Tinggal di hutan yang buas bukanlah perkara mudah. Tak jarang Xiao Long kelaparan karena mangsanya tak kunjung datang. Pakaiannya yang terbuat dari kain telah berganti menjadi bulu-bulu hewan
Bunga bersalju putih ternodai oleh bercak darah, badai semakin kuat menggoyangkan pepohonan Cemara. Di dinginnya hembusan angin salju yang mencekik seseorang berjalan sambil menyeret tubuh seekor beruang yang ukurannya tiga kali lipat dari tubuhnya.Jalanan putih bersalju memerah saat Xiao Long lewat, pakaian dan tubuhnya dipenuhi oleh darahnya. Setelah mengalahkan delapan beruang, para buaya tak berani mengganggunya dan membiarkan Xiao Long pergi dengan membawa satu dari delapan mayat beruang yang telah terpotong-potong. Hampir semua siluman itu memiliki permata, seperti biasa Xiao Long hanya menyimpannya. Dia perlu membaca lagi tentang bagaimana menggunakan permata itu, tidak ingin kejadian seperti saat membuka gerbang keempat terulang.Sampai di pohon tua, Xiao Long segera menghidupkan api yang dilindungi oleh bebatuan melingkar agar nyala api tersebut tidak padam oleh angin salju yang dingin. Setelah mencoba beberapa saat, Xiao Long dapat membakar daging
Xiao Long harus bersiap-siap untuk menghadapi segala macam kemungkinan terburuk jika dia gagal membuka gerbang keenam. Dikatakan ada banyak orang tewas saat membuka gerbang terakhir. Meskipun hal ini adalah hal dasar yang banyak diajarkan di sekte-sekte Kekaisaran Qing, tetap ada orang yang kehilangan nyawa akibat hal ini. Gerbang keenam disebut sebagai Kekuasaan. Ada tiga hal yang akan didapatkan jika berhasil melakukannya. Tergantung seberapa berhasil Xiao Long membukanya dengan baik. Kebanyakan orang hanya mendapatkan dua. Lebih banyak yang tidak mendapatkan apa pun meskipun berhasil membukanya. Gerbang keenam hanya bisa dimulai di antara ujung malam dan awal fajar. Xiao Long menunggu hingga waktu itu tiba, kali ini dia tak akan membiarkan dingin membunuhnya secara perlahan. Dia telah menyiapkan beberapa potong kayu dan ranting kecil di dekat pohon tua. Api menyala melawan dinginnya udara pagi buta. Xiao Long telah siap untuk membuka gerbang ke
Nyali Xiao Long semakin hancur ketika wajah kakeknya berubah marah. "Kau adalah Bencana Yang Ditakdirkan."Ketakutan dan rasa bersalah itu menjerumuskan Xiao Long pada ketakutan lainnya. Dia dapat melihat sebuah bayangan hitam dengan pedang di tangan datang. Sosok itu persis mirip dengan laki-laki yang hadir di mimpi Xiao Long, dia adalah sosok yang ingin membunuh dirinya dan juga adiknya.Ketakutan berubah menjadi keputusasaan. Xiao Long melupakan dirinya berada di sana untuk membuka gerbang keenam. Suara-suara serentak terus menyebutkan kata bencana, berulangkali hingga Xiao Long tak bisa memikirkan apa pun selain penyesalannya.Kakeknya hanya berdiri satu langkah di depan Xiao Long, tatap mata yang biasanya lembut serta jenaka itu seperti dirasuki iblis. Tiada senyum lagi yang biasanya menyambut Xiao Long. Mulutnya terbuka, tangannya menepuk pundak Xiao Long pelan."Aku akan memaafkanmu.""Sungguh?" Xiao Long langsung berbicara, satu-satunya
"Kalau begitu kau duluan saja yang aku antarkan ke sana."Terkena serangan di awal-awal pertarungan sama sekali tak menggentarkan niatnya untuk menang, terlihat dari tatapannya yang menghujam tajam ke arah lawan. Musuh tertawa terbahak-bahak, sebelah tangan kanannya membesar dan kini menyerupai sebuah tangan iblis dengan kuku-kuku tajam."Aku tahu, dalam pikiranmu kau selalu takut akan kematian. Kau takut menemui orang-orang yang mati sebelum kau. Bayangkan betapa kecewa mereka terhadapmu. Bayangkan saja, maka kau akan menyadari bahwa kau tak lebih dari sekedar sampah yang merangkak setengah mati untuk menyelamatkan hidupmu sendiri!"Tawaan nyaring tersebut menggema di ruang hampa, persis tepat mengenai Xiao Long yang hanya berdiam terpaku di tempat. Menahan kesalnya yang berapi-api, tapi mengingat apa yang dilaluinya selama ini sama seperti yang sosok tersebut bicarakan.Seakan-akan membaca pikirannya, sosok itu kembali mengeluarkan kata-kata. "Menga
Matahari merangkak naik tepat di atas kepala, panasnya matahari melenyap saat angin siang datang membawa sejuk. Xiao Long mengerjapkan mata beberapa kali, mengumpulkan nyawanya sangat lama. Rasa sakit langsung menyambutnya seketika, seperti baru saja dicelupkan pada lelehan logam panas, Xiao Long meringis. Kesadarannya kembali cepat saat rasa sakit itu semakin menyiksa.Tiga jam bertahan di posisi yang sama, telungkup di atas tanah yang telah mengering ditutupi oleh dedaunan pohon yang berjatuhan. Musim dingin telah berlalu. Xiao Long berusaha sekuat tenaga untuk bangun, memaksakan matanya untuk mengamati sekitar. Tidak ada siapa pun, kayu bekas api unggun di sampingnya sama sekali tidak terlihat lagi. Hanya bekas arang hitam yang menandakan bahwa dirinya pernah membuat api unggun di sana.Tentu saja Xiao Long panik."Berapa lama aku pingsan?!"Bukan tanpa sebab, musim salju telah berlalu dan bekas api di sana telah menghilang. Mungkin satu bulan tela
Xiao Long tak langsung menjawab. Karena dia tahu Dou Jin dapat mengetahui semua perkembangannya."Aku tidak menyangka kau belajar secepat itu. Bahkan saat di perguruan aku menghabiskan waktu tiga tahun untuk membuka enam gerbang itu. Dan di salah satu tahapnya aku sekarat sampai beberapa bulan.""Benarkah? Tapi di gerbang keenam aku sempat pingsan sampai satu bulan lebih.""Hanya di gerbang keenam?"Dou Jin tak menyangka Xiao Long akan mengangguk. Biasanya setiap gerbang akan membuat orang kesakitan hingga harus dirawat intens. Karena terjadi perubahan dalam tubuh dan aliran darah. Namun melihat Xiao Long dapat menghadapi kelima gerbang tanpa kesusahan, Dou Jin hanya bisa memahaminya."Itu artinya kau sudah dianugerahi dengan kelima hal yang sulit dimiliki orang-orang. Kebijaksanaan, kekuatan, keadilan dan semuanya. Hanya satu yang tak mudah kau kuasai. Yaitu dirimu sendiri."Xiao Long tahu Dou Jin sedang memuji, tapi kenyataanya dia merasa tak
Dou Jin memegang ujung gagang pedang di pinggangnya, dengan sebelah kaki setengah ditekuk. Serangan awal itu biasa digunakan untuk mengecohkan keseimbangan lawan yang bertumpu pada kedua kaki.Xiao Long dapat memastikan bahwa dirinya tak bisa meniru cara berdiri yang nyaris sempurna itu. Masih dengan sikap yang sama, Dou Jin memejamkan mata. Merasakan setiap bunyi yang berdenging di telinganya. Di detik-detik itu, semua kebisingan berganti menjadi suara tetesan air yang memiliki irama. Dalam klan, Dou Jin selalu diajarkan untuk tenang dalam mengambil sikap.Dalam pertarungan teknik ini memungkinkannya untuk mendengarkan pergerakan lawan, sekecil apa pun. Terlebih lagi untuk melawan pemilik kekuatan spiritual yang memungkinkan pengguna untuk menghilang. Sebuah daun jatuh ke dari atas pohon. Xiao Long tak begitu siap oleh pergerakan Dou Jin yang tiba-tiba. Tepat saat daun tersebut lewat sejajar dengan matanya, di saat itu pula Dou Jin menebas du
"Hahaha, itu jika dipikir dengan penalaran umum." Pada akhirnya Dou Jin menertawakannya, Xiao Long sudah menduga mana mungkin sesederhana itu. Dia menebak lagi."Mungkin Jiwa pertama yang menciptakan teknik Enam Pembunuh?""Benar sekali. Bisa dibilang, orang ini adalah orang pertama yang membuat klan kami dihormati di Kekaisaran ini."Dou Jin melanjutkan sembari menoleh padanya. "Dengan mempelajari ini, artinya kau bersedia menjadi Jiwa Pertama. Jiwa yang angkuh, disiplin dan tidak takut mati. Dou Fei namanya, apa menurutmu kau memiliki semua kesamaan dari orang itu?"Xiao Long berpikir singkat dan menjawab jujur, "Tidak." Lalu dirinya menyadari bahwa setiap teknik dan jurus klan gurunya diturunkan lewat sifat-sifat dan juga pikiran. Dibandingkan berlatih dengan fisik, justru Dou Jin lebih banyak memberikannya arahan untuk mengubah sikap dan cara pandangnya."Karena hatimu yang akan membuatmu kuat."Xiao Long tidak tahu Dou Jin sudah berbicara s
Dou Jin pernah mendengar salah satu gulungan kitab tertua bernama 'Iblis Pembunuh' yang hilang dari sebuah klan yang dibantai secara misterius beberapa tahun lalu. Gulungan itu sengaja disembunyikan di sebuah tempat yang dilindungi oleh kepala klan terkuat dari sebuah wilayah terpencil, gulungan tua tersebut memiliki nilai tinggi dan dikatakan amat berbahaya. Hanya orang dengan kekuatan besar yang mampu menggunakan jurus tersebut. Di dalam gulungan itu terdapat sebuah teknik dari pendekar aliran hitam kuno yang seharusnya telah musnah dari muka bumi. Satu-satunya jurus terakhir dari pendekar aliran hitam yang dimiliki kitab itu telah menjadi incaran selama ratusan tahun sehingga Kaisar terdahulu menyebarkan berita palsu bahwa benda itu telah dilenyapkan.Namun Dou Jin tidak salah lagi, ini sama seperti yang diketahuinya tentang jurus itu. Jika dia tidak segera pergi dari sana sesuatu yang buruk akan terjadi.Dengan pedang hitam di tangannya, aliran kekuatan hitam mengalir tajam sepert
Langkah kaki Xiao Long mendadak terhenti, dia merasakan aura yang begitu aneh di sekitar, tubuhnya membeku dan tidak dapat digerakkan sama sekali. Ketika Xiao Long menyadari apa yang telah terjadi Dou Jin segera mendekatinya. Seperti yang Xiao Long khawatirkan, dia terjebak di jurus mematikan dari mata terkutuk milik Dou Jin, Lari dari Kematian.Jurus ini sendiri harus menggunakan jurus Mata Pikiran untuk mempengaruhi pikiran musuh, lalu masuk ke dalam kesadaran orang tersebut, bahkan bisa membunuhnya di sana."Kau masih mengingat latihan kita?"Xiao Long melebarkan matanya.Dou Jin yang hanya pulang beberapa bulan sekali, Teknik Enam Pembunuh dan dua belas pedang latihannya yang selalu hancur. Masa-masa itu membuat keduanya kembali lima tahun lalu. Sedikit Xiao Long mengingat soal latihan jurus yang digunakan Dou Jin saat ini dan dia mulai kembali merasakan sakit yang pernah dirasakannya hari itu.Tangan lelaki itu dengan cepat menembus dada Xiao Long yang seketika memuntahkan darah
Begitu pun dengan Dou Jin yang mengeluarkan jurus yang sama, dia terkejut bukan kepalang.Dou Jin dan Xiao Long terhempas ke dua arah yang saling berlawanan. Darah mengucur dari bekas luka Xiao Long sebelumnya.Dou Jin menapak mundur satu langkah setelah berdiri dari jatuhnya, kemudian terbatuk mengeluarkan darah segar.Energi pemuda itu begitu besar, ditambah lagi pedang hitam itu menambah serangannya menjadi berkali lipat.Xiao Long menarik napas berat sambil tertawa. "Seperti yang kau bilang. Aku sudah membunuh ratusan jenderal dan prajurit. Aku telah melewati puluhan kali sekarat namun kematian tak kunjung menjemputku.""Kau tahu kenapa?"Mata Dou Jin turun ke pedang hitam yang berada di tangan Xiao Long. Aura mengerikan menguar dari sana selayaknya es yang menusuk hingga ke tulang. Perlahan Dou Jin menyentuh pipinya yang tergores oleh satu dari 12 tebasan Xiao Long. Darah miliknya tertinggal di pedang itu. "Pedang terkutuk ini bisa menyerap energi melalui darah musuh yang dia d
Garis sinar matahari menembus matanya bersama jatuhnya debu-debu dari atas langit yang tertutupi oleh bayangan seorang pendekar terkuat dari Kekaisaran Qing, sosoknya yang memiliki aura dingin ikut membuat tempat itu sama mencekam seperti dirinya. Bebatuan kerikil berjatuhan di atas tubuhnya yang rebah tak berdaya, rasa sakit menjalar dari dadanya yang mengeluarkan darah kental. Seperti dalam tiba-tiba sayatan silang telah berada di sana sebelum Xiao Long dapat menyadarinya. Goresan dalam tersebut semakin banyak mengeluarkan darah hingga Xiao Long tidak mampu untuk sekedar bangun dari sana. Dia mencoba menopang berat badannya dengan kedua tangan menahan di sisi badan namun pada akhirnya pemuda itu kembali terjatuh telentang.Sosok di atas sana melayang di atas udara persis seperti hantu. Mata hitam yang amat kelam itu membangunkan bulu kuduknya sesaat. Dou Jin tampaknya masih menahan diri sebelum kembali menyerangnya lagi."Aku mengakui kau memiliki bakat. Namun bakatmu digunakan un
"Kau kira aku diam saja saat tahu nyawaku sedang diincar?"Senyum getir muncul perlahan di wajah Dou Jin, hanya sesaat sebelum akhirnya wajahnya kembali dingin. "Tunjukkan padaku jika kau begitu percaya di-"Xiao Long berlari sangat cepat sebelum Dou Jin menyelesaikan kalimatnya, lelaki itu membuka mata lebar.Tidak ada pergerakan semenjak Xiao Long hilang dua detik lalu. Dia benar-benar raib seperti hantu. Insting Dou Jin mengatakan Xiao Long masih ada di sana.Ketika mengingat kembali Dou Jin tahu seseorang pernah mengatakan satu teknik yang membuat diri Xiao Long dijuluki sebagai Sang Bayangan.Kekuatan hitam mengudara di sekitarnya, Dou Jin menangkis satu serangan yang masuk dengan bilah pedang. Ketika dia menyadari, Sembilan Bayangan mengelilinginya membentuk lingkaran. Mereka bergerak bersamaan, dalam sekali waktu mengincar tubuhnya. Membuat Dou Jin terpental menghantam tanah.Dou Jin memuntahkan darah, matanya berkilat tajam. Meskipun dalam keadaan terjatuh, Xiao Long dapat mel
Dou Jin bersiap dengan menyentuh ujung gagang pedang di pinggangnya, dengan sebelah kaki setengah ditekuk. Serangan awal itu bisa saja mengecohkan keseimbangan Xiao Long, karena memang pada dasarnya Dou Jin paling ahli dan menguasai semua jurus yang diturunkan dalam garis klannya. Teknik ini juga memungkinkannya untuk mendengarkan pergerakan lawan, sekecil apa pun. Xiao Long masih bergeming di tempat, membaca teliti setiap inci gerakan yang mungkin dikeluarkan musuhnya.Matanya terlalu lamban untuk mengikuti pergerakan Dou Jin, laki-laki itu semakin cepat dari yang terakhir kali Xiao Long tahu. Tebasan melingkar di area kepala datang, Xiao Long menunduk namun angin dari tebasan itu masih sempat mengenai ujung telinga. Xiao Long mundur, jarak sedekat itu amat berbahaya untuk langsung berhadapan dengan Dou Jin.Tetesan darah kental mulai berjatuhan dari goresan di telinganya. Xiao Long harus segera mengambil sikap atau Dou Jin bisa menjadi lebih berbahaya dari sebelumnya. Namun seakan
Musim dingin membawa angin dingin yang menerpa pepohonan hias di kediaman Klan Mou. Pagi menjelang dengan damai, di sebuah kolam dengan hiasan patung bangau putih tetesan merah berjatuhan dan terus mengubah warna air. Kepala klan menggantung di atas permukaan air, tubuhnya terbaring di tepian tak bernyawa. Nasibnya tidak berbeda jauh dengan semua orang di tempat itu. Amis darah bekas pertarungan menguar ke mana-mana mengundang puluhan masyarakat sekitar. Orang yang pertama kali menemukan mayat itu berteriak sejadi-jadinya, langsung melapor ke pengawal kota setempat."Lagi dan lagi," Seorang pendekar pedang berdiri di atas atap kediaman, memandang ke bawah sambil menggelengkan kepala."Mantan muridku memang berbakat, sayangnya dia semakin mirip dengan ramalan yang telah digariskan dalam takdirnya." Lelaki itu tersenyum dingin. Mengingat seseorang yang mungkin sedang menggigit kuku di kursi jabatannya. "Kau meninggalkan iblis ini sendirian, dia akan mengamuk sejadi-jadinya jika tidak
Di depan rumah susun milik Jiang Chen bahkan ditempel selebaran pengumuman, dengan lukisan seorang laki-laki dengan topeng Rubah hitam putih dan jubah dan pedang berwarna hitam. Sosok dalam lukisan itu berjalan masuk ke rumah susun Jiang Chen setelah membeli beberapa barang. Tiba di kamar dia membaca surat yang ditinggalkan Jiang Chen."Mou DaiZho. 50 keping emas. Barat daya Kota Tang."**Pesan singkat itu dimasukkannya ke dalm saku, Xiao Long duduk bersila. Dia tak bisa tertidur lelap selama beberapa hari belakangan. Setiap kali matanya tertutup sekelibat bayangan hitam dan ingatan samar muncul, merasuk dalam dirinya dan membawa sebuah kenangan yang telah memudar.Xiao Long hanya berpikir untuk membunuh dan membunuh. Jiang Chen adalah pusat kehidupannya saat ini, dia nyaris tak pernah membangkangi laki-laki itu walau sepatah kata pun.Mata hitam tersebut menatap lamat-lamat, topeng rubah miliknya retak sebagian dari pertarungan terakhir kali. Dia bahkan lupa dari mana topeng terseb
Arc II - Sang Pembunuh BayaranUsai kematian Menara Iblis dan Gui Liang tak terdengar lagi kabar mengenai Mata Jelaga. Seakan raib dalam dinginnya malam, nama tersebut tersapu oleh angin badai yang datang silih berganti. Tak ada yang pernah mendengar nama itu lagi setelah satu tahun terlewati. Atau mungkin si pemilik nama telah mati. Sayup-sayup bunyi tonggeret dari dalam hutan mereda saat sang raja langit naik. Cahaya kuning keemasan menembus celah-celah daun, hingga sekiranya berada di atas kepala menurunkan hawa panas di sepanjang jalan berdebu. Seorang pemuda berusia 17 tahun atau bahkan lebih muda menyusuri tapak demi tapak jalan berbatu, dari kejauhan bayang-bayang anak kecil terlihat sedang bermain. Jubah besarnya menutupi barang-barang yang dibawa, termasuk pedang yang disusupkan di pinggang. Caping bambu di kepalanya terangkat ketika seorang anak tak sengaja menabrak."Ah-eh, ma-maaf."Kincir angin di tangan gadis kecil dengan gigi keropos tersebut jatuh ke bawah kaki. Pemu