Patahan pedang yang melesat ke arah kepala Suro Joyo adalah patahan bagian ujungnya. Ujung yang lancip. Ujung yang tajam. Sangat tajam. Ketajamannya bisa menembus tubuh manusia dengan mudahnya!
Layung sangat mengkhawatirkan keselamatan Suro Joyo. Dia tidak mau Suro Joyo tewas oleh tusukan dari patahan ujung pedang milik Nurweni. Ujung pedang yang selama ini digunakan Nurweni untuk membunuhi korban yang diincar, kini siap mencari mangsa baru. Kepala Suro Joyo yang kini disasar patahan ujung pedang Nurweni!
Suro Joyo kelihatan tenang. Dia sudah terbiasa menghadapi bahaya. Bahaya segawat apa pun pernah dia hadapi. Sekilas tadi dia lihat patahan pedang melesat ke arahnya. Tanpa membuang waktu sekejap pun, dia arahkan tangan kanannya yang terbuka ke atas. Dia menyongsong patahan pedang dengan ajiannya. Hantaman ajiannya tepat mengena patahan pedang hingga hancur berkeping-keping!
Suro Joyo tersenyum sambil berkata, “Patahan pedang tadi sudah lenya
Ponggewiso yakin sabetan pedangnya bisa menewaskan Lakseta. Bagi Ponggewiso, Lakseta hanyalah anak kemarin sore yang sok jagoan. Sok hebat dan seolah-olah sudah punya nama. Lagaknya malah melebihi Suro Joyo. Padahal kalau dilihat dari tampilannya sekilas saja, Suro Joyo lebih meyakinkan. Suro Joyo lebih hebat ilmu silat, ajian, dan senjata saktinya dibandingkan Lakseta.Ketika bertarung melawan Lakseta, Ponggewiso merasa yakin baka menang. Dalam pandangan Ponggewiso, Lakseta masih termasuk pendekar muda dan belum banyak pengalaman. Berbeda dengan Sepasang Naga dari Utara dan Suro Joyo.Sepasang pembunuh bayaran itu, meskipun masih muda, tetapi sudah banyak pengalaman dalam dunia persilatan. Tentu saja dalam melakukan pembunuhan yang ditugaskan kepada Nurweni dan Rupini.Sedangkan Suro Joyo, termasuk yang diperhitungkan Ponggewiso. Ponggewiso akan selalu waspada kalau berhadapan dengan Suro Joyo. Nama Suro Joyo sudah sangat tenar du dunia persilatan
Kedua tangan Ponggewiso yang berwarna hijau dan bersisik seperti ular itu terlihat kokoh dan kuat. Pedang Ilat Luwuk tergenggam erat dengan kedua tangan Ponggewiso siap menyambut serangan Nurweni dan Rupini.“Dua pembunuh bau kencur itu terlihat sangat bernafsu ingin membunuhku,” kata Ponggewiso lirih yang hanya bisa didengar diri sendiri. “Mereka mungkin belum tahu bahwa aku punya Ajian Sisik Beracun, sehingga kok berani-beraninya ingin membunuhku. Apa mereka tidak tahu bahwa aku pun juga seorang pembunuh. Bahkan aku biasa membunuhi seluruh orang yang berada di kapal yang sedang kurampok. Kalau dihitung-hitung, mungkin aku lebih banyak membunuh orang dibandingkan Sepasang Naga dari Utara itu.”Nurweni dan Rupini siap membunuh Ponggewiso dengan pedang masing-masing. Mereka merasa yakin saat ini bakal berhasil melaksanakan tugas dari Kowara. Mereka membayangkan wajah Kowara yang ceria ketika mendengar kabar bahwa Ponggewiso telah te
Suro Joyo berpikir keras untuk mencerna kata-kata yang baru saja diucapkan Ponggewiso. Kata-kata yang diucapkan Ponggewiso membuat Suro Joyo bertanya-tanya di dalam hati.Hadiah? Hadiah apa? Begitu pertanyaan Suro Joyo di dalam hati. Baik sekali hatinya kalau mau memberikan hadiah untukku. Eh, tapi itu tidak mungkin! Tidak mungkin orang sejahat Ponggewiso memberikan hadiah kepada orang lain. Yang ada dalam otak Ponggewiso hanyalah merompak dan merampok! “Tunggu dulu! Apa yang akan kamu hadiahkan padaku?” tanya Suro Joyo disertai senyum mengejek. “Kamu mau menyerahkan semua harta rampokanmu padaku? Kalau itu yang kamu hadiahkan padaku, maka aku sangat berterima kasih. Harta itu akan kubagikan kepada orang-orang yang pernah kamu rampok di tengah lautan.”“Dasar pendekar bodoh!” Ponggewiso balas mengejek. “Pendekar bodoh dan sinting, huahahaha...! Benar-benar julukan paling pas untukmu, Suro
Setelah mengarungi samudera nan luas seolah-olah tak berbatas, Suro Joyo akhirnya menginjakkan kakinya di Tanah Jawa. Sepulang dari Tanah Utara, Suro Joyo ingin ke Kerajaan Krendobumi. Pengembaraannya selama ini tidak bisa melupakan Suro Joyo pada tanah kelahirannya.Untuk tujuan apa Suro Joyo kembali ke Krendobumi? Apakah ingin menyatakan kesiapannya menjadi putra mahkota di kerajaan itu?“Entah apa yang menyebabkan aku ingin ke Krendobumi,” kata Suro Joyo pada diri sendiri saat menelusuri jalan perkampungan nelayan. “Yang jelas, aku rindu pada orang tuaku. Sudah cukup lama aku meninggalkan Krendobumi untuk memenuhi kewajibanku sebagai manusia. Manusia yang ingin menegakkan kebenaran di atas bumi. Manusia yang mengembara demi memenuhi tugas-tugas kemanusiaan.”“Tapi..., bagaimana sikapku nanti kalau ayahanda mendesakku untuk menggantikannya sebagai raja di Krendobumi?” pertanyaan ini bergelayut di benak Suro Joy
Raden Tumon menatap wajah cantik Ayumanis. Dia ingin mendapatkan jawaban dari gadis manis pemilik penginapan. Raden Tumon ingin mendengar secara langsung dari orang yang mempekerjakan Wandagni.Mendapatkan tatapan mata penuh harap dari Raden Tumon, Ayumanis menjadi kurang enak hati. Ayumanis memang atasan Wandagni. Ayumanis bisa memerintah Wandagni untuk melakukan tugas-tugasnya sebagai pimpinan pelayan kamar. Kalau ada tamu kurang puas tentang pelayanan kamar, maka Ayumanis bisa menegur Wandagni. Ayumanis bisa memerintah Wandagni untuk meningkatkan pelayanan kamar. Namun kalau urusan hati, urusan cinta, Ayumanis tidak bisa berbuat apa-apa.Raden Tumon memang cinta setengah mati pada Wandagni, tapi Wandagni sebaliknya. Bukan cinta setengah mati, tapi benci setengah mati. Begitu kata hati Ayumanis. Wandagni pada awalnya kurang suka pada Raden Tumon yang tampil sok aksi, sok tampan, dan sok kaya di hadapan Wandagni. Selanjutnya, Wandagni tidak
Janurwasis memandangi wajah Ayumanis saat menanyakan kegunaan benda yang diberikan Ayumanis. Kemudian dia mengamati benda berwarna ungu yang berada di telapak tangan kanannya. Gambar bunga melati terlukis indah pada benda bundar sebesar uang logam. ‘Untuk apa benda ini?’ tanya Janurwasis di dalam hati. ‘Apakah ini tanda bahwa aku pelanggan Penginapan Melati Jingga? Apa pun benda ini, aku yakin, akan membuatku senang.’ ”Dengan memberikan tanda itu, kamu akan mendapatkan potongan uang sewa sampai separuhnya,” jawab Ayumanis. Jawaban yang membuat Janurwasis tersenyum. Senyum yang membuat wajahnya terlihat makin tampan. ”Terima kasih,” kata Janurwasis. Lagi-lagi disertai senyumnya. Senyum itu membuat gadis mana pun akan terpesona. Atau..., paling tidak, semalaman bakal sulit tidur! Janurwasis menghabiskan kopinya. Kopi paling istimewa yang dimiliki Penginapan Melati Jingga. Ramuan kopi dan gula yang pas, yang menimbulkan cita rasa khas. Kopi khas yang disajikan di Penginapan Melati Jin
Para tamu dan pengunjung Penginapan Melati Jingga yang melihat sepak terjang Ayumanis terperangah. Mereka kagum atas kehebatan gadis muda yang berilmu silat tinggi. Selain cantik, Ayumanis ternyata memiliki kemampuan bertarung yang di luar dugaan.‘Dua berandal bodoh itu cari penyakit,’ kata Raden Tumon hati. Dia juga ikut menyaksikan kehebatan Ayumanis. ‘Mereka salah mencari musuh. Mereka benar-benar orang bodoh yang mungkin selama ini terkurung di pedalaman. Apakah mereka tidak tahu ketenaran Ayumanis sebelumnya? Orang yang berani membuka penginapan di tempat seperti ini tentu bukan sembarang orang. Ayumanis berani membuat Penginapan Melati Jingga tentu dengan perhitungan matang. Bukan hanya modal harta dan uang saja untuk membuat penginapan ini, tetapi juga modal kemampuan lain.’Raden Tumon berani menilai bahwa Gabrul dan Kepyur bodoh karena becermin dari diri sendiri. Raden Tumon berani naksir Wandagni karena dirinya anak orang kaya. Raden Tumon menyadari bahwa Wandagni sangat ca
Wadungsarpa tersenyum ke arah Katriningsih sebelum menjawab pertanyaan. Keramahan Wadungsarpa menjadi ciri khas yang diingat semua orang. Semua yang pernah berbicara, atau mengenal Wadungsarpa, punya satu pandangan, Wadungsarpa orang yang sopan, ramah, berkepribadian menarik. Tidak heran sering terjadi kesalahpahaman. Banyak perempuan, entah muda atau pun tua yang salah paham atas keramahan Wadungsarpa. Banyak perempuan yang menyangka Wadungsarpa suka, dalam arti secara pribadi. Padahal bukan begitu maksud Wadungsarpa.”Kopi,” jawab Wadungsarpa sambil tersenyum. Katriningsih merasa jantungnya berdegup keras karena senyum Wadungsarpa. Meskipun tua, tapi Wadungsarpa masih punya pesona sebagai sosok pria. ”Jangan lupa, bawa pisang goreng dan singkong goreng kemari!”“Baik, Ki,” kata,” Katriningsih sambil menunduk hormat. Rasa deg-degan di dada belum sepenuhnya hilang.’Benar kata orang,’ kata Katriningsih dalam hati. ‘Pesona laki-laki tua kadang-kadang lebih memabukkan laki-laki muda. Pa
Sebelum menemukan satu cara untuk menghadapi jurus lawan, tiba-tiba Suro Joyo tertawa-tawa riang. Dia ingat sesuatu. Sesuatu itu adalah nama jurus terakhir yang akan dikeluarkan lawannya. ”Hehehe..., aku sudah tahu sekarang!” kata Suro Joyo. “Kamu mau mengeluarkan Jurus Ular Api Neraka. Iya kan? Ah..., tapi aku ngak percaya kalau jurusmu itu hebat. Soalnya caranya seperti cacing kepanasan... !” ”Suro Joyo! Tak perlu banyak bacot! Sekarang bersiap-siaplah kukirim ke neraka, hiaaat…!” teriak Sanggariwut sambil melompat tinggi dengan gerakan tangan siap mencakar lawan. Gerakan cepat yang dilakukan Sanggariwut ini merupakan kembangan dari jurus mautnya. Kembangan jurus ini dinamakan gerakan ’Ular Neraka Mematuk Mangsa.’ Sanggariwut meluncur ke arah Suro Joyo untuk mencakar wajah lawan. Secara sigap, Suro Joyo melibaskan pedang saktinya untuk menebas leher Sanggariwut. Namun Sanggariwut malah menggenggam ujung pedang Suro Joyo dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kiri siap mencakar
”Kalau kamu tak percaya, akan kubuktikan sekarang juga, hiaaat...!” seru Wadungsarpa sambil menusukkan kerisnya ke arah leher lawan.Sargo cepat menangkis dengan pedangnya. Terdengar dentingan nyaring disertai sinar berkilatan. Saat pedang Sargo berbenturan dengan keris lawan, pedang itu patah menjadi beberapa bagian.Senapati Pulungpitu itu terbelalak kaget. Wadungsarpa tak memberi kesempatan, dia segera melesat cepat dengan ujung keris mengarah dada lawan.Gerakan Wadungsarpa sangat cepat, membuat Sargo panik. Dia tak mungkin menangkis senjata sakti Wadungsarpa hanya dengan menggunakan pedang yang tinggal gagangnya! Ketika Sargo sedang berpikir untuk menyelamatkan diri, Keris Kawungtunjem terus melesat untuk menembus jantungnya!Secara tak terduga, tiba-tiba terdengar ledakan keras. Baru saja terjadi benturan keras antara Keris Kawungtunjem dengan Pedang Dadaplatu. Benturan dua senjata sakti juga menimbulkan pijaran api. Pedang sakti berkelo
“Bisa saja. Makanya, aku lebih baik menjadi pendekar pengembara.”Kedua pendekar muda itu bercakap-cakap cukup lama. Sampai tak menyadari kehadiran Ratri di dekat mereka.”Oh, Nona Ratri!” sapa Sargo yang lebih dulu mengetahui kehadirannya. ”Belum tidur?””Belum, aku merasa sulit tidur. Maka aku kemari kerena juga ada perlu dengan Suro,” jawab Ratri. Sekaligus menyuruh Sargo meninggalkan tempat itu secara halus.”Kalau begitu, aku permisi dulu,” kata Sargo tahu diri.“Maaf, Senapati, kalau mengganggu.”“Tidak apa-apa, Nona. Mari Suro!””Mari,” sahut Suro Joyo. Lalu Sargo bergegas masuk ke rumah.Samar-samar wajah cantik Ratri diterangi oleh sinar lentera yang tergantung di teras. Sebenarnya dada Suro Joyo sedikit berdesir-desir seperti orang naksir. Namun dia tahan sekuat tenaga. Untuk saat ini dia belum berminat memikirkan kekasih.
Keksi Anjani menghantamkan Ajian Maruta Seketi ke arah dada Miguna. Hantaman angin puting beliung siap menghempaskan tubuh tua itu sejauh ribuan tombak. Atau bisa juga membenturkan tubuh Miguna dengan benda keras hingga remuk!Terdengar suara puting beliung menggiriskan hati.Miguna memutar pedang saktinya di depan dada. Lalu dia silangkan pedang di depan dada. Ketika angin puting beliung menghantam dada, angin deras itu membalik ke arah Keksi Anjani!Keksi Anjani menghindar, angin puting beliung menghantam pendapa kalurahan hingga berkeping-keping! Pendapa Jenggalu hancur berkepingan terkena terjangan Ajian Maruta Seketi.Putri Siluman Alan Waru itu tertegun setelah tahu bahwa ajiannya dapat ditangkis dan dibalikkan oleh lawan. Lawan yang sudah tua renta lagi! Sungguh malu dan geram Keksi Anjani atas kenyataan dihadapi.Keksi Anjani mencabut pedangnya. Pedang tipis tersebut akan dia padukan dengan gerakkan yang cepat seperti siluman untuk menyeran
Di tengah berkecamuknya pertarungan, tiba-tiba Sanggariwut dan Keksi Anjani terjun di arena pertempuran. Mereka mengamuk ke dalam barisan prajurit Pulungpitu. Para prajurit yang bersenjata pedang itu bertumbangan terkena sabetan selendang Keksi Anjani yang mematikan.Sudah beberapa saat berlalu pertarungan semakin seru. Para prajurit yang bertarung melawan anak buah Wadungsarpa tidak merasa kesulitan dalam merobohkan lawan. Karena anak buah Wadungsarpa memang tidak begitu pandai memainkan jurus pedang. Jadi dengan mudah dapat dirobohkan.Pertarungan semakin seru juga terjadi antara Taskara melawan Bremara. Taskara telah mengeluarkan senjata andalannya berbentuk trisula. Bremara pun mengeluarkan tongkat semu dari balik pinggang. Taskara langsung menusukkan senjatanya ke arah lawan. Bremara menangkis senjata lawan dengan tongkat semunya. Beberapa kali dia berhasil menangkis trisula lawan. Pada satu kesempatan Bremara mengetokkan tongkatnya
”Kalau kamu masih penasaran dan ingin bertarung denganku, kutunggu di Jenggalu!” seru Sanggariwut sambil melesat pergi bersama Keksi Anjani. Mereka melesat ke arah selatan, menuju Jenggalu. Sepeninggal mereka, Suro Joyo segera mendekati Sargo yang tertelungkup di tanah. Di punggungnya yang robek terlihat dua tapak kaki yang gosong. Suro Joyo pernah mendengar tentang Jurus Ular Api Neraka yang hanya dimiliki Sanggariwut. Tendangan maut itu kalau dilakukan secara sempurna, maka yang ditendang akan jebol dan gosong. Mungkin tendangannya tadi kurang sempurna, sehingga punggung Sargo hanya gosong. Tapi, masih hidupkah dia? Suro Joyo meraba pergelangan Sargo. Ternyata masih ada denyutan. Berarti senapati muda itu masih hidup. Segera Suro Joyo mencabut pedang saktinya. Dia tempelkan gagang pedang pada punggung Sargo yang gosong. Hal itu untuk menyerap hawa panas akibat tendangan jurus maut dari Sanggariwut. Setelah tubuh Sargo normal, Suro Joyo mengembalikan pedangnya di sarung yang meling
Pada sisi lain, pertempuran antara anak buah Sanggariwut melawan para prajurit Pulungpitu semakin seru. Kedua pihak timbul korban. Walau jumlahnya berimbang, tapi anak buah Sanggariwut semakin menipis. Sekarang tinggal beberapa orang saja yang kocar-kacir mencari selamat dengan melarikan diri memasuki Jenggalu. Para prajurit Pulungpitu terus mengejar mereka secara beramai-ramai. Sanggariwut yang melihat anak buahnya berlarian, jadi semakin gusar. Sungguh tak diduga bahwa mereka ternyata pengecut dan memalukan! Hal ini justru membuat Sanggariwut ingin segera menyelesaikan pertempuran ini. Dia segera mencabut senjata andalannya. Cambuk Sewugeni! Cambuk tersebut langsung dia sabetkan secara bertubi-tubi ke arah lawan. Sargo mesti berjumpalitan mencari selamat. Setiap cambuk menghantam pohon, maka pohon itu hancur dan terbakar. Terdengar suara menggelegar setiap kali cambuk sakti disabetkan. Batu yang tersabet ujung Cambuk Sewugeni pun hancur berkeping-keping disertai letupan api. Sargo
Sanggariwut kini menyadari bahwa lawan-lawan yang dihadapi bukan sembarang pendekar. Mereka ternyata orang-orang hebat, jago-jago silat dengan segudang pengalaman di dunia persilatan.Bukan hanya Sanggariwut, Keksi Anjani pun sadar diri bahwa lawan-lawan mereka ternyata para pendekar hebat yang menjadi senapati Pulungpitu. Pendekar wanita itu makin sadar diri setelah tahu kehebatan Sargo.“Keksi…, lawan kita ternyata para pendekar hebat,” kata Sanggariwut kepada Keksi Anjani dengan nada lirih. “Mereka orang-orang pilih tanding yang punya banyak pengalaman. Kalau kita tadi hati-hati, justru kita berdua yang tewas di tangan mereka.”“Aku pun tak menduga kalau orang-orang Pulungpitu itu ternyata ada yang hebat,” sahut Keksi Anjani. “Benar-benar ini sebuah kejutan.”Walaupun dirinya tahu kalau lawan-lawan yang dihadapi punya kelebihan yang layak diperhitungkan, Keksi Anjani tidak mau harga dirinya jatuh. Dia tak ingin terlihat lemah, apalagi terkesan kalah di depan lawan-lawannya. Keksi A
”Huahahaha..., aku sudah tahu tujuan kalian,” kata Sanggriwut dengan lantang. ”Kalian pasti ingin menggempur Jenggalu. Maka dari itu, kami sudah menyiapkan sambutan yang sangat meriah untuk kalian. Kayu besar ini akan kami gunakan untuk menyambut kalian...!”Sanggariwut dan Keksi Anjani bersalto ke belakang. Lalu kedua tangan mereka yang dimuati tenaga dalam, disorongkan ke depan untuk menghantam kayu gelondongan yang melintang di jalan. Kayu gelondongan melesat cepat ke arah Sargo dan anak buahnya! Kayu besar tersebut melesat untuk menghantam dan menggencet mereka...!“Awas!” teriak Panggas memperingatkan kepada teman-teman dan anak buahnya.Panggas tidak ingin dirinya, teman-teman, dan prajurit Pulungpitu celaka akibat terpaan gelondongan kayu yang besar. Kayu gelondongan yang besar itu sangat berat. Manusia yang terhantam bisa celaka. Manusia yang tergencet, bisa tewas seketika.“Cepat menghindar!” Sargo menyambut teriakan Panggas. Sargo, Sang Senapati Pulungpitu, juga punya pemik