Prabu Wusanggeni melihat dua orang lelaki membawa sabit lari dari kejauhan. Dia segera membuka portal ilusi dan menyelamatkan teman-temannya yang loncat dari lantai lima.
“Syukurlah kita selamat. Hampir saja kita ketahuan pihak penginapan, bisa tercemar nama perguruan.” Seorang pemuda mengusap peluh yang sudah memenuhi jidatnya.
“Tidak hanya perguruan kita yang tercemar, berita ini akan menjelek-jelekkan nama Ikatan Pendekar Nusantara. Kondisi darurat tidak bisa membenarkan kejahatan semacam ini. Harusnya kita menolak, tapi aku tidak bisa.”
“Kau benar, kejatahatan ... selamanya tidak bisa dibenarkan.”
Prabu Wusanggeni menenangkan tiga temannya yang berdebat. Dia segera memimpin delapan orang itu pergi ke tempat persembunyian yang ada di peta.
Mereka menyandera si peternak sampai dia mau menunjukkan resep pakan dan persilangan itu.
Plak!
Plak!
Dua tamparan berhasil membangunkan peternak merpat
“Jadi merpati itu bukan merpati sembarangan, Guru?” Barok coba memastikan hal yang masih menghantui pikirannya.“Lebih tepatnya merpati langka ... walaupun kau berhasil mendapatkan resep pakan dan persilangan dari si peternak, presentasi gagalnya masih sangat tinggi. Ki Seno termasuk orang yang beruntung karena berhasil menetaskan dua telur merpati itu tanpa kecacatan apapun.”Asoka datang tepat saat mereka semua selesai membahas cerita merpati percik api, dia mengeluh punggungnya sakit. Efek racun itu belum sepenuhnya hilang dan Asoka harus istirahat satu malam lagi sebelum berangkat menuju puncak gunung.Dua hari lamanya Asoka hanya berbaring di atas ranjang. Sesekali dia melihat proses latihan murid-murid padepokan, memberi nasehat pada mereka, hingga turun tangan langsung memberi arahan jika ada gerakan yang menurutnya kurang akurat.Fahma yang sudah benar-benar pulih, menyuapi kakaknya dengan sangat telaten. Dia juga yang mera
Mengetahui ada cahaya putih yang terpancar dari saku celana Asoka, murid-murid meneriaki Raden Kusuma dari kejauhan.“Dia berbahaya, Guru!”“Cahaya putih itu bisa membunuhmu jika kau tidak berhati-hati!”“Guru, kami mohon jangan nekat mendekati cahaya itu ... kami masih butuh bimbinganmu. Kami masih jauh dari kata hebat.”Raden Kusuma hanya tersenyum dari kejauhan. Dia tahu, cahaya putih itu tidak berbahaya.Tangannya menggapai saku belakang celana Asoka, lantas menggenggam batu kecil itu hingga cahaya putihnya redup.Berjalan menuju aula padepokan, Raden Kusuma mendekatkan mustika itu ke tangan Barok yang sedang melakukan jurus penyembuhan.“Gunakan jurus Tapak Teratai Putih untuk menyembuhkan gadis itu. Fahma di ambang batas kematian. Urusan Asoka, kau tidak perlu memikirkannya. Dia hanya pingsan karena racun yang dia dapat saat bertarung melawan siluman macan putih.”“Gur
Hampir satu jam Raden Kusuma bercerita tentang hal-hal unik yang berkaitan dengan Ki Langkir Pamanang dan Ki Seno Aji, terutama tentang mustika merah yang ditanam dalam diri Asoka.“Kau pasti penasaran kenapa aku bisa tahu kalau kau punya mustika merah?” Tanya Raden Kusuma sambil tertawa pelan.“Mmm, tidak. Kenapa aku harus penasaran?” tanya Asoka polos.Cpak!“Bodoh, jawab saja iya! Kau ... selalu saja membuat orang kesal!” Gatra tiba-tiba keluar dan memukul kepala Asoka.Raden Kusuma yang memiliki mata batin, seketika tertawa keras melihat Gatra emosi sebab perilaku Asoka. Murid-murid lain yang tidak memiliki mata batin, melongo penasaran. Apa yang menyebabkan pemuda itu merintih? Kenapa juga Raden Kusuma tertawa?Pendiri padepokan memilih diam dan tidak memberitahu murid-murid lain tentang roh mustika yang bersarang di dalam tubuh Asoka.Desas-desus masih terdengar nyaring di sekitar lingkar dudu
Matahari terbit cerah pag itu, cahayanya menerpa beberapa murid Padepokan Ajisaka yang sedang melatih kelenturan kaki di dekat aula padepokan.Raden Kusuma mengawasi muridnya sejenak, lalu dia pergi ke gubuk.Asoka diberitahu Raden Kusuma bahwa mata Fahma harus segera ditutup karena akan sangat berbahaya jika dibiarkan. “Sekte Tengkorak Merah tahu keberadaan Fahma. Aku yakin, anggota sekte menyusun rencana khusus. Mereka sangat menginginkan mata itu.”“Apapun demi kebaikan Fahma,” balas Asoka.“Upacara tersebut dilaksanakan minggu depan. Fahma harus disucikan lebih dulu dengan air rendaman bunga sembilan rupa. Dia tidak boleh makan daging sebagai syarat utama agar penyucian itu berjalan lancar.”“Lalu aku bagaimana? Cahaya hijau Fahma pernah merobek sisi kanan bahuku. Apa aku juga harus menjalani upacara penyucian?” Asoka menunjukkan bekas luka yang dia dapat karena mata kiri Fahma.“Diri
Hari-hari Asoka dilalui di padepokan. Sedikit banyak dia berlatih cara menyembuhkan luka kepada Barok dan murid-murid padepokan lain.Ketika mereka berlatih, Raden Kusuma memberi arahan khusus kepada Fahma tentang kegunaan mata kirinya dan bagaimana cara mengendalikannya. Tak hanya itu, Raden Kusuma juga menjelaskan efek samping kalau kekuatan mata itu digunakan secara berlebihan.Sampai empat hari lamanya, kekuatan penyembuhan milik Asoka sudah meningkat pesat. Belum lagi, api penyembuh Gatra juga berpengaruh terhadap pesatnya perkembangan latihan Asoka.Api biru Asoka yang awalnya hanya dianggap sebagai api amplifi dua, sekarang naik tingkat. Asoka bisa mengendalikan api biru amplifi empat yang dalam hal ini bisa digunakan untuk menyembuhkan luka robek daging atau keracunan biasa.“Kau hebat sekali, Soka, bisa menguasai teknik dasar Teratai Putih hanya dalam waktu empat hari.” Barok memuji Asoka, dia masih belum percaya ada pemuda se-berbaka
Matahari berangsur-angsur turun dan langit mulai gelap. Sebentar lagi hutan Babel dikuasai bangsa siluman.Konon bilamana pendekar tidak keluar dari perbatasan hutan saat matahari terbenam, mereka akan menghadapi ratusan siluman yang berburu darah hewan-hewan buas.Tidak ingin membuat khawatir orang-orang padepokan, keduanya bergegas pergi dan kembali ke padepokan.Di sana, Raden Kusuma tahu kalau Barok membuka sedikit identitasnya. Entah bagaimana pria itu tahu, atau mungkin dia bisa mendengar apa yang tidak orang lain dengar.Sang Guru minta keduanya masuk ke dalam rumah.“Fahma bagaimana, Paman?” tanya Asoka, dia khawatir akan keadaan adiknya.“Dia sudah akrab dengan beberapa murid lain. Tidak ada yang perlu dirisaukan. Lagian, mereka sudah tahu tentang mata kiri Fahma.”Ketiganya sudah berada di dalam rumah Raden Kusuma di sisi kanan padepokan. Aura yang berbeda terpancar dari dalam sana. Gatra sedikit mera
Hari ini ritual penutupan mata aneh Fahma dilakukan.Puluhan jenis herbal dan dua mustika digunakan untuk membantu proses. Sifatnya hanya sementara mengingat tujuan utama Asoka adalah menemui seorang tabib sakti yang tinggal di puncak gunung.Mustika Kawah Welirang sudah dipegang Raden Kusuma, sementara Mustika Teratai Putih masih ada di tangan Asoka.Pemuda itu belum kunjung kembali setelah beberapa jam keluar menuju hutan. Raden Kusuma cemas. Tanpa mustika yang dipinjam Asoka, dia tidak bisa melakukan ritual penutupan mata.“Sodikin, kemari ... tolong panggil Barok dan Gino, aku ada keperluan dengan mereka,” pinta Raden Kusuma.Murid-murid padepokan yang kala itu sedang melatih gerakan telapak kawah, segera berkumpul di tengah aula. Raden Kusuma minta agar mereka menjaga Fahma karena Barok dan Gino mendapat perintah untuk mencari AsokaEmpat jam pencarian dilakukan.Barok menyusuri area luas yang dicurigai jadi tempat la
“Barok, ikut aku. Sementara yang lain, bentuk perisai energi untuk melindungi padepokan ini, terutama di sekitar aula. Fahma adalah prioritas kalian. Banyak yang ingin memanfaatkan kekuatan mata Fahma untuk hal buruk. Jangan ragu mengorbankan nyawa demi gadis itu!”“Baik, Guru!” Semua menjawab kompak.Raden Kusuma dan Barok menyusuri bagian Barat hutan. Beberapa siluman sudah mengintai, tapi aura putih yang memancar dari tubuh Raden Kusuma membuat mereka tidak berani mendekat.Dahulu, pertapa tua itu sempat melakukan eksperimen dengan cara memakan merpati yang menghasilkan aura pancasona.Ki Seno Aji dan Pangeran Kamandanu tidak mau ambil resiko, mereka coba melarang Raden Kusuma, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Raden Kusuma terlanjur menghabiskan daging merpati yang dia bakar sendirian di tengah hutan.Tiga hari setelah kejadian itu, tubuh Raden Kusuma mulai mengembang. Perutnya makin lama makin membesar. Mulai timbul b
Kakek pertapa emosi dan menendang bokong Asoka. “Akhlakmu mbok yo dijaga! Kau ini sedang ada di rumah orang. Minimal, kau buang itu sampah pada tempatnya!”“Ma-maaf, Kek,” lirih Asoka sambil menundukkan kepala.“Maaf gundulmu! Cepat angkut semua kulit pisang itu dan buang di tempat sampah!”“Ta-tapi, Kek...”“Tidak ada tapi... cepat angkut semuanya! Aku tidak ingin melihat ladang yang selama ini kurawat jadi kotor karena kulit pisangmu!”Asoka memungut semuanya dengan wajah manyun. Moncong bibirnya tak kunjung tersenyum karena kesal dengan perilaku sang kakek.Usai mengumpulkan semua kulit pisang yang berserakan, Asoka membersihkan kotoran pisang yang menempel di sana. Dia ambil pasir dan menutup sisa-sisa pisang yang menempel di tanah. Setelah selesai, barulah Asoka kembali ke tempat si kakek.“Sudah, tunggu apa lagi? Cepat buang kulit pisang itu!”“
“Setan gendeng!” teriak Asoka setelah berguling menghindar. “Nggak usah sok bohongi aku! Tuyul, tuyul, mana ada tuyul dewasa! Lihat... bohong malah bikin gigimu panjang tau!”“Manusia gemblung! Takkan kubiarkan kau lolos dari sini hidup-hidup!”“Woi Genderuwo,” teriak seorang wanita cantik dari belakang, “dia itu mangsaku. Jangan mengaku-ngaku itu mangsamu!”Semua lelembut yang mengejar Asoka terdiam sejenak setelah mendengar suara Lara. Mereka sadar akan kedudukan Lara dan mempersilakan perempuan itu untuk berlari lebih dulu.Lara adalah dayang pribadi sang putri raja. Dia memiliki kelebihan dan kedudukan lebih dari pada semua lelembut yang hidup di perdesaan seperti ini. Bahkan, raja Abiyasa selalu memberikan desa ini bantuan karena Lara.Sama halnya dengan manusia, jin pun memiliki kerajaannya sendiri. Mereka punya pemimpin, selir, anak, dan rakyat. Daerah mereka juga sama dengan manusi
Tidak lama setelah itu, Lara masuk dengan wajah perempuan cantik. Asoka tidak tahu kalau Lara sebenarnya seorang lampir yang menyamar.“Bagaimana makanannya? Enak, kan?” tanya Lara dengan senyum mengembang tipis. Dia duduk di samping Asoka dan merangkul pinggangnya.Asoka bergidik. Baru kali ini dia berada sedekat itu dengan seorang cewek cantik. Tak ayal, tubuhnya kembali bergetar hebat.Gatra kembali mimisan hebat. Kali ini bahkan sampai muntah darah. “Bocah setan!” teriaknya, lalu pingsan karena tidak kuat menahan godaan Lara.“Ahh, jangan begitu, Nyi. Nyi Lara kan sudah punya sua-”“Panggil aku Lara,” bentak Lara dengan mata sedikit melotot.“Ba-baik, Lara. Tapi tolong singkirkan tanganmu karena aku tidak ingin membuat keributan di sini.” Asoka menurunkan tangan Lara perlahan.“Aku masih mencium bau darah di sini... jangan katakan kau tidak memakannya tadi siang!&rd
Asoka tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia hanya mengangguk dan mengiyakan permintaan perempuan cantik di depannya. Gatra yang sadar, tidak bisa berbuat banyak.Dari sini kita tahu bahwa ingatan Gatra masih utuh. Hanya ingatan Asoka yang dihapus oleh penduduk Alas Lali Jiwo.Gatra curiga kalau Danang dan Ganang lah pelakunya. Itu terjadi saat tubuh Asoka tidak kuat menahan energi saat perpindahan dimensi dari hutan Arjuno menuju Alas Lali Jiwo.Alas Lali Jiwo, berarti hutan lupa diri. Sesuai dengan namanya, setiap orang yang sudah masuk ke dalam alas ini pasti akan mengalami kejadian seperti Asoka. Arka pun mengalami hal yang sama saat dia terjebak di sini.“I-ini apa, Nyi?” tanya Asoka lirih. Dia sedikit takut karena tidak kenal siapa perempuan di depannya.“Kau bisa panggil aku Lara... di dalam sana ada nasi dan ikan bakar yang sudah dibumbui sambal merah.”Asoka terlihat bersemangat. Setelah sekian lama dia tidak m
Beberapa menit kemudian, ada derapan kaki yang sangat cepat dari bawah gunung. Suaranya tidak terlalu kentara, tapi Gatra bisa merasakan suara itu. Dia kembali masuk ke tubuh Asoka dan memberitahu kalau ada bahaya yang datang.“Awas, ada sesuatu besar yang datang dari belakang. Dua benda, atau orang, entahlah.”Asoka diam sejenak. Dia mulai merasakan ada derapan kaki. Gandaru masih terus berjalan karena merasa Asoka berjalan mengikutinya.“Tolong, Tuan Musang!”Asoka berteriak ketika dua siluman kera membawanya. Mereka bergelantung ke arah Timur, ke arah sumber suara gamelan tadi berbunyi.Saat Asoka diculik, Gatra tiba-tiba terkunci dalam tubuh Asoka dan tidak bisa keluar. Bahkan untuk berbicara saja sangat sulit.“Ada apa ini!” Gatra berontak setelah dua besi kemerahan menghantam sayapnya.Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan Asoka.Posisi Gandaru berada jauh di belakang Danang da
Sebelum kelima bola itu mendarat, mustika merah dalam pedang raksasa kecil Asoka mengeluarkan cahaya. Pancarannya sangat hebat dan Asoka sampai-sampai menutup matanya. Tak lama, mustika merah sudah ada dalam genggaman Gatra yang masih dalam bentuk manusianya.“Guru, awas!” teriak Asoka sangat keras. Tubuhnya sudah dilapisi oleh perisai energi merah milik Gatra.Bluar!Sebuah ledakan sangat besar terjadi. Asap membumbung dan debu-debu bertebaran di mana-mana. Anak buah Gandaru terpental jauh hingga puluhan tombak. Ganang dan Ganang pun sama, mereka mencoba menahan ledakan itu, namun gagal.“Uhuk... gu-guru, uhuk...”Asoka merasakan kakinya seperti tertimpa batu raksasa. Sakit sekali. Hanya rasa tanpa luka fisik. Tapi hal tersebut cukup membuat Asoka mendesis tak henti-henti.Ledakan tersebut membuat pepohonan yang ada dalam jarak lima tombak di sekitar Gatra tumbang. Hutan tersebut menjadi gundul. Potongan batang pohon
Para siluman anak buah Gandaru menahan tekanan tersebut. Beberapa dari mereka tumbang akibat tidak kuat menahannya. Sementara Ganang, dia menahannya dengan palu godam yang sama seperti milik kakaknya.“Sakit,” lirih Asoka saat badannya terdorong ke tanah.Gravitasi yang ditimbulkan sangatlah kuat. Selama hampir satu menit, dua siluman itu terus beradu. Hanya mereka berdua yang masih berdiri kokoh. Yang lainnya sudah dalam posisi bungkuk, duduk, dan bahkan ada yang pingsan.“Soka, kau bisa mendengar suaraku,” lirih Gatra dalam tubuh Asoka.“Benarkah itu kau, Guru?” Tanya Asoka kembali.“Entah aku harus senang atau sedih. Tapi tekanan energi ini merusak segel yang beberapa hari lalu dibentuk oleh si pertapa jenggot abu-abu.”“Maksudmu pertapa yang aku temui di gunung Welirang?”“Benar, Soka. Dia lah yang menyegelku dan membuatku tidak bisa membagi kekuatan denganmu. Aku s
Gandaru mundur beberapa langkah. Dia mengambil jarak dari Ganang dan Danang. Tak lama, ujung dua ekornya mengeluarkan sinar merah seperti bola api.Puma merasa kalau tindakan rajanya terlalu gegabah. Jika Gandaru terpaksa melakukannya, maka hutan Arjuna yang merupakan rumah mereka akan terbakar.Melihat hal tersebut, jiwa pendekar Asoka bangkit. Dia ingin mendamaikan konflik antar dua lelembut dari dua tempat berbeda. Akan sangat beresiko memang, tapi Asoka harus melindungi keserasian hutan.Pemuda itu terlambat. Bola api di ujung ekor Gandaru sudah terlempar cepat ke arah Danang dan Ganang. Dua siluman kera Alas Lali Jiwo itu mengayunkan palu godamnya dan melemparkan bola api tadi ke atas.Seketika ledakan terjadi. Ada batuan panas yang membakar setiap yang dilaluinya. Asoka meloncat-loncat untuk menghindari batu panas tersebut. Dia pun tak sadar kalau para siluman yang sedang berseteru memandanginya dari jauh.“Ups, maaf. Aku hanya ingin me
Asoka sudah berlari lebih dulu. Saking takutnya, dia tidak sengaja mengeluarkan ilmu meringankan tubuh. Karena itulah, beberapa penghuni hutan yang lain penasaran dan malah mengejar Asoka.Pemuda itu kini dikejar oleh belasan siluman penghuni hutan. Dua di antaranya adalah Danang dan Ganang. Karena para siluman merasa asing dengan keberadaan keduanya, terjadilah perdebatan sengit.“Bocah itu milik kami. Kau tidak berhak untuk menangkapnya!” Siluman musang ekor dua membentak Danang. “Suruh kembaranmu turun atau kami akan membunuhmu di sini!”Asoka mendengar bentakan keras. Bentakan tersebut membangunkan Gatra. Sang gagak terkejut dan sadar adanya tabrakan energi hitam yang cukup kuat. Nampaknya dua monyet kembar tadi setara dengan seorang pendekar tingkat langit.Karena penasaran, Asoka tidak langsung kabur. Dia menekan kuat-kuat tenaganya agar tidak terdeteksi oleh penghuni hutan yang lain.Saat perdebatan sengit terjadi, As