Share

Ilusi Mayapada

Author: Moore
last update Last Updated: 2021-08-04 21:42:16

Asoka berteriak kesakitan. Pedang kecil yang dibawa si kakek berhasil melukai leher Asoka. Darah keluar dari leher Asoka, mengalir lumayan deras. Jika terus dibiarkan, Asoka bisa mati kehabisan darah.

"Sialan kau!" Asoka menendang Ki Seno Aji dan berlari menyusuri hutan.

Ki Seno hanya tersenyum. Dia sengaja membuat goresan di leher Asoka meskipun tidak terlalu dalam. Untuk sementara waktu, Ki Seno membiarkan Asoka melarikan diri ke dalam hutan.

Asoka kecil sering dididik agar tidak takut pada siapapun. Manusia sama-sama makan nasi dan minum air. Darmono bahkan melarang Asoka sujud pada siapapun, kecuali pada orang tua dan guru yang mengajarkan ilmu. Sebesar apapun kekuatan yang dimiliki manusia, itu semua tak lepas dari kehendak Dewata.

Asoka tahu yang menolongnya adalah Ki Seno Aji, pendekar terkuat yang namanya terkenal di seluruh daratan Jawa, bahkan seluruh dunia. Tapi ketika dia merasa terancam, dia berhak untuk melawan tanpa takut mati sedikitpun.

"Syukurlah aku bisa kabur dari kakek pembunuh itu," kata Asoka sembari menyandarkan tubuhnya di sebuah batu yang cukup besar. Nafasnya yang terengah-engah dapat dirasakan Ki Seno Aji.

Suara derapan kaki terdengar dari balik batu. Asoka berdiri dan menoleh ke segala penjuru; tetap tidak ada orang. Setelah mengatur nafas, Asoka merobek bajunya dan mengikatnya ke leher untuk menghambat aliran darah yang semakin deras.

Setelah memerban luka lalu duduk kembali bersandar di batu, Asoka dibuat terkejut melihat sesosok lelaki berdiri tepat di hadapannya. Lelaki itu tiba-tiba muncul setelah Asoka berkedip.

"Tidaaakk!" Asoka berteriak sangat keras sampai membuyarkan barisan gagak yang berkumpul menunggu Asoka dibunuh.

Terlambat.

Ki Seno Aji bergerak lebih cepat dan menghunuskan pedangnya tepat ke jantung Asoka. Asoka berhasil menghindar dan pedang itu menancap di batu. Ledakan besar terjadi setelah Ki Seno mengalirkan energinya ke dalam pedang.

Asoka terlempar jauh ke tepian jurang. Dia hampir jatuh, tapi kakinya berhasil menyeimbangkan tubuhnya. Ki Seno tidak mau menyiakan kesempatan itu. Dia mendekati Asoka dan mengayunkan pedangnya tanpa basa-basi.

Sriyat!

Pedang itu hanya menggores angin karena Asoka kehilangan pijakan kaki. Dia jatuh ke jurang yang merupakan ujung aliran air terjun. Ki Seno tersenyum puas.

***

"Kenapa Kakang bawa bocah itu ke perguruan ini? Bukankah dia sangat berbahaya? Aura hitam yang terpancar dari dalam tubuhnya membuat hewan suci penjaga perguruan ini kabur. Pasti bocah itu membawa malapetaka!"

Teriakan seorang lelaki itu membangunkan Asoka. Dia melihat sekeliling dan masih bingung di mana dia sekarang berada. Ruangannya cukup luas, ada banyak ranjang berjejer rapi.

Tidak mau bergerak sembari menunggu dua lelaki itu pergi, Asoka pura-pura memejamkan matanya. Obrolan tidak terdengar lagi. Asoka menggerakkan tubuhnya. Dia ternyata tidur di atas ranjang beralaskan kain randu.

Dari belasan ranjang yang berjejer, Asoka semakin yakin jika ruangan ini merupakan asrama murid-murid perguruan. Ruangan ini cukup luas, setara lima kali lipat luas rumahnya dulu.

"Apa yang terjadi denganku kemarin?" tanya Asoka dalam hati. "Kenapa luka di leherku sembuh? Kakiku juga bisa digerakkan seperti biasa."

Asoka berusaha mengingat apa yang terjadi padanya. Tapi semakin dia mengingat, kepalanya pasti semakin pusing. Beberapa menit Asoka hanya duduk merenungi nasibnya di atas ranjang. Sampai terdengar suara bocah yang menyatu padu menjadi satu di luar asrama.

Membuka jendela yang ada di asrama, Asoka mendapati banyak sekali anak seusianya berlatih gerakan dasar persilatan di tengah lapangan. Ada juga yang menggunakan senjata seperti tombak, pedang, dan panah. Mereka ditempatkan terpisah di sisi lapangan.

Asoka melihat Ki Seno Aji berjalan mengelilingi lapangan. Melihat wajah Ki Seno, barulah dia ingat memori luka di sore itu. Pembantaian yang dilakukan Perguruan Elang Hitam tidak bisa dimaafkan. Tak terasa, air mata menetes dari pelupuk matanya.

Meskipun berjiwa pemberani, Asoka tetaplah manusia biasa. Dia punya hati nurani dan berhak menumpahkan kesedihannya. Kehilangan orang tua adalah hal paling menyedihkan dalam hidupnya. Terlebih, dia melihat sendiri kedua orang tuanya dibunuh secara tidak manusiawi.

Menjelang sore, Ki Seno masuk ke ruangan itu. Dia melihat Asoka duduk memandangi murid-murid yang sedang berlatih. Ki Seno tersenyum melihatnya. Asoka ternyata memiliki hasrat untuk jadi pendekar seperti yang lainnya.

"Kau tertarik dengan latihan yang mereka jalani?" tanya Ki Seno Aji.

Asoka berbalik badan. Dia tidak lagi menganggap Ki Seno sebagai pembunuh. "Kenapa Kakek mendorongku ke jurang kemarin?"

"Tidak, itu hanya ilusi. Aku sengaja menguji keberanian dan keteguhan hatimu."

"Ilusi, apa maksudnya?" Asoka masih tidak paham dengan kata ilusi.

Ki Seno berdiri dan mengulangi hal yang kemarin dia lakukan pada Asoka; menggores leher bocah itu dengan pedang kecilnya. Asoka tidak merasakan sakit. Namun ketika dia menyentuh pedang milik Ki Seno, dia langsung berteriak.

"Itulah yang dinamakan ilusi. Kau bisa mempermainkan pola pikir dan imajinasi lawanmu sesuka hati."

"Kek, ajari aku jurus itu! Aku ingin jadi pendekar kuat dan tak tertandingi. Aku ingin membunuh tiap musuh dan semua orang jahat yang aku temui!" Asoka sangat bersemangat. Matanya berbinar setelah Ki Seno menjelaskan jurus ilusi itu.

Ki Seno mendekati Asoka sembari mengelus jenggot abu-abunya. "Apa alasanmu menjadi kuat dan tak terkalahkan?"

"Aku ingin membalas dendam orang tuaku. Membantai semua orang yang memiliki koneksi dengan Perguruan Elang Hitam! Aku tidak peduli. Nyawa harus dibayar nyawa!" Asoka mengepalkan tangannya ke atas.

"Hmm, alasan yang menarik," kata Ki Seno, dia sebenarnya terkejut, tapi tidak menunjukkan ekspresinya pada Asoka. "Kau bisa jadi pendekar kuat. Tapi sebelum itu, Kakek ingin tunjukkan sesuatu padamu."

Ki Seno menarik tangan Asoka dan mengajaknya ke suatu tempat.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Khair Du Rasid
krik krik.. krik krik..
goodnovel comment avatar
Herlina 1181
koin oh koin,menyebal kan sekali
goodnovel comment avatar
Yuli Tri
lg seru pasti hrs beli koin...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pendekar Pedang Naga   Menjadi Pendekar Bumi

    Bersama Ki Seno Aji, Asoka menghabiskan waktunya hingga dia berhasil mencapai tingkat pendekar bumi awal. Sejauh ini tidak ada latihan fisik yang diajarkan Ki Seno Aji.Asoka hanya disuruh mencari kayu bakar di hutan, berburu hewan dengan panah dan tombak, serta memanjat pohon-pohon tinggi untuk mengasah kekuatan tangan dan kakinya. Kadang Asoka bertanya pada dirinya sendiri, kenapa dia mau disuruh-suruh seperti ini. Bahkan Asoka diperlakukan seperti pembantu, sedangkan Ki Seno hanya duduk menunggu di gubuk.Memasak, berburu, mencari buah, bahkan menimba dua gentong besar air di sungai yang letaknya sangat jauh dari gubuk, semua dilakukan Asoka.Hingga suatu hari, Asoka bertanya pada Ki Seno."Apa ini yang disebut latihan, Kek? Aku harus melakukan pekerjaan seperti pembantu?""Sepertinya tulangmu bertambah kuat," lirih Ki Seno, tidak menghiraukan pertanyaan Asoka. Ki Seno mengajak Asoka duduk, menikmati kopi panas di bawah mentari senja. "Sudah tig

    Last Updated : 2021-08-07
  • Pendekar Pedang Naga   Ledakan Energi

    Asoka menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan sakit yang amat menyiksa di punggungnya. Keringat mengucur dari pori-pori Asoka, mengalir membersihkan darah di sobekan bibirnya. Panasnya semakin terasa kala air sungai makin mendidih.Panas luar akibat uap air sungai, panas di dalam akibat energi yang dialirkan dari telapak tangan Ki Seno.Ingin rasanya Asoka menyerah menghadapi penderitaan ini, tapi ingatannya kembali memutar pembantaian beberapa minggu lalu. Seketika ucapan bapaknya terngiang di telinganya."Asoka janji memenuhi cita-cita Bapak. Asoka akan jadi pendekar sejati!"Pemindahan energi serta pembenahan detak nadi selesai dilakukan. Ki Seno lemas tak berdaya. Tubuhnya sempoyongan, lalu ambruk begitu saja.Menjelang sore, Ki Seno sadar dan melihat Asoka duduk di atas batu besar tadi. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Ki Seno."Aku tidak memikirkan apa-apa, Kek, hanya menunggumu siuman. Di sebelah goa ada ikan bakar untuk Kakek, aku tadi m

    Last Updated : 2021-08-09
  • Pendekar Pedang Naga   Dewa Api Gatra

    Semakin lama Asoka memandangi batu itu, nyala cahayanya semakin membesar. Asoka tidak kuat menatapnya terlalu lama. Dia khawatir cahaya itu bisa membutakan kedua matanya.Asoka menggeliat dan pergi ke sungai untuk membersihkan tubuhnya. Dia menguap lebar karena tadi malam tidak bisa tidur. Sambil bersiul kecil, dia masuk ke goa untuk mengambil kayu yang biasa dia gunakan menombak ikan.Lumayan lama Asoka menunggui ikan di sungai, sampai dia bosan dan tertidur. Nampaknya tidak ada ikan yang selamat akibat ledakan energi yang terjadi semalam.Asoka membangunkan Ki Seno, minta diajari ilmu meringankan tubuh."Untuk apa?" tanya Ki Seno singkat."Aku ingin pergi ke atas mencari buah-buahan yang bisa kita makan."Ki Seno mengajari Asoka ilmu meringankan tubuh."Untuk pemula sepertimu, kau harus bisa memusatkan energi di bagian paha dan punggung. Letakkan kedua tanganmu di atas lutut, pastikan telapak tanganmu terbuka. Tegakkan punggung dan

    Last Updated : 2021-08-09
  • Pendekar Pedang Naga   Pertarungan Melawan Gatra

    Asokamenderita luka bakar di lengan kanannya. Rasanya panas sekali. Untung saja bukan api hitam yang digunakan Gatra.Pertarungan itu berlangsung cukup lama hingga membuat seperlima hutan terbakar. Asokaterus-terusan menghindar tanpa melayangkan satu serangan pun. "Gunakan pedang itu untuk melawanku!" teriak Gatrayang terbang agak tinggi di udara. "Gitu dong, mbok ya ngomong kalau aku boleh makai pedang ini buat ngelawanmu." Ki Senomenepuk jidatnya sendiri. Ternyata ada orang yang lebih bodoh darinya dulu waktu pertarungan pertama melawan Gatra. "Terapkan apa yang kuajarkan padamu, Asoka!" teriak Ki Senodari atas gua. "Kakek sialan! Udah nggak mau bantu malah marah-marah tanpa solusi!" "Siapa yang marah, Setan!" Semburan api Gatrakembali mengenai baju Asokadan membuat pemuda itu lari kocar-kacir. Karena apinya sangat panas, Asokaterpaksa memotong bajunya dan membuangnya di su

    Last Updated : 2021-08-09
  • Pendekar Pedang Naga   Bertemu Pendekar Elang Hitam

    Dengan cepat, Ki Senomelesat menggunakan Ajian Sepuh Angin dan menyelamatkan Asokadari bebatuan sungai. Telat sepersekian detik saja tubuh Asokasudah hancur. “Byuh, syukurlah aku masih sempat,” lirih Ki Seno, lalu membaringkan Asokadi dekat goa. Di sisi lain, Gatramasih belum percaya kalau teriakan itu muncul begitu saja dari mulut Asoka. Dia mengepakkan sayap dan bertengger di atas goa. Ki Senomenyibak pakaian Asokadan Gatrapun melihat tato gagak hitam yang ada di leher pemuda itu. Tatonya menyala dan mengeluarkan cahaya keemasan. Mulai saat itu, Gatramengikuti kemana pun Asokapergi. Pada saat mencari pisang di keesokan harinya, Ki Senoterkejut karena tato gagak hitam milik Asokahilang. Dia bertanya serius, tapi Asokamenjawabnya dengan enteng. “Ya mana Asokatahu, ngelihat leher sendiri saja tidakbisa!” “Ooo bocah semprul! Aku tanya serius malah s

    Last Updated : 2021-08-09
  • Pendekar Pedang Naga   Menuju Hutan Larangan

    Sepintas terbayang kejadian pembantaian waktu itu, Asoka naik pitam. Energi Gatra meluap-luap dalam tubuhnya. Api kemerahan menyelimuti tubuh Asoka; api amarah bercampur api kekuatan mustika merah.Bono mundur beberapa langkah. Dia tidak pernah merasakan energi sebesar ini. Langkahnya gontai dan pandangannya mulai sayu.Asoka mendekati Bono dengan pedang terhunus. Entah siapa yang mengajarinya ilmu berpedang, dia tiba-tiba bisa menggunakannya. Asoka yang dulu berbeda dengan yang sekarang. Amarah menguasainya.- Pedang Tanpo Wujud -Satu kali kibatan pedang tidak berimbas apapun pada Bono."Lucu sekali. Kau hanya membelah angin," ejek Bono."Aku memang membelah angin, tapi angin itu akan membelahmu!"Bono mengernyitkan dahi. Namun tak berselang lama, muncul angin berbentuk baling-baling dari belakang Asoka. Angin itu memotong setiap yang dia lalui. Tubuh Bono terpecah menjadi dua. Asoka mendekati jasad Bono, mengambil peta yang ada di

    Last Updated : 2021-08-12
  • Pendekar Pedang Naga   Batara Wasji

    Pertemuan Asoka dengan Mbok Sari berlangsung singkat. Banyak pelajaran yang bisa diambil, terutama alasan kenapa harus memilih pendekar tanpa aliran. Berjalan menyusuri hutan belantara, Asoka terus memikirkan kalimat terakhir yang diucapkan Mbok Sari, mengulanginya sampai Gatra bosan. Hitam belum tentu buruk, dan putih tidak selamanya baik, namun mereka berdua tidak bisa bersatu. Banyak sekali pendekar aliran hitam yang menolong sesama, memiliki asas gotong royong yang kuat, bahkan rela mengorbankan nyawa demi golongannya sendiri. Begitu juga pendekar aliran putih, tidak selamanya nampak baik di benak pendekar. Jawa merupakan markas pendekar aliran putih, penyebarannya begitu merata. Berbeda dengan aliran hitam yang hanya ada di bagian Timur. Namun pemikiran masyarakat sudah bergeser akibat maraknya pemalakan yang dilakukan oleh pendekar aliran putih. Perguruan Teratai Hijau dan Perguruan Awan Putih merupakan dua dari sekian perguruan yang ser

    Last Updated : 2021-08-12
  • Pendekar Pedang Naga   Pusaka Sabuk Zamrud

    Pertemuan itu mengantarkan Asoka pada sebuah gubuk reyot yang sudah lama tidak dihuni. Batara Wasji menjaga gubuk itu selama beberapa tahun untuk menunggu kedatangan seorang lelaki.Asoka dipersilakan masuk. Pandangannya menatap lekat sabuk hijau yang tergantung di balik pintu kayu. Tangannya bergerak sendiri, walau dia tidak ingin menggerakkannya. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi sabuk itu sangatlah berat.Cahaya pendar hijau muncul dari batu akik yang ada di tengah sabuk. Mengernyitkan dahi karena heran, Asoka menyentuhnya. Cahayanya memantul dari sudut ke sudut hingga mengenai perut Asoka.Huek!Khawatir melihat tuannya muntah darah, Gatra bergegas masuk, tapi Batara Wasji melarangnya."Biarkan dia melakukan tugasnya," kata Batara Wasji.Mengangkat salah satu alisnya karena penasaran, Gatra berubah wujud jadi seorang lelaki. "Dia siapa maksudmu?""Damardjati Sunandar. Kau pasti mengenalnya.""Mustahil!" Gatra menelan luda

    Last Updated : 2021-08-13

Latest chapter

  • Pendekar Pedang Naga   229. Gubuk Megah

    Kakek pertapa emosi dan menendang bokong Asoka. “Akhlakmu mbok yo dijaga! Kau ini sedang ada di rumah orang. Minimal, kau buang itu sampah pada tempatnya!”“Ma-maaf, Kek,” lirih Asoka sambil menundukkan kepala.“Maaf gundulmu! Cepat angkut semua kulit pisang itu dan buang di tempat sampah!”“Ta-tapi, Kek...”“Tidak ada tapi... cepat angkut semuanya! Aku tidak ingin melihat ladang yang selama ini kurawat jadi kotor karena kulit pisangmu!”Asoka memungut semuanya dengan wajah manyun. Moncong bibirnya tak kunjung tersenyum karena kesal dengan perilaku sang kakek.Usai mengumpulkan semua kulit pisang yang berserakan, Asoka membersihkan kotoran pisang yang menempel di sana. Dia ambil pasir dan menutup sisa-sisa pisang yang menempel di tanah. Setelah selesai, barulah Asoka kembali ke tempat si kakek.“Sudah, tunggu apa lagi? Cepat buang kulit pisang itu!”“

  • Pendekar Pedang Naga   228. Alas Lali Jiwo

    “Setan gendeng!” teriak Asoka setelah berguling menghindar. “Nggak usah sok bohongi aku! Tuyul, tuyul, mana ada tuyul dewasa! Lihat... bohong malah bikin gigimu panjang tau!”“Manusia gemblung! Takkan kubiarkan kau lolos dari sini hidup-hidup!”“Woi Genderuwo,” teriak seorang wanita cantik dari belakang, “dia itu mangsaku. Jangan mengaku-ngaku itu mangsamu!”Semua lelembut yang mengejar Asoka terdiam sejenak setelah mendengar suara Lara. Mereka sadar akan kedudukan Lara dan mempersilakan perempuan itu untuk berlari lebih dulu.Lara adalah dayang pribadi sang putri raja. Dia memiliki kelebihan dan kedudukan lebih dari pada semua lelembut yang hidup di perdesaan seperti ini. Bahkan, raja Abiyasa selalu memberikan desa ini bantuan karena Lara.Sama halnya dengan manusia, jin pun memiliki kerajaannya sendiri. Mereka punya pemimpin, selir, anak, dan rakyat. Daerah mereka juga sama dengan manusi

  • Pendekar Pedang Naga   227. Berada di Alam Siluman

    Tidak lama setelah itu, Lara masuk dengan wajah perempuan cantik. Asoka tidak tahu kalau Lara sebenarnya seorang lampir yang menyamar.“Bagaimana makanannya? Enak, kan?” tanya Lara dengan senyum mengembang tipis. Dia duduk di samping Asoka dan merangkul pinggangnya.Asoka bergidik. Baru kali ini dia berada sedekat itu dengan seorang cewek cantik. Tak ayal, tubuhnya kembali bergetar hebat.Gatra kembali mimisan hebat. Kali ini bahkan sampai muntah darah. “Bocah setan!” teriaknya, lalu pingsan karena tidak kuat menahan godaan Lara.“Ahh, jangan begitu, Nyi. Nyi Lara kan sudah punya sua-”“Panggil aku Lara,” bentak Lara dengan mata sedikit melotot.“Ba-baik, Lara. Tapi tolong singkirkan tanganmu karena aku tidak ingin membuat keributan di sini.” Asoka menurunkan tangan Lara perlahan.“Aku masih mencium bau darah di sini... jangan katakan kau tidak memakannya tadi siang!&rd

  • Pendekar Pedang Naga   226. Siluman Aneh!

    Asoka tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia hanya mengangguk dan mengiyakan permintaan perempuan cantik di depannya. Gatra yang sadar, tidak bisa berbuat banyak.Dari sini kita tahu bahwa ingatan Gatra masih utuh. Hanya ingatan Asoka yang dihapus oleh penduduk Alas Lali Jiwo.Gatra curiga kalau Danang dan Ganang lah pelakunya. Itu terjadi saat tubuh Asoka tidak kuat menahan energi saat perpindahan dimensi dari hutan Arjuno menuju Alas Lali Jiwo.Alas Lali Jiwo, berarti hutan lupa diri. Sesuai dengan namanya, setiap orang yang sudah masuk ke dalam alas ini pasti akan mengalami kejadian seperti Asoka. Arka pun mengalami hal yang sama saat dia terjebak di sini.“I-ini apa, Nyi?” tanya Asoka lirih. Dia sedikit takut karena tidak kenal siapa perempuan di depannya.“Kau bisa panggil aku Lara... di dalam sana ada nasi dan ikan bakar yang sudah dibumbui sambal merah.”Asoka terlihat bersemangat. Setelah sekian lama dia tidak m

  • Pendekar Pedang Naga   225. Jebakan

    Beberapa menit kemudian, ada derapan kaki yang sangat cepat dari bawah gunung. Suaranya tidak terlalu kentara, tapi Gatra bisa merasakan suara itu. Dia kembali masuk ke tubuh Asoka dan memberitahu kalau ada bahaya yang datang.“Awas, ada sesuatu besar yang datang dari belakang. Dua benda, atau orang, entahlah.”Asoka diam sejenak. Dia mulai merasakan ada derapan kaki. Gandaru masih terus berjalan karena merasa Asoka berjalan mengikutinya.“Tolong, Tuan Musang!”Asoka berteriak ketika dua siluman kera membawanya. Mereka bergelantung ke arah Timur, ke arah sumber suara gamelan tadi berbunyi.Saat Asoka diculik, Gatra tiba-tiba terkunci dalam tubuh Asoka dan tidak bisa keluar. Bahkan untuk berbicara saja sangat sulit.“Ada apa ini!” Gatra berontak setelah dua besi kemerahan menghantam sayapnya.Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan Asoka.Posisi Gandaru berada jauh di belakang Danang da

  • Pendekar Pedang Naga   224. Akhir Dari Pertarungan

    Sebelum kelima bola itu mendarat, mustika merah dalam pedang raksasa kecil Asoka mengeluarkan cahaya. Pancarannya sangat hebat dan Asoka sampai-sampai menutup matanya. Tak lama, mustika merah sudah ada dalam genggaman Gatra yang masih dalam bentuk manusianya.“Guru, awas!” teriak Asoka sangat keras. Tubuhnya sudah dilapisi oleh perisai energi merah milik Gatra.Bluar!Sebuah ledakan sangat besar terjadi. Asap membumbung dan debu-debu bertebaran di mana-mana. Anak buah Gandaru terpental jauh hingga puluhan tombak. Ganang dan Ganang pun sama, mereka mencoba menahan ledakan itu, namun gagal.“Uhuk... gu-guru, uhuk...”Asoka merasakan kakinya seperti tertimpa batu raksasa. Sakit sekali. Hanya rasa tanpa luka fisik. Tapi hal tersebut cukup membuat Asoka mendesis tak henti-henti.Ledakan tersebut membuat pepohonan yang ada dalam jarak lima tombak di sekitar Gatra tumbang. Hutan tersebut menjadi gundul. Potongan batang pohon

  • Pendekar Pedang Naga   223. Asoka vs Raja Musang 3

    Para siluman anak buah Gandaru menahan tekanan tersebut. Beberapa dari mereka tumbang akibat tidak kuat menahannya. Sementara Ganang, dia menahannya dengan palu godam yang sama seperti milik kakaknya.“Sakit,” lirih Asoka saat badannya terdorong ke tanah.Gravitasi yang ditimbulkan sangatlah kuat. Selama hampir satu menit, dua siluman itu terus beradu. Hanya mereka berdua yang masih berdiri kokoh. Yang lainnya sudah dalam posisi bungkuk, duduk, dan bahkan ada yang pingsan.“Soka, kau bisa mendengar suaraku,” lirih Gatra dalam tubuh Asoka.“Benarkah itu kau, Guru?” Tanya Asoka kembali.“Entah aku harus senang atau sedih. Tapi tekanan energi ini merusak segel yang beberapa hari lalu dibentuk oleh si pertapa jenggot abu-abu.”“Maksudmu pertapa yang aku temui di gunung Welirang?”“Benar, Soka. Dia lah yang menyegelku dan membuatku tidak bisa membagi kekuatan denganmu. Aku s

  • Pendekar Pedang Naga   222. Asoka vs Raja Musang 2

    Gandaru mundur beberapa langkah. Dia mengambil jarak dari Ganang dan Danang. Tak lama, ujung dua ekornya mengeluarkan sinar merah seperti bola api.Puma merasa kalau tindakan rajanya terlalu gegabah. Jika Gandaru terpaksa melakukannya, maka hutan Arjuna yang merupakan rumah mereka akan terbakar.Melihat hal tersebut, jiwa pendekar Asoka bangkit. Dia ingin mendamaikan konflik antar dua lelembut dari dua tempat berbeda. Akan sangat beresiko memang, tapi Asoka harus melindungi keserasian hutan.Pemuda itu terlambat. Bola api di ujung ekor Gandaru sudah terlempar cepat ke arah Danang dan Ganang. Dua siluman kera Alas Lali Jiwo itu mengayunkan palu godamnya dan melemparkan bola api tadi ke atas.Seketika ledakan terjadi. Ada batuan panas yang membakar setiap yang dilaluinya. Asoka meloncat-loncat untuk menghindari batu panas tersebut. Dia pun tak sadar kalau para siluman yang sedang berseteru memandanginya dari jauh.“Ups, maaf. Aku hanya ingin me

  • Pendekar Pedang Naga   221. Asoka vs Raja Musang

    Asoka sudah berlari lebih dulu. Saking takutnya, dia tidak sengaja mengeluarkan ilmu meringankan tubuh. Karena itulah, beberapa penghuni hutan yang lain penasaran dan malah mengejar Asoka.Pemuda itu kini dikejar oleh belasan siluman penghuni hutan. Dua di antaranya adalah Danang dan Ganang. Karena para siluman merasa asing dengan keberadaan keduanya, terjadilah perdebatan sengit.“Bocah itu milik kami. Kau tidak berhak untuk menangkapnya!” Siluman musang ekor dua membentak Danang. “Suruh kembaranmu turun atau kami akan membunuhmu di sini!”Asoka mendengar bentakan keras. Bentakan tersebut membangunkan Gatra. Sang gagak terkejut dan sadar adanya tabrakan energi hitam yang cukup kuat. Nampaknya dua monyet kembar tadi setara dengan seorang pendekar tingkat langit.Karena penasaran, Asoka tidak langsung kabur. Dia menekan kuat-kuat tenaganya agar tidak terdeteksi oleh penghuni hutan yang lain.Saat perdebatan sengit terjadi, As

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status