Putri Kunang terganggu pandangan matanya. Sebenarnya yang dilihatnya adalah seekor naga, tapi dalam kenyataan yang ada di samping Baraka adalah suling mustikanya. Suling itu memang telah dibuang oleh Putri Kunang ke jurang. Tetapi ia tak tahu bahwa didalam suling itu bermukim mustika Naga Bumi, jelmaan dari Naga Bumi.
Tak heran ketika Baraka bangun di pagi hari, ia temukan Suling Naga Krishna masih di sampingnya. Hanya saja, keadaan Baraka sudah berbeda dari biasanya. Baraka mengalami hilang ingatan.
"Benda apa ini? Kenapa ada di sampingku?" ucapnya heran ketika melihat Suling Naga Krishnanya. Memandangi gua itu pun ia sangat heran. "Mengapa aku ada di sini? Siapa yang membawaku ke sini? Untuk apa aku ada di gua ini?"
Baraka masih sibuk memperhatikan Suling Naga Krishnanya, ia benar-benar tak mengerti Suling Naga Krishna itu untuk apa. Maka ketika ia bergegas pergi meninggalkan gua, Suling Naga Krishna itu ditinggalkannya pula. Ia melangkah tanpa tujuan da
Melihat kedatangan Baraka, wajah gadis desa itu berseri-seri menyambutnya. Tapi Baraka bingung menghadapi gadis manis itu dan dahinya berkerut tajam seraya bertanya, "Kau siapa"'"Masa lupa? Aku Sundari!""Sun... dari... darimana?" tanya Baraka bingung."Bapak... kenapa dia ini, Pak?" tanya Sundari kepada Ki Rosowelas."Itulah yang membuatku bingung sejak tadi. Dia seperti orang gila!"Baraka berkata lantang, "Aku lapar ..!""Mau makan! Mau makan, ya!" tawar Sundari.Baraka mengangguk-angguk. "Ya. Makan.""Lauknya pakai apa?""Cambuk!" jawab Baraka. Sundari terbengong dan memandangi bapaknya."Dari tadi yang disebutkan hanya cambuk," kata Ki Rosowelas. "Jangan-jangan dia kesurupan. Coba ambilkan bawang putih di dapur, Sundari!"Sundari bergegas ke dapur dengan hati sedih dan cemas. Tapi Baraka berkata kepada Ki Rosowelas,"Hei, Pak Tua...! Mana enak makan cambuk pakai bawang putih!"Waktu itu
"Ya. Sudah kuduga Tiga Utusan Lereng Iblis itu terbunuh oleh Cambuk Getar Bumi. Tapi yang kuburu bukan cambuk itu, melainkan hutang nyawa yang harus kau tebus dengan nyawa juga, Sri Maharatu!""Kalau kau keras kepala, aku tak segan-segan pergunakan cambuk ini!""Persetan dengan ancamanmu! Heaah...!" tokoh tua itu segera lepaskan pukulan jarak jauhnya. Kedua tangannya yang berjari rapat dan lurus itu dilipat ke dalam lalu disentakkan ke depan dalam keadaan telapak tangan tengkurap. Dari ujung-ujung jari tangan itu keluar sepuluh larik sinar putih menyilaukan yang serempak menyerang tubuh Sri Maharatu.Zraaabb...!Murid Pendita Arak Merah dari Tibet itu hanya diam saja, tapi kedua tangannya saling beradu di depan dada. Sinar biru keluar menyebar dari perpaduan telapak tangan di depan dada. Semasa telapak tangan itu masih saling menempel, sinar biru itu membentuk perisai didepannya, sehingga sinar putih yang terdiri dari sepuluh larik itu ditahan oleh sinar
Pertarungan kedua Muka Besi dengan Sri Maharatu semakin membuat Delima Gusti merasa ngeri berhadapan dengan Sri Maharatu, sekali pun perempuan itulah yang ada di dalam dendamnya. Delima Gusti hanya berani hadapi Sri Maharatu jika Cambuk Getar Bumi ada di tangannya. Kini ia berpikir, dengan cara apa ia bisa memiliki cambuk itu. Tipuan dan kelicikan apa yang harus dipergunakan, agar Cambuk Getar Bumi jatuh ke tangannya dan ia bisa melampiaskan dendamnya kepada Sri Maharatu.Renungannya di atas pohon terhenti manakala ia melihat Baraka melangkah dengan santainya. Tiba-tiba di dalam otaknya terpetik gagasan untuk memanfaatkan Pendekar Kera Sakti tanpa peduli harus membujuk dan merayunya lebih dulu. Maka, Delima Gusti pun segera turun dari tempat pengintaiannya, karena pada saat itu Sri Maharatu sedang terlibat pembicaraan dengan orang-orang desa yang akan dijadikan orang upahan sebagai pendayung perahunya nanti.Melihat kemunculan Delima Gusti yang cantik dan bertubuh meng
Wuuttt...! Duugg...! Pendekar Kera Sakti terpental jatuh dan memekik tertahan."Uuhg...!" ia menyeringai kesakitan memegangi dadanya."Lawan aku! Kalau kau tak mau melawanku, kau bisa kehilangan nyawa! Ayo, lawan aku, Baraka...!" dan kakinya pun menendang, kali ini tendangan sengaja di arahkan ke samping telinga Baraka. Ia hanya ingin memancing gerakan naluri seorang pendekar untuk menangkis tendangannya. Tapi tendangan yang dipelesetkan ke arah kiri itu justru di luar dugaan membuat Baraka bergerak kekiri dan akhirnya wajah Baraka jadi sasaran kaki Delima Gusti.Plokkk...!"Uuffh...!" Baraka memejamkan mata dan merunduk sambil menutupi wajahnya."Astaga!" Delima Gusti segera meraih Baraka dan memeluknya. "Maaf, maafkan aku! Kalau ada orang menendang ke kiri jangan bergerak ke kiri, kau menghindar kekanan, jadi tendanganku tidak akan kenai wajahmu!"Delima Gusti menyesal. Tendangannya tadi agak keras. Sekalipun tanpa tenaga dalam namun membu
Kini melihat Baraka terkapar dengan erangan kecil, Setan Samudera sedikit heran dan menyangka kekuatan Baraka sebagai pendekar terkenal di rimba persilatan hanya sampai di situ saja. Setan Samudera tidak mau menyianyiakan waktu, ia bergegas ingin memaksa Baraka untuk serahkan Cambuk Getar Bumi. Namun ketika ia melangkah satu tindak, Delima Gusti kirimkan pukulan bersinar merah dari tangan kanannya.Claap...! Sinar itu sengaja diarahkan di depan kaki Setan Samudera.Duaarr...!Setan Samudera bergerak mundur dan tanah menjadi berlubang, sebagian tanah menyembur ke atas menyebarkan debu.Delima Gusti melangkah dekati Baraka dengan mata pandangi Setan Samudera. Sebaliknya, si wajah angker pun tatap mata perempuan itu dengan tajam dan tak berkedip, ia kelihatan menyimpan kemarahannya kuat-kuat."Jangan coba-coba menyentuh pemuda tak berdaya ini!" kata Delima Gusti. "Dia bukan tandinganmu untuk saat ini, Setan Samudera! Dia kehilangan segala-galanya, dan
Resi Wulung Gading angguk-anggukkan kepala samar-samar, ia tahu betul bahwa Delima Gusti sebenarnya bukan golongan tokoh hitam. Hanya karena diburu dendam ia menjadi bernafsu sekali untuk dapatkan cambuk itu dengan cara apapun.Kini penyesalan Delima Gusti diakui Resi Wulung Gading sebagai sikap bijak yang patut disambut dengan kebijakan pula."Dendam memang sering membuat mata manusia menjadi gelap, terutama mata hati. Dendam juga dapat membuat pikiran manusia menjadi buntu dan akhirnya mencari jalan pintas. Karena itu kuingatkan kepadamu, Delima Gusti, kendorkanlah urat dendammu. Jangan semata-mata hidup untuk turuti hati yang dendam. Biarlah pembalasan tiba dengan sendirinya, karena Yang Maha Kuasa adalah Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana. Siapa salah akan kalah, siapa benar tetap tegar!""Aku mengerti, Eyang Resi.""Sekarang pantaulah sampai di mana tingkah laku Sri Maharatu! Firasatku mengatakan, dia akan hancur dalam waktu dekat. Cambuk itu telah te
"Jurusmu masih ringan, Setan Samudera! Sebaiknya kau pulang saja, jangan hadapi aku biar awet umurmu!" ejek Sri Maharatu."Tutup mulutmu, Perempuan Binal! Terimalah jurus 'Bangau Pelebur Jasad' ini jika kau mampu! Heaah...!"Setan Samudera sentakkan tangan kirinya yang menguncup dan dari kuncup tangan itu melesat sinar biru bening ke arah Sri Maharatu.Slaapp...! Sedangkan tangan kanannya yang berkelebat ke atas kepala segera diayunkan ke depan dengan meliuk ke samping lebih dulu. Kuncup jemari tangan kanan itu juga lepaskan selarik sinar warna kuning bening.Slaapp...! Dua sinar itu menyatu di pertengahan jarak dan melesat makin cepat ke arah lawan dengan berubah warna menjadi hijau tua dan berukuran besar.Wuusss...!Perempuan cantik itu segera rapatkan kedua telapak tangan di dada, dan dari telapak tangan itu menyebarlah sinar biru membentuk perisai di depannya. Sinar hijau tersebut menghantam sinar biru perisai dengan kuat.Blegar
Duaarr...!Seketika itu asap hitam mengepul tebal membungkus tubuh Setan Samudera. Asap hitam yang sulit diterobos pandangan mata manusia biasa itu bergumpal-gumpal sesaat. Setan Samudera yang tak terdengar suaranya.Ketika asap itu terhembus angin dan lenyap, yang ada di depan Sri Maharatu adalah potongan tubuh Setan Samudera yang menjadi empat bagian, karena ada empat lilitan cambuk ditubuhnya. Tubuh yang terpotong itu tidak keluarkan darah sedikit pun. Namun jelas hal itu membuat Setan Samudera tak mampu bernapas lagi, dan matilah ia dirajang oleh cambuk pusaka leluhurnya sendiri. Sri Maharatu sunggingkan senyum kemenangan sambil menarik tali cambuk dengan tangan kiri dan menggulungnya rapi. Mulutnya mengucap kata bagaikan bicara pada mayat yang terpotong."Sudah kuingatkan sebelumnya, tapi kau tidak mau percaya padaku, Setan Samudera. Kini, rasakan sendiri bagaimana nasibmu terkirim kealam baka sana! Semoga semua ini menjadi hikmah dan pelajaran bagimu, Seta
Tetapi tiba-tiba sekelebat Sinar putih perak dari telapak tangan sang pengintai melesat lebih dulu sebelum Rajang Lebong lepaskan jurus 'Pasir Neraka' andalannya.Zlaaap...!Sinar putih perak yang dinamakan jurus 'Tapak Dewa Kayangan' itu tepat kedai dada Rajang Lebong.Deeub...! Blaaarrr...!Apa yang terjadi sungguh tak diduga-duga oleh Pangkas Caling. Tubuh Rajang Lebong hancur. Pecah menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang yang menyebar ke mana-mana. Bahkan darahnya sendiri tak bisa terkumpulkan. Ada yang membasahi batu, pohon, daun, ilalang, dan ke mana saja tak jelas bentuknya, hanya warna merah yang membuat alam sekitarnya bagai berbunga indah. Sedangkan Pangkas Caling gemetar antara takut dan memendam murka, ia sempat berkata pada dirinya sendiri, "Kalau begini matinya, bagaimana aku bisa meludahi Rajang Lebong? Apanya yang harus kuludahi! Celaka! Ada orang yang membantu kedua pendeta itu! Ilmunya pasti lebih tinggi! Sebaiknya aku harus lekas-l
Tubuh Pangkas Caling tak kelihatan setelah terjadi kilatan cahaya terang warna ungu akibat benturan tadi. Tubuh kedua pendeta itu terjungkal lima langkah dari jarak tempat berdiri mereka tadi. Hidung mereka sama-sama keluarkan darah, dan wajah mereka sama-sama menjadi pucat. Mereka sendiri tak sangka kalau akan terjadi ledakan sedahsyat itu."Jantung Dewa, apakah kita masih hidup atau sudah di nirwana?""Kukira kita masih ada di bumi, Mata Lima," jawab Pendeta Jantung Dewa dengan suara berat dan napas sesak. Getaran bumi terhenti, angin membadai hilang. Gemuruh bebatuan yang longsor bersama tanahnya pun tinggal sisanya. Kedua pendeta itu sudah tegak berdiri walau sesak napasnya belum teratasi. Tapi pandangan mata para orang tua itu sudah cukup terang untuk memandang alam sekitarnya.Pada waktu itu, keadaan Rajang Lebong yang sudah mati ternyata bisa bernapas dan bangkit lagi. Sebab sebelum Pangkas Caling menyerang, terlebih dulu meludahi wajah Rajang Lebong. Tet
Bersalto di udara dua kali masih merupakan kelincahan yang dimiliki orang setua dia. Kini keduanya sudah kembali mendarat di tanah dan langsung menghadang lawannya, tak pedulikan sinar kuning tadi kenai pohon itu langsung kering dari pucuk sampai akarnya."Rajang Lebong dan Pangkas Caling, mau apa kalian menyerang kami!" tegur Pendeta Jantung Dewa dengan kalem. Senyum Pangkas Caling diperlihatkan kesinisannya, tapi bagi Pendeta Jantung Dewa, yang dipamerkan adalah dua gigi taring yang sedikit lebih panjang dari barisan gigi lainnya. Pangkas Caling menyeringai mirip hantu tersipu malu.Sekalipun yang menyeringai Pangkas Caling, tapi yang bicara adalah Rajang Lebong yang punya badan agak gemuk, bersenjata golok lengkung terselip di depan perutnya. Beda dengan Pangkas Caling yang bersenjata parang panjang di pinggang kirinya."Kulihat kalian berdua tadi ada di Bukit Lajang!""Memang benar!" jawab Pendeta Jantung Dewa. Tegas dan jujur."Tentunya kalian
RESI Wulung Gading mengatakan, bahwa Seruling Malaikat tidak mempunyai kelemahan. Satu-satunya cara menghadapi Seruling Malaikat adalah, "Jangan beri kesempatan Raja Tumbal meniup Seruling itu!"Pendekar Kera Sakti punya kesimpulan, "Harus menyerang lebih dulu sebelum diserang. Karena jika Raja Tumbal diserang lebih dulu, maka ia tidak punya persiapan untuk meniup serulingnya. Syukur bisa membuat dia tidak punya kesempatan untuk mengambil pusaka itu!Itu berarti Baraka harus lakukan penyerangan mendadak ke Lumpur Maut. Padahal ia tidak mengetahui di mana wilayah Lumpur Maut. Maka, hatinya pun membatin, "Aku harus minta bantuan Angin Betina! Di mana perempuan itu sekarang?"Pendekar Kera Sakti dihadapkan pada beberapa persoalan yang memusingkan kepala. Pertama, ia harus mencari di mana Angon Luwak, agar Pedang Kayu Petir yang ada di tangan anak itu tidak jatuh ke tangan orang sesat. Kedua, ia harus temukan Delima Gusti dan memberi tahu tentang siasat Raja Tumbal
Diamnya Baraka dimanfaatkan oleh Angin Betina untuk berkata lagi, "Aku suka padamu, dan berjanji akan melindungimu!""Berani sekali kau berkata begitu padaku. Apakah kau tak merasa malu, sebagai perempuan menyatakan isi hatimu di depanku?""Aku lebih malu jika kau yang menyatakan rasa suka padaku lebih dulu!""Aneh!" Baraka tertawa, tapi tiba-tiba Angin Betina menyentak lirih, "Jangan tertawa!""Kenapa" Aku tertawa pakai mulutku sendiri!""Tawamu makin memancing gairahku," jawabnya dalam desah yang menggiring khayalan kepada sebentuk kehangatan. Baraka hanya tersenyum, matanya sempat melirik nakal ke dada Angin Betina. Perempuan itu pun berkata lirih lagi, "Jangan hanya melirik kalau kau berani! Lakukanlah! Tunjukkan keberanianmu sebagai seorang lelaki yang mestinya mampu tundukkan wanita sepertiku!"Baraka kian lebarkan senyum dan menggeleng. "Tidak. Anggap saja aku pengecut untuk urusan ini! Selamat tinggal!"Zlaaap...! Weesss...!
"Apa bahaya itu?""Mereka terancam oleh orang-orang Lumpur Maut."Baraka berkerut dahi secepatnya. "Raja Tumbal, maksudmu?""Ya. Raja Tumbal bermaksud menaklukkan kedua biara itu, sebab kedua biara itu dianggap perguruan yang berbahaya jika sampai bersatu. Selama ini kedua biara itu tidak bisa bersatu karena ada perbedaan pendapat mengenai aliran kepercayaan mereka. Ancaman dari Raja Tumbal itulah yang membuat mereka harus bisa mendapatkan Pedang Kayu Petir, sebab mereka tahu bahwa Raja Tumbal telah memiliki pusaka Seruling Malaikat.""Bukankah Pedang Kayu Petir sudah ada di tangan Raja Tumbal?"Angin Betina gelengkan kepala dengan tenang."Tidak mungkin, sebab jika Raja Tumbal sudah memiliki pedang yang asli, tentunya kedua biara sudah diserangnya, negeri Muara Singa sudah direbutnya, dan negeri-negeri lain sudah ditumbangkannya. Sampai sekarang Raja Tumbal belum mau bergerak, sebab ia punya firasat munculnya pedang maha sakti itu. Ia harus
Tak ada jawaban. Ilmu ‘Ilmu Menyadap Suara Angin’ digunakan. Ternyata memang tak ada suara siapa-siapa ditempat itu. Akhirnya Baraka duduk di salah satu tepi danau itu."Ke mana anak itu? Jika tak ada di sini, berarti dia berlari dan bersembunyi di tempat lain. Tapi di mana kira-kira? Haruskah kutanyakan kembali kepada Sabani, kakaknya? Ah, capek kalau harus bolak-balik ke sana."Sesaat kemudian di hati Pendekar Kera Sakti timbul kecemasan yang samar-samar. "Jangan-jangan dia terperosok di jurang sebelah timur tadi? Ah, mudah-mudahan tidak demikian. Biarlah kedua pendeta bodoh itu yang terperosok di jalanan tepi jurang timur itu. Kalau tidak terperosok pasti mereka sudah mengejar dan menemukanku di sini. Seandainya mereka menemukanku di sini dan menyerangku, apakah aku harus melumpuhkan mereka?"Pikiran Baraka sempat melayang-layang tak tentu arah. Tapi segera dikembalikan pada pokok persoalannya, ia masih merasa tak habis pikir, mengapa ked
Jaaab...!Tanah keras itu merekah, dari rekahannya keluar asap putih dan cahaya sinar biru membara di dalamnya. Kejap berikutnya tanah itu kembali utuh, namun rumput-rumputnya rontok dan mengering kecoklatan."Mana dia tadi?" Pendeta Jantung Dewa mencari-cari Baraka tanpa menengok kepada kakaknya. Pendeta Mata Lima juga menengok ke sana-sini dan begitu menengok ke belakang terpekik kaget."Hahhh...!"Wajahnya lucu. Wajah tua berkumis dan berwibawa itu membelalakkan mata dan melebarkan mulut karena kaget. Bahkan tubuhnya sempat terlonjak satu tindak ke samping. Tapi wajah itu buru-buru dibuat tenang dan berwibawa, walau yang terlihat adalah wajah menahan rasa malu dan jengkel. Sedangkan Pendeta Jantung Dewa tetap tenang memandangi Baraka yang tersenyum geli melihat kelucuan wajah Pendeta Mata Lima itu."Hebat sekali kau bisa hindari jurus 'Jala Surga'-ku," kata Pendeta Jantung Dewa sambil manggut-manggut."Tapi dapatkah kau tetap bertahan den
Baraka ingin berkecamuk lagi di dalam hatinya, tapi ia batalkan karena kecamuknya akan diketahui oleh Pendeta Mata Lima. Kini ia bahkan berkata dengan tegas dan lebih bersikap berani."Eyang-eyang Pendeta, saya mohon maaf tidak bisa membantu maksud Eyang. Jadi, izinkan saya lewat tanpa ada sikap memaksa!""Tidak bisa!" si Mata Lima berkata dengan tegas juga. "Kami tak bisa lepaskan orang yang tahu tentang pedang itu! Dengan menyesal dan sangat terpaksa, aku harus tunjukkan padamu bahwa kami benar-benar membutuhkannya!""Apa maksud kata-katanya?" pikir Baraka setelah mereka bertiga sama-sama diam. Tapi mata Baraka segera melihat bahwa tasbih hitam yang ada di tangan Pendeta Mata Lima itu diremas-remas semakin kuat.Remasan itu kepulkan asap putih, dan tiba-tiba Baraka rasakan perutnya bagai dipelintir sekuat tenaga, hingga akhirnya ia jatuh terbanting."Uuhg...!"Bruuk...!"Gila! Rupanya dia telah serang diriku dengan kekuatan batinnya