Wira berjalan ke luar gua, melihat beberapa pasukannya yang terluka, di mana sebagian tergeletak tak berdaya di pinggiran sungai karena serangan musuh. “Obati yang terluka dengan segera dan tinggalkan mereka yang mati. Kita akan meneruskan pengejaran para murid.”
“Baik,” jawab pasukan serempak.
Wira menoleh pada Jurig Lolong yang tengah mengendus bau. “Jurig Lolong, ubah ukuran tubuhmu dan ikuti aku ke dalam gua.”
Jurig Lolong menggeram dan dalam satu kedipan mata ukuran tubuhnya menyusut hampir seukuran pria dewasa. Siluman itu memasuki gua lebih dahulu, memukul tubuh seraya memekik kencang hingga beberapa batu kecil berjatuhan dari atap gua.
Wira dan pasukannya segera memasuki gua, berjalan di belakang Jurig Lolong. Kedatangan mereka nyatanya disambut dengan hujan panah dan tombak api dari arah depan. Wira berhasil menghindari semua serangan dan beberapa kali menepis panah dan tombak, sedang beberapa pasukannya dibuat
Indra dan Arya segera memasang kuda-kuda, memperhatikan Wira lekat-lekat meski amarah sudah mencapai puncak. Keduanya berusaha menguasai diri.Wira terkekeh, berjalan mondar-mandir di depan Indra dan Arya. Ia memberi tanda pada Jurig Lolong dan pasukannya untuk menyerang. Akan tetapi, dua tiruan Limbur Kancana berhasil menghadang pergerakan mereka melalui hujan panah api dan serbuan tombak.Jurig Lolong menghadapi satu tiruan Limbur Kancana. Siluman itu mengayun-ayunkan palu godam seiring dengan pergerakan lawan yang berpindah-pindah dengan cepat. Getaran kuat terasa saat senjatanya menumbuk tanah dan bebatuan. Sementara itu, tiruan Limbur Kancana yang lain menghadapi pasukan Wira yang berjumlah tak lebih dari dua puluh orang.Wira mendongak ke langit-langit gua sekilas, tersenyum meremehkan saat melihat Indra dan Arya yang masih dalam posisi siaga. “Aku bahagia karena kalian masih hidup setelah penyerangan lima tahun yang lalu. Kalian berdua harus berteri
Indra tak menggubris, melayangkan ayunan kapak dan tendangan bergantian lebih cepat. Pemuda itu tercengang ketika tangannya tiba-tiba saja bergetar hingga kapaknya terjatuh. Ia terbatuk darah, menyebabkan pertahannya mengendur. Alhasil, ia mendapat pukulan telak dari Wira hingga terpelanting ke belakang. Arya berhasil menahan Indra, membawa sahabatnya bersembunyi di balik sebuah batu. Ia ikut terbatuk darah. “Ini pasti karena racun kalong setan. Seperti yang dikatakan guru, tanpa bantuan Lingga kita tidak bisa mencium baunya.” Arya segera membuka kendi berisi penawar racun kalong setan, membiarkan asap putih menyelimutinya dan Indra selama beberapa saat. Namun, ia dan Indra masih terbatuk darah. Penglihatannya juga mulai mengabur dan dadanya mulai sesak dan terasa terbakar di saat bersamaan. “Apa penawar racun itu tidak berfungsi?” tanya Arya. “Aku rasa ... penawar itu memiliki waktu untuk bekerja,” jawab Indra, “selama menunggu, kita harus tetap memberikan perlawanan.” “Aku menge
Bangasera terbahak saat melihat empat pendekar muda di depannya terkejut karena kehadirannya, terlebih ketika mendapati Wira yang tak sadarkan diri dengan keadaan terikat rantai besi. “Harus kuakui kalau kalian berempat cukup kuat dan cerdas.”Indra, Meswara, Jaka dan Arya seketika memasang kuda-kuda siaga.“Kalian berempat memiliki kepercayaan tinggi terhadap satu sama lain. Kepercayaan itu tumbuh karena kalian sudah melewati banyak hal menyakitkan bersama-sama,” ujar Bangasera, “bagaimana jika kalian menjadi bawahanku? Aku akan memberikan apa pun pada kalian selama kalian mau menerima semua perintahku.”“Kami sama sekali tidak tertarik,” sahut Meswara.Bangasera berdecak. “Bocah sombong!”“Apa yang kau mau dari kami?” tanya Indra sembari memberi tanda gerakan jari pada Meswara dan Jaka yang berada di belakangnya.“Aku dan pasukanku sedang mencari pemuda yang bern
Indra dan Arya kembali memasang kuda-kuda siaga. Bahu keduanya naik-turun karena tenaga yang sudah terkuras habis. Mereka berharap jika Meswara dan Jaka bisa menyelamatkan para murid ke tempat yang aman dengan cepat.“Kakang guru pasti sedang kesulitan saat ini sehingga tidak sempat bertukar tempat dengan tiruannya,” ujar Arya di sela berusaha mengendalikan napas yang mulai terputus-putus.“Kau benar. Kita harus bisa menahan pria bersisik ini selama mungkin agar Meswara dan Jaka bisa memiliki waktu untuk menyelamatkan para murid ke tempat yang aman,” sahut Indra.“Kedua teman kalian sedang menghadapi pasukanku saat ini. Mereka tidak akan bisa lolos dengan mudah. Kalaupun mereka berhasil lolos, aku pastian mereka akan terluka sangat parah,” ujar Bangasera, “pasukanku jauh lebih kuat dibanding pasukan Kartasura.”Indra dan Arya saling melirik satu sama lain, dan dengan gerakan cepat menendang tombak-tombak yan
Wira memekik kencang saat dirinya sudah dikepung dari berbagai arah. Kilatan amarahnya terlihat jelas dari tatapannya yang terus mengawasi pasukan Bangasera. Pemuda itu menggeram, melayangkan serangan dengan gerakan memutar pada puluhan pendekar di sekelilingnya hingga mereka mundur sejauh satu tombak. Namun, pasukan itu kembali mendekat dan justru menyerangnya secara bersamaan.“Aku harus segera mengejar Bangasera sebelum dia berhasil menemukan Lingga lebih dulu.” Wira berlutut, mengubah wujud menjadi kelelawar raksasa. Ia terbang tinggi, mengepakkan sayap kuat-kuat. Angin yang tercipta membuat pasukan Bangasera mundur beberapa hasta dan berhasil menggagalkan serangan mereka.Wira mengirimkan kawanan kelelawar dari tubuhnya pada pasukan musuh. Selagi mereka menangkis dan menahan serangannya, ia mendarat di sebuah pohon dan kembali ke wujud manusia. “Aku tidak boleh berlama-lama berurusan dengan pasukan Banterlambat.”Wira dengan cepat be
Meswara sama sekali tidak menjawab. Ia berusaha membuka kendi pemusnah siluman meski tangannya terus dipatuk dan digigiti puluhan ular, sedang kakinya mencoba mendekatkan pedang ke arahnya.“Apa pemuda bernama Lingga itu sudah berhasil menguasai kujang emas?” tanya Bangasera sembari mendekatkan wajahnya pada Meswara hingga kening mereka menyatu. “Apa dia sudah menjadi pendekar yang hebat? Jurus-jurus apa saja yang berhasil dikuasainya?”Meswara berhasil membuka tutup kendi pemusnah siluman. Pedangnya sudah berada di bawah kakinya. Hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menyerang dan melarikan diri.“Bukalah mulutmu sebelum aku kehilangan kesabaran atau kau akan segera menyusul dua temanmu yang lain.” Bangasera mengambil kendi berisi racun kalong setan.Meswara tiba-tiba saja tertawa, tersenyum meremehkan. “Dibanding menggunakan racun kalong setan padaku, kenapa kau tidak menggunakan racun itu untuk membunuh
“Sekar Sari,” ujar Geni sembari menangkap tubuh gadis itu yang akan kembali terseret arus air. “Dia benar-benar Sekar Sari. Apa yang terjadi dengannya?”“Geni,” ucap Jaya dan Barma bersamaan sembari mendekat.“Aku menemukan Sekar Sari.”Geni membawa tubuh Sekar Sari ke sisi sungai. Jaya dan Barma dengan cepat membantu, membaringkan gadis itu.“Apa yang terjadi dengan Sekar Sari?” tanya Jaya.Geni mengamati Sekar Sari dari atas sampai bawah. “Sekar Sari sepertinya terluka parah. Syukurlah dia masih hidup. Cepat bantu aku membawa Sekar Sari ke gua. Dia harus segera mendapatkan pertolongan.”Geni mengangkat tubuh Sekar Sari bagian atas, sedang Jaya mengangkat bagian kaki. Barma sendiri membawa air sembari mengawasi keadaan sekeliling. Namun, baru beberapa langkah berjalan, serbuan angin kencang membuat mereka menghentikan langkah.“Apa itu?” tunjuk Jaya s
“Lingga?” Geni dan Jaya saling berpandangan sesaat, lalu kembali menoleh pada Sekar Sari.“Tidak ada murid yang bernama Lingga di padepokan,” ujar Geni.“Benar yang dikatakan Geni. Apa mungkin kau salah orang?” susul Jaya.“Apa maksud kalian berdua?” Sekar Sari berkacak pingggang, menatap dengan raut jengkel. “Bukankah kalian sangat dekat dengan Lingga? Aku sering melihat kalian bersamanya di padepokan.”Geni dan Jaya kembali saling melempar tatapan, menggeleng pada Sekar Sari.“Berhenti bergurau dan jangan membuatku kehilangan kesabaran!” Sekar Sari setengah memekik meski setelahnya ia meringis kesakitan. “Sekarang katakan, di mana Lingga?”“Tapi kami tidak mengenal orang kau sebutkan, Sekar Sari.” Geni menggaruk rambut, bingung. “Kami bicara yang sebenarnya. Kamu sama sekali tidak berbohong.”“Kalian benar-benar membuatk