Baraka berkerut dahi, karena merasa baru pertama kali itu bertemu dengan perempuan cantik yang tampaknya cukup matang dalam bergaulan. Melihat kalung dan gelangnya, tentulah ia perempuan yang masih mempunyai keturunan darah biru.
"Dua hari aku mencarimu, Pembunuh budiman! Ternyata baru sekarang kita saling jumpa," kata perempuan itu. "Mungkin sudah waktunya kita saling tentukan nasib, siapa yang mati di balik kematian guruku ini!"
Kian kuat dahi Baraka berkerut memandangi si cantik yang bermata indah tapi berkesan galak itu. Agaknya si cantik berbibir selalu basah itu punya dendam yang tak sabar ingin dilampiaskan. Tentu saja Pendekar Kera Sakti tidak gegabah melayani dendam perempuan secantik itu.
"Siapa kau, Nona cantik?" sapa Baraka meramahkan diri. Setelah perempuan itu memandangi Baraka beberapa saat tanpa berkedip, ia pun segera menjawab pertanyaan yang sempat hening tanpa jawaban tadi.
"Namaku Delima Gusti, murid Ki Randu Papak! Rupanya kau adalah
Yang jelas Baraka dan Delima Gusti sama-sama memandang ke arah datangnya sinar merah itu. Ternyata sinar itu datang dari seorang gadis bertahi lalat kecil di sudut bibir atasnya. Gadis berpakaian kuning kunyit itu tak lain adalah Putri Kunang. Matanya memandang dingin kepada Delima Gusti. Sedangkan yang dipandang pun balas memandang sinis, lalu menyapa dengan nada bermusuhan."Apa maksudmu membela pembunuh budiman itu! Biar disangka punya cinta dan rela berkorban. Hmmm...!" Delima Gusti mencibir."Aku bukan membela dia, Perempuan Tolol! Aku hanya selamatkan dia, karena dia belum mau bicara tentang di mana Cambuk Getar Bumi itu disimpannya!""O, jadi kau juga mencari cambuk pusaka guruku. Kalau begitu kau pun harus kuberi pelajaran biar tahu adat bahwa orang yang bukan murid Raja Hantu Malam tak boleh memiliki cambuk pusaka!""Aku membutuhkan cambuk itu, bukan untuk kumiliki!""Alasanmu bisa saja dibuat-buat! Aku pun membutuhkan cambuk itu! Dan untu
Mereka tak tahu bahwa Baraka sudah mendekati gerbang padepokan Resi Wulung Gading. Tempat itu sudah dibangun kembali dan tertata rapi. Tapi tempat yang dulunya ramai oleh para murid Resi Wulung Gading itu, kini menjadi sepi, sunyi, bagai sebuah petilasan belaka. Para murid Resi Wulung Gading sudah tewas semua dibantai habis oleh Raja Hantu Malam palsu alias Dampu Sabang. Waktu itu Baraka datang ke tempat tersebut dalam keadaan masih menjadi ladang pembantaian. Di mana-mana terdapat mayat yang mulai membusuk. Dan waktu itu, hanya ada dua anak buah atau murid padepokan yang selamat dari pembantaian, yaitu dua orang yang ditugaskan menghubungi seorang kenalan Resi Wulung Gading di pantai selatan, bernama Dul dan Sukat.Sekarang, ketika Baraka sedang mengamat-amati tempat itu, Dul muncul dari balik pintu gerbang, ia menyapa ramah kepada Baraka, sehingga percakapan pun terjadi tanpa kesan duka dan permusuhan."Apakah kau ingin bertemu dengan Guru?" tanya Dul yang ilmunya ta
Baraka segera menceritakan permusuhannya dengan Siluman Selaksa Nyawa, dan pada akhirnya ia berkata, "Seandainya Resi berkenan, biarlah saya yang menumpas habis riwayat tokoh sesat itu dengan Pedang Kayu Petir."Tetapi Resi Wulung Gading berkata, "Pedang Kayu Petir sudah berpuluh-puluh tahun hilang dari tanganku. Aku sedang melacaknya dengan teropong sukma, karenanya aku banyak bertapa untuk mencari pedang itu lewat alam gaib. Kurasa kau bisa lakukan hal itu, sebab kau punya tanda di keningmu yang membuatmu bisa keluar masuk ke alam gaib.Baraka sunggingkan senyum tersipu dan sedikit tundukkan wajah, ia jadi tak enak hati dilihat tanda merah di keningnya yang memang merupakan tanda kehormatan dari Ratu Gusti Hyun Ayu Kartika Wangi, calon mertuanya, yang mampu membuatnya keluar-masuk alam tak terlihat mata manusia."Kelak, jika Pedang Kayu Petir sudah kutemukan, akan kupinjamkan padamu dan singkirkanlah manusia terkutuk itu agar tak menjadi malapetaka bagi kehidu
Delima Gusti perdengarkan suaranya yang bernada dingin itu, "Pembunuh budiman, ke mana pun kau lari kau tak akan bisa hilang dari pandanganku! Sebaiknya serahkan saja cambuk milik guruku itu!""Siapa gurumu itu? Raja Hantu Malam? O, bukan! Kau bukan murid Raja Hantu Malam," kata Baraka dalam sunggingkan senyum menawan. "Kau adalah putri Adipati Suralaya yang kenal baik dengan Raja Hantu Malam. Hanya kenal baik."Perempuan cantik yang dadanya montok itu terperanjat mendengar kata-kata Baraka. Tetapi Putri Kunang pun kaget dan memandangi Delima Gusti dengan dahi berkerut tajam."Jadi..., kau adalah orang kadipaten Suralaya!"Delima Gusti tidak menjawab, ia hanya memandang sinis pada Baraka."Dan kau, Putri Kunang, entah apa maksudmu bersikeras mendapatkan cambuk itu, yang kutahu kau adalah anak mendiang Watu Saka, bekas bajak laut yang menjadi penguasa Pulau Dadap.""Dari mana kau tahu!" Putri Kunang terkejut.Delima Gusti ikut-ikutan k
Zraabb...! Kraakk...!Sebatang pohon besar retak dalam keadaan mengering seketika. Kulit batang hangus dan dedaunannyapun berhamburan menjadi abu."Tahan seranganmu, Ki Lumaksono!" seru Baraka yang tak mau memberikan perlawanan. Tapi tokoh tua yang satu ini agaknya sudah tak mau dengar lagi alasan apa pun dari mulut Pendekar Kera Sakti. Maka dengan cepat ia sentakkan kakinya ke bumi.Bluug...!Dan tanah pun bergolak bagai dilanda gempa hebat. Tubuh Baraka yang baru saja mendarat dari lompatannya terpaksa harus bersalto lagi di udara. Kakinya ditapakkan pada batang pohon yang sedang miring karena mau tumbang.Dees...!Batang pohon itu menerima sentakan kaki Baraka. Tubuh Pendekar Kera Sakti melenting kembali ke udara, tapi pohon itu segera tumbang bagaikan mendapat dorongan keras dari tenaga amat besar.Bruk!Baru saja Baraka mau jejakkan kaki ke bumi, tongkat Ki Lumaksono segera menyambar tubuh Baraka dengan gerakan amat cepat.
"Justru aku mendampinginya untuk dapatkan cambuk itu!""Kalau begitu kau pun perlu mengetahui bahwa aku tidak memiliki cambuk itu!""Kau tak bisa bohongi kami!" katanya dengan dingin sekali."Aku berani bersumpah. Kusarankan urungkan niat itu, sebab cambuk tersebut telah terkena kutuk seorang paderi, bahwa barang siapa menggunakan cambuk itu untuk pertarungan, maka selamanya si pemegang cambuk akan menjadi orang sesat dan rohnya akan berkelana masuk ke binatang-binatang menjijikkan. Ingatlah itu, Dewa Sengat!"Tangan Dewa Sengat menggenggam di udara. Tangan itu segera ditarik ke dada, genggamannya dibuka, dan seekor lebah terbang dari dalam genggaman itu. Baraka memandang dengan heran, tak mengerti apa maksudnya."Apa maksudnya memamerkan sihir seperti itu di depanku?" pikir Baraka, namun pikiran itu segera disingkirkan karena Dewa Sengat segera beberkan masalahnya."Cambuk Getar Bumi harus didapatkan oleh muridku; Putri Kunang, karena pada
"Belum. Tapi kita tunggu saja sampai ia terbangun. Pasti ia akan sebutkan di mana Cambuk Getar Bumi disembunyikan.""Tapi hari sudah hampir petang, Guru. Haruskah kita menunggunya di sini?""Memang tidak, muridku. Kita akan memindahkan Baraka ke gua di kaki bukit yang ada di sebelah barat itu."Bukit di sebelah barat adalah anak Gunung Keong Langit. Penduduk di sekitar situ, termasuk penduduk Desa Pucangan menyebutkan demikian, karena bentuk bukit itu walau berbeda arah namun menyerupai Gunung Keong Langit. Agaknya Dewa Sengat sudah pernah menjelajahi bukit itu, sehingga ia tahu persis tentang sebuah gua berlangit-langit tinggi dan mempunyai tempat yang lebar, sedikit dalam. Bebatuan yang ada di dalamnya membentuk benteng bagi serangan yang datang dari luar gua.Di sanalah, Baraka dibawa oleh Dewa Sengat, sementara Suling Naga Krishnanya dibuang oleh Putri Kunang di jurang yang ada di kaki Gunung Keong Langit. Sayang waktu itu Baraka tertidur nyenyak sehi
Putri Kunang terganggu pandangan matanya. Sebenarnya yang dilihatnya adalah seekor naga, tapi dalam kenyataan yang ada di samping Baraka adalah suling mustikanya. Suling itu memang telah dibuang oleh Putri Kunang ke jurang. Tetapi ia tak tahu bahwa didalam suling itu bermukim mustika Naga Bumi, jelmaan dari Naga Bumi.Tak heran ketika Baraka bangun di pagi hari, ia temukan Suling Naga Krishna masih di sampingnya. Hanya saja, keadaan Baraka sudah berbeda dari biasanya. Baraka mengalami hilang ingatan."Benda apa ini? Kenapa ada di sampingku?" ucapnya heran ketika melihat Suling Naga Krishnanya. Memandangi gua itu pun ia sangat heran. "Mengapa aku ada di sini? Siapa yang membawaku ke sini? Untuk apa aku ada di gua ini?"Baraka masih sibuk memperhatikan Suling Naga Krishnanya, ia benar-benar tak mengerti Suling Naga Krishna itu untuk apa. Maka ketika ia bergegas pergi meninggalkan gua, Suling Naga Krishna itu ditinggalkannya pula. Ia melangkah tanpa tujuan da
Tetapi tiba-tiba sekelebat Sinar putih perak dari telapak tangan sang pengintai melesat lebih dulu sebelum Rajang Lebong lepaskan jurus 'Pasir Neraka' andalannya.Zlaaap...!Sinar putih perak yang dinamakan jurus 'Tapak Dewa Kayangan' itu tepat kedai dada Rajang Lebong.Deeub...! Blaaarrr...!Apa yang terjadi sungguh tak diduga-duga oleh Pangkas Caling. Tubuh Rajang Lebong hancur. Pecah menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang yang menyebar ke mana-mana. Bahkan darahnya sendiri tak bisa terkumpulkan. Ada yang membasahi batu, pohon, daun, ilalang, dan ke mana saja tak jelas bentuknya, hanya warna merah yang membuat alam sekitarnya bagai berbunga indah. Sedangkan Pangkas Caling gemetar antara takut dan memendam murka, ia sempat berkata pada dirinya sendiri, "Kalau begini matinya, bagaimana aku bisa meludahi Rajang Lebong? Apanya yang harus kuludahi! Celaka! Ada orang yang membantu kedua pendeta itu! Ilmunya pasti lebih tinggi! Sebaiknya aku harus lekas-l
Tubuh Pangkas Caling tak kelihatan setelah terjadi kilatan cahaya terang warna ungu akibat benturan tadi. Tubuh kedua pendeta itu terjungkal lima langkah dari jarak tempat berdiri mereka tadi. Hidung mereka sama-sama keluarkan darah, dan wajah mereka sama-sama menjadi pucat. Mereka sendiri tak sangka kalau akan terjadi ledakan sedahsyat itu."Jantung Dewa, apakah kita masih hidup atau sudah di nirwana?""Kukira kita masih ada di bumi, Mata Lima," jawab Pendeta Jantung Dewa dengan suara berat dan napas sesak. Getaran bumi terhenti, angin membadai hilang. Gemuruh bebatuan yang longsor bersama tanahnya pun tinggal sisanya. Kedua pendeta itu sudah tegak berdiri walau sesak napasnya belum teratasi. Tapi pandangan mata para orang tua itu sudah cukup terang untuk memandang alam sekitarnya.Pada waktu itu, keadaan Rajang Lebong yang sudah mati ternyata bisa bernapas dan bangkit lagi. Sebab sebelum Pangkas Caling menyerang, terlebih dulu meludahi wajah Rajang Lebong. Tet
Bersalto di udara dua kali masih merupakan kelincahan yang dimiliki orang setua dia. Kini keduanya sudah kembali mendarat di tanah dan langsung menghadang lawannya, tak pedulikan sinar kuning tadi kenai pohon itu langsung kering dari pucuk sampai akarnya."Rajang Lebong dan Pangkas Caling, mau apa kalian menyerang kami!" tegur Pendeta Jantung Dewa dengan kalem. Senyum Pangkas Caling diperlihatkan kesinisannya, tapi bagi Pendeta Jantung Dewa, yang dipamerkan adalah dua gigi taring yang sedikit lebih panjang dari barisan gigi lainnya. Pangkas Caling menyeringai mirip hantu tersipu malu.Sekalipun yang menyeringai Pangkas Caling, tapi yang bicara adalah Rajang Lebong yang punya badan agak gemuk, bersenjata golok lengkung terselip di depan perutnya. Beda dengan Pangkas Caling yang bersenjata parang panjang di pinggang kirinya."Kulihat kalian berdua tadi ada di Bukit Lajang!""Memang benar!" jawab Pendeta Jantung Dewa. Tegas dan jujur."Tentunya kalian
RESI Wulung Gading mengatakan, bahwa Seruling Malaikat tidak mempunyai kelemahan. Satu-satunya cara menghadapi Seruling Malaikat adalah, "Jangan beri kesempatan Raja Tumbal meniup Seruling itu!"Pendekar Kera Sakti punya kesimpulan, "Harus menyerang lebih dulu sebelum diserang. Karena jika Raja Tumbal diserang lebih dulu, maka ia tidak punya persiapan untuk meniup serulingnya. Syukur bisa membuat dia tidak punya kesempatan untuk mengambil pusaka itu!Itu berarti Baraka harus lakukan penyerangan mendadak ke Lumpur Maut. Padahal ia tidak mengetahui di mana wilayah Lumpur Maut. Maka, hatinya pun membatin, "Aku harus minta bantuan Angin Betina! Di mana perempuan itu sekarang?"Pendekar Kera Sakti dihadapkan pada beberapa persoalan yang memusingkan kepala. Pertama, ia harus mencari di mana Angon Luwak, agar Pedang Kayu Petir yang ada di tangan anak itu tidak jatuh ke tangan orang sesat. Kedua, ia harus temukan Delima Gusti dan memberi tahu tentang siasat Raja Tumbal
Diamnya Baraka dimanfaatkan oleh Angin Betina untuk berkata lagi, "Aku suka padamu, dan berjanji akan melindungimu!""Berani sekali kau berkata begitu padaku. Apakah kau tak merasa malu, sebagai perempuan menyatakan isi hatimu di depanku?""Aku lebih malu jika kau yang menyatakan rasa suka padaku lebih dulu!""Aneh!" Baraka tertawa, tapi tiba-tiba Angin Betina menyentak lirih, "Jangan tertawa!""Kenapa" Aku tertawa pakai mulutku sendiri!""Tawamu makin memancing gairahku," jawabnya dalam desah yang menggiring khayalan kepada sebentuk kehangatan. Baraka hanya tersenyum, matanya sempat melirik nakal ke dada Angin Betina. Perempuan itu pun berkata lirih lagi, "Jangan hanya melirik kalau kau berani! Lakukanlah! Tunjukkan keberanianmu sebagai seorang lelaki yang mestinya mampu tundukkan wanita sepertiku!"Baraka kian lebarkan senyum dan menggeleng. "Tidak. Anggap saja aku pengecut untuk urusan ini! Selamat tinggal!"Zlaaap...! Weesss...!
"Apa bahaya itu?""Mereka terancam oleh orang-orang Lumpur Maut."Baraka berkerut dahi secepatnya. "Raja Tumbal, maksudmu?""Ya. Raja Tumbal bermaksud menaklukkan kedua biara itu, sebab kedua biara itu dianggap perguruan yang berbahaya jika sampai bersatu. Selama ini kedua biara itu tidak bisa bersatu karena ada perbedaan pendapat mengenai aliran kepercayaan mereka. Ancaman dari Raja Tumbal itulah yang membuat mereka harus bisa mendapatkan Pedang Kayu Petir, sebab mereka tahu bahwa Raja Tumbal telah memiliki pusaka Seruling Malaikat.""Bukankah Pedang Kayu Petir sudah ada di tangan Raja Tumbal?"Angin Betina gelengkan kepala dengan tenang."Tidak mungkin, sebab jika Raja Tumbal sudah memiliki pedang yang asli, tentunya kedua biara sudah diserangnya, negeri Muara Singa sudah direbutnya, dan negeri-negeri lain sudah ditumbangkannya. Sampai sekarang Raja Tumbal belum mau bergerak, sebab ia punya firasat munculnya pedang maha sakti itu. Ia harus
Tak ada jawaban. Ilmu ‘Ilmu Menyadap Suara Angin’ digunakan. Ternyata memang tak ada suara siapa-siapa ditempat itu. Akhirnya Baraka duduk di salah satu tepi danau itu."Ke mana anak itu? Jika tak ada di sini, berarti dia berlari dan bersembunyi di tempat lain. Tapi di mana kira-kira? Haruskah kutanyakan kembali kepada Sabani, kakaknya? Ah, capek kalau harus bolak-balik ke sana."Sesaat kemudian di hati Pendekar Kera Sakti timbul kecemasan yang samar-samar. "Jangan-jangan dia terperosok di jurang sebelah timur tadi? Ah, mudah-mudahan tidak demikian. Biarlah kedua pendeta bodoh itu yang terperosok di jalanan tepi jurang timur itu. Kalau tidak terperosok pasti mereka sudah mengejar dan menemukanku di sini. Seandainya mereka menemukanku di sini dan menyerangku, apakah aku harus melumpuhkan mereka?"Pikiran Baraka sempat melayang-layang tak tentu arah. Tapi segera dikembalikan pada pokok persoalannya, ia masih merasa tak habis pikir, mengapa ked
Jaaab...!Tanah keras itu merekah, dari rekahannya keluar asap putih dan cahaya sinar biru membara di dalamnya. Kejap berikutnya tanah itu kembali utuh, namun rumput-rumputnya rontok dan mengering kecoklatan."Mana dia tadi?" Pendeta Jantung Dewa mencari-cari Baraka tanpa menengok kepada kakaknya. Pendeta Mata Lima juga menengok ke sana-sini dan begitu menengok ke belakang terpekik kaget."Hahhh...!"Wajahnya lucu. Wajah tua berkumis dan berwibawa itu membelalakkan mata dan melebarkan mulut karena kaget. Bahkan tubuhnya sempat terlonjak satu tindak ke samping. Tapi wajah itu buru-buru dibuat tenang dan berwibawa, walau yang terlihat adalah wajah menahan rasa malu dan jengkel. Sedangkan Pendeta Jantung Dewa tetap tenang memandangi Baraka yang tersenyum geli melihat kelucuan wajah Pendeta Mata Lima itu."Hebat sekali kau bisa hindari jurus 'Jala Surga'-ku," kata Pendeta Jantung Dewa sambil manggut-manggut."Tapi dapatkah kau tetap bertahan den
Baraka ingin berkecamuk lagi di dalam hatinya, tapi ia batalkan karena kecamuknya akan diketahui oleh Pendeta Mata Lima. Kini ia bahkan berkata dengan tegas dan lebih bersikap berani."Eyang-eyang Pendeta, saya mohon maaf tidak bisa membantu maksud Eyang. Jadi, izinkan saya lewat tanpa ada sikap memaksa!""Tidak bisa!" si Mata Lima berkata dengan tegas juga. "Kami tak bisa lepaskan orang yang tahu tentang pedang itu! Dengan menyesal dan sangat terpaksa, aku harus tunjukkan padamu bahwa kami benar-benar membutuhkannya!""Apa maksud kata-katanya?" pikir Baraka setelah mereka bertiga sama-sama diam. Tapi mata Baraka segera melihat bahwa tasbih hitam yang ada di tangan Pendeta Mata Lima itu diremas-remas semakin kuat.Remasan itu kepulkan asap putih, dan tiba-tiba Baraka rasakan perutnya bagai dipelintir sekuat tenaga, hingga akhirnya ia jatuh terbanting."Uuhg...!"Bruuk...!"Gila! Rupanya dia telah serang diriku dengan kekuatan batinnya