"Bu Nirmala ini untuk kain yang pesanan benangnya masih ada atau sudah habis ya Bu?" tanya salah seorang pegawainya yang bernama Retno.
"Pesanan yang mana ya Jeng Retno?" tanya balik Putri Nirmala Sari.
"Yang dari juragan Karman," jawab Retno nampak mengingatkan, maklum produknya sang putri sudah banyak yang pesan jadi ya wajar kalau beliau agak-agak lupa.
"Oh ... itu .. yang warna hijau muda dan kuning itu to?" tanya balik Putri Nirmala seperti baru ingat, dan nampak Retno pun mengiyakan.
"Benar Bu ..." ujarnya sambil mengangguk.
"Yang katanya untuk selendang nari itu kan?" kembali Putri Nirmala Sari meyakinkan dengan sebuah pertanyaan.
"Benar Bu Nirmala, dan kalau sesuai perjanjian minggu depan ini sudah tiba waktunya untuk diantar lho Bu ..." sahut pegawai lainnya yang bernama Sugirah.
"Oh iya-iya, ya sudah kalau memang benangnya habis .. siang ini juga biar Pak Seger beli di pasar Kadipaten, Pak Seger ... Pak Seger ..." seru Putri
Berbicara mengenai asmara, sebenarnya Putri Nirmala Sari itu banyak sekali lelaki yang menaruh hati padanya, dan itu sebenarnya juga tidak mengherankan karena secara fisik memang Putri Kerajaan Karmajaya itu memiliki bodi yang seksi dan berparas cantik. Banyaknya pria yang menaruh hati padanya itu baik sejak diawal-awal dia tinggal di Desa Sukosewu atau lebih tepatnya ketika ia masih hidup sebagai petani maupun setelah ia berubah profesi menjadi penenun kain, baik itu dari kalangan sesama petani maupun para pedagang di pasar, namun dari semua lelaki yang berusaha mendekatinya itu belum ada satupun dari mereka yang bisa membuat hati sang putri takluk, semuanya oleh sang putri ditolak dengan cara yang baik dan sopan, jadi meskipun cintanya kandas para lelaki itu merasa tidak malu ataupun jatuh mentalnya, malahan mereka berubah menjadi hormat, terlebih lagi memang beliau juga terkenal dengan sikapnya yang dermawan.Pak Seger terus menarik tali kekang kudanya dan meskipun laju ke
Merasa diperlakukan dengan tidak menyenangkan maka Pak Seger pun juga tidak mau diam, lelaki setengah baya itu langsung balik membentak."Hei Dirman! Dasar tidak tahu malu! Aku sebenarnya juga sudah muak bertemu denganmu! Kalau kamu ingin aku segera pergi dari sini, cepat bayar! Atau kalau tidak!""Kalau tidak apa?! Kamu mau apa?!" tiba-tiba salah seorang anak buah Juragan Dirman menyahut omongan Pak Seger sambil mendorong tubuh lelaki paruh baya itu, mendapat serangan yang tidak disangka-sangka akhirnya tubuh Pak Seger pun langsung terdorong dengan terjengkang ke belakang, namun sungguh diluar dugaan meskipun tubuhnya terjengkang ke belakang akan tetapi tidak sampai menyentuh tanah tiba-tiba dengan sangat gesit dan dengan menggunakan dua tangannya untuk bertumpu Pak Seger segera menghentak dan kemudian langsung bangkit dan kembali berdiri."Hep hiyat ...!"Melihat hal itu Juragan Dirman dan kedua anak buahnya pun terkejut sekaligus terkagum-kagum, karena
Dengan suara yang tidak jelas terdengar nampak Juragan Dirman mengata-ngatai Pak Seger, dan mungkin saja dia berkata bahwa apa yang telah dilakukan oleh Pak Seger yakni menyerang dengan lemparan sebuah batu adalah sebuah perbuatan yang curang dan tidak layak untuk dilakukan oleh seorang ksatria, namun sebenarnya tidaklah benar begitu, karena serangan yang dilancarkan oleh Pak Seger itu masih dalam keadaan bertarung dan merupakan sebuah serangan balasan, hanya saja Juragan Dirman yang memang telah lengah dengan tertawa terbahak-bahak karena merasa sudah menang sehingga tidak memperhatikan lagi sang lawan yang memang belum sepenuhnya kalah, namun ternyata apa yang dianggapnya itu adalah sebuah kelengahan dan merupakan kesalahan fatal yang mengakibatkan celaka bagi dirinya.Sementara itu, begitu melihat majikannya terluka kedua anak buah Juragan Dirman pun tidak tinggal diam mereka berdua langsung melompat dan mengeroyok Pak Seger."Ayo Cung, kita bantu Juragan Dirman," u
Waktu terus berlalu, pada suatu hari suasana di Desa Sukosewu terlihat mendung, awan hitam nampak menggelayut di atas langit dan hanya menyisakan sedikit celah yang diterobos sang Surya untuk menunjukkan sinarnya yang terlihat redup, pagi itu banyak para warga yang masih berprofesi sebagai petani memilih untuk tidak berangkat ke sawah ataupun ke kebun dan nampak terlihat mereka memilih untuk beraktivitas ringan di sekitaran rumah, mungkin karena mereka khawatir kalau nanti hujan deras akan turun sehingga percuma kalaupun berangkat tapi tidak bisa bekerja.Namun nampaknya suasana yang begitu tidaklah sama dengan yang terjadi di rumah Juragan Nirmala Sari, adanya suara riuh dari para pekerja yang kian hari memang makin bertambah banyak menandakan kalau kesibukan di situ tidak pernah berhenti alias masih terus berjalan, untuk sekedar diketahui bahwasanya saat ini tidak kurang dari seratus pegawai yang dipekerjakan oleh Putri Nirmala Sari untuk membantunya mengerjakan usaha
"Hehehe ... tenang saja Paman ... semua sudah ada yang mengatur ... dan waktunya pun juga sudah ditentukan ..." jawab Santana terlihat santai tapi juga penuh kepastian, namun meski begitu nampak kegelisahan terlihat jelas di wajah Adhinata, kemudian karena tidak ingin membuat hati pamannya itu terus merasa gelisah akhirnya Santana pun kembali melanjutkan ucapannya guna menjelaskan tentang bagaimana caranya untuk merebut kembali tahta Kerajaan Karmajaya dari cengkeraman Dipasena dan juga menjelaskan langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan terlebih dahulu."Jadi gini Paman sebelum kita memulai untuk bergerak, untuk langkah pertama Paman harus memastikan dulu kalau Paman sudah siap untuk menyusun kekuatan bala pasukan Paman terlebih dahulu, cari pasukan sebanyak-banyaknya!" tegas Santana."Apakah seratus pemuda para murid perguruan ini belum cukup Pangeran?" tanya Adhinata."Ya jelas kurang to Paman Adhinata ... kita datang ke Karmajaya itu untuk menang! U
"Bagus, laksanakan Paman!""Hamba Pangeran ..." sesaat setelah memberikan salam hormat, Adhinata pun segera bergegas meninggalkan Pangeran Santana dan begitu pula sang Pangeran muda itu pun juga langsung beranjak untuk pergi meninggalkan Perguruan hutan Barong lalu menuju Desa Sukosewu guna menemui ibunya Putri Nirmala Sari.Hutan Barong adalah hutan yang berada di sebelah barat daya Kerajaan Karmajaya, sebuah hutan yang berjarak kira-kira seribu mil dari kota raja, sebuah jarak yang apabila ditempuh dengan berjalan kaki maka akan membutuhkan waktu kurang lebih selama tujuh hari tujuh malam dan apabila menunggangi kuda maka perjalanan menuju ke sana membutuhkan waktu dua hari satu malam.Sebagai pemuda yang memiliki kesaktian yang sangat tinggi maka Santana pun tidak perlu lagi berama-lama dalam menempuh perjalanannya menuju ke Desa Sukosewu, hanya dalam hitungan detik saja pemuda itu nampak sudah berada di sana, waktu sepuluh tahun bukanlah waktu yang singkat,
Begitu pula dengan Santana, dia yang juga tidak pangling dengan keadaan ibunya itu terlihat hanya berdiri diam dan kemudian malah menundukkan kepalanya, sepertinya Santana pun merasa malu dan takut, beberapa saat mereka berdua hanya saling terdiam, namun disaat suasana tengah hening-heningnya tiba-tiba terdengar Putri Nirmala Sari berkata."Kenapa kamu masih berdiri disitu? Buruan kemari!" ucap Putri Nirmala Sari dengan suara yang agak keras.Dengan perasaan kangen bercampur takut Santana kemudian memberanikan diri untuk melangkah mendekati ibunya, sejurus kemudian sepasang ibu dan anaknya itu telah berdiri dengan saling berhadap-hadapan, namun untuk Santana masih tetap menundukkan wajahnya."Tatap wajah ibu, jangan merunduk begitu," seru Putri Nirmala Sari, kemudian Santana pun mendongakkan kepalanya perlahan, melihat wajah Santana dengan jarak yang begitu dekat membuat Putri Nirmala Sari jadi tertegun dan sekaligus juga kagum, tidak bisa di pungkiri kalau wajah putranya itu memang s
"Ingin katakan apa Santana? Katakan saja ..." balas sang ibu."Eh ... tidak sekarang Bu .. mungkin lain waktu saja," ujar Santana berkilah."Yah .. terserah kamu saja lah .. yang penting itu adalah sesuatu yang penting, karena kalau tidak mendingan gak usah dikatakan," ujar Putri Nirmala terdengar agak sewot."Eh maaf Bu .. ini memang suatu hal yang amat sangat penting .. dan karena begitu pentingnya maka aku harus cari waktu dulu yang benar-benar tepat untuk mengatakannya pada Ibu," balas Santana."Apakah itu sesuatu yang menyangkut kepentingan Ibu atau kamu?" kejar tanya Putri Nirmala terlihat penasaran."Kedua-duanya Bu, bahkan untuk kepentingan Kerajaan Karmajaya juga, tapi sudahlah Bu sebaiknya sekarang Ibu istirahat saja dulu, kelihatannya Ibu sudah sangat capek," ujar Santana."Eh .. kamu itu, mestinya kan Ibu yang bilang seperti itu? Kan kamu yang baru datang dari bepergian?" balas Putri Nirmala nampak membalikkan pernyataan Santana, dan terlihat pemuda ganteng itu cuma membal