"Itulah aku yang sekarang, Dadung Amuk!"
"Tapi aku buk... buk... bukan Dadung Amuk!"
"Omong Kosong! Ha ha ha...! Aku tak bisa kau tipu dengan kepura-puraanmu. Kau adalah Dadung Amuk! Kau tidak banyak berubah dan tetap berwatak pura-pura bodoh seperti dulu saja! Walaupun kau tanpa tambang pusakamu itu, tapi aku tetap bisa mengenali dirimu, Dadung Amuk! Ha ha ha...! O, ya... kau tidak perlu ikut bekerja seperti mereka! Kau bukan orang-orang seperti mereka! Dan... dan kenapa kau bisa jadi selemah ini? Apa yang telah terjadi pada dirimu, Dadung Amuk!"
“Tidak... tid... tidak ada apa-apa? Sumpah! Tidak ada apa-apa!"
"Jujur saja, Dadung Amuk! Aku tahu kau pasti dalam kesulitan! Aku akan ganti menolongmu, Dadung Amuk! Aku harus menolongmu, karena belum satu pun jasa baikmu padaku yang sempat kubalas!" sambil berkata begitu, Hantu Laut menepuk-nepuk pundak Singo Bodong dengan tetap merangkulkan tangannya ke pundak itu. Kadang ia meremas-remas pundak Singo Bo
Cempaka Ungu menambahkan kata, "Di depan dia, kau harus tegas dan kelihatan berilmu tinggi. Dia tak akan berani melawanmu, karena dia merasa berhutang nyawa padamu! Tunjukkan di depan dia bahwa kau adalah Dadung Amuk yang dikaguminya. Biasanya seseorang akan menurut dengan perintah orang yang dikagumi dan disanjungnya!"Ratu Pekat menambahkan kata lagi, "Tapi kau juga jangan kelihatan semena-mena kepadanya, supaya dia tidak berbalik benci kepadamu. Justru tampakkan sikapmu memuji keberhasilannya dalam memiliki Pusaka Tombak Kematian itu, biar dia semakin salut padamu. Tapi juga jangan terlalu merendahkan diri di depannya, supaya kau tetap dihormati olehnya.""Bagaimana... bagaimana kalau dia tahu bahwa aku bukan Dadung Amuk yang sebenarnya?"“Tidak mungkin!" sahut Cempaka Ungu. "Kau mengaku sebagai Singo Bodong saja dia tetap ngotot dan menganggapmu Dadung Amuk!""Ya. Kurasa dia tidak akan mengetahui bahwa kau adalah bukan Dadung Amuk. Dia tetap aka
"Karena ratu menyuruhku bilang begitu padamu.""Jadi, kau diperalat oleh Ratu Pekat?""Hmmm... anu... begini... bukan diperalat. Ratu sebenarnya menaruh hati melihat keperkasaanmu. Tapi dia tidak ingin kehilangan daya tarik terhadapmu jika kamu masih menempati kamar pribadinya. Jadi, dia ingin agar aku menyampaikan isi hatinya, bahwa dia tak mau kehilangan rasa tertarik kepadamu. Jika kau tetap menempati kamar pribadinya, dia akan kecewa dan rasa tertarik padamu berkurang, bahkan bisa hilang. Dia takut kehilangan hal itu, Hantu Laut! Jadi saranku, jangan kecewakan dia supaya dia semakin kagum dan tertarik padamu!""Ha ha ha ha...! Ya, ya... aku tahu maksudnya! Aku akan turuti saranmu itu!"Singo Bodong merasa lega, ternyata ia bisa bicara tanpa menimbulkan kecurigaan Hantu Laut. Lalu, ia berkata lagi sambil duduk di bangku taman samping istana. "Sebenarnya sudah lama aku ingin melawan sang ketua!""O, ya! Kalau begitu kita memang sangat cocok berte
Pada waktu prajurit itu belum tiba di istana, Singo Bodong sudah hampir membawa lari tombak pusaka tersebut. Tapi ketika ia didesak terus untuk memainkan satu jurus tombak oleh Hantu Laut, dan ia kibaskan tombak itu dengan sembarangan, Hantu Laut sempat terpental dan Singo Bodong pun cepat melepaskan tombak itu. Karena dari ujung tombak keluar sinar kilat biru yang segera melesat dan mengenai sebuah pohon.Pohon itu langsung hancur dari ujung sampai akarnya. Singo Bodong yang kaget, juga terpental karena ledakan pohon, dan tombaknya terlepas jatuh. Bahkan hampir-hampir kilatan cahaya biru itu mengenai Cempaka Ungu yang bersembunyi tak jauh dari pohon yang meledak itu. Karena takutnya, Singo Bodong gemetar dan segera mengambil tombak itu lalu menyerahkannya kembali kepada Hantu Laut sambil berkata dalam kepolosan asli Singo Bodong. "Mmma... maaf, aku tidak sengaja! Sungguh aku tidak sengaja, Hantu Laut! Ak... aku... aku tidak tahu kalau benda ini bisa keluarkan cahaya biru pet
Orang-orang yang mengerjakan perbaikan Kapal Neraka itu berhenti bekerja. Mereka memandangi suatu ketegangan yang terjadi di bawah pohon kelapa yang meliuk agak rendah ke pantai. Ketegangan itu terjadi antara Hantu Laut dan Gagak Neraka. Sedangkan Tabib Akhirat dengan dinginnya berdiri agak jauh dari mereka."Aku mendengar kabar kurang enak dari seseorang tentang dirimu, Hantu Laut!""Kabar tentang aku beranak!""Kabar kurang enak!" tegas Gagak Neraka."O, kabar kurang enak! Ya, mungkin saja!""Kau membunuh Tapak Baja?""Betul! Aku yang membunuhnya!""Kau mau memberontak kepada sang ketua?""Betul! Aku akan membunuh sang ketua!" jawab Hantu Laut tanpa tedeng aling-aling lagi, artinya secara blak-blakan dia berkata apa adanya."Sayang sekali sikapmu berbalik begitu, Hantu Laut! Padahal aku baru mau usulkan pada ketua untuk mengangkat kamu menjadi pengawal pribadiku!""Aku tak sudi! Mau apa kau!" tantang Hantu Laut.
Keringat banyak mengucur dari tubuh Tabib Akhirat, sementara itu, Cempaka Ungu segera dibawa lari oleh Ratu Pekat ke istana. Di perjalanan, Cempaka Ungu berkata, "Ibu, aku tak kuat lagi...!""Kuatkan anakku! Kuatkan! Ibu akan sembuhkan kamu dengan batu Galih Bumi...!"Tapi alangkah kecewanya Ratu Pekat, karena begitu tiba di istana, sebelum ia mengambil air yang akan dipakai merendam batu Galih Bumi dan diminumkan kepada Cempaka Ungu, ternyata gadis itu sudah menghembuskan napasnya yang terakhir.Ratu Pekat tak dapat berteriak dan mengucap kata apa pun. Tapi wajahnya menjadi merah dan nafsu untuk membunuh Hantu Laut menjadi berkobar besar.-o0o-Ratu Pekat segera kembali ke pantai untuk bikin perhitungan dengan Hantu Laut. Tak ada gentar sedikit pun pada diri Ratu Pekat. Mati pun ia siap demi menebus kematian anaknya.Di pantai, ternyata Tabib Akhirat merasa tak sanggup bertahan melawan Hantu Laut. Lukanya makin parah, ia harus
"Majulah kalau kau berani! Tombak ini akan menghantam kepalamu menjadi remuk!"“Tombak yang mana!" tanya Pendekar Kera Sakti dengan senyum makin lebar.Hantu Laut yang merasa masih memegang tombak dan diputar-putarkan di kepalanya itu menjadi tersentak kaget setelah ia melihat ke tangannya, ternyata sudah tidak memegang tombak lagi. Hantu Laut kebingungan memandang sekeliling dan berkata, "Mana tombakku tadi? Lho... mana tombakku!"Terdengar suara tawa Dewa Racun yang ada di belakang Hantu Laut. Dewa Racun bahkan berkata, "Ap... ap... apa yang kau cari, Gundul? Un... un... undur-undur atau kerang laut!""Diam kau, Bangsat! Aku mencari tombak pusakaku!"“Tak perlu dicar... car... cari! Tombakmu sudah musnah oleh ilmu ‘Tabir Ghaib’ milik anak muda tampan itu!"Hantu Laut cepat palingkan wajah kepada Baraka."Mana tombak pusakaku tadi, hah!"Baraka menjawab dengan tenang, "Sudah kumakan!"Ha
“Tentu saja sak... sak... sakit...! Tapi kala kau lukai orang lain, kau tidak memikirkan bahwa hal itu menyakitkan orang tersebut!""Ampunilah aku...! Tolonglah aku! Aku tidak akan bersikap seperti yang sudah-sudah! Aku telah sadar, bahwa ketinggian ilmu apa pun masih tetap ada yang bisa mengalahkan dan mengunggulinya...! Tolonglah aku, Pendekar Kera Sakti! Aku akan mengabdi padamu jika kau mau menolongku!""Aku tidak suka berteman dengan orang keji," kata Pendekar Kera Sakti."Ak... aku... aku tidak akan berbuat keji lagi! Aku... tobat!" Hantu Laut tundukkan kepala menahan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Wajah dukanya itu disembunyikan dengan penuh kepasrahan.Baraka melihat kepasrahan itu begitu tulus, kemudian ia berkata, "Kuberi kau kesempatan untuk memperbaiki tingkah lakumu selama ini! Jika kau tak mampu perbaiki tingkah lakumu, terpaksa aku tak mau peduli lagi dengan nyawamu!""Ba, ba, baaaik... baik! Beri aku kesempatan sat
"Wenar juga afa katamu, kafal tidak wergerak! Fadahal wanyak angin, layar fun werkemwang wagus!""Wagus, wagus!" omel Nakhoda Salju. "Periksa sekitar kapal, siapa tahu ada yang lego jangkar!""Waik, waik...!" kemudian Sumbing Gerhana memeriksa buritan dan sekitarnya, ia melihat jangkar masih ada di tempatnya, tidak bergerak turun."Dayuuung...!" teriak Sumbing Gerhana."Dayuuung...! Kafal tidak wergerak! Ayo, lekas dayuuung...!"Tarr...! Tarrr...!Sumbing Gerhana melecutkan cambuknya. Maka, dua puluh budak tanpa baju segera mendayung kapal itu dengan serempak. Mereka ada di kanan kiri kapal, duduk di tempat pendayung.Para budak pendayung paling takut jika Sumbing Gerhana marah. Cambukannya lebih sering ngawur.Sumbing Gerhana tak pernah pikirkan cambukannya mengenai hidung atau mata mereka, yang penting dengan melecutkan cambuk dan membentak-bentak, itu adalah tugas utama baginya, disamping menjaga keamanan sekitar geladak kap
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak
Kini kelihatannya Ki Bwana Sekarat mulai memperhatikan segala sikap Baraka yang tadi terjadi saat ia menceritakan kehebatan pedang maha sakti itu. Ki Bwana Sekarat bertanya pada pemuda dari lembah kera itu, "Tadi kudengar kau mengatakan 'persis', maksudnya persis bagaimana?""Aku melihat pedang itu ada di tangan muridmu."Ki Bwana Sekarat kerutkan dahi, pandangi Baraka penuh curiga dan keheranan."Aku tak punya murid. Semua muridku sudah mati ketika Pulau Mayat diobrak-abrik oleh Rawana Baka atau Siluman Selaksa Nyawa!"Baraka tersenyum. "Kau mempunyai murid baru yang hanya mempunyai satu ilmu, yaitu ilmu 'Genggam Buana'. Apakah kau sudah tak ingat lagi?"Segera raut wajah Ki Bwana Sekarat berubah tegang. "Maksudmu... maksudmu pedang itu ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu?""Benar!" lalu Baraka pun ceritakan kembali tentang apa yang dilihatnya saat Angon Luwak bermain perang-perangan dengan Saladin dan yang lainnya.
Wuuuss...! Kabut itu membungkus sekeliling mereka berdua. Kejap berikut kabut itu lenyap. Kedua tubuh mereka pun lenyap. Tak terlihat oleh mata siapa pun."Kita lenyap dari pandang mata siapa pun, Gusti Manggala. Suara kita pun tak akan didengar oleh siapa pun walau orang itu berilmu tinggi."Baraka memandangi alam sekeliling dengan kagum, sebab dalam pandangannya alam sekeliling bercahaya hijau semua. Mulut Baraka pun menggumam heran. "Luar biasa! Hebat sekali! Ilmu apa namanya, Ki?""Namanya ilmu... jurus 'Surya Kasmaran'.""Aneh sekali namanya itu?""Jurus ini untuk menutupi kita jika sewaktu-waktu kita ingin bermesraan dengan kekasih."Gelak tawa Baraka terlepas tak terlalu panjang. "Agaknya jurus ini adalah jurus baru. Aku baru sekarang tahu kau memiliki ilmu ini, Ki!""Memang jurus baru! Calon istrimu itulah yang menghadiahkan jurus ini padaku sebagai hadiah kesetiaanku yang menjadi penghubung antara kau dan dia!""Menakj
"Apa maksudmu bertepuk tangan, Bwana Sekarat?" tegur Pendeta Mata Lima.Dengan suara parau karena dalam keadaan tidur, KI Bwana Sekarat menjawab, "Aku memuji kehebatan Gusti Manggala-ku ini!" seraya tangannya menuding Baraka dengan lemas. "Masih muda, tapi justru akan menjadi pelindung kalian yang sudah tua dan berilmu tinggi!""Jaga bicaramu agar jangan menyinggung perasaanku, Bwana Sekarat!" hardik Pendeta Mata Lima.Ki Bwana Sekarat tertawa pendek, seperti orang mengigau, ia menepuk pundak Baraka dan berkata, "Pendeta yang satu ini memang cepat panas hati dan mudah tersinggung!""Ki Bwana Sekarat, apa maksud Ki Bwana Sekarat datang menemuiku di sini? Apakah ada utusan dari Puri Gerbang Kayangan?"Mendengar nama Puri Gerbang Kayangan disebutkan, kedua pendeta itu tetap tenang. Sebab mereka tahu, bahwa Baraka adalah orang Puri Gerbang Kayangan. Noda merah di kening Baraka sudah dilihat sejak awal jumpa. Semestinya mereka merasa sungkan, karena mer
Tetapi tiba-tiba sekelebat Sinar putih perak dari telapak tangan sang pengintai melesat lebih dulu sebelum Rajang Lebong lepaskan jurus 'Pasir Neraka' andalannya.Zlaaap...!Sinar putih perak yang dinamakan jurus 'Tapak Dewa Kayangan' itu tepat kedai dada Rajang Lebong.Deeub...! Blaaarrr...!Apa yang terjadi sungguh tak diduga-duga oleh Pangkas Caling. Tubuh Rajang Lebong hancur. Pecah menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang yang menyebar ke mana-mana. Bahkan darahnya sendiri tak bisa terkumpulkan. Ada yang membasahi batu, pohon, daun, ilalang, dan ke mana saja tak jelas bentuknya, hanya warna merah yang membuat alam sekitarnya bagai berbunga indah. Sedangkan Pangkas Caling gemetar antara takut dan memendam murka, ia sempat berkata pada dirinya sendiri, "Kalau begini matinya, bagaimana aku bisa meludahi Rajang Lebong? Apanya yang harus kuludahi! Celaka! Ada orang yang membantu kedua pendeta itu! Ilmunya pasti lebih tinggi! Sebaiknya aku harus lekas-l
Tubuh Pangkas Caling tak kelihatan setelah terjadi kilatan cahaya terang warna ungu akibat benturan tadi. Tubuh kedua pendeta itu terjungkal lima langkah dari jarak tempat berdiri mereka tadi. Hidung mereka sama-sama keluarkan darah, dan wajah mereka sama-sama menjadi pucat. Mereka sendiri tak sangka kalau akan terjadi ledakan sedahsyat itu."Jantung Dewa, apakah kita masih hidup atau sudah di nirwana?""Kukira kita masih ada di bumi, Mata Lima," jawab Pendeta Jantung Dewa dengan suara berat dan napas sesak. Getaran bumi terhenti, angin membadai hilang. Gemuruh bebatuan yang longsor bersama tanahnya pun tinggal sisanya. Kedua pendeta itu sudah tegak berdiri walau sesak napasnya belum teratasi. Tapi pandangan mata para orang tua itu sudah cukup terang untuk memandang alam sekitarnya.Pada waktu itu, keadaan Rajang Lebong yang sudah mati ternyata bisa bernapas dan bangkit lagi. Sebab sebelum Pangkas Caling menyerang, terlebih dulu meludahi wajah Rajang Lebong. Tet
Bersalto di udara dua kali masih merupakan kelincahan yang dimiliki orang setua dia. Kini keduanya sudah kembali mendarat di tanah dan langsung menghadang lawannya, tak pedulikan sinar kuning tadi kenai pohon itu langsung kering dari pucuk sampai akarnya."Rajang Lebong dan Pangkas Caling, mau apa kalian menyerang kami!" tegur Pendeta Jantung Dewa dengan kalem. Senyum Pangkas Caling diperlihatkan kesinisannya, tapi bagi Pendeta Jantung Dewa, yang dipamerkan adalah dua gigi taring yang sedikit lebih panjang dari barisan gigi lainnya. Pangkas Caling menyeringai mirip hantu tersipu malu.Sekalipun yang menyeringai Pangkas Caling, tapi yang bicara adalah Rajang Lebong yang punya badan agak gemuk, bersenjata golok lengkung terselip di depan perutnya. Beda dengan Pangkas Caling yang bersenjata parang panjang di pinggang kirinya."Kulihat kalian berdua tadi ada di Bukit Lajang!""Memang benar!" jawab Pendeta Jantung Dewa. Tegas dan jujur."Tentunya kalian
RESI Wulung Gading mengatakan, bahwa Seruling Malaikat tidak mempunyai kelemahan. Satu-satunya cara menghadapi Seruling Malaikat adalah, "Jangan beri kesempatan Raja Tumbal meniup Seruling itu!"Pendekar Kera Sakti punya kesimpulan, "Harus menyerang lebih dulu sebelum diserang. Karena jika Raja Tumbal diserang lebih dulu, maka ia tidak punya persiapan untuk meniup serulingnya. Syukur bisa membuat dia tidak punya kesempatan untuk mengambil pusaka itu!Itu berarti Baraka harus lakukan penyerangan mendadak ke Lumpur Maut. Padahal ia tidak mengetahui di mana wilayah Lumpur Maut. Maka, hatinya pun membatin, "Aku harus minta bantuan Angin Betina! Di mana perempuan itu sekarang?"Pendekar Kera Sakti dihadapkan pada beberapa persoalan yang memusingkan kepala. Pertama, ia harus mencari di mana Angon Luwak, agar Pedang Kayu Petir yang ada di tangan anak itu tidak jatuh ke tangan orang sesat. Kedua, ia harus temukan Delima Gusti dan memberi tahu tentang siasat Raja Tumbal
Diamnya Baraka dimanfaatkan oleh Angin Betina untuk berkata lagi, "Aku suka padamu, dan berjanji akan melindungimu!""Berani sekali kau berkata begitu padaku. Apakah kau tak merasa malu, sebagai perempuan menyatakan isi hatimu di depanku?""Aku lebih malu jika kau yang menyatakan rasa suka padaku lebih dulu!""Aneh!" Baraka tertawa, tapi tiba-tiba Angin Betina menyentak lirih, "Jangan tertawa!""Kenapa" Aku tertawa pakai mulutku sendiri!""Tawamu makin memancing gairahku," jawabnya dalam desah yang menggiring khayalan kepada sebentuk kehangatan. Baraka hanya tersenyum, matanya sempat melirik nakal ke dada Angin Betina. Perempuan itu pun berkata lirih lagi, "Jangan hanya melirik kalau kau berani! Lakukanlah! Tunjukkan keberanianmu sebagai seorang lelaki yang mestinya mampu tundukkan wanita sepertiku!"Baraka kian lebarkan senyum dan menggeleng. "Tidak. Anggap saja aku pengecut untuk urusan ini! Selamat tinggal!"Zlaaap...! Weesss...!