Baraka tidak menyangka, sebab perhatiannya tercurah kepada cara menyelamatkan Ki Bwana Sekarat sebelum tukang tidur itu diadili oleh Ratu Tanpa Tapak. Ia harus bisa mencegat perjalanan para utusan itu. Sebab diam-diam Baraka punya kecemasan juga jika terus berhadapan dengan Ratu Tanpa Tapak. Kecemasan itu adalah rasa takut terpikat dan dipikat, seperti yang dikhawatirkan oleh Pelangi Sutera.
Perjalanan Pendekar Kera Sakti mengejar rombongan pembawa Ki Bwana Sekarat akhirnya menemui sedikit hambatan. Hambatan itu datang dari Ki Lumaksono dan Ki Parandito. Mereka terkulai di rerumputan ketika Baraka melintasi daerah itu. Wajah mereka memar membiru, jubah mereka robek-robek, bahkan mata kiri Ki Lumaksono menjadi lebam. Darah mengering di lubang hidung, mulut, dan telinga mereka. Luka dalam diderita berat oleh kedua tokoh tua yang menurut Ki Bwana Sekarat punya ilmu tinggi.
Baraka menjadi heran menemui kedua tokoh tua itu dalam keadaan luka parah begitu, ia segera menolong
Repotnya lagi, tubuh Ki Lumaksono bagaikan dijepit oleh tanah yang menelannya, sehingga tak bisa bergerak dan berusaha keluar dari sana. Ia sempat tegang sesaat. Tapi Baraka segera menghentakkan tumit kakinya ke tanah dengan pelan.Duug...! Bruuus...!Tubuh Ki Lumaksono terbang ke atas bagaikan ada yang mencabut atau mendorongnya dari dalam tanah. Tubuh yang melayang itu segera bersalto satu kali dan mendarat dengan sigap. Matanya beradu pandang dengan mata Baraka."Ilmumu sungguh mengagumkan, Nak," kata Ki Lumaksono."Terpaksa kulakukan karena kau menyerangku, Ki.""Heaaat...!""Tahan!" sentak Ki Lumaksono kepada Juru Bungkam itu. Ki Parandito hanya membuka kuda-kuda, lalu berhenti tak lanjutkan gerak. Matanya melirik Ki Lumaksono yang segera mendekatinya dari belakang ke samping kanan.Dengan tetap memandang Baraka yang berdiri tenang, Ki Lumaksono berkata kepada Ki Parandito, "Agaknya jalan pikirannya cukup baik. Kita yang keliru."
ANGON Luwak kehilangan jejak. Tentu saja, sebab Baraka menggunakan jurus peringan tubuh dalam larinya. Kecepatannya tidak ada sekuku hitam dengan kecepatan lari bocah berusia sepuluh tahun itu. Tak heran jika Angon Luwak tertinggal sangat jauh. Tetapi Angon Luwak tidak mau menyerah, ia menggunakan ilmu kira-kira. Dari tempatnya berhenti ia memandang sekeliling. Tak ada tanda-tanda yang bisa digunakan untuk menjadi penunjuk jalan. Bocah itu segera memanjat pohon kelapa untuk memetik buah kelapa dan mengambil airnya, ia haus sekali. Dan pada saat ia sampai di atas pohon kelapa, ia melihat sebuah gunung menjulang tak seberapa tinggi. Arahnya ada di sebelah utaranya."Pasti itulah yang bernama Gunung Sesat! Berarti aku harus melangkah ke arah sana. Pasti lama-lama akan sampai juga."Pikiran Angon Luwak sangat sederhana. Maka selesai bersusah payah membolongi kelapa untuk diminum airnya, Angon Luwak pun segera menuju ke arah utara. Bocah itu bukan hanya pantang menyerah, na
"Betuulll...!" jawab mereka serempak tanpa sadar."Diam semua!" bentak sang Ratu, membuat mereka jadi takut dan sadar bahwa jawaban serempak mereka itu tidak benar. Seharusnya mereka tidak menjawab begitu. Ratu bisa marah dan menyangka mereka mendukung Ki Bwana Sekarat.Setelah hening tercipta beberapa saat dan wajah ratu cemberut kusam, terdengarlah suara sang Ratu berkata dengan tegas."Kau layak mendapat hukuman pancungl""Aku tidak mau," jawab Ki Bwana Sekarat seenaknya. "Kau pikir dipancung itu enak? Tidak! Tidak enak. Aku tidak mau kehilangan kepala.""Kau tak bisa menolak keputusanku! Akulah yang berkuasa di sini!" suara Nila Cendani semakin kuat dan keras. Tapi Ki Bwana Sekarat hanya tersenyum kalem tanpa gentar sedikit pun."Aku tidak bersalah di mata dunia. Aku tidak mau dipancung.""Bersalah atau tidak, keputusannya ada di pengadilanku. Dan kau kunyatakan bersalah karena membunuh Gaok Lodra dan Nenggolo, serta membuntungi t
"Bagaimana dengan kipasku yang ada di balik bajuku ini? Ah, merepotkan kalau harus kuambil. Biar saja. Tak perlu pakai senjata. Kakiku lebih tajam dari pedang. Kekuatan batinku lebih runcing dari tombak. Tak ada yang kusangsikan lagi."Jagalopa melengkapi dirinya dengan dua pisau di pinggang dan satu tombak bermata kapak dua sisi. Ia juga mengenakan baju besi untuk penutup dada sampai atas perutnya. Ulu hatinya terlindung baju besi yang beratnya lebih dari dua puluh lima kilogram itu. Bagian pergelangan tangannya memakai gelang besi yang lebarnya setengah jengkal dan dilengkapi dengan duri-duri besi runcing. Duriduri besi runcing itu mempunyai racun yang berbahaya jika mengenai kulit tubuh lawan. Sedangkan dua jari tengah kanan-kiri mengenakan cincin berduri cula yana konon keganasan racunnya sangat tinggi."Pertarungan dimulai!" seru seorang pengawal setelah diberi isyarat oleh Nila Cendani. Gong pun segera ditabuh.Doooeeeng...!Jagalopa maju ke tengah
Craas...!"Aaahg...!" Lasogani mendelik, tengkuknya dihajar kapak dan terkoyak lebar. Akhirnya ia tumbang tanpa nyawa.Blaaar...! Glegaaar...!Ledakan menggelegar terjadi setelah Ratu Tanpa Tapak melepaskan pukulan selarik sinar merah dari telapak tangan kirinya. Sinar merah menghantam kapak terbang dan hancurlah kapak itu. Suasana gaduh yang tunggang-langgang mulai reda kembali. Tetapi mereka kebingungan melihat arena kosong. Ki Bwana Sekarat hilang dari arena."Setan buntung!" maki Ratu Tanpa Tapak. "Dia melarikan diri saat suasana menjadi kacau. Pasti tak jauh dari sini.""Gusti Ratu, tawanan kita melarikan diri! Hilang dari arena!"Seruan itu membuat tangan Ratu Tanpa Tapak berkelebat bagaikan memercikkan air. Tapi yang keluar dari jemarinya adalah sinar-sinar api yang memercik mengenal dada pengawal itu.Craaasss...!"Aaahg...!" Pengawal itu memekik dengan mata mendelik. Dadanya menjadi berasap. Banyak lubang hitam di dada
Tongkat itu segera dipungut Raja Maut dengan menggulingkan diri, lalu berdiri satu lutut dan melepaskan pukulan tenaga dalamnya melalui telapak tangan kirinya.Slaap...! Sinar hijau berbentuk piringan melesat menghantam dada Nyai Demang Ronggeng.Blaar...!Ledakan cukup dahsyat terjadi ketika sinar hijau itu ditangkis dengan kipas merah yang dibentangkan di depan dada. Ledakan itu membuat tubuh Nyai Demang Ronggeng terpental ke belakang, bahkan sempat berjungkir balik di tanah."Sekali lagi kuingatkan padamu, Kiswanti... jangan sesali tindakanku ini. Kau memaksaku menyelesaikan urusan sekarang juga. Maka akan kurampungkan setuntas mungkin!"Kiswanti atau Nyai Demang Ronggeng tidak membalas ucapan apa pun. Tapi tubuhnya segera bangkit berdiri pelan-pelan. Kedua tangannya membentang lalu meliuk ke kiri bersama tubuhnya, sedangkan kedua kakinya merapat dan berdiri di atas jari-jarinya. Nyai Demang Ronggeng pun memutar tubuh pelan-pelan dengan gerakan
"Sial! Setan Bodong ikut campur. Modar aku!" gerutunya sambil melarikan diri tanpa pamit. Sabawana yang bergelar Setan Bodong itu membiarkan Nyai Demang Ronggeng melarikan diri. Tokoh sakti yang sebenarnya enggan campur tangan di rimba persilatan lagi itu, kali ini terpaksa pergunakan jurus kecil-kecilan saja untuk selamatkan Raja Maut yang menjadi sahabatnya itu."Pasti perkara Kitab Sukma Sukmi!" kata Setan Bodong dengan tegas."Ya, memang," jawab Raja Maut dengan keadaan napas sesak tubuh lemas. "Tapi aku ke sini sengaja untuk temui kau, Setan Bodong.""Kalau begitu, mari kubantu pergi ke pondokku. Kau butuh pertolongan secepatnya, Prasonco!""Bb... ba... baik," jawab Prasonco dengan susah payah. "Aku hanya ingin sampaikan kabar... muridmu melabrak Nila Cendani.""Nila Cendani!" Setan Bodong menjadi heran. "Apa urusannya Baraka sampai melabrak Ratu Tanpa Tapak itu"'"Bwana Sekarat ditawan mereka!""Oh, dasar sinting orang itu. Mau-
Perempuan yang tampak masih muda sekian kali lipat dari usia sebenarnya, mendekati Baraka dengan sorot pandang matanya yang berwibawa dan punya kharisma tersendiri. Baraka membiarkannya dan juga memandangi tanpa kesan bermusuhan. Dalam jarak dua langkah, Sumbaruni berhenti dan saling adu pandang beberapa saat. Lama-lama terdengar suaranya berucap bagai bisikan."Aku tak mau kau terjerat cinta di sana!"Baraka tertawa dengan suara pelan. "Jangan takut. Aku punya penangkalnya, Sumbaruni.""Omong kosong! Kau akan kalah jika Nila Cendani pergunakan ilmu 'Serap Sukma Asmara' yang dimilikinya. Dan itu sangat berbahaya bagi keadaan jiwa mudamu, Pendekar Kera Sakti.""Apa kehebatan ilmu 'Serap Sukma Asmara' itu, sehingga kau amat mengkhawatirkan diriku, Pelangi Sutera?""Apabila dia menggigit bibirnya sendiri dalam senyum, maka hatimulah yang digigitnya. Jika hatimu sudah digigit, maka kau akan jatuh cinta padanya, kau akan tunduk dengan segala perintahnya
Bersalto di udara dua kali masih merupakan kelincahan yang dimiliki orang setua dia. Kini keduanya sudah kembali mendarat di tanah dan langsung menghadang lawannya, tak pedulikan sinar kuning tadi kenai pohon itu langsung kering dari pucuk sampai akarnya."Rajang Lebong dan Pangkas Caling, mau apa kalian menyerang kami!" tegur Pendeta Jantung Dewa dengan kalem. Senyum Pangkas Caling diperlihatkan kesinisannya, tapi bagi Pendeta Jantung Dewa, yang dipamerkan adalah dua gigi taring yang sedikit lebih panjang dari barisan gigi lainnya. Pangkas Caling menyeringai mirip hantu tersipu malu.Sekalipun yang menyeringai Pangkas Caling, tapi yang bicara adalah Rajang Lebong yang punya badan agak gemuk, bersenjata golok lengkung terselip di depan perutnya. Beda dengan Pangkas Caling yang bersenjata parang panjang di pinggang kirinya."Kulihat kalian berdua tadi ada di Bukit Lajang!""Memang benar!" jawab Pendeta Jantung Dewa. Tegas dan jujur."Tentunya kalian
RESI Wulung Gading mengatakan, bahwa Seruling Malaikat tidak mempunyai kelemahan. Satu-satunya cara menghadapi Seruling Malaikat adalah, "Jangan beri kesempatan Raja Tumbal meniup Seruling itu!"Pendekar Kera Sakti punya kesimpulan, "Harus menyerang lebih dulu sebelum diserang. Karena jika Raja Tumbal diserang lebih dulu, maka ia tidak punya persiapan untuk meniup serulingnya. Syukur bisa membuat dia tidak punya kesempatan untuk mengambil pusaka itu!Itu berarti Baraka harus lakukan penyerangan mendadak ke Lumpur Maut. Padahal ia tidak mengetahui di mana wilayah Lumpur Maut. Maka, hatinya pun membatin, "Aku harus minta bantuan Angin Betina! Di mana perempuan itu sekarang?"Pendekar Kera Sakti dihadapkan pada beberapa persoalan yang memusingkan kepala. Pertama, ia harus mencari di mana Angon Luwak, agar Pedang Kayu Petir yang ada di tangan anak itu tidak jatuh ke tangan orang sesat. Kedua, ia harus temukan Delima Gusti dan memberi tahu tentang siasat Raja Tumbal
Diamnya Baraka dimanfaatkan oleh Angin Betina untuk berkata lagi, "Aku suka padamu, dan berjanji akan melindungimu!""Berani sekali kau berkata begitu padaku. Apakah kau tak merasa malu, sebagai perempuan menyatakan isi hatimu di depanku?""Aku lebih malu jika kau yang menyatakan rasa suka padaku lebih dulu!""Aneh!" Baraka tertawa, tapi tiba-tiba Angin Betina menyentak lirih, "Jangan tertawa!""Kenapa" Aku tertawa pakai mulutku sendiri!""Tawamu makin memancing gairahku," jawabnya dalam desah yang menggiring khayalan kepada sebentuk kehangatan. Baraka hanya tersenyum, matanya sempat melirik nakal ke dada Angin Betina. Perempuan itu pun berkata lirih lagi, "Jangan hanya melirik kalau kau berani! Lakukanlah! Tunjukkan keberanianmu sebagai seorang lelaki yang mestinya mampu tundukkan wanita sepertiku!"Baraka kian lebarkan senyum dan menggeleng. "Tidak. Anggap saja aku pengecut untuk urusan ini! Selamat tinggal!"Zlaaap...! Weesss...!
"Apa bahaya itu?""Mereka terancam oleh orang-orang Lumpur Maut."Baraka berkerut dahi secepatnya. "Raja Tumbal, maksudmu?""Ya. Raja Tumbal bermaksud menaklukkan kedua biara itu, sebab kedua biara itu dianggap perguruan yang berbahaya jika sampai bersatu. Selama ini kedua biara itu tidak bisa bersatu karena ada perbedaan pendapat mengenai aliran kepercayaan mereka. Ancaman dari Raja Tumbal itulah yang membuat mereka harus bisa mendapatkan Pedang Kayu Petir, sebab mereka tahu bahwa Raja Tumbal telah memiliki pusaka Seruling Malaikat.""Bukankah Pedang Kayu Petir sudah ada di tangan Raja Tumbal?"Angin Betina gelengkan kepala dengan tenang."Tidak mungkin, sebab jika Raja Tumbal sudah memiliki pedang yang asli, tentunya kedua biara sudah diserangnya, negeri Muara Singa sudah direbutnya, dan negeri-negeri lain sudah ditumbangkannya. Sampai sekarang Raja Tumbal belum mau bergerak, sebab ia punya firasat munculnya pedang maha sakti itu. Ia harus
Tak ada jawaban. Ilmu ‘Ilmu Menyadap Suara Angin’ digunakan. Ternyata memang tak ada suara siapa-siapa ditempat itu. Akhirnya Baraka duduk di salah satu tepi danau itu."Ke mana anak itu? Jika tak ada di sini, berarti dia berlari dan bersembunyi di tempat lain. Tapi di mana kira-kira? Haruskah kutanyakan kembali kepada Sabani, kakaknya? Ah, capek kalau harus bolak-balik ke sana."Sesaat kemudian di hati Pendekar Kera Sakti timbul kecemasan yang samar-samar. "Jangan-jangan dia terperosok di jurang sebelah timur tadi? Ah, mudah-mudahan tidak demikian. Biarlah kedua pendeta bodoh itu yang terperosok di jalanan tepi jurang timur itu. Kalau tidak terperosok pasti mereka sudah mengejar dan menemukanku di sini. Seandainya mereka menemukanku di sini dan menyerangku, apakah aku harus melumpuhkan mereka?"Pikiran Baraka sempat melayang-layang tak tentu arah. Tapi segera dikembalikan pada pokok persoalannya, ia masih merasa tak habis pikir, mengapa ked
Jaaab...!Tanah keras itu merekah, dari rekahannya keluar asap putih dan cahaya sinar biru membara di dalamnya. Kejap berikutnya tanah itu kembali utuh, namun rumput-rumputnya rontok dan mengering kecoklatan."Mana dia tadi?" Pendeta Jantung Dewa mencari-cari Baraka tanpa menengok kepada kakaknya. Pendeta Mata Lima juga menengok ke sana-sini dan begitu menengok ke belakang terpekik kaget."Hahhh...!"Wajahnya lucu. Wajah tua berkumis dan berwibawa itu membelalakkan mata dan melebarkan mulut karena kaget. Bahkan tubuhnya sempat terlonjak satu tindak ke samping. Tapi wajah itu buru-buru dibuat tenang dan berwibawa, walau yang terlihat adalah wajah menahan rasa malu dan jengkel. Sedangkan Pendeta Jantung Dewa tetap tenang memandangi Baraka yang tersenyum geli melihat kelucuan wajah Pendeta Mata Lima itu."Hebat sekali kau bisa hindari jurus 'Jala Surga'-ku," kata Pendeta Jantung Dewa sambil manggut-manggut."Tapi dapatkah kau tetap bertahan den
Baraka ingin berkecamuk lagi di dalam hatinya, tapi ia batalkan karena kecamuknya akan diketahui oleh Pendeta Mata Lima. Kini ia bahkan berkata dengan tegas dan lebih bersikap berani."Eyang-eyang Pendeta, saya mohon maaf tidak bisa membantu maksud Eyang. Jadi, izinkan saya lewat tanpa ada sikap memaksa!""Tidak bisa!" si Mata Lima berkata dengan tegas juga. "Kami tak bisa lepaskan orang yang tahu tentang pedang itu! Dengan menyesal dan sangat terpaksa, aku harus tunjukkan padamu bahwa kami benar-benar membutuhkannya!""Apa maksud kata-katanya?" pikir Baraka setelah mereka bertiga sama-sama diam. Tapi mata Baraka segera melihat bahwa tasbih hitam yang ada di tangan Pendeta Mata Lima itu diremas-remas semakin kuat.Remasan itu kepulkan asap putih, dan tiba-tiba Baraka rasakan perutnya bagai dipelintir sekuat tenaga, hingga akhirnya ia jatuh terbanting."Uuhg...!"Bruuk...!"Gila! Rupanya dia telah serang diriku dengan kekuatan batinnya
"Sangat kebetulan sekali kita bertemu di sini, Baraka," kata si Jantung Dewa. "Sesungguhnya adalah hal yang paling sulit menemui Pendekar Kera Sakti yang sedang banyak dibicarakan oleh kalangan tokoh tua belakangan ini.""Apakah Eyang berdua memang bermaksud menemui saya?""Tidak utama!" sahut Mata Lima. Kata-kata selanjutnya diteruskan oleh si Jantung Dewa, "Yang paling utama adalah melacak benda pusaka itu.""Benda pusaka apa maksudnya?"Pendeta Mata Lima yang sebenarnya hanya punya dua mata, empat dengan mata kaki itu, segera menjawab dengan suaranya yang agak besar dan berwibawa, "Sebagai pendekar yang sedang kondang namanya, tentunya kau sudah mengerti pusaka yang kami maksudkan. Tak perlu lagi berlagak bodoh di depan kami. Kau punya pikiran dan angan-angan yang dipenuhi oleh pusaka itu.""Pedang maha sakti itu, maksudnya?""Nah, kau sudah menjawab pertanyaanmu sendiri, Anak Muda!"Tak ada gentar bagi Pendekar Kera Sakti menatap
"Tidak ada, Kang Pendekar! Ibu saya juga bilang belum lihat dia pulang.""Wah, ke mana anak itu, ya?" gumam Baraka."Coba biar saya yang cari, Kang. Kang Pendekar diam di sini dulu."Sabani sangat menghormati kedatangan Baraka, sehingga tak segan-segan bergerak cepat ke rumah teman-teman adiknya. Beberapa saat kemudian ia kembali dengan tangan hampa dan napas terengah-engah pertanda habis lari."Tidak ada, Kang! Semua rumah temannya sudah saya sambangi tapi Angon Luwak tidak ada di sana. Malah beberapa temannya bilang, Angon Luwak habis membunuh Saladin! Saya jadi takut, Kang!""Tidak. Angon Luwak tidak sejahat itu. Apakah kau tidak bertemu Saladin?""Bertemu! Lalu saya tanya, 'Apakah kau tadi dibunuh sama Angon Luwak"', dan Saladin bliang; 'tidak'. Lalu saya pikir, benar juga. Kalau dia sudah dibunuh pasti dia tidak bisa menjawab 'tidak'."Baraka tersenyum tipis, tertawa pendek dalam gumam. Lalu ia berkata, "Kalau begitu biar kucari