"Oh, salah besar itu, Jarum Lanang! Salah besar! Aku melangkah terburu-buru karena ingin segera mencapai desa seberang sana untuk mencari kedai! Aku lapar sekali dan ingin segera mengisi perut!"
"Bohong! Wajahmu lebih tampan dariku, pasti Sumping Rengganis lebih terpikat dengan senyumanmu!"
"Terima kasih atas pengakuanmu itu! Tapi sungguh mati aku tidak menculik atau menyembunyikan kekasihmu, Jarum Lanang! Sebaiknya, kau percaya saja padaku, supaya di antara kita tidak terjadi pertarungan!"
"Kau kira aku takut melawanmu!" sentak Jarum Lanang sambil melangkah dua tindak ke depan.
"Tentu saja kau tidak takut padaku! Kau punya ilmu tinggi mestinya, terbukti kau berani menyerangku dengan lemparan pisau. Tapi aku pun juga tidak akan gentar melawanmu, hanya saja aku tidak suka berselisih karena kesalahpahaman!"
"Rupanya kau perlu dipaksa, Baraka! Heaaah...!"
Jarum Lanang segera melompat dan melepaskan pukulan tenaga dalamnya bercahaya kuning. Bara
Sejak tadi Dayang Selatan berdiri bagai mematung memandang ke arah jurang. Remang-remang cahaya rembulan tampakkan lekak-lekuk jurang dengan beberapa tanaman di tebingnya yang merimbun. Dasar jurang terlalu jauh untuk dilihat dan terlalu gelap, karena tak sepenuhnya mendapatkan sinar rembulan bila malam hari.Hati Dayang Selatan pun membatin, "Rasa-rasanya jurang ini sangat cocok untuk membuang bangkai si Ratu Teluh Bumi nanti! Jerit suaranya yang menggema panjang akan menjadi kepuasan hatiku, ketimbang ia mati tanpa pekik tanpa jerit!"Baru berpikir begitu, Dayang Selatan merasakan ada getaran tanah yang terjadi akibat pijakan kaki orang berjalan. Cepat-cepat Dayang Selatan palingkan wajahnya ke belakang. Beberapa kejap kemudian sesosok bayangan telah melesat, kemudian mendarat di tanah depannya. Sesosok bayangan itu adalah perempuan berpedang pendek di pinggangnya. Dia tak lain dari Ratu Teluh Bumi.Mereka saling pandang sejenak. Sama-sama tajam dalam memandan
Semuanya terjadi dengan sangat pelan. Tetapi kejap berikutnya, terdengar suara kasar, brukk...! Itu suara tubuh Ratu Teluh Bumi yang dilemparkan ke arah belakang oleh orang yang sedang semadi itu."Uhhg...! Monyet...!" maki Ratu Teluh Bumi dalam hati.Perempuan itu tidak mati. Perempuan itu hanya mengalami luka dalam akibat pukulan berasap dari Dayang Selatan itu. Tapi seandainya tubuhnya tidak disangga dan gerakannya tidak diatur oleh orang yang sedang duduk bersila itu, maka tubuh Ratu Teluh Bumi sudah pasti hancur tak berbentuk lagi. Ketinggian jurang itu sangat mengerikan jika dipandang dari bawah.Orang yang menyelamatkan Ratu Teluh Bumi itu duduk bersila tanpa peduli dengan keluh dan raungan kecil di belakangnya. Orang itu berkerudung kain hitam dari kepala sampai kaki. Matanya memandang ke satu arah tak berkedip. Di depannya itu, ada sungai kecil dengan lebar antara dua tombak. Celah-celah bebatuannya mempunyai tanaman setinggi mata kaki. Di sela-sela tan
Kejap berikut, barulah Siluman Selaksa Nyawa berkata, "Aku tidak punya pelayan.""Biarlah... aku saja yang menjadi pelayanmu. Aku bersedia....""Kau berjanji?""Ya. Aku berjanji, jika kau tolong aku, aku bersedia menjadi pelayanmu. Ooh... semakin panas sekujur tubuhku rasanya....""Peganglah jubahku!" kata Rawana Baka.Ratu Teluh Bumi tak paham maksud kata-kata itu. Tapi kemudian ia melakukan apa yang diperintahkan orang berjubah hitam sekujur tubuhnya itu. Ratu Teluh Bumi memegang jubah tersebut dengan kedua tangannya. Kemudian, ia melihat sendiri kulit tubuhnya menjadi menyala. Seperti ada sinar biru yang berpendar-pendar mengelilingi seluruh tubuhnya.Pada saat sinar biru itu menyala di tubuhnya, Ratu Teluh Bumi merasakan ada kesejukan yang meresap ke dalam tubuhnya. Kesejukan itu seakan begitu damai dan menyenangkan hati. Ratu Teluh Bumi meresapi kesejukan itu dengan mata terpejam pelan-pelan.Sedangkan Siluman Selaksa Nyawa tidak
RATU Teluh Bumi merasa sangat beruntung dapat bertarung dengan Dayang Selatan. Bahkan kalah dalam pertarungan ternyata bukan berarti harus mati selamanya. Kalah dalam pertarungan mempunyai sisi baik tersendiri yang kadang tak disadari oleh si penderita kekalahan. Andai dia menang melawan Dayang Selatan, ia tidak akan temukan sesuatu yang sangat berharga dalam sejarah hidupnya, pertama bisa bertatap muka dengan tokoh sakti yang namanya cukup kondang dan ditakuti setiap orang itu, kedua bisa mendengar cerita tentang bunga ajaib yang bernama bunga Sukma Weling.Bahkan dari kekalahannya itu, Ratu Teluh Bumi punya keberuntungan, yaitu dapat melihat bentuk tanaman bunga yang tumbuhnya seratus tahun sekali itu. Konon tanaman seperti itu hanya ada di tanah Jawa.Memperhatikan pertumbuhan bunga aneh itu, merupakan pengalaman yang amat mahal harganya. Apabila siang, tanaman bunga itu berubah warnanya menjadi kuning berkilauan, seperti tanaman dari logam emas mulia. Tapi jika mal
Begitu terpetik gagasan demikian, maka dengan berkelebat cepat Ratu Teluh Bumi menyambar bunga itu.Tess...! Kemudian ia segera membawanya lari menjauhi Siluman Selaksa Nyawa. Tentu saja perbuatan itu sangat mengejutkan Rawana Baka. Begitu kagetnya Siluman Selaksa Nyawa hingga ia terlonjak kaget, tubuhnya naik ke atas bagaikan terbang. Dalam keadaan melesat naik, ia sempat menyambar tongkat El Mautnya.Wuussst..!Ratu Teluh Bumi terus melarikan diri dengan menggunakan ilmu peringan tubuhnya, ia melompat ke sana kemari, dan tahu-tahu tercegat Siluman Selaksa Nyawa di depannya."Perempuan gila! Serahkan bunga itu!""Maaf, aku membutuhkannya, Rawana Baka! Jadi kumohon...."Wutt...! Tombak El Maut itu dikibaskan ke leher Ratu Teluh Bumi. Untung datangnya sempat diketahui dengan ekor mata Ratu Teluh Bumi, sehingga kibasan senjata yang ingin memenggal kepalanya itu bisa dihindari dengan cara merundukkan badan, berguling ke samping dan sentakkan ka
Bisa dibayangkan betapa kecewanya hati Siluman Selaksa Nyawa. Hampir seluruh kekuatannya dicurahkan untuk menyirami bunga itu siang malam, tanpa makan, tanpa minum, tanpa bergerak, dan tanpa berkedip, juga tanpa buang air segala, semua dilakukan demi tumbuh dan berkembangnya bunga Sukma Weling. Ia juga menguras perhatian, menguras hawa murni, demi mencapai satu ilmu yang akan menjadi kebanggaannya.Namun ketika bunga itu berkembang dan ilmu itu datang, ternyata orang lain yang menunai dan memakan hasilnya. Cukup lama Siluman Selaksa Nyawa terpaku di tempat karena perintah gaib dari Ratu Teluh Bumi. Ia tak bergerak mengejar sedikit pun kecuali memandangi kepergian si pencuri bunga dengan mulut tetap terkatup dan wajah tetap dingin.Setelah ia sadari keadaannya yang di luar kemauan pribadi, meledaklah murka sang tokoh sesat itu. Dihancurkannya batu sebesar rumah di depannya dengan satu pukulan dahsyat. Dibakarnya gubuk persinggahannya sendiri dengan satu ilmu api yang sa
Dess...!Ratu Teluh Bumi hampir terkapar saat itu. Untung ia masih bisa menjaga keseimbangan tubuhnya dengan terhuyung-huyung ke belakang. Tetapi dalam hatinya ia cepat membatin, "Jurus tendangan dan pedangnya memang cukup tinggi! Kalau aku tidak siap melapisi tubuhku dengan tenaga dalam yang tersalur menyeluruh, bisa remuk daguku oleh tendangannya tadi!"Wukk! Wukkk...!Ratu Teluh Bumi bersalto ke belakang dua kali untuk menjaga jarak dengan lawannya. Tapi sang lawan cepat mengejar dengan satu lompatan, lalu pedangnya menebas lagi dari kiri ke kanan, menyilang dari pinggang ke arah dada.Wuttt...!Ratu Teluh Bumi hanya melompat mundur satu kali, lalu begitu melihat dada Sumping Rengganis membuka, satu pukulan tenaga dalam dilepaskan melalui telapak tangannya.Suttt..!Cahaya merah melesat dari tapak tangan itu. Tapi Sumping Rengganis agaknya juga sudah siap, sehinga dengan cepat tangan kirinya menyentak maju dan seberkas sinar hijau
Ratu Teluh Bumi berusaha menghindari setiap cabikan kaki serigala dan gigitan binatang itu. Ia berguling-guling, sampai tubuhnya membentur pohon dan tak bisa bergerak lagi karena serigala itu sudah berada di depannya. Maka ia sentakkan pukulan tenaga dalam bercahaya kuning dari tangan kiri.Wuttt...! Behgg...!"Aiiik...!" binatang itu memekik, kemudian tubuhnya tersentak melayang ke belakang, ia terkena pukulan kuat. Dan ketika bangkit lagi, binatang itu segera larikan diri tanpa berpaling ke belakang. Ratu Teluh Bumi bangkit, ia segera ingat ada musuh yang menyerangnya dari samping. Ketika ia memandang ke arah barat, ternyata seorang pemuda sedang berdiri terlolong bengong pandangi kepergian Sumping Rengganis yang sudah berubah menjadi seekor serigala.Pemuda itu seakan ragu dengan apa yang dilihatnya. Melihat ciri-ciri pemuda berambut panjang yang diikat ke belakang dengan tubuh yang tinggi, tegap, berpakaian hijau tua, dan menyandang empat pisau terbang di pi
Nenek itu geleng-geleng kepala. "Sayang sekali wajahmu tampan tapi bodoh! Aku adalah si Cungkil Nyawa, penjaga makam ini!""Makam...! Bukankah ini petilasan sebuah keraton?""Keraton nenekmu!" umpat Nyai Cungkil Nyawa dengan kesal. "Ini makam! Bukan keraton! Kalau yang kalian cari reruntuhan bekas keraton, bukan di sini tempatnya! Kalian salah alamat! Pulanglah!""Kami tidak salah alamat!" bentak Ratna Prawitasari."Di reruntuhan inilah kami mencari jubah keramat itu! Karena kami tahu, di bawah reruntuhan ini ada ruangan penyimpan jubah keramat itu!""Dan kami harus menemukan jubah itu!" tambah Marta Kumba."Tak kuizinkan siapa pun menyentuh jubah itu! Dengar...!""Nenek ini cerewet sekali dan bandel!" geram Ratna Prawitasari."Pokoknya sudah kuingatkan, jangan sentuh apa pun di sini kalau kau ingin punya umur panjang dan ingin punya keturunan!" Setelah itu ia melangkah memunggungi Ratna Prawitasari dan Marta Kumba.Terd
Wuttt...! Kembali ia bergerak pelan dan sinar kuning itu ternyata berhenti di udara, tidak bergerak maju ataupun mundur."Menakjubkan sekali!" bisik Kirana dengan mata makin melebar.Sinar kuning itu tetap diam, tangan Ki Sonokeling terus berkelebat ke sana-sini dengan lemah lembut, dan tubuh Mandraloka bagai dilemparkan ke sana sini. Kadang mental ke belakang, kadang terjungkal ke depan, kadang seperti ada yang menyedotnya hingga tertatih-tatih lari ke depan, lalu tiba-tiba tersentak ke belakang dengan kuatnya dan terkapar jatuh.Dalam keadaan jatuh pun kaki Mandraloka seperti ada yang mengangkat dan menunggingkannya, lalu terhempas ke arah lain dengan menyerupai orang diseret.Sementara itu, Ki Sonokeling memutar tubuhnya satu kali dengan kaki berjingkat, hingga ujung jari jempolnya yang menapak di tanah.Wuttt...! Kemudian tangannya bergerak bagai mengipas sinar kuning yang sejak tadi diam di udara. Kipasan itu pelan, tapi membuat sinar kuning m
"Maksudmu!" Baraka terperanjat dan berkerut dahi."Lebih dari lima orang kubunuh karena dia mau mencelakaimu!""Lima orang!""Lebih!" tegas Kirana dalam pengulangannya."Waktu kau berjalan bersama orang hitam ini, tiga orang sudah kubunuh tanpa suara, dan kau tak tahu hal itu, Baraka!""Maksudmu, yang tadi itu?" tanya Baraka."Semalam!" jawab Kirana.Ki Sonokeling menyahut, "Jadi, semalam kita dibuntuti tiga orang?""Benar, Ki! Aku tak tahu siapa yang mau dibunuh, kau atau Baraka, yang jelas mereka telah mati lebih dulu sebelum melaksanakan niatnya!" jawab Kirana dengan mata melirik ke sana-sini.Ki Sonokeling jadi tertawa geli dan berkata, "Kita jadi seperti punya pengawal, Baraka!""Baraka," kata Kirana. "Aku harus ikut denganmu! Aku juga bertanggung jawab dalam menyelamatkan dan merebut pedang itu!"Baraka angkat bahu, “Terserahlah! Tapi kuharap kau...!"Tiba-tiba melesatlah benda mengkilap
"Bagaimana dengan Nyai Cungkil Nyawa, apakah dia punya minat untuk memiliki pedang pusaka itu?""Kurasa tidak! Nyai Cungkil Nyawa hanya mempertahankan makam itu sampai ajalnya tiba. Tak perlu pedang pusaka lagi, dia sudah sakti dan bisa merahasiakan pintu masuk ke makam itu. Toh sampai sekarang tetap tak ada yang tahu di mana pintu masuk itu.""Apakah Adipati Lambungbumi tidak mengetahuinya? Bukankah kakeknya dulu ikut mengerjakan makam itu?""O, kakeknya Lambungbumi hanya sebagai penggarap bagian atas makam saja. Dia penggarap pesanggrahan, tapi tidak ikut menggarap makam Prabu Indrabayu!""Ooo...!" Baraka manggut-manggut."Kau tadi kelihatannya tertarik dengan pedang pusakanya Ki Padmanaba, ya!""Tugasku adalah merebut pedang itu dari Rangka Cula!""Ooo...," kini ganti Ki Sonokeling yang manggut-manggut."Aku sempat terkecoh oleh ilmu sihirnya yang bisa mengubah diri menjadi orang yang kukenal. Kuserahkan pedang itu, dan tern
Reruntuhan cadas bercampur karang itu menimbun celah sempit tersebut dan menutup rapat. Bahkan sebongkah batu jatuh di depan mulut gua dan membuat mulut gua semakin kuat tertutup batu besar. Tak sembarang orang bisa mendorong batu tersebut, sebab bagian yang runcing menancap masuk ke dalam celah, menutup dan mengunci.Marta Kumba berkata, "Kalau begitu caranya, dia tidak akan bisa keluar dari gua itu, Ratna!""Biar! Biar dia mati di sana. Kurasa gua itu adalah sarang ular berbisa! Orang ganas macam dia memang layak mati dimakan ular, daripada kerjanya mengganggu perempuan-perempuan lemah!""Rupanya kau kenal dia, Ratna!""Ya. Dia yang bernama Gandarwo! Setiap dia masuk kampung, penduduk menjadi ketakutan, masuk pasar, pasar jadi bubar! Dialah biang keributan dan momok bagi masyarakat di mana ia berada!"Ratna Prawitasari menghembuskan napas kecapekan, ia duduk di atas batang pohon yang telah tumbang beberapa waktu lamanya. Marta Kumba pun duduk di
"Lakukanlah kalau kau berani! Lakukanlah!" Ratna Prawitasari maju setindak seakan menyodorkan tubuhnya agar dimakan."Grrr...!" Gandarwo mundur satu tindak dengan erangan gemas mau menerkam namun tak berani."Ayo, lakukanlah...!" Ratna Prawitasari maju lagi."Ggrr...! Nekat kau...!" Gandarwo mundur dengan makin gemas."Lakukanlah,..!Bedd...!"Uuhg....!" Gandarwo menyeringai dengan membungkuk dan memegangi 'jimat antik'-nya yang tahu-tahu ditendang kuat oleh Ratna Prawitasari.Tubuhnya merapat, meliuk ke kanan-kiri dengan mata terpejam, mulutnya mengeluarkan erang kesakitan. Sementara itu, Marta Kumba tersenyum-senyum menahan tawa. Marta Kumba pun segera berkata, "Baru sama perempuan saja sudah nyengir-nyengir begitu, apalagi mau melawan aku!"Begitu mendengar suara Marta Kumba berkata demikian, Gandarwo segera tegak dan menggeram, lalu dengan cepat ia lepaskan pukulan jarak jauhnya ke arah Marta Kumba. Sinar hijau tadi melesat
PANTAI berpasir putih mempunyai riak ombak yang tenang. Deburannya di pagi itu terasa lebih pelan dan damai ketimbang semalam. Tetapi pantai itu sekarang sedang dijadikan ajang pertarungan konyol, yaitu pertarungan yang bersambung dari semalam, berhenti untuk istirahat sebentar, kemudian paginya dilanjutkan lagi. Rupanya dua remaja yang dicari Nyai Cungkil Nyawa itu sudah berada di pantai tersebut. Mereka saling kejar dari Petilasan Teratai Dewa sampai ke pantai itu. Mereka adalah Marta Kumba dan gadis yang menyelamatkannya dari gigitan ular berbahaya itu.Gadis tersebut menyerang dengan pedangnya, tapi setiap kali serangan itu tak pernah dibalas oleh Marta Kumba. Hanya dihindari dan kadang ditangkis jika sempat. Sikap Marta Kumba yang tidak mau menyerang membuat gadis itu penasaran, sehingga selalu melancarkan pukulan dan serangan ke arah Marta Kumba, ia ingin mengenai pemuda itu walau satu kali saja, tapi tidak pernah berhasil."Sudah kukatakann kau tak akan berhasil
Orang itu mempunyai rambut hitam, panjangnya sepunggung tapi acak-acakan tak pernah diatur, sehingga penampilannya semakin kelihatan angker, menyeramkan. Di pinggangnya terselip kapak bermata dua yang masing-masing mata kapak berukuran lebar melengkung, ujungnya mempunyai mata tombak yang berwarna merah membara, kalau kena kegelapan malam mata tombak itu menjadi sangat terang bagai cahaya lampu. Gagang kapaknya agak panjang. Kapak itu kadang ditentengnya, jika capek diselipkan di sabuk hitamnya itu. Melihat wajahnya yang angker dan berbibir tebal karena memang mulutnya lebar, jelas kedatangannya ke petilasan itu bukan untuk maksud yang baik.Terbukti ketika ia melihat Nyai Cungkil Nyawa sedang tertidur di salah satu sudut dinding reruntuhan, orang itu segera mengangkat batu sebesar perutnya dan dilemparkan ke arah Nyai Cungkil Nyawa dengan mata mendelik memancarkan nafsu membunuh.Wusss...!Batu itu melayang di udara, menuju ke tubuh nenek kurus itu. Tapi tiba-t
Dalam perjalanan menuju rumah kediaman Ki Sonokeling, yang tinggal bersama cucu dan keponakannya itu, Baraka sempat menanyakan tentang diri Nyai Cungkil Nyawa."Ki Sonokeling sudah lama mengenal Nyi Cungkil Nyawa?""Cukup lama. Sejak aku berusia sekitar tiga puluh tahun, aku jumpa dia dan naksir dia. Tapi dia tidak pernah mau membalas taksiranku, hanya sikapnya kepadaku sangat bersahabat.""Saya kaget tadi waktu dia tiba-tiba menghilang dari pandangan. Tak sangka dia punya ilmu bisa menghilang begitu.""Dia memang perempuan misterius. Kadang kelihatan cantik dan muda, kadang kelihatan tua seperti itu. Kadang mudah dicari dan ditemukan, kadang dia menghilang entah pergi ke mana dan sukar ditemukan. Tapi karena aku suka sama dia, aku bersedia dijadikan pengurus taman di petilasan itu. Maka jadilah aku juru tamannya sejak berusia tiga puluh tahun, sedangkan dia adalah juru kunci penjaga makam Prabu Indrabayu itu. Kami saling kerja sama jika ada orang berilmu