Ki Argapura menyapa lebih dulu dan mengatakan kepada Baraka, "Sangat kebetulan sekali aku bisa bertemu denganmu di pagi ini!"
"Mengapa begitu, Ki Arga?"
"Tunjukkan padaku di mana tempat pertarungan itu. Kau mau menolongku, Baraka?"
"Itu hal yang mudah, Ki. Tapi mengapa Ki Arga ingin ke sana dan tampaknya menyimpan kegundahan hati?" tanya Pendekar Kera Sakti.
"Yayi nekat ke sana, dan ada kabar yang mengatakan, Yayi sudah mendaftarkan diri sebagai peserta!"
"Celaka!" gumam Baraka menjadi tegang juga.
"Padahal Ragajampi sendiri sudah mendaftarkan diri sebagai peserta sejak kemarin sore!"
"Gawat itu berarti Ragajampi akan bertemu Yayi juga! Sekarang di mana Yayi berada, Ki?"
"Hilang. Tak tahu di mana dan sedang dalam pencarian beberapa orang! Sejak kemarin sore dia sudah tinggalkan istana tanpa pengawalan. Pedang milik Abiyasa yang dibawanya, sedangkan pedangnya sendiri ditinggalkan."
Pantas jika Ki Argapura cemas. Baraka se
"Ya," jawab Baraka tersenyum tipis. "Aku mencarimu, Yayi!""Aku menghilang dari kemarin. Kalau tidak begitu,! Ki Argapura pasti menghalangiku. Hmmm... eh, kau ke sini untuk apa? Ikut sebagai peserta juga atau.. Hei, kau membawa pedangku!""Ki Argapura yang meminjamkannya!""Ja... ja... jadi kau sebagai seorang peserta juga? Kau.. kau nanti tampil di arena itu?"Baraka menganggukkan kepala dengan kalem. "Aku terpaksa menggantikan Mahendra."Terperangah Yayi memandangi Baraka. Kejap berikutnya, Ragajampi ikut bicara dengan ketusnya, "Kebetulan kau sebagai peserta. Aku berharap kita bisa saling jumpa di arena, supaya Yayi bisa tahu bahwa tak sepantasnya dia bersikap ramah dan akrab denganmu seperti itu!"Baraka hanya tersenyum mendengar nada cemburu itu. Lalu, terdengar Yayi bicara sambil menggenggam tangan Baraka, "Kau.. akan bertarung denganku nantinya, Baraka...!""Sudah kuperhitungkan segalanya, Yayi. Percayalah, ini pertarungan tera
Trangngng..!Suaranya nyaring sekali. Kejap berikutnya, Yayi menggunakan jurus 'Mata Malaikat'. Seharusnya dada Baraka bolong dalam satu tusukan pedang dengan kecepatan tinggi. Tapi nyatanya ujung pedang itu justru dijepit dengan dua jari Pendekar Kera Sakti tepat di depan dada.Tabb.. !Pedang itu bagaikan terkunci, lalu dengan satu kekuatan tenaga dalamnya, Baraka sentakkan jepitan pedang itu ke samping, dan pedang itu pun terpental lepas dari tangan Yayi.Trangng..!Jatuh di lantai, jauh dari jangkauan Yayi."Hiaaat..!" Yayi nekat menyerang dengan pukulan tangannya. Tapi Baraka segera jongkok dengan kaki lebar dan kedua tangannya mematuk pinggang Yayi dari kanan-kiri, bagaikan dua ular kobra menyerang satu lawan.Dess, dess...!Brukkk..! Yayi langsung jatuh bagai kain sutera dilepas dari pegangannya. Ternyata totokan itu membuat lumpuh kedua kaki Yayi untuk beberapa saat. Sementara kedua tangan Yayi masih bisa digunakan untu
Wusss... wusss...!Zrattt.. ! Mereka saling memunggungi. Sama-sama diam tak bergerak. Posisi mereka tetap dalam kuda-kuda kokoh. Semua mata memandang tak berkedip. Tak bersuara. Dan tiba-tiba terdengar suara tetes air menggema di ruangan yang sunyi itu.Tes... tes... tes...!Mata mereka pertama-tama memandang ke arah pedang yang tahu-tahu sudah dicabut Baraka dan tak ada yang melihat kapan Baraka mencabut pedang tersebut. Pedang itu berlumur darah. Tapi tidak menetes ke lantai darahnya.Mata mereka segera memandang ke arah bagian kaki Mahendra Soca. Ternyata di sanalah darah menetes dari kain celana bagian tengah. Dan mereka semakin terbelalak setelah menyadari, ternyata tubuh Mahendra Soca terbelah dari pusar sampai dada, terus ke leher dan mencapai pertengahan wajah Mahendra Soca. Tepat di kening, belahan pedang itu berhenti dan sekarang merembeskan darah.Blakkk..!Mahendra Soca jatuh terkapar dengan mata mendelik, mulut ternganga, dan tu
"Aku tak pernah mengharap ampunan darimu, Tulang Neraka! Apa yang ingin kau lakukan padaku, lakukanlah sepanjang kau mampu melakukannya! Tapi kau pun harus bersiap-siap kehilangan nyawamu seperti kedua adikmu dan satu kakakmu itu, Tulang Neraka!"Lelaki yang berjuluk Tulang Neraka itu, ternyata adik dan kakak dari ketiga orang yang telah dibunuh oleh Arum Kafan di tempat itu juga. Rupanya mereka adalah empat bersaudara yang berhadapan dengan satu musuh mereka, yaitu perempuan cantik tersebut. Apa masalahnya, belum jelas. Yang sudah pasti, Tulang Neraka merasa sangat sakit hati melihat ketiga saudaranya mati di tangan Arum Kafan.Kapak dua mata yang berpenampang lebar itu digenggam kuat pada bagian pertengahan gagangnya!Tulang Neraka melangkah berkeliling pelan-pelan sambil berkata penuh geram, "Bukan hanya tubuhmu yang akan kucacah-cacah di sini, Arum Kafan, tapi kedua tubuh adikmu pun akan kuburu dan kucacah-cacah sama seperti aku mencacah tubuhmu!""Ja
Bruss...!Tulang Neraka seperti diseruduk tiga banteng yang mengamuk. Tubuh Tulang Neraka terpental lebih dari lima tombak jauhnya. Ketika ia jatuh dalam keadaan miring, ia sempat melihat sesosok manusia muda berbaju keemasan.Pemuda itu segera menghampiri Arum Kafan. Mengangkat kepala Arum yang tersentak-sentak karena menahan rasa panas yang mulai menjalar sampai di perutnya.Dalam keadaan seperti itu, Arum Kafan merasa ada yang menghantam dadanya. Begitu menyejukkan. Kemudian kepalanya diletakkan di rerumputan kembali oleh si pendatang tak dikenal itu.Baraka sudah berdiri di sana. Matanya memperhatikan si Tulang Neraka dengan tenang dan kalem. Tulang Neraka saat itu sedang berusaha bangkit dengan menyeringai kesakitan. Tapi matanya yang menyipit karena menahan sakit itu tiba-tiba jadi terbelalak terbuka cepat. Ada sesuatu yang mengejutkan dirinya. Ada sesuatu yang dicari-carinya. Tanpa sadar ia bicara sendiri,"Mana kapakku...! Mana senjataku! L
Maka dengan kelebat cepat Pendekar Kera Sakti melepaskan pukulan tenaga dalamnya tanpa sinar dengan gerakan memutar balik dan menyentakkan tangan kirinya.Wuttt...! Brasss...!Semak-semak diterjang pukulan jarak jauh itu, dan seseorang melompat keluar dari sana sambil menyerukan pekik yang tertahan."Uuhg...!" Orang itu melompat bukan karena menghindar, tapi karena terpental oleh kekuatan pukulan jarak jauh Pendekar Kera Sakti. Orang itu sempat melayang dan jatuh di bawah gugusan tanah cadas setinggi tiga tombak itu.Breggh...!Arum Kafan memandang dengan mata terbuka lebar dan mulutnya segera menyerukan suara, "Delima Ungu...!""Siapa dia? Kudengar dia melangkah mendekati kita untuk mencuri dengar percakapan kita! Haruskah dia kulenyapkan juga?""Jangan! Dia adik bungsuku!" kata Arum Kafan.Lalu, tampak olehnya Baraka menghembuskan napas lega, melepas ketegangannya. Arum Kafan pun segera menghampiri adik bungsunya, gadis muda
Arum Kafan yang menjawab, "Nyai Pancung Layon adalah nenek dari Tulang Neraka. Perempuan keji itu sebenarnya adalah kakak dari eyang kami, yaitu Eyang Panjar Pitu. Antara Eyang Panjar Pitu dan Nyai Pancung Layon sama-sama mempunyai ayah Manusia Tembus Raga. Kakak-beradik ini dari sejak kecil sudah saling bermusuhan dan tak pernah akur. Kemudian, Eyang Panjar Pitu mempunyai tiga anak lelaki, satu di antaranya adalah Ayah kami. Dan Nyai Pancung Layon mempunyai anak lelaki dua orang. Kedua anak Nyai Pancung Layon membunuh kedua saudara Ayah kami. Tinggal Ayah kami yang masih hidup. Pada saat itu, Ayah mempelajari kitab pusaka dari gurunya sendiri, dan berhasil membunuh Nyai Pancung Layon dan kedua anaknya. Tapi salah satu anaknya Nyai Pancung Layon itu sudah sempat mempunyai keturunan empat orang, yaitu Tulang Neraka dan saudara-saudaranya. Sedangkan Ayah mempunyai anak kami berempat yang terdiri dari perempuan semua, sementara dari keluarga Tulang Neraka lelaki semua."Kembang
Ia tiba di depan Nyai Tanduk Setan sambil mencabut kedua kipas kembar yang menjadi senjata di tangan kanan-kirinya. Kembang Darah pun cepat melompat keluar karena mencemaskan keadaan adiknya, disusul kemudian Arum Kafan yang segara melesat ke luar rumah tanpa menghiraukan Pendekar Kera Sakti yang masih sibuk garuk-garuk kepalanya."Bagus! Ada baiknya kalian bertiga menghadapi aku, biar mampus secara serentak! Sayang sekali kakak sulung kalian tidak ikut keluar dari rumah itu! Suruh dia keluar sekalian!" kata Nyai Tanduk Setan.Delima Ungu berkata dengan tegas bernada dingin "Hadapi aku dulu, si bungsu! Kalau kau bisa melangkahi mayatku, baru hadapi kakak-kakakku!""Hebat," gumam Baraka mendengar ucapan Delima Ungu dari tempat duduknya."Biar kecil dan muda, tapi nyalinya gede juga gadis itu!"Pendekar Kera Sakti menampakkan diri, berdiri di ambang pintu yang jebol itu dengan sedikit bersandar pundaknya pada tepian kusen pintu. Ia memandang ke pelat
"Kuhitung sampai tiga kali kalau kau tak serahkan cambuk itu, kau akan kukirim ke neraka secepatnya!" gertak si baju hijau."Berhitunglah sampai seribu kali, aku tetap tak akan serahkan cambuk itu, karena aku memang tidak tahu menahu tentang cambuk tersebut!" kata Baraka."Bangsat! Heaah...!" si baju biru menyerang dengan jurus tangan kosong yang melepaskan selarik sinar merah lurus ke dada Baraka.Pendekar Kera Sakti tak menyangka orang itu yang akan menyerangnya, ia segera melompat ke atas, suutt...!Menghindari sinar merah itu. Tetapi ujung suling mustikanya terkena sinar merah yang segera membalik arah, membias ke samping dan sinar itu bergerak lebih cepat serta lebih besar, menghantam dada si baju hijau dengan telaknya.Blaarr...! Asap hitam mengepul tebal. Membungkus orang berkumis tebal yang tidak menduga akan terkena serangan balik dari sinar merah milik temannya. Di dalam asap tebal itu terdengar suara mirip pohon rubuh.Bruugk...!
Wuuuttt...! Seettt...! Tab!Sebuah pisau bergagang hias bulu merah ditangkap oleh gerakan cepat tangan Baraka. Pisau terbang itu terselip di sela jari Baraka dan dijepitnya kuat-kuat. Mata Pendekar Kera Sakti segera menatap semak-semak yang dicurigainya. Maka, dengan gerakan cepat Baraka melemparkan pisau itu ke arah semak-semak sambil merendahkan badan.Wuuuttt...! Zlaappp...!Gusrak...!"Aauh...!" suara orang terpekik terdengar jelas dari semak-semak itu. Kejap berikutnya muncullah seraut wajah lelaki berusia sekitar empat puluh tahun dengan seringai kesakitan, ia melangkah dengan sempoyongan. Rupanya betis orang itu terkena lemparan pisau dari Pendekar Kera Sakti tadi. Orang berpakaian biru tua itu memaki dalam gerutuan. Matanya memandang tajam penuh kemarahan, ia berusaha mencabut pisau terbang yang dikembalikan Baraka dengan seringai sakit yang membuat wajahnya bagaikan terkumpul di tengah hidung.Sleeb...! Pisau berhasil dicabut. Ketika ingin
Sedangkan lelaki yang jatuh dari atas pohon itu berkata dalam hati, "Berapa ketinggian tempatku jatuh ini? Mengapa tulang punggungku jadi seperti patah begini? Ternyata sangat tak enak jatuh dalam keadaan telentang. Lain kali aku harus punya cara jatuh yang nyaman!"Baraka menghampiri lelaki berusia sekitar tiga puluh lima tahun yang berpakaian serba hitam tapi mengenakan ikat kepala merah itu. Busur panahnya patah karena tertindih badannya. Sisa anak panah di punggung menjadi berantakan, dua batang anak panah ada yang patah juga. Pendekar Kera Sakti segera mencengkeram baju orang itu dan menariknya ke atas, sehingga orang itu menjadi berdiri dengan sangat terpaksa."Kembalikan pakaian gadis itu, atau kutenggelamkan kau ke dasar telaga!" ancam Baraka dengan tegas."Ak... aku... aku tidak mencuri pakaiannya!" kata orang tersebut. "Lalu mengapa kau mau membunuh gadis itu dengan panahmu?""Ak... aku... aku hanya disuruh!""Siapa yang menyuruhmu!"
"Kalau kau membentak-bentakku, sebaiknya aku pergi saja dan silakan cari pakaianmu sendiri!" Baraka berpura-pura ingin pergi."Tunggu!" teriak gadis itu. "Baiklah, aku tidak membentakmu lagi," suaranya mereda. "Tolonglah, carikan pakaianku, nanti kuberi upah.""Apa upahnya?""Akan kuajarkan padamu sebuah jurus yang jarang dimiliki orang."Senyum Pendekar Kera Sakti melebar. "Jurus apa itu?""Jurus pukulan 'Malaikat Rela'," jawab gadis itu dengan suaranya yang selalu keras dan bening.Baraka sempat tertawa dalam gumam. "Lucu sekali nama jurus itu.""Jangan menertawakan. Kalau kau tahu kehebatan jurus itu kau akan terbengong-bengong!""Apa kehebatannya?""Pukulan 'Malaikat Rela' dapat merobohkan delapan pohon dalam satu kali hentakan. Jika dilepaskan kepada lawanmu, dia akan tumbang setelah bernapas tiga kali. Percayalah, jurus itu tak ada yang memiliki kecuali diriku. Maka carilah pakaianku dan kau akan kuajarkan jurus te
"Ahg...!" Dampu Sabang tersentak dan diam seketika dengan tangan masih mau disentakkan. Lama sekali dia tak bergerak. Kelana Cinta dan Raja Hantu Malam sempat merasa heran melihat Dampu Sabang bagaikan menjadi patung. Tetapi ketika angin berhembus kencang, mereka terkejut melihat tubuh Dampu Sabang berhamburan ke mana-mana. Rupanya pada saat itu Dampu Sabang sudah tak bernyawa lagi. Pisau-pisau kecil itu telah membuat Dampu Sabang berubah menjadi debu yang masih saling bergumpalan. Itulah kehebatan dan kedahsyatan jurus 'Manggala' milik Pendekar Kera Sakti, pemberian dari Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi, calon mertuanya itu.Dengan terbunuhnya tubuh Dampu Sabang, maka persoalan Raja Hantu Malam palsu pun terselesaikan. Ki Randu Papak segera ditolong olah Baraka menggunakan hawa ‘Kristal Bening’-nya, dan Baraka meminta maaf kepada tokoh tua yang bijak itu. Sedangkan Ratu Asmaradani tubuhnya menjadi pulih seperti sediakala, terbebas dari pengaruh 'Racun Siluman' yang ju
Praaak...! Terdengar seperti suara cermin pecah. Lalu sinar biru itu menghantam tubuh Raja Hantu Malam.Zruub! Tepat mengenai iga kanan Raja Hantu Malam."Aaahhhg...!" Raja Hantu Malam mengejang dengan kepala terdongak dan kedua kakinya menekuk ke depan. Sekujur tubuhnya berasap, warna kulitnya menjadi merah retak-retak.Baraka terbelalak melihat keadaan Raja Hantu Malam. Lukanya sangat parah, tapi agaknya ia bertahan untuk tetap lakukan serangan ke arah Dampu Sabang. Tapi serangannya sangat lunak dan mudah dihindari Dampu Sabang yang tertawa terbahak-bahak kegirangan. Baraka dalam kebimbangan. Mau menolong, tapi yang ditolong adalah yang menjadi musuhnya dan ingin dibinasakan jika tak mau tawarkan racun yang mengenal Ratu Asmaradani. Jika ia tidak menolong, ia tak tega melihat orang yang pernah dikagumi itu menderita siksaan begitu keji.Dalam keadaan bimbang itu, tiba-tiba Baraka dikejutkan oleh gerakan halus yang datang dari arah belakangnya. Baraka ce
Rupanya Ki Randu Papak berlari menuju arah datangnya sinar merah yang meletup di angkasa tadi. Tetapi gerakannya mampu dipatahkan oleh Baraka yang tahu-tahu menghadang langkahnya.Jleeg...!"Mau lari ke mana kau, Raja Hantu Malam!" tegur Baraka tak ramah lagi."Baraka, minggirlah dulu. Aku punya urusan dengan seseorang! Setelah kuselesaikan urusanku ini, kita bicara lagi mencari kebenaran fitnah itu!""Tak kubiarkan kau lari tinggalkan tanggung jawabmu. Raja Hantu Malam!""Jangan paksa aku melukaimu, Baraka!""Tidak. Aku hanya ingin paksa dirimu mengobati Ratu Asmaradani yang terkena 'Racun Siluman' itu!""Itu bukan tanggung jawabku, Baraka! Aku tidak melakukannya!" sentak Ki Randu Papak. "Tapi kalau kau ingin aku membantumu, aku sanggup membantumu. Tapi nanti, setelah kuselesaikan urusanku dengan Dampu Sabang!""Sekarang juga kau harus lakukan penyembuhan terhadap Ratu Asmaradani!""Tidak bisa! Aku sudah punya janji unt
Perubahan wajah yang ada pada Ki Randu Papak tampak jelas sebagai ungkapan rasa kaget, namun juga rasa tidak percaya. Baraka sengaja diam untuk menunggu kata-kata dari sang kakek itu."Apa maksudmu dengan mengatakan aku menipumu, Pendekar Kera Sakti? Kata-katamu menyimpang dari watak kependekaranmu yang harus bicara jujur.""Aku bicara yang sebenarnya, Ki Randu Papak. Kau boleh buktikan sendiri ke Lembah Sunyi. Hanya ada dua murid yang selamat dari pembantaian sadis itu, karena mereka sedang diutus ke pesisir selatan.""Sepertinya kau bicara mengigau. Tapi baiklah, kucoba untuk mempercayai kata-katamu. Lalu, bagaimana dengan Resi Wulung Gading sendiri? Apakah dia ikut menjadi korban?"Baraka menggeleng berkesan dingin, "Resi Wulung Gading bertapa di Gua Getah Tumbal. Mungkin sampai sekarang belum mengetahuinya.""Kalau begitu aku harus ke Gua Getah Tumbal untuk memberitahukan hal itu kepada Resi Wulung Gading!" tegas Ki Randu Papak.Tiba-tib
Blaaar...!Sinar hijau itu pecah menjadi lebar, lalu padam seketika. Tubuh Siluman Selaksa Nyawa terpelanting dalam keadaan mengepulkan asap. Kerudung kain hitamnya hangus sebagian. Mulutnya keluarkan darah kental. Matanya menjadi merah bagai digenangi cairan darah. Tongkat El Mautnya menjadi putih bagaikan dilapisi busa-busa salju."Keparat!" gumamnya lirih, lalu ia sentakkan kaki dan lari tinggalkan tempat itu secepatnya. Baraka pun bergegas mengejar, tetapi Sumbaruni segera berseru, "Biar kubereskan dia!" dan perempuan cantik itu segera melesat dengan cepat mengejar Siluman Selaksa Nyawa. Sedangkan Baraka segera berpaling ke belakang untuk melihat siapa orang yang telah selamatkan jiwanya dari serangan lima larik sinar hijau tadi."Oh, kau...!" Baraka terkejut bukan kepalang.Ternyata orang yang melepaskan sinar merah berbentuk lingkaran tadi adalah Raja Hantu Malam, alias Ki Randu Papak."Kau terlambat sedikit, Baraka! Sinar hijau itu harus dib