sejenak setelah mendengar suara Lara. Mereka sadar akan kedudukan Lara dan mempersilakan perempuan itu untuk berlari lebih dulu.Lara adalah dayang pribadi sang putri raja. Dia memiliki kelebihan dan kedudukan lebih dari pada semua lelembut yang hidup di perdesaan seperti ini. Bahkan, raja Abiyasa selalu memberikan desa ini bantuan karena Lara.Sama halnya dengan manusia, jin pun memiliki kerajaannya sendiri. Mereka punya pemimpin, selir, anak, dan rakyat. Daerah mereka juga sama dengan manusi
Tidak lama setelah itu, Lara masuk dengan wajah perempuan cantik. Asoka tidak tahu kalau Lara sebenarnya seorang lampir yang menyamar.“Bagaimana makanannya? Enak, kan?” tanya Lara dengan senyum mengembang tipis. Dia duduk di samping Asoka dan merangkul pinggangnya.Asoka bergidik. Baru kali ini dia berada sedekat itu dengan seorang cewek cantik. Tak ayal, tubuhnya kembali bergetar hebat.Gatra kembali mimisan hebat. Kali ini bahkan sampai muntah darah. “Bocah setan!” teriaknya, lalu pingsan karena tidak kuat menahan godaan Lara.“Ahh, jangan begitu, Nyi. Nyi Lara kan sudah punya sua-”“Panggil aku Lara,” bentak Lara dengan mata sedikit melotot.“Ba-baik, Lara. Tapi tolong singkirkan tanganmu karena aku tidak ingin membuat keributan di sini.” Asoka menurunkan tangan Lara perlahan.“Aku masih mencium bau darah di sini... jangan katakan kau tidak memakannya tadi siang!&rd
Asoka tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia hanya mengangguk dan mengiyakan permintaan perempuan cantik di depannya. Gatra yang sadar, tidak bisa berbuat banyak.Dari sini kita tahu bahwa ingatan Gatra masih utuh. Hanya ingatan Asoka yang dihapus oleh penduduk Alas Lali Jiwo.Gatra curiga kalau Danang dan Ganang lah pelakunya. Itu terjadi saat tubuh Asoka tidak kuat menahan energi saat perpindahan dimensi dari hutan Arjuno menuju Alas Lali Jiwo.Alas Lali Jiwo, berarti hutan lupa diri. Sesuai dengan namanya, setiap orang yang sudah masuk ke dalam alas ini pasti akan mengalami kejadian seperti Asoka. Arka pun mengalami hal yang sama saat dia terjebak di sini.“I-ini apa, Nyi?” tanya Asoka lirih. Dia sedikit takut karena tidak kenal siapa perempuan di depannya.“Kau bisa panggil aku Lara... di dalam sana ada nasi dan ikan bakar yang sudah dibumbui sambal merah.”Asoka terlihat bersemangat. Setelah sekian lama dia tidak m
Beberapa menit kemudian, ada derapan kaki yang sangat cepat dari bawah gunung. Suaranya tidak terlalu kentara, tapi Gatra bisa merasakan suara itu. Dia kembali masuk ke tubuh Asoka dan memberitahu kalau ada bahaya yang datang.“Awas, ada sesuatu besar yang datang dari belakang. Dua benda, atau orang, entahlah.”Asoka diam sejenak. Dia mulai merasakan ada derapan kaki. Gandaru masih terus berjalan karena merasa Asoka berjalan mengikutinya.“Tolong, Tuan Musang!”Asoka berteriak ketika dua siluman kera membawanya. Mereka bergelantung ke arah Timur, ke arah sumber suara gamelan tadi berbunyi.Saat Asoka diculik, Gatra tiba-tiba terkunci dalam tubuh Asoka dan tidak bisa keluar. Bahkan untuk berbicara saja sangat sulit.“Ada apa ini!” Gatra berontak setelah dua besi kemerahan menghantam sayapnya.Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan Asoka.Posisi Gandaru berada jauh di belakang Danang da
Sebelum kelima bola itu mendarat, mustika merah dalam pedang raksasa kecil Asoka mengeluarkan cahaya. Pancarannya sangat hebat dan Asoka sampai-sampai menutup matanya. Tak lama, mustika merah sudah ada dalam genggaman Gatra yang masih dalam bentuk manusianya.“Guru, awas!” teriak Asoka sangat keras. Tubuhnya sudah dilapisi oleh perisai energi merah milik Gatra.Bluar!Sebuah ledakan sangat besar terjadi. Asap membumbung dan debu-debu bertebaran di mana-mana. Anak buah Gandaru terpental jauh hingga puluhan tombak. Ganang dan Ganang pun sama, mereka mencoba menahan ledakan itu, namun gagal.“Uhuk... gu-guru, uhuk...”Asoka merasakan kakinya seperti tertimpa batu raksasa. Sakit sekali. Hanya rasa tanpa luka fisik. Tapi hal tersebut cukup membuat Asoka mendesis tak henti-henti.Ledakan tersebut membuat pepohonan yang ada dalam jarak lima tombak di sekitar Gatra tumbang. Hutan tersebut menjadi gundul. Potongan batang pohon
Para siluman anak buah Gandaru menahan tekanan tersebut. Beberapa dari mereka tumbang akibat tidak kuat menahannya. Sementara Ganang, dia menahannya dengan palu godam yang sama seperti milik kakaknya.“Sakit,” lirih Asoka saat badannya terdorong ke tanah.Gravitasi yang ditimbulkan sangatlah kuat. Selama hampir satu menit, dua siluman itu terus beradu. Hanya mereka berdua yang masih berdiri kokoh. Yang lainnya sudah dalam posisi bungkuk, duduk, dan bahkan ada yang pingsan.“Soka, kau bisa mendengar suaraku,” lirih Gatra dalam tubuh Asoka.“Benarkah itu kau, Guru?” Tanya Asoka kembali.“Entah aku harus senang atau sedih. Tapi tekanan energi ini merusak segel yang beberapa hari lalu dibentuk oleh si pertapa jenggot abu-abu.”“Maksudmu pertapa yang aku temui di gunung Welirang?”“Benar, Soka. Dia lah yang menyegelku dan membuatku tidak bisa membagi kekuatan denganmu. Aku s
Gandaru mundur beberapa langkah. Dia mengambil jarak dari Ganang dan Danang. Tak lama, ujung dua ekornya mengeluarkan sinar merah seperti bola api.Puma merasa kalau tindakan rajanya terlalu gegabah. Jika Gandaru terpaksa melakukannya, maka hutan Arjuna yang merupakan rumah mereka akan terbakar.Melihat hal tersebut, jiwa pendekar Asoka bangkit. Dia ingin mendamaikan konflik antar dua lelembut dari dua tempat berbeda. Akan sangat beresiko memang, tapi Asoka harus melindungi keserasian hutan.Pemuda itu terlambat. Bola api di ujung ekor Gandaru sudah terlempar cepat ke arah Danang dan Ganang. Dua siluman kera Alas Lali Jiwo itu mengayunkan palu godamnya dan melemparkan bola api tadi ke atas.Seketika ledakan terjadi. Ada batuan panas yang membakar setiap yang dilaluinya. Asoka meloncat-loncat untuk menghindari batu panas tersebut. Dia pun tak sadar kalau para siluman yang sedang berseteru memandanginya dari jauh.“Ups, maaf. Aku hanya ingin me
Asoka sudah berlari lebih dulu. Saking takutnya, dia tidak sengaja mengeluarkan ilmu meringankan tubuh. Karena itulah, beberapa penghuni hutan yang lain penasaran dan malah mengejar Asoka.Pemuda itu kini dikejar oleh belasan siluman penghuni hutan. Dua di antaranya adalah Danang dan Ganang. Karena para siluman merasa asing dengan keberadaan keduanya, terjadilah perdebatan sengit.“Bocah itu milik kami. Kau tidak berhak untuk menangkapnya!” Siluman musang ekor dua membentak Danang. “Suruh kembaranmu turun atau kami akan membunuhmu di sini!”Asoka mendengar bentakan keras. Bentakan tersebut membangunkan Gatra. Sang gagak terkejut dan sadar adanya tabrakan energi hitam yang cukup kuat. Nampaknya dua monyet kembar tadi setara dengan seorang pendekar tingkat langit.Karena penasaran, Asoka tidak langsung kabur. Dia menekan kuat-kuat tenaganya agar tidak terdeteksi oleh penghuni hutan yang lain.Saat perdebatan sengit terjadi, As