Dalam keadaan kritis begitu, Tengkorak Terbang cepat mencabut senjata cakranya yang berujung bergerigi. Senjata itu dipegang menggunakan dua tangan, bagian ujungnya dihadapkan ke depan. Tetapi kaki Tengkorak Terbang mulai terangkat-angkat karena hempasan angin kencang yang hampir menerbangkan tubuhnya.
"Hiaaaahh...!" Tengkorak Terbang pekikkan suara nyaringnya yang kering dan sember itu. Roda bergerigi di ujung senjata cakra berputar cepat bagaikan baling-baling. Kecepatan putaran gerigi itu memercikkan api merah. Api itu menyembur ke depan, semakin lama semakin besar dan membuat tubuh Tengkorak Terbang mulai terbebas dari tekanan angin badai.
Sementara itu, di seberang sana Badai Kelabu masih bertahan melepaskan kekuatan badainya dengan lebih besar lagi melalui kedua telapak tangannya yang terbuka dan ujung telapaknya menghadap ke tanah. Tangan itu pun gemetar bagai menerima tekanan yang membalik dari percikan bunga-bunga api senjata cakra itu.
Tubuh Tengkorak
"Semakin cantik dan hebat kau, Badai Kelabu!" puji Ratu Pekat yang rambutnya sudah mulai ditaburi uban walau tak terlalu banyak."Jangan puji aku demikian, Nyai. Aku sedang bersedih, dan menjadi lebih sedih lagi setelah mendengar cerita dari Cempaka Ungu tentang musibah yang melanda Istana Cambuk Biru ini.""Ya, aku pun ikut sedih. Tapi masa berkabungku ini tak mau kubuat berlarut-larut. Semua sudah menjadi takdir Dewata. Dan... oh, tentunya kau sudah mengenal kedua tamuku ini, Badai Kelabu," sambil Ratu Pekat menunjuk Pendekar Kera Sakti dan Dewa Racun.Badai Kelabu memandang kepada Dewa Racun, lalu menatap Pendekar Kera Sakti beberapa saat lamanya. Hatinya berdebar-debar menerima senyuman Baraka, si murid Setan Bodong itu, yang berdiri dengan tenang, kedua tangan terlipat di dada, mengenakan pakaian rompi kulit ular emas.Cempaka Ungu menjadi tak enak hati melihat Badai Kelabu menatap Pendekar Kera Sakti tiada berkedip, ia segera palingkan pandang denga
"Karena...Pusaka Tombak Kematian adalah jenis pusaka yang sulit dicari tandingannya, tak bisa dikalahkan dengan pusaka apa pun juga. Dia mempunyai sifat dan gerakan yang berbeda dari pusaka-pusaka pada umumnya."Pendekar Kera Sakti garuk-garuk kepalanya di depan mereka tanpa rasa canggung ataupun malu-malu, ia kelihatan orang yang paling berwajah tenang dan lugu, walau sudah mendengar banyak tentang keganasan Pusaka Tombak Kematian di tangan Tapak Baja. Bahkan Dewa Racun sendiri kelihatan gelisah memikirkannya, Cempaka Ungu tampak cemas memikirkan nasib istananya yang bisa direbut dengan mudah oleh Tapak Baja.Selewat hening sekejap, Ratu Pekat bertanya kepada Badai Kelabu, "Lantas apa maksudmu datang kemari, Badai Kelabu?""Guru terluka oleh pusaka itu. Dalam waktu sesingkat mungkin aku harus mencari obat untuk menyembuhkan luka Guru. Menurut Guru, hanya ada satu cara yang bisa menyembuhkan lukanya, yaitu dengan menggunakan sebuah batu yang bernama Batu Galih B
"Badai Kelabu! Jika aku terpaksa membunuhmu, bukan karena aku tidak menghargai persahabatan kita selama ini, tapi karena aku mempertahankan batu pusakaku ini! Jangan kau salahkan diriku jika nyawamu sampai melayang, karena kau tak mau mengikuti saranku untuk segera pulang ke Pulau Hitam!""Nyai Ratu," kata Badai Kelabu dengan berdiri tegak siap menyerang, "Sejujurnya kukatakan, aku cukup senang dan gembira menerima tantanganmu! Kalau toh aku harus mati, biarlah aku mati lebih dulu daripada mati setelah guruku!""Baiklah! Kau rupanya lebih senang mati di tanganku daripada mati di tangan orang lain. Hiaaat...!"Ratu Pekat kembali sentakkan tangannya dari bawah ke atas depan, dan Badai Kelabu cepat hentakkan kaki, tubuhnya melenting di udara. Kejap berikut, tubuh itu sudah berdiri tegak menghindari pukulan jarak jauhnya Ratu Pekat.Tangan Badai Kelabu segera bergerak memutar ke belakang keduanya, lalu seperti melepas burung ia lepaskan pukulan 'Badai Gunung'
"Berselisih!" bentak Dewa Racun. "Pertarungan bisa terjadi!""Jadi, maksudmu kita harus memihak salah satu dari mereka. Tidak, Dewa Racun! Aku tidak mau mencampuri urusan orang lain, kecuali hanya sebagai pihak penengah! Tugas kita di sini hanya menjaga serangan dari Siluman Selaksa Nyawa yang bisa datang sewaktu-waktu. Tapi sampai lima hari kita di pulau ini, tak ada utusan dari Siluman Selaksa Nyawa yang datang menyerang. Berarti kita harus segera berangkat ke Pulau Serindu. Aku sudah tak sabar lagi ingin segera bertemu dengan Hyun Jelita, nyai gustimu itu, Dewa Racun. Aku tak mau ikut campur urusan Badai Kelabu dan Ratu Pekat!""Mak... mak... mak....""Makan.""Maksudnya!" sentak Dewa Racun. Biasanya jika dia kesulitan mengucap satu kata, jika sudah ditebak oleh orang lain, kata-kata yang akan diucapkan segera dapat ditemukan dan dilontarkan. Tapi jika orang lain itu salah menebak apa yang ingin diucapkan, Dewa Racun sering merasa dongkol hatinya.
Sinar merah yang terkena kibasan tangan Baraka itu membalik, yang semula besarnya seperti sebatang lidi, kini menjadi lebih besar lagi, tiga kali lipat dari besar semula. Kecepatan geraknya pun melebihi kecepatan semula. Hampir saja Mata Elang tak sempat menghindari serangan yang membalik ke arahnya jika tubuhnya tidak disentakkan oleh tangan Cempaka Ungu dengan sekuat tenaga.Brakkk...! Prokkk...!Tubuh Mata Elang yang didorong keras oleh Cempaka Ungu terlempar dan membentur reruntuhan bekas pintu gerbang. Pelipisnya menghantam kuat sebuah benda keras, dan akhirnya berdarah, ia menyeringai sambil memegangi pelipisnya. Sedangkan sinar merah yang membalik itu juga hampir saja mengenai tangan Cempaka Ungu saat gadis itu mendorong tubuh Mata Elang. Untung Cempaka Ungu cepat menarik tangannya dan berguling ke arah samping, sehingga sinar merah itu menghantam tiang penyangga atap di serambi samping. Tiang sebesar tiga pelukan manusia itu menjadi gompal pada bagian salah sat
SUNGGUH sederhana pengobatan itu. Setelah beristirahat satu malam, esok paginya semua luka memar telah hilang, luka berdarah di betisnya menjadi kering dan nyaris hilang. Badan terasa segar, bahkan Badai Kelabu merasa seperti mendapat kekuatan baru. Lebih lincah dalam bergerak, lebih lega dalam bernapas."Hanya seperti itu...?" gumam Cempaka Ungu di dalam hatinya. "Apakah suatu saat nanti kalau aku mengalami luka dalam atau luka luar bisa cepat sembuh secepat itu?"Hanya saja, Badai Kelabu masih sedikit sangsi dengan kemampuan Baraka. Terang-terangan ia berkata, "Pusaka Tombak Kematian adalah pusaka yang ganas dan berbahaya, apalagi di tangan orang-orang angkara murka! Tak pernah ada lawan yang luput dari ancaman maut Pusaka Tombak Kematian, menurut cerita guruku. Jika kau ingin mengobati guruku, apakah kau punya pusaka lain yang bisa menandingi racun dari Pusaka Tombak Kematian itu? Apakah kau juga mempunyai Batu Galih Bumi, seperti yang dimiliki Nyai Ratu Pekat itu?"
"Kau bermaksud menghinaku?"“Tidak. Aku tidak bermaksud menghinamu atau merendahkan kamu. Tapi aku bermaksud memacu semangatmu agar terus menuntut ilmu setinggi mungkin, supaya kau tidak direndahkan oleh orang lain!"Badai Kelabu akhirnya hempaskan napas panjang, lalu berkata, "Sulit sekali membantah kata-katamu. Sebaiknya memang kita segera bertolak dari pulau ini menuju Pulau Hitam. Sebaiknya... sebaiknya aku memeriksa perahu dulu sebelum berangkat!""Aku hanya akan membawa Dewa Racun. Mungkin dia bisa membantuku!"Tanpa diketahui oleh mereka, sepasang mata memperhatikan percakapan itu dan mencuri dengar semuanya. Sepasang mata itu adalah milik Cempaka Ungu yang berwajah berang.-o0o-Baru saja menapakkan kakinya di pasir pantai, Badai Kelabu sudah mendapat serangan dari arah belakang. Hembusan angin panas terasa melesat mendekati punggungnya. Badai Kelabu cepat sentakkan kaki dan melesat ke samping.Wuttt...! Da
"Sial! Dia mengetahui keadaanku!" geram Cempaka Ungu dalam hatinya. Karena rasa malu, maka tanpa bicara apa-apa lagi, ia segera sentakkan kaki dan kembali menerjang ke arah lawannya."Hiaaat...!"Wugggh...! Wugggh...!Dua sosok perempuan itu saling terjang kembali di udara. Pedang mereka saling dikibaskan dengan cepat.Trang trang trang...!Buhgg...! Jleg...!Cempaka Ungu mendaratkan kakinya di tanah, ia telah berhasil menyodok bagian bawah ketiak lawannya dengan siku yang berkekuatan tenaga dalam.Sodokannya tadi terasa terkena telak. Itulah sebabnya ia membalikkan tubuh dengan tersenyum angkuh. Badai Kelabu berhasil berdiri dengan tegak walau tadi saat mendaratkan kakinya di atas batu tempat berdirinya Cempaka Ungu itu hampir saja ia terjungkal jatuh.Sodokan keras bertenaga dalam terasa meremukkan tulang rusuk dan menahan jalur pernapasannya. Tetapi ia masih mampu menahan dengan mengeraskan seluruh urat yang ada di sekitar b