Blarrr...!
Bruss...! Buaya Gunung terlempar. Tanah di tempatnya berpijak ikut terbawa beberapa bongkah, bagaikan pohon singkong dijebol batangnya. Tubuh itu melayang jauh, lebih dari sepuluh tombak, dan jatuh terhempas setelah membentur sebuah pohon tinggi.
Krakkk...! Brukkk...!
Pohon itu roboh ke arah belakang Buaya Gunung. Benturan tubuh Buaya Gunung jelas sangat keras, sampai bisa menumbangkan pohon besar bercabang tinggi. Di sana Buaya Gunung terkulai dengan kepala masih bersandar pada sisa batang pohon yang rubuh. Mulutnya berdarah, telinga dan hidungnya juga mengeluarkan darah. Wajah tua Buaya Gunung menjadi pucat pasi. Tampaknya ia dalam keadaan setengah mati mendapat pukulan sinar biru bagaikan bola itu.
Ratna Pamegat masih terpaku bengong memandangi keadaan Buaya Gunung yang tak disangka-sangka sangat cepat dibuat tak berdaya oleh Ki Bwana Sekarat. Padahal, ketika Ratna Pamegat mengalahkan Buaya Gunung, ia membutuhkan waktu hampir setengah hari.
"Ada apa ini? Kok ramai sekali dan banyak orang?"Orang itu tidak menjawab karena merasa jengkel dengan pertanyaan seperti itu. Sudah jelas ada pertarungan, masih ditanya 'ada apa' segala? Jelas ini merupakan pertanyaan bodoh yang tidak perlu dijawab, menurut orang usia tanggung itu. Nenek aneh menjadi jengkel juga dan berkata, "Dasar orang bisu, ditanya diam saja!"Blarrr...!Petir menggelegar di angkasa. Orang-orang sempat cemas memandang langit, takut hujan turun acara seru jadi bubar. Sedangkan orang usia tanggung itu tetap diam saja. Ia tidak sadar dan tidak pernah menyangka bahwa sejak saat itu ia tak akan bisa bicara lagi karena terkena kutukan nenek aneh itu.Sang nenek segera bertanya kepada orang di sebelah kanannya, seorang lelaki muda berusia sekitar dua puluh lima tahun."Ada apa ini, Nak?"Anak muda itu menjawab, "Ada panggung, Nek.""Ya, sudah tahu kalau ada panggung," gerutu nenek bersungut-sungut. "Tapi ada apa di ata
Crasss...!Sekali lagi pedang itu berkelebat. Dan menggelindinglah kepala orang itu dalam keadaan terpotong lepas dari lehernya.Penonton menjerit keras-keras. Mereka merasa ngeri. Ada yang cepat buang muka, dan karena terburunya buang muka sampai berbenturan dengan orang yang lain yang melakukan hal yang sama. Ada yang hanya memandang dengan mulut melongo bengong dan mata mendelik. Ada yang tidak buang muka tapi memejamkan mata kuat-kuat dan menjerit panjang.Seorang petugas berkumis yang tadi ditanyai oleh sang nenek segera naik ke panggung dan berseru, "Pertarungan ini bukan tempat jagal, Nek!" ia bergegas mendekati nenek itu ingin membawanya turun.Tapi begitu mendekat, pedang sang nenek berkelebat dari bawah ke atas.Crasss...!"Aahg...!" Orang itu mendelik dalam keadaan masih berdiri, tapi bagian bawahnya segera meneteskan darah, lalu ia pun rubuh. Tubuhnya terbabat pedang berkarat dari bawah sampai ke pertengahan dada. Penonton makin
Zrangng...!Tombak itu tersentak oleh kibasan pedang, berubah arah dan menancap di dada prajurit lain yang sedang mengepungnya itu.Jrubb...! Matilah prajurit itu.Wajah sang Ratu semakin geram. Murkanya kian bertambah melihat prajuritnya mati begitu saja. Maka ia pun segera mengirimkan jurus mautnya melalui pedang itu. Pedang ditusukkan ke depan dan mengeluarkan selarik sinar tanpa putus berwarna hijau bening. Sinar itu seperti lidi panjang yang menembus ke tubuh sang nenek. Tapi sebelum sinar itu sampai pada sasarannya, sang nenek cepat membuka tangan kirinya, dan sinar itu ditahan dengan telapak tangan kirinya.Tubb...! Zrrruppp...!Sinar itu bagaikan masuk ke dalam telapak tangan kiri dan tubuh sang nenek makin lama makin berubah menjadi menyala hijau, ia masih terkekeh-kekeh melihat tubuhnya menjadi menyala hijau pada bagian tepiannya. Bahkan semakin lama semakin menyeluruh, sampai ke bagian perutnya pun memancarkan warna hijau."Hik hi
"Uuh uuh uuh...!" serigala itu pun berjalan pelan di depan Baraka. Seakan ia mengerti apa yang dimaksud kata-kata Pendekar Kera Sakti. Sambil melangkah, Pendekar Kera Sakti itu garuk-garuk pantatnya beberapa kali. Jalan Baraka terasa lambat. Serigala itu rupanya tak sabar, ia menggeram dengan mulut menyeringai, seperti orang sedang menggerutu dan marah. Lalu ia melolong keras-keras dan terpatah-patah."Kenapa harus cepat-cepat? Sabar sajalah!" kata Baraka.Serigala makin menyeringai sambil mengerang menakutkan. Baraka mulai paham dengan bahasa isyarat binatang itu. Maka Pendekar Kera Sakti pun berkata, "Baik, baik! Kita pergi secepatnya!"Serigala berlari lebih dulu. Baraka mengejarnya dengan gerakan cepatnya. Bahkan Baraka menggunakan ‘Gerak Kilat Dewa Kayangan’-nya, yang bisa melesat cepat melebihi angin badai. Tahu-tahu ia sudah berada di depan serigala, dan sang serigala melolong panjang, seakan menyuruh Baraka menunggunya.Baraka berhenti
"Terlalu memukul jiwa pembantaian yang terjadi di sini! Pantaslah kalau mereka tak mau menyambut kedatanganku!" kata Pendekar Kera Sakti dalam hatinya.Kemudian ia melangkah masuk ke sebuah rumah yang sepertinya ditinggalkan oleh penghuninya dalam keadaan panik. Bocah kecil itu diturunkan dari gendongan Baraka. Matanya memandangi Baraka terus. Baraka tersenyum sambil mengusap air mata gadis kecil itu dan berkata, "Lupakan pemandangan itu! Jangan ingat-ingat lagi apa yang pernah kau lihat! Tenanglah di sinil Tak akan ada yang mengganggumu!"Gadis kecil itu menatap ke kanan-kiri, melongok ke bagian dalam rumah, bahkan menatap ke arah dapur dengan cemas. Baraka yang belum tahu apa dan bagaimana dengan gadis kecil itu segera bertanya dengan lugu, "Ada apa? Kau mau pipis, ya?"Gadis itu menggeleng."Kalau mau pipis, mari kakak antarkan kamu ke belakang. Atau... jangan-jangan kau sudah ngompol...!"Baraka bermaksud memeriksa apakah bocah itu ngompol atau
MEREKA bertiga tidak tahu, bahwa setelah nenek aneh itu mengubah Ratu Kemukus menjadi kecil dan para pengapung menjadi patung batu, ia segera meninggalkan tempat itu. Tetapi, pasukan pemanah istana segera menghujani panah ke arah tubuh nenek aneh itu. Dan ternyata tindakan tersebut membuat nenek aneh menjadi semakin murka. Ia melepaskan pukulan jarak jauhnya yang diperoleh dari hasil serapan para musuh yang melepaskan tenaga dalam kepadanya. Pukulan jarak jauhnya itu menghantam pasukan pemanah yang muncul dari tembok istana. Maka, hancurlah kepala mereka yang terkena pukulan dahsyat itu.Nenek aneh bergegas memasuki istana. Mengamuk di sana dengan pedang berkaratnya. Tak satu pun disisakan hidup. Dan ia mengejar tiga orang istana yang melarikan diri lewat pintu belakang, lalu melepaskan kutukannya sehingga ketiga orang itu menjadi tiga ekor musang. Hanya saja, setelah itu si nenek aneh pergi ke mana?Tak ada yang tahu. Tapi menurut dugaan para penghuni rumah yang ada t
"Tenang, tenang, Sayang...! Cup cup cup...! Kakak sudah kembali dengan selamat. Jangan menangis...!""Ak... aku... aku takut...!""Takut kepada siapa? Serigala ini tidak menganggumu, bukan! Jangan takut!"Baraka bertanya kepada serigala, "Apa kamu tadi mengganggunya, Sri?"Anjing hutan itu menggelengkan kepala sambil menggeram-geram kecil, seakan sangat paham dengan bahasa manusia."Lihatlah, Sayang... serigala tidak nakal kok. Jangan takut!""Aku bukan takut kepada anjing itu!""Lalu kepada siapa dan kepada apa?""Aku... aku tadi mengintip dari celah papan itu, aku melihat nenek aneh itu berjalan melewati jalanan di depan rumah ini! Aku takut sekali!""Nenek...! Maksudmu, nenek bungkuk yang jalannya sudah tertatih-tatih itu?" Pendekar Kera Sakti sedikit tegang."Iya. Nenek itulah yang membantai seenaknya semua prajuritku, orang-orangku dan beberapa penduduk di sini!""Jadi kau melihat semua pembantaian itu
"Mau menuntut balas? O, boleh, boleh...! Kita tarung pakai pedang ya, Nak! Sebentar...!"Nenek itu sulit mencabut pedangnya. Kesempatan itu digunakan oleh Ratna Pamegat untuk menyerang dengan satu lompatan dan tebasan pedang.Wuttt...!Zlapp...! Nenek itu bagai menghilang. Tahu-tahu ada di belakang Ratna Pamegat yang sudah telanjur menebaskan pedang dan menemui tempat yang kosong. Nenek itu masih bingung mencabut pedang berkaratnya dengan susah payah. Ratna Pamegat membalikkan badan dengan satu tendangan putar yang amat kuat dan cepat."Hiaaat....!"Plokk...! Wajah tua itu terkena tendangan bertenaga dalam, tapi tak mengalami guncangan sedikit pun. Ratna Pamegat bagaikan menendang pilar beton. Kakinya sendiri yang menjadi ngilu."Jahanam kau, Gadis Tolol! Bersabarlah sebentar, aku sedang kesulitan mencabut pedangku ini! Uh uh uhh...!"Ratna Pamegat tak mau memberi kesempatan sang nenek berhasil mencabut pedang, ia segera menikamkan pe
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak
Kini kelihatannya Ki Bwana Sekarat mulai memperhatikan segala sikap Baraka yang tadi terjadi saat ia menceritakan kehebatan pedang maha sakti itu. Ki Bwana Sekarat bertanya pada pemuda dari lembah kera itu, "Tadi kudengar kau mengatakan 'persis', maksudnya persis bagaimana?""Aku melihat pedang itu ada di tangan muridmu."Ki Bwana Sekarat kerutkan dahi, pandangi Baraka penuh curiga dan keheranan."Aku tak punya murid. Semua muridku sudah mati ketika Pulau Mayat diobrak-abrik oleh Rawana Baka atau Siluman Selaksa Nyawa!"Baraka tersenyum. "Kau mempunyai murid baru yang hanya mempunyai satu ilmu, yaitu ilmu 'Genggam Buana'. Apakah kau sudah tak ingat lagi?"Segera raut wajah Ki Bwana Sekarat berubah tegang. "Maksudmu... maksudmu pedang itu ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu?""Benar!" lalu Baraka pun ceritakan kembali tentang apa yang dilihatnya saat Angon Luwak bermain perang-perangan dengan Saladin dan yang lainnya.
Wuuuss...! Kabut itu membungkus sekeliling mereka berdua. Kejap berikut kabut itu lenyap. Kedua tubuh mereka pun lenyap. Tak terlihat oleh mata siapa pun."Kita lenyap dari pandang mata siapa pun, Gusti Manggala. Suara kita pun tak akan didengar oleh siapa pun walau orang itu berilmu tinggi."Baraka memandangi alam sekeliling dengan kagum, sebab dalam pandangannya alam sekeliling bercahaya hijau semua. Mulut Baraka pun menggumam heran. "Luar biasa! Hebat sekali! Ilmu apa namanya, Ki?""Namanya ilmu... jurus 'Surya Kasmaran'.""Aneh sekali namanya itu?""Jurus ini untuk menutupi kita jika sewaktu-waktu kita ingin bermesraan dengan kekasih."Gelak tawa Baraka terlepas tak terlalu panjang. "Agaknya jurus ini adalah jurus baru. Aku baru sekarang tahu kau memiliki ilmu ini, Ki!""Memang jurus baru! Calon istrimu itulah yang menghadiahkan jurus ini padaku sebagai hadiah kesetiaanku yang menjadi penghubung antara kau dan dia!""Menakj
"Apa maksudmu bertepuk tangan, Bwana Sekarat?" tegur Pendeta Mata Lima.Dengan suara parau karena dalam keadaan tidur, KI Bwana Sekarat menjawab, "Aku memuji kehebatan Gusti Manggala-ku ini!" seraya tangannya menuding Baraka dengan lemas. "Masih muda, tapi justru akan menjadi pelindung kalian yang sudah tua dan berilmu tinggi!""Jaga bicaramu agar jangan menyinggung perasaanku, Bwana Sekarat!" hardik Pendeta Mata Lima.Ki Bwana Sekarat tertawa pendek, seperti orang mengigau, ia menepuk pundak Baraka dan berkata, "Pendeta yang satu ini memang cepat panas hati dan mudah tersinggung!""Ki Bwana Sekarat, apa maksud Ki Bwana Sekarat datang menemuiku di sini? Apakah ada utusan dari Puri Gerbang Kayangan?"Mendengar nama Puri Gerbang Kayangan disebutkan, kedua pendeta itu tetap tenang. Sebab mereka tahu, bahwa Baraka adalah orang Puri Gerbang Kayangan. Noda merah di kening Baraka sudah dilihat sejak awal jumpa. Semestinya mereka merasa sungkan, karena mer
Tetapi tiba-tiba sekelebat Sinar putih perak dari telapak tangan sang pengintai melesat lebih dulu sebelum Rajang Lebong lepaskan jurus 'Pasir Neraka' andalannya.Zlaaap...!Sinar putih perak yang dinamakan jurus 'Tapak Dewa Kayangan' itu tepat kedai dada Rajang Lebong.Deeub...! Blaaarrr...!Apa yang terjadi sungguh tak diduga-duga oleh Pangkas Caling. Tubuh Rajang Lebong hancur. Pecah menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang yang menyebar ke mana-mana. Bahkan darahnya sendiri tak bisa terkumpulkan. Ada yang membasahi batu, pohon, daun, ilalang, dan ke mana saja tak jelas bentuknya, hanya warna merah yang membuat alam sekitarnya bagai berbunga indah. Sedangkan Pangkas Caling gemetar antara takut dan memendam murka, ia sempat berkata pada dirinya sendiri, "Kalau begini matinya, bagaimana aku bisa meludahi Rajang Lebong? Apanya yang harus kuludahi! Celaka! Ada orang yang membantu kedua pendeta itu! Ilmunya pasti lebih tinggi! Sebaiknya aku harus lekas-l