Rupanya Lakseta merasa kesal karena sebelumnya hampir tidak bisa bernapas ketika menghadapi serangan Ponggewiso. Serangan Ponggewiso yang bertubi-tubi hampir membuat Lakseta mati. Kini ada kesempatan baginya untuk balas menyerang.Ponggewiso yang baru saja mengejek Lakseta, dalam hati yang terdalam, merasa menyesal. Karena Ponggewiso menyadari bahwa ejeken yang telah dia lontarkan kepada Lakseta bisa berakibat buruk bagi Ponggewiso.Kekhawatiran Ponggewiso sepertinya segera menjadi kenyataan. Lakseta kini segera melancarkan serangan dengan menggunakan jurus pedangnya. Jurus yang belum diketahui Ponggewiso sebelumnya.Kelihatannya Lakseta mempunyai jurus pedang andalan. Ponggewiso berkata dalam hati. Dari kata-kata yang dia ucapkan bisa diketahui bahwa Lakseta ingin menyerang dengan menggunakan jurus andalan. Mungkin jurus simpanan yang belum diperlihatkan kepada orang lain.Tubuh Lakseta melenting tinggi dengan pedang tergenggam di tangan kanan. Kemudian Lakseta meluncur lurus. Pedang
Patahan pedang yang melesat ke arah kepala Suro Joyo adalah patahan bagian ujungnya. Ujung yang lancip. Ujung yang tajam. Sangat tajam. Ketajamannya bisa menembus tubuh manusia dengan mudahnya!Layung sangat mengkhawatirkan keselamatan Suro Joyo. Dia tidak mau Suro Joyo tewas oleh tusukan dari patahan ujung pedang milik Nurweni. Ujung pedang yang selama ini digunakan Nurweni untuk membunuhi korban yang diincar, kini siap mencari mangsa baru. Kepala Suro Joyo yang kini disasar patahan ujung pedang Nurweni!Suro Joyo kelihatan tenang. Dia sudah terbiasa menghadapi bahaya. Bahaya segawat apa pun pernah dia hadapi. Sekilas tadi dia lihat patahan pedang melesat ke arahnya. Tanpa membuang waktu sekejap pun, dia arahkan tangan kanannya yang terbuka ke atas. Dia menyongsong patahan pedang dengan ajiannya. Hantaman ajiannya tepat mengena patahan pedang hingga hancur berkeping-keping!Suro Joyo tersenyum sambil berkata, “Patahan pedang tadi sudah lenya
Ponggewiso yakin sabetan pedangnya bisa menewaskan Lakseta. Bagi Ponggewiso, Lakseta hanyalah anak kemarin sore yang sok jagoan. Sok hebat dan seolah-olah sudah punya nama. Lagaknya malah melebihi Suro Joyo. Padahal kalau dilihat dari tampilannya sekilas saja, Suro Joyo lebih meyakinkan. Suro Joyo lebih hebat ilmu silat, ajian, dan senjata saktinya dibandingkan Lakseta.Ketika bertarung melawan Lakseta, Ponggewiso merasa yakin baka menang. Dalam pandangan Ponggewiso, Lakseta masih termasuk pendekar muda dan belum banyak pengalaman. Berbeda dengan Sepasang Naga dari Utara dan Suro Joyo.Sepasang pembunuh bayaran itu, meskipun masih muda, tetapi sudah banyak pengalaman dalam dunia persilatan. Tentu saja dalam melakukan pembunuhan yang ditugaskan kepada Nurweni dan Rupini.Sedangkan Suro Joyo, termasuk yang diperhitungkan Ponggewiso. Ponggewiso akan selalu waspada kalau berhadapan dengan Suro Joyo. Nama Suro Joyo sudah sangat tenar du dunia persilatan
Kedua tangan Ponggewiso yang berwarna hijau dan bersisik seperti ular itu terlihat kokoh dan kuat. Pedang Ilat Luwuk tergenggam erat dengan kedua tangan Ponggewiso siap menyambut serangan Nurweni dan Rupini.“Dua pembunuh bau kencur itu terlihat sangat bernafsu ingin membunuhku,” kata Ponggewiso lirih yang hanya bisa didengar diri sendiri. “Mereka mungkin belum tahu bahwa aku punya Ajian Sisik Beracun, sehingga kok berani-beraninya ingin membunuhku. Apa mereka tidak tahu bahwa aku pun juga seorang pembunuh. Bahkan aku biasa membunuhi seluruh orang yang berada di kapal yang sedang kurampok. Kalau dihitung-hitung, mungkin aku lebih banyak membunuh orang dibandingkan Sepasang Naga dari Utara itu.”Nurweni dan Rupini siap membunuh Ponggewiso dengan pedang masing-masing. Mereka merasa yakin saat ini bakal berhasil melaksanakan tugas dari Kowara. Mereka membayangkan wajah Kowara yang ceria ketika mendengar kabar bahwa Ponggewiso telah te
Suro Joyo berpikir keras untuk mencerna kata-kata yang baru saja diucapkan Ponggewiso. Kata-kata yang diucapkan Ponggewiso membuat Suro Joyo bertanya-tanya di dalam hati.Hadiah? Hadiah apa? Begitu pertanyaan Suro Joyo di dalam hati. Baik sekali hatinya kalau mau memberikan hadiah untukku. Eh, tapi itu tidak mungkin! Tidak mungkin orang sejahat Ponggewiso memberikan hadiah kepada orang lain. Yang ada dalam otak Ponggewiso hanyalah merompak dan merampok! “Tunggu dulu! Apa yang akan kamu hadiahkan padaku?” tanya Suro Joyo disertai senyum mengejek. “Kamu mau menyerahkan semua harta rampokanmu padaku? Kalau itu yang kamu hadiahkan padaku, maka aku sangat berterima kasih. Harta itu akan kubagikan kepada orang-orang yang pernah kamu rampok di tengah lautan.”“Dasar pendekar bodoh!” Ponggewiso balas mengejek. “Pendekar bodoh dan sinting, huahahaha...! Benar-benar julukan paling pas untukmu, Suro
Setelah mengarungi samudera nan luas seolah-olah tak berbatas, Suro Joyo akhirnya menginjakkan kakinya di Tanah Jawa. Sepulang dari Tanah Utara, Suro Joyo ingin ke Kerajaan Krendobumi. Pengembaraannya selama ini tidak bisa melupakan Suro Joyo pada tanah kelahirannya.Untuk tujuan apa Suro Joyo kembali ke Krendobumi? Apakah ingin menyatakan kesiapannya menjadi putra mahkota di kerajaan itu?“Entah apa yang menyebabkan aku ingin ke Krendobumi,” kata Suro Joyo pada diri sendiri saat menelusuri jalan perkampungan nelayan. “Yang jelas, aku rindu pada orang tuaku. Sudah cukup lama aku meninggalkan Krendobumi untuk memenuhi kewajibanku sebagai manusia. Manusia yang ingin menegakkan kebenaran di atas bumi. Manusia yang mengembara demi memenuhi tugas-tugas kemanusiaan.”“Tapi..., bagaimana sikapku nanti kalau ayahanda mendesakku untuk menggantikannya sebagai raja di Krendobumi?” pertanyaan ini bergelayut di benak Suro Joy
Raden Tumon menatap wajah cantik Ayumanis. Dia ingin mendapatkan jawaban dari gadis manis pemilik penginapan. Raden Tumon ingin mendengar secara langsung dari orang yang mempekerjakan Wandagni.Mendapatkan tatapan mata penuh harap dari Raden Tumon, Ayumanis menjadi kurang enak hati. Ayumanis memang atasan Wandagni. Ayumanis bisa memerintah Wandagni untuk melakukan tugas-tugasnya sebagai pimpinan pelayan kamar. Kalau ada tamu kurang puas tentang pelayanan kamar, maka Ayumanis bisa menegur Wandagni. Ayumanis bisa memerintah Wandagni untuk meningkatkan pelayanan kamar. Namun kalau urusan hati, urusan cinta, Ayumanis tidak bisa berbuat apa-apa.Raden Tumon memang cinta setengah mati pada Wandagni, tapi Wandagni sebaliknya. Bukan cinta setengah mati, tapi benci setengah mati. Begitu kata hati Ayumanis. Wandagni pada awalnya kurang suka pada Raden Tumon yang tampil sok aksi, sok tampan, dan sok kaya di hadapan Wandagni. Selanjutnya, Wandagni tidak
Janurwasis memandangi wajah Ayumanis saat menanyakan kegunaan benda yang diberikan Ayumanis. Kemudian dia mengamati benda berwarna ungu yang berada di telapak tangan kanannya. Gambar bunga melati terlukis indah pada benda bundar sebesar uang logam. ‘Untuk apa benda ini?’ tanya Janurwasis di dalam hati. ‘Apakah ini tanda bahwa aku pelanggan Penginapan Melati Jingga? Apa pun benda ini, aku yakin, akan membuatku senang.’ ”Dengan memberikan tanda itu, kamu akan mendapatkan potongan uang sewa sampai separuhnya,” jawab Ayumanis. Jawaban yang membuat Janurwasis tersenyum. Senyum yang membuat wajahnya terlihat makin tampan. ”Terima kasih,” kata Janurwasis. Lagi-lagi disertai senyumnya. Senyum itu membuat gadis mana pun akan terpesona. Atau..., paling tidak, semalaman bakal sulit tidur! Janurwasis menghabiskan kopinya. Kopi paling istimewa yang dimiliki Penginapan Melati Jingga. Ramuan kopi dan gula yang pas, yang menimbulkan cita rasa khas. Kopi khas yang disajikan di Penginapan Melati Jin