Home / Pendekar / Pendekar Kujang Emas / 126. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

Share

126. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

Author: Ramdani Abdul
last update Last Updated: 2022-05-16 21:58:02

Lingga, Sekar Sari dan Indra sontak terkejut ketika tanpa sengaja berpapasan. Ketiganya dengan cepat berhenti di dahan pohon. Lingga dengan segera melepas kain yang menutupi wajah.

“Lingga, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Indra dengan pandangan tak percaya. Ia mengamati pemuda di depannya lekat-lekat. Tatapannya dengan segera mengawasi keadaan sekeliling. “Bagaimana mungkin kau bisa berada di tempat ini? Bukankah Kakang Guru sudah menempatkanmu di alam lain?”

Lingga tidak langsung menjawab karena lebih dahulu melihat keadaan Indra yang terluka cukup parah. Ia menunduk seraya mengepalkan tangan erat-erat. “A-aku ... berhasil keluar dari alam lain, Kakang.”

“Bagaimana mungkin?” Indra dan Sekar Sari berucap bersamaan. Keduanya saling menoleh, mendapati keterkejutan di wajah masing-masing.

“Aku juga belum sepenuhnya mengerti, tapi saat aku berada di dalam gua dan memukuli dinding gua, aku tiba-tiba saja terlempar ke hutan ini,” ungkap Lingga, “dan saat melihat Geni, Jaya dan Barma da
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Pendekar Kujang Emas   127. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Kungkungan angin yang mengurung perlahan menghilang. Para murid sudah bersiap menyerang. Ketika aliran udara itu sepenuhnya menghilang, Geni dan yang lain segera menerjang maju. Akan tetapi, mereka harus kecewa saat tidak mendapati Lingga berada di sana.“Bagaimana mungkin dia bisa kabur?” tanya Jaya dengan wajah terkejut bercampur amarah.“Sepertinya dia berhasil kabur dengan menggunakan tiruannya,” terka Barma.Geni berdecak, mengamati keadaan sekeliling. “Bagaimanapun caranya kita harus segera menemukan Lingga.”“Geni, sebaiknya kita memisahkan diri dengan berkelompok agar lebih cepat mencari keberadaan Lingga,” usul Jaya.“Aku setuju,” sahut Barma.“Baiklah.” Geni menatap satu para murid yang berada di sekelilingnya. “Buat kelompok yang terdiri dari tiga sampai empat orang. Kita akan berpencar untuk mencari si pembuat onar itu lebih cepat. Jika kalian menemukannya, segera beri tanda pada kelompok yang lain.”Para murid seketika terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil, lalu menye

    Last Updated : 2022-05-16
  • Pendekar Kujang Emas   128. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    “Jaya, apa kita akan meninggalkan Geni begitu saja?” tanya Barma di sela melompati dahan pohon. Tatapannya menoleh ke belakang sesaat.Jaya tiba-tiba berhenti. “Kita biarkan Geni menenangkan dirinya lebih dulu. Aku yakin Geni hanya sedang dikuasai amarah hingga tidak bisa berpikir jernih. Di antara kita bertiga, Geni-lah yang paling menderita karena kehilangan keluarganya, dan di antara para murid yang lain, kita berdualah yang paling dekat dengannya.”“Kau benar.” Barma mengangguk.“Kita akan menunggunya di sini beberapa saat. Jika Geni tidak menyusul kita, kita yang akan menyusulnya.”Kepulan asap tiba-tiba membumbung tinggi di udara, disusul guncangan kuat dari suatu arah. Tiga panah api tampak melayangkan ke udara, lalu kembali jatuh ke bawah.“Apa mungkin itu ... Barma, kita harus segera menuju tempat itu,” ucap Jaya seraya menunjuk tempat di mana tiga panah itu muncul. “Aku yakin Geni juga akan pergi ke tempat itu.”Jaya dan Barma kembali berlari, melompati dahan pohon dengan ce

    Last Updated : 2022-05-16
  • Pendekar Kujang Emas   129. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Jaya dan Barma segera membaringkan Geni di tanah dengan perlahan. Pemuda itu terluka di bagian lengan, kaki dan leher dengan darah yang masih sesekali menetes. Sekar Sari dengan cekatan menutup luka-luka itu dengan sisa ramuan obat yang ia terima dari murid-murid perempuan saat merawatnya, lalu menutupnya dengan kain.“Geni,” gumam Jaya dan Barma yang tampak cemas saat melihat keadaan Geni saat ini.“Kami minta maaf karena kami berdua sudah meninggalkanmu sendiri,” ujar Jaya.Geni berusaha duduk meski terlihat susah payah. Jaya dan Barma dengan segera membantunya. Ia menunduk wajah bersamaan tangan yang terkepal kuat. Tatapannya kembali mengawasi satu per satu orang di sekelilingnya. “A-aku yang seharusnya meminta maaf pada kalian berdua. Tidak, maksudku aku yang seharusnya meminta maaf pada kalian semua. Aku ... aku lebih memintangkan amarah dan dendamku dibandingkan menyelamatkan kalian semua. Aku ... benar-benar menyesal, padahal saat aku kesulitan kalianlah yang datang menolongku.

    Last Updated : 2022-05-18
  • Pendekar Kujang Emas   130. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Sekar Sari ikut berbicara setelah mendapat tanda dari Indra. “Beberapa bulan lalu, aku tidak sengaja bertemu dengan Kakang Guru, Limbur Kancana, saat aku pergi ke perkampungan warga. Aku sempat bertarung dengannya hingga berakhir dengan aku yang terjebak di alam lain. Di dalam gua, aku menemukan Lingga sedang tergantung di dinding gua dengan tubuh yang diselimuti tanaman. Tiba-tiba saja Lingga terbangun dan tak lama setelahnya tak sadarkan diri kembali. Aku kemudian membawa Kakang Guru dan Lingga ke padepokan.”Geni, Jaya dan Barma kini mengetahui kejadian sebenarnya di balik kedatangan Lingga ke padepokan, termasuk kedekatan Indra dan yang lain dengan Lingga. Ketiganya larut dalam pikiran dan perasaan masing-masing. Kenyataan-kenyataan ini sedikit demi sedikit membuka tabis siapa Lingga sesungguhnya.Indra kembali mengambil alih pembicaraan. “Guru Ganawirya tak lain adalah murid dari Ki Petot dan Kakang Guru Limbur Kancana. Keduanya diberikan tugas untuk melatih dan melindungi Lingga

    Last Updated : 2022-05-18
  • Pendekar Kujang Emas   131. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Satu per satu anggota Cakar Setan berhasil lepas dari jerat tanaman merambat setelah menggunakan racun kalong setan. Mereka dengan cepat mengepung Limbur Kancana dan yang lain. Tatapan empat orang itu mengawasi keadaan sekeliling sesaat, menerka siapa sosok yang melesatkan tombak hingga musuh gagal melarikan diri.Tiga bayangan hitam terlihat bergerak melewati rerimbunan pohon, lalu muncul dari arah kegelapan. Kartasura berjalan mendekat bersama Wira dan Danuseka di belakangnya. Semua tatapan pendekar yang ada di sana seketika tertuju pada mereka.“Wira,” gumam Indra, Meswara, Jaka dan Arya bersamaan.Wira menatap keempat bekas temannya dengan senyum bengis. Pemuda itu begitu menikmati sorot kebencian dan dendam yang mereka pancarkan.“Aku terkejut karena kalian bisa berada di tempat ini,” ujar Kartasura.“Kebodohanmu yang mengantarku ke tempat ini, Kartasura,” sahut Argaseni dengan tatapan geram seraya memutar-mutar tongkatnya. “Upayamu untuk menghalangiku justru membuka jalan bagiku

    Last Updated : 2022-05-19
  • Pendekar Kujang Emas   132. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Limbur Kancana kembali membuka mata, segera berdiri. Ia memukul ruang kosong di depan dua kali, kemudian memusatkan pikiran dan kekuatan untuk membuka kembali gerbang menuju alam lain. Melihat hal itu, Ganawirya, Indra, Meswara, Jaka dan Arya semakin mengetatkan penjagaan dan pengawasan.“Mereka akan melarikan diri,” gumam Wulung dengan mata menghunus tajam. Pecutnya dengan cepat diselubungi api.“Aku tidak akan membiarkan mereka melarikan diri dengan mudah. Bagaimanapun juga, aku setidaknya harus mendapatkan kabar di mana pemuda pewaris kujang emas itu berada,” rutuk Argaseni.Ketika angin kembali berembus dan dedaunan berguguran, semua anggota Cakar Setan seketika menerjang maju bersamaan.Indra, Meswara, Jaka dan Arya dengan cepat melempar bibit tanaman terakhir ke sekeliling arah. Sulur-sulur besar dari tumbuhan merambat saling tersambung hingga membentuk sebuah kubah. Ganawirya dengan cepat mengalirkan tenaga dalamnya ke tengah kubah tanaman. Dalam sekejap, kubah itu membesar hin

    Last Updated : 2022-05-19
  • Pendekar Kujang Emas   133. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Beberapa waktu sebelum Lingga tiba di tempat pertarunganKedatangan Lingga ke alam lain disambut hujan, angin dan guntur yang bergemuruh. Kilatan petir tampak mencengkeram langit. Lingga tertunduk sembari mengepalkan tangan erat-erat. Bayangan pertarungan dan perkataan teman-temannya silih berganti hadir dalam pikiran. Ia tidak menduga jika perpisahan dengan teman satu padepokannya akan terjadi dengan cara yang tidak pernah dirinya inginkan.Lingga mendongak, mengamati keadaan sekeliling. Beberapa kali petir menyambar pepohonan hingga terbakar. Angin kencang disertai hujan deras seperti tengah mengurungnya.Lingga mematung dengan tatapan kosong. Ia secara tiba-tiba seperti mendengar suara teman-temannya di tempat ini. Akan tetapi, ketika menoleh ke atas, petir justru kembali menyambar dan menghanguskan pepohonan.Suasana menjadi terang untuk sesaat. Lingga terhenyak ketika melihat tiruan Ki Petot, Wira, Kartasura, sosok dirinya masih kecil, sosoknya saat ini, dan sosok Geni, Jaya dan

    Last Updated : 2022-05-20
  • Pendekar Kujang Emas   134. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Semua tatapan dengan cepat tertuju pada Lingga. Keheningan seketika menyeruak meski angin berembus cukup kencang hingga menggoyangkan dan menggugurkan dedaunan.Semua anggota Cakar Setan, termasuk Wira dan Danuseka untuk sementara waktu tak mengalihkan pandangan dari Lingga. Para bawahan Kalong Setan itu menatap lekat-lekat pemuda itu dari atas hingga bawah. Sosok yang mereka cari selama ini nyatanya justru menampakkan diri lebih dahulu tanpa mereka harus bersusah payah untuk mencarinya.Di sisi lain, keterkejutan juga melingkupi Limbur Kancana, Ganawirya, Indra, Meswara, Jaka dan Arya. Mereka tidak menduga jika Lingga akan menampakkan diri di hadapan musuh.Limbur Kancana dengan cepat menegakkan tubuh meski darah terus mengalir dari dada. Ia hendak mendekat ke arah Lingga meski pada akhirnya kembali jatuh berlutut.“Paman.” Lingga dengan cepat mendekat pada Limbur Kancana, membantu memapah pendekar berambut panjang itu.“Apa yang kau lakukan, Lingga?” tanya Limbur Kancana seraya memu

    Last Updated : 2022-05-21

Latest chapter

  • Pendekar Kujang Emas   676. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar

  • Pendekar Kujang Emas   675. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm

  • Pendekar Kujang Emas   674. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A

  • Pendekar Kujang Emas   673. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat

  • Pendekar Kujang Emas   672. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak

  • Pendekar Kujang Emas   671. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me

  • Pendekar Kujang Emas   670. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan

  • Pendekar Kujang Emas   669. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b

  • Pendekar Kujang Emas   668. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Sanjaya,” ujar Tarusbawa yang kemudian termenung agak lama.Tarusbawa berdiri dari semedinya, mengamati keadaan ruangan yang temaram. Langit tampak gelap di mana cahaya bulan terhalang oleh awan hitam.Api obor bergerak-gerak saat Tarusbawa meninggalkan ruangan. Pendekar itu menuruni tangga kayu, berdiri di tengah-tengah tanah lapang. Saat mendongak ke langit, awan-awan hitam bergerak menjauh hingga bulan nyaris sempurna terlihat.Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan.“Aku merasakan kekuatan Sanjaya. Dia kemungkinan sudah terlepas dari jurus Aji Panday sehingga bisa mengingat jelas semua kejadian yang lalu. Aku harus segera bertemu dengannya.”“Tidak. Ini bukan waktu yang tepat.” Tarusbawa mengepal tangan erat-erat, menyentuh dadanya. “Lingga harus lulus dari ujian lebih dahulu sebelum aku dan dia bertemu dengan Sanjaya. Dengan merasakan kekuatannya, aku bisa tahu jika Sanjaya masih hidup di suatu tempat.”Tarusbawa mengentak kedua kaki kuat-kuat, me

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status