Setelah selesai mendengarkan Pangeran Cayapata bercerita Dipasena bermaksud ingin kembali membahas rencananya yang telah gagal itu.
"Nanda Pangeran," panggil Dipasena.
"Iya Paman, ada apa?" sahut sang Pangeran.
"Aku pun sangat mendukung hasrat Nanda Pangeran untuk bisa memiliki Ratu Manika," ujar Dipasena memulai aksinya dengan memuji Pangeran Cayapata terlebih dulu.
"Iya, bagus," jawab Pangeran singkat.
"Menurutku rencana ini bukan sembarang rencana, ini adalah sebuah rencana yang sangat besar, yang sangat memerlukan perencanaan, pengaturan strategi dan pengeksekusian yang tepat pula," papar Dipasena memberi penjelasan.
"Ya memang benar, memang inilah yang aku inginkan," timpal Pangeran Cayapata.
"Lalu apakah Nanda Pangeran Cayapata sudah memiliki rencana untuk itu? Dan kira-kira kapan akan memulainya?" tany
"Lalu kalau tidak berperang bagaimana bisa aku menyingkirkan Ayahanda Prabu Paman?" tanya Pangeran terlihat masih bodoh dalam urusan itu."Tenang Nanda Pangeran, ada cara lain yang lebih jitu dibanding bertarung," ujar Dipasena sambil menatap Pangeran Cayapata."Apa itu?" tanya Pangeran Cayapata dengan segera."Racun," sahut singkat Dipasena."Apa?! Racun?!" seru Pangeran Cayapata nampak kaget."Ya, benar Pangeran .. racun. Racun adalah cara yang senyap tanpa adanya kegaduhan namun cukup jitu untuk melenyapkan nyawa seseorang," timpal Dipasena meyakinkan.Sesaat sang Pangeran terlihat masih berpikir dengan saran Rakryan Dipasena itu, namun tidak lama kemudian dia pun kembali berkata merespon ucapan sepupu Ayahandanya itu."Ya, ya, aku tidak pernah berpikir sebelumnya sama sekali. Baiklah Paman, aku sangat setuju dengan usulanmu itu tadi, tapi ngomong-ngomong racun apakah yang nanti akan aku gu
"Ya gak mungkinlah kalau sampai aku keluar istana tanpa sepengetahuan dari Ayahanda Prabu, ya paling tidak Gusti Ratu Bhanuwati juga harus tahu, karena kalau sampai aku nekad pergi dan Gusti Prabu atau Ratu Bhanuwati tidak tahu, maka kalau sewaktu-waktu mereka mencari aku kan bisa bahaya? Iya kan?" terang Dipasena sambil melontarkan tanya pada sang Pangeran, dan terlihat Pangeran Cayapata juga langsung mengangguk pelan, menandakan kalau dia juga bisa memahami dengan apa yang dimaksudkan oleh Pamannya itu.Sesaat Dipasena berhenti melanjutkan ucapannya, sengaja dia memberi waktu untuk Ponakannya itu kalau memang dia mau menyanggah ucapannya tadi, namun setelah beberapa saat ditunggu sang Pangeran tidak juga kunjung berbicara, akhirnya Dipasena pun kembali melanjutkan kata-katanya."Karena gini Nanda Pangeran ... aku itu tidak ingin rencana besar ini terbongkar, makanya sengaja saya akan memerintah ke beberapa Prajurit pilihan untu
"Mungkin saja Wuni, apa sih di dunia ini yang tidak mungkin kalau memang sudah menjadi kehendak Dewata Agung?" balas Adhinata dengan jawaban yang terbilang sudah mentok."Widih ... makin mantap saja temanku ini, ya udah kalau gitu saya mohon pamit aja, karena kayaknya sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi," timpal Ranggawuni dengan berpura-pura sewot."Lho yo jangan mutung gitu to ... gini lho ya, mengenai mayat sakti itu sebenarnya ya seperti yang banyak orang ketahui itu, bahwasannya tidak akan pernah ada orang yang bisa masuk ke dalam Goa itu kecuali lewat Tuan Biswara, atau kalaupun toh ada, sudah pasti orang tersebut benar-benar memiliki kesaktian yang melebihi Tuan Biswara. Tapi jujur, aku sendiri tidak yakin kalau saat ini ada pendekar yang mampu menandingi kesaktian beliau, karena aku melihatnya sendiri dengan mata kepalaku ini," ujar Adhinata menerangkan pada Ranggawuni."Benarkah itu Adhinata?!" tim
"Wah ... benar-benar luar biasa, itu kamu dengan naik kuda kan?" lanjut Ranggawuni bertanya."Lha iya to, bahkan tuah dari rambut mayat sakti itu juga dirasakan oleh kudaku," tutur Biswara mengisahkan."Masak to?! Memangnya tuah seperti apa yang bisa dirasakan oleh kudamu itu Adhinata?" lanjut tanya Ranggawuni nampak makin penasaran dengan cerita sahabatnya itu."Ya larinya to Wuni, pokoknya kudaku itu sudah seperti kilat saja larinya, banyak sungai dan jurang yang ketika berangkat harus aku lewati dengan memutar arah, namun pulangnya ketika aku sudah membawa rambut sakti itu, kudaku mampu melewati sungai dan jurang tersebut hanya dengan sekali lompatan saja," lanjut papar Adhinata mengenang."Tapi kira-kira kalau selain kamu ada gak orang-orang istana yang berminat untuk mendapatkan mayat sakti itu?" tanya Ranggawuni."Kalau yang berminat sih kira-kira ya banya
"Kok saya merasa saat ini pendapat orang sama ya dalam urusan kekuatan," ujar Ranggawuni yang dirasa nampak masih belum jelas oleh Adhinata."Sama? Maksud kamu?" timpal balik Adhinata dengan ekspresi muka nampak seperti masih bingung dengan ucapan dari sahabatnya itu."Ya saat ini menurutku... tentu ini terlepas dari benar atau salah lo ya? Saat ini saya merasa semua orang, terlebih yang menjadi pendekar, kok pada berpendapat dan meyakini bahwa sumber kekuatan hanya ada pada mayat sakti itu to Adhinata? Semua mata pendekar seolah hanya tertuju padanya saja, tidak perduli dari golongan mana mereka berasal," lanjut ujar Ranggawuni"Ya benar sekali Wuni, saya pun juga berpendapat sama seperti kamu itu, bisa dibilang, saat ini memang seperti sudah tidak ada lagi benda pusaka lain yang mampu menandingi kekuatan yang ada pada mayat sakti tersebut," balas Adhinata mengukuhkan pendapat sahabatnya itu.
Ranggawuni dan Adhinata pun terus ngobrol hingga larut malam, sementara dua orang murid Ranggawuni nampak telah tertidur dengan pulas di kursi yang ada di taman halaman rumah Adhinata. Dan sebagai seorang sahabat lama yang lama tidak ngobrol ditambah memang sudah memiliki kecocokan satu sama lain maka begitu kesempatan ngobrol itu ada topik yang mereka berdua obrolkan pun tidak pernah habis, dari satu tema ke tema yang lain, hingga tidak terasa waktu pun telah melewati tengah malam."Gimana Wuni apakah kamu sudah ngantuk?" tanya Adhinata sambil melihat ekspresi muka sahabatnya yang memang nampak terlihat letih itu."Ah, enggak. Biar sekalian tembus sampai fajar, lagian kayaknya tidak akan lama lagi fajar juga akan muncul," balas Ranggawuni.Meski selama ngobrol dari kemaren sore tidak terlihat menguap, namun Adhinata sebenarnya juga tahu kalau sahabatnya itu pasti letih, karena memang belum istirahat sama sekali sejak kedatangannya kemarin.&nbs
"Waduh! Apa ini kok basah-basah?" seru si Pardi nampak kaget. Sebenarnya entah memang gak tahu atau cuma iseng, tangannya yang baru saja menyentuh pantat kuda yang basah itu malah dia dekatkan ke arah hidungnya, dan sontak saja dia pun kembali berteriak."Bbuah! Juih! Kurang ajar! Tahi Jaran!" ujarnya sambil jingkrak-jingkrak dengan meludah-ludah. Lalu dia pun langsung berlari menuju ke tempat mandi para pegawainya Tuan Dipasena untuk sekedar membersihkan tangan dan hidungnya itu."Tolong bersihkan dulu ki Warso!" seru si Pardi sambil berlari. Sementara itu ki Warso sendiri begitu melihat tingkah si Pardi itu malah tertawa terkekeh-kekeh."Eh, eh, eh ... tadi kan aku sudah bilang ... kalau kudanya itu belum dibersihkan ... tapi kamu maksa dan katanya tidak apa-apa ..." ujar pria setengah baya itu. Lalu dengan masih terkekeh-terkekeh ki Warso pun segera menuntun kuda itu ke tempat pemandian biasanya.
Si Pardi pun terus melaju kudanya dengan tidak terlalu cepat, dan Darso pun mengetahuinya."Dasar bocah gemblung! Disuruh segera pulang malah jalan pelan-pelan," ujar Darso sambil kembali masuk ke dalam rumah. Lalu begitu Darso masuk rumah rupanya si Darto yang tadi masih tidur nampak sudah bangun dan juga dua perempuan panggilan mereka itu."Siapa itu tadi So?" tanya Darto."Pardi," jawab Darso singkat."Si Pardi nya Gusti Dipasena?" lanjut tanya si Darto."Iya lah, memang siapa lagi kalau bukan dia?" balas datar si Darso."Gusti Dipasena memanggil kita ya?" tanya Darto lagi."Iya," jawab Darso singkat."Tadi sempat tanya gak ke Pardi? Untuk tugas apa Gusti Dipasena memanggil kita?""Tanya, cuma Pardi juga gak tahu. Dia tadi cuma bilang kalau Gusti Dipase
Hingga pada akhirnya sang ratu pun bisa kembali nurut meskipun itu masih dirasa berat untuk dijalaninya, dan adapun menangisnya kali ini itu disebabkan dengan tampilan Santana yang terlihat mirip dengan mantan suaminya yang hadir dalam mimpinya semalam. Tau kalau sang bunda sedang merasakan kesedihan akhirnya Pangeran Santana pun terpaksa harus turun tangan untuk mengatasinya, yakni dengan menggunakan kesaktiannya membuat sang ibu disaat melihat Adhinata seperti melihat wajah mendiang Ayahandanya yaitu Biswara.Pangeran Santana nampak memeluk sang bunda, lalu tanpa ada yang mengerti bahwa sebenarnya pemuda sakti itu tengah memasukkan ilmu pengaburan mata pada sang bunda, namun begitu dia selesai memasukkan ilmu pengaburan mata itu tiba-tiba dia langsung ditegur oleh roh sang ayah yang meminta supaya mencabut kembali ajiannya itu tadi.'Santana! Apa-apaan kamu ini? Kenapa kau tega mengaburkan penglihatan ibumu?! Bukankah itu tindakan penyesatan karena telah menipu?!' tanya protes dari
Sesaat kemudian nampak Pangeran Santana dan Adhinata saling beradu pandang, kedua orang yang berperan penting dalam penggulingan Raja Arya Dipasena itu sepertinya masih belum mengetahui hal apa yang mesti di lakukan untuk menghadapi putra mendiang Prabu Jayantaka yang tidak lain juga merupakan kakek dari Pangeran Santana sendiri itu."Eh ... begini prajurit, perketat saja dulu penjagaan di tempat Pangeran Cayapata dikurung, saya dan Paman Adhinata juga keluarga yang lain akan berembug guna mencari kesepakatan bagaimana dan cara yang seperti untuk memperlakukan Pangeran Cayapata, kami perlu waktu untuk melakukan itu semua," jawab Pangeran Santana. "Baiklah kalau begitu Pangeran, tapi saya sendiri sekarang jadi takut berjaga di tempat Pangeran Cayapata dikurung," kembali prajurit itu mengungkapkan hal yang sama, dan nampaknya memang dia sudah tidak berani lagi untuk melakukan tugasnya tersebut. Kemudian Pangeran Santana nampak sudah memahami dengan perasaan prajuritnya itu.'Kasian pra
"Mmm ... lupa sih enggak Anakku ... tapi apakah kamu sudah membicarakannya dengan Paman Adhinata?" tanya sang bunda langsung membuat hati Santana girang bukan main. "Iyyah!!! Uhuuy ...!!!" teriak Santana tidak bisa lagi menutupi rasa girangnya itu, kemudian secara spontan tiba-tiba Santana mengangkat tubuh bundanya sambil berteriak "Terimakasih Sang Hyang Widhi Wasa ... engkau benar-benar mengabulkan keinginanku dan juga keinginan seluruh rakyat Karmajaya ...!!" diperlakukan seperti itu Putri Nirmalasari pun terkejut. "Santana ... Santana ...!! Kamu ini apa-apaan to?!" ujar Putri Nirmalasari sambil memukul pundak putranya itu."Maaf Bu .. habisnya Santana seneng banget Ibu setuju dengan rencana perjodohan ini," jawab Pangeran Santana sambil menurunkan ibunya itu dari gendongan."Iya ... tapi tadi kamu belum jawab ..!" sanggah sang bunda. "Eh .. tenang saja Ibu ... mengenai Paman Adhinata itu sudah apa kata saya pokoknya, dijamin beres pokoknya Bu," balas Santana terlihat sangat beg
"Dengarlah Eyang Reksa .. seperti yang sudah aku lakukan pada tubuhmu saat engkau masih menjadi mayat, aku selalu menggunakan mayatmu untuk menjadi sumber kekuatan di Kerajaan Karmajaya ini, bahkan tidak cuma engkau saja, karena selain engkau aku juga menggunakan jasa para dedemit-dedemit itu untuk melakukan hal yang sama sepertimu yaitu membantuku untuk membentengi kekuasaanku agar tetap bisa langgeng selama-lamanya ..." tutur Raja Dipasena seolah sedang menceramahi dua makhluk beda alam itu."Dengarlah Eyang Reksa Jagat .. meskipun engkau tidak menjelaskan kepada ku dengan maksud kebangkitanmu ini namun aku sudah mengerti, dan aku kira semua sudah jelas .. bahwa memang kalian berdua ini masing-masing memang memiliki keinginan yang sama yaitu ingin menjadi pengawal tunggal Kerajaan Karmajaya .. dan aku pun tidak keberatan dengan keinginan kalian berdua," lanjut ceramah sang raja, sungguh rasa percaya diri Raja Dipasena terlalu tinggi sehingga dia tidak menyadari bahwa apa yang ada di
"Hoh .. rupanya orang itu adalah Pak Tua, yah tidak salah lagi, dan ternyata dia sedang menangkap ikan hanya dengan menggunakan tangan kosong, luar biasa sekali orang tua itu, sebaiknya aku akan menyapanya saja," ujar Adhinata sembari berdiri di pinggiran sungai."Hei Pak Tua ... bolehkah aku membantumu ...?!" seru Adhinata."Silahkan saja ...!" balas Kakek Santana. Lalu Adhinata pun segera turun ke sungai yang airnya sangat jernih dan sejuk itu, dan meskipun tidak terlalu dalam hanya seukuran paha namun aliran air sungai itu terbilang cukup deras dikarenakan memang kondisi tempatnya yang sangat miring dan juga curam. Setelah berada di dalam air Adhinata memperhatikan cara Kakek jelmaan Santana itu menangkap ikan."Bagaimana bisa Pak Tua ini menangkap ikan dengan begitu mudah? Hanya dengan menggunakan tangan kosong dia bisa memunguti ikan-ikan itu, dan rupanya dia juga bisa berjalan di atas air, tak sedikitpun ada air yang membasahi kedua kakinya, bahkan terompahnya sekalipun," tak he
"Hoh apa ini?!" teriak Adhinata nampak begitu terkejut merasakan hal itu, lalu dikarenakan suasana yang sudah mulai suram sebab matahari yang memang hampir tenggelam maka Adhinata pun tidak bisa melihat dengan jelas dengan apa yang sedang berada di dalam air itu atau lebih tepatnya sesuatu yang sedang menjilati kakinya, meskipun dengan kondisi air danau yang begitu jernih.Sementara itu seolah tidak puas dengan cuma menjilati kaki lalu kemudian ular anaconda jadi-jadian itu pun tiba-tiba muncul di depan Adhinata."Hoh!! Astaga! Ular ..!!!" Adhinata terkejut dan langsung melompat ke pinggir danau."Hayo ular brengsek! Maju! Jangan kau kira aku akan takut padamu! Akan aku hadapi kau ..!!" dan seolah mengerti dengan tantangan Adhinata ular anaconda jadi-jadian itu juga langsung meluncur ke arah Adhinata yang telah siap untuk menghadapinya.Dengan gerakannya yang begitu cepat ular jadi-jadian itu langsung menggunakan ciri khasnya dalam menyerang yaitu melilit tubuh lawannya dengan menyabe
Sebuah kondisi berbeda dengan yang dirasakan oleh Pangeran Santana, Putra mendiang Biswara yang tengah merasakan bahagia itu terlihat segera ingin memberikan berita bahagia yang baru saja ia dapatkan, maka Pangeran Santana pun segera bergegas mencari Adhinata dengan mendatanginya ke kamar, namun begitu dia melihat kamarnya terbuka dan setelah dilihat-lihat ternyata kosong maka Pangeran Santana pun langsung menuju ke padepokan tempat tinggalnya para murid perguruan, dan betapa kagetnya Santana setelah dari mereka ternyata tidak ada satupun yang mengetahui dengan keberadaan sang gurunya itu."Terus bagaimana ini Gusti Pangeran? Bagaimana dengan nasib kita?" tanya salah satu murid yang bernama Kuda Jeger."Tenanglah dulu Jeger, aku akan segera mencari Guru kalian, aku kira Paman Adhinata belum terlalu jauh meninggalkan tempat ini, kamu dan kalian semua para murid dan para pendekar yang ada tolong kalian tetap menunggu di sini sampai aku berhasil membawa Paman Adhinata kembali," ujar Pang
"Membangkitkan Reksa Jagat?!!" sahut tanya para Dewa sembari memandang Dewa angin dengan melotot, seolah mereka tidak percaya dengan apa yang telah didengarnya barusan."Yah benar," balas Dewa angin singkat."Tapi apakah itu mungkin? Dan bukankah itu tidak menyalahi kodrat yang Yang Widi Wasa sendiri tentukan? Yaitu adalah tidak mungkin dengan dihidupkannya kembali seseorang yang telah mati untuk kembali ke dunia berjuang untuk menegakkan sebuah keadilan dan menciptakan kedamaian untuk kehidupan umat manusia? Bukankah itu adalah tugas manusia yang masih hidup?" tanya Dewa Api nampak memprotes jawaban dari Dewa Angin."Dengar dulu Dewa Api, tidak mungkin Yang Widi Wasa akan melanggar kodrat yang dia tentukan sendiri, dalam hal ini ... membangkitkan Reksa Jagat bukanlah menjadikannya sebagai layaknya manusia akan tetapi yang di bangunkannya itu adalah jasad dan kekuatannya saja, adapun akal, pikiran, perasaan dan nafsunya tidak lagi," terang Dewa Angin. Namun nampaknya beberapa Dewa bel
Mendengar ucapan Pangeran Santana seperti itu nampak Adhinata tidak bisa menjawab, tatapan matanya menerawang jauh ke arah depan, dan memang dalam pandangannya itu sukma Adhinata tengah melihat seorang wanita yang sangat cantik dan nampak melambai kepadanya, Pangeran Santana yang melihat itu nampak mengangguk-angguk seolah-olah ia sudah tahu dengan apa yang mesti dia lakukan setelah ini.'Paman Adhinata, apa yang kamu lihat Paman? Perempuan?' tanya Santana dan nampak Adhinata mengangguk dengan tidak menoleh pada Santana.'Kalau Paman suka dengan wanita itu .. silahkan Paman hampiri, silahkan Paman ..' lalu benar Adhinata pun segera beranjak menuju ke tempat dimana sesosok wanita cantik itu berdiri, namun setelah berjalan beberapa jengkal tiba-tiba saja Adhinata menghentikan langkahnya karena tanpa dia ketahui bahwa ternyata tepat dihadapannya terdapat sebuah jurang yang cukup dalam, Adhinata nampak kebingungan melihat keadaan itu, dia menoleh ke kanan dan kiri, juga sesekali melihat k