Dua penjaga pintu pagar bergegas memberitahu kepala keluarga Wijaya saat para tetua Perguruan datang berkunjung dini hari. "Kunjungan apa dini hari seperti ini?" batin Kepala Keluarga segera keluar menemui tamu. Ketika membuka pintu, telah berdiri banyak orang dengan wajah garang di halaman besar rumahnya. "Ki Gede Pamungkas? Ki Ageng, dan Ki Juwanda, ada apa malam-malam begini datang ke tempat keluarga kami?" tanya Kepala Keluarga Wijaya dengan ramah. Dia menduga ada hal yang serius terjadi di perguruan. Yang dia tahu pasti hanyalah Pengawas Adu Kelana yang tewas dibunuh oleh pendekar misterius. "Tuan Wijaya, kami datang kesini ingin membicarakan sesuatu," kata Ki Ageng dengan suara ramah. Ki Gede terlihat tidak sabar. Dia menggeram seperti harimau lapar. "Jangan bertele-tele Ageng, katakan secepatnya!" Kata Ki Gede kasar. Ki Ageng sedikit kesal dengan perilaku Ki Gede yang tidak sabaran. "Maaf Tuan Wijaya, malam ini Perguruan kami tengah terjadi musibah yang cukup menggempa
Bima mendarat di sebuah atap rumah yang tak jauh dari kediaman Ki Gede Pamungkas. "Hm, penjagaan semakin di perketat. Ada sepuluh murid ranah Keabadian. Ini sangat merepotkan, dan dua orang bernama Ageng dan Juwanda itu pasti ada di dalam sana. Bagaimana caranya aku menyerang?" batin Bima. "Gunakan Ajian Hujan Es Abadi," ucap Iblis Es. "Tapi... Ada tiga pendekar ranah Tulang Dewa, apakah nantinya tidak akan membuatku terkepung oleh mereka?" tanya Bima. "Pemuda bodoh! Ajian itu cukup kau kerahkan dan kau tinggalkan, kau bersembunyi dan menanti mereka keluar dari dalam sarangnya," kata Iblis Es membuat Bima merenung. "Seandainya wujud Iblis Tanduk Api aku bisa mengeluarkan ajian itu, pasti akan lebih berdampak pada tingkat serangan," kata Bima. "Itu urusan gampang, apa kau ingat ajian Bola Iblis yang ku ajarkan padamu?" tanya Iblis Es. "Ajian Bola Iblis? Benar, tentu saja ingat!" sahut Bima. "Kau secara alami melakukannya pada elemen api milikmu dengan menciptakan Ajian Bola Api
Setelah mendengar penjelasan tentang tiga api abadi dari Iblis Es, Bima terkejut saat mendengar nama Iblis Neraka yang lolos dari ujian Dewa Yama. "Kakakku itu sangat kuat dan mengerikan, meski aku juga tidak kalah mengerikan darinya hahaha!" kata Iblis Es. "Hmmm... Kalian adalah Iblis yang sudah melewati batas hidup dan mati, dengan kekuatan yang setara dengan Dewa, akan tetapi... Bagaimana kalian bisa kalah melawan para dewa?" tanya Bima. "Kamu ini bodoh atau sengaja menjadi orang bodoh!?" tanya Iblis Es membuat alis Bima terangkat. "Apa maksudmu!?" tanya Bima. "Neraka adalah ciptaan Dewa. Dan dewa yang menciptakan itu saat ini sedang berleha-leha di surga, apa kau pikir kami berdua bisa menang melawan para dewa dengan kekuatan yang kami dapat dari mereka!? Apakah kau tak pernah dengar, sungai yang bertemu dengan air laut? Kau pikir sungai itu akan terus mengalir membuat jalurnya sendiri saat mereka bertemu dengan laut!? Sungai itu akan lebur saat bertemu dengan laut. Kekuatan
Sementara itu Ratu Azalea tengah tertidur lelap. Dia tak menyadari kedatangan tiga sosok orang yang mengendap-endap di dekat kamarnya. "Kamu benar ini kamarnya?" tanya salah satu sosok dengan suara berbisik. "Benar, tidak salah lagi, dia ada di dalam kamar..." sahut kawannya. "Kalau begitu, cepat keluarkan racun asap itu agar dia tak terbangun... Kita akan bersenang-senang," ucap sosok pertama. "Setelah sekian lama aku menanti ini, akhirnya datang kesempatan untuk membalas perlakuan gadis ini," "Gara-gara dia kita tersingkirkan," sahut yang lain. Tiga sosok itu mendekati pintu. Mereka mengenakan cadar sehingga tidak takut dengan racun asap yang akan mereka lepas ke dalam kamar melalui celah pintu. Asap itu pun masuk ke dalam kamar secara perlahan. Saat racun itu tercium oleh hidung Ratu Azalea, dengan sendiri nya perisai kuning melindungi seluruh tubuhnya. "Asap beracun? Siapa yang berani melakukan ini di dalam kediaman Nyai Anjani?" batin Ratu Azalea. Setelah cukup lama, tig
Gerakan ratusan pedang semakin cepat berputar melawan arah putaran angin biru milik Juwanda. Angin biru itu semakin tersedot oleh Pusaran Petir milik Bima. "Saat gesekan angin dan pedang semakin kuat, maka akan mengundang elemen petir yang sangat dahsyat ke tengah pusaran. Manusia itu akan terpanggang hidup-hidup disana!" ucap Balaraja. Bima tersenyum. Selama berada di tubuh pedang, dia merasakan tubuhnya sangat ringan dan mudah sekali bergerak. "Kekuatan yang luar biasa," batin Bima. "Ini juga berkat kekuatan milikmu yang seharusnya naik ke tahap tengah, namun justru membuatku naik ke ranah Tulang Dewa," kata Balaraja. Kekuatan angin biru mulai menghilang tersedot ke pusaran pedang. Juanda tak bisa berbuat apa-apa berada di tengah pusaran. Dia hanya bisa mengandalkan perisai gaib miliknya. Namun dia masih berupaya mengeluarkan pukulan sakti meski tidak berguna sama sekali saat menghantam pusaran pedang. Justru pukulan itu malah membuat pusaran semakin besar. Ki Gede Pamungkas
Ki Gede Pamungkas dan Ki Ageng menatap asap tipis yang masih menutupi tempat ledakan di udara. Mereka yakin Bima telah hancur bersama penghalang tak terlihat yang Ki Ageng pasang sebagai perangkap. Namun, harapan mereka tidak terkabulkan. Bima dengan keadaan yang cukup mengenaskan masih melayang dengan sebagian sayap esnya hancur. Perisai es miliknya pun sebagian hancur dan banyak luka di tubuhnya. Darah mengalir dari sela bibir Bima. Dia tak menyangka akan mengalami kerugian seperti ini. Perlahan Bima mendarat ke tanah. Sayap esnya masuk kembali ke dalam tubuhnya. "Bagaimana bisa dia menahan pukulan sakti milikku secara langsung? Seharusnya tubuhnya sudah hancur berkeping-keping saat ini..." batin Ki Gede Pamungkas. Ki Ageng sendiri mengelus jenggot putihnya. "Pendekar yang hebat, wajar saja jika Alam Sejagat tewas di tangannya, menghadapi serangan langsung Ledakan Bintang milik Ketua saja dia tak tewas, bahkan hanya menderita luka yang tidak terlalu parah... Siapa pemuda ini
Bima merasa sangat marah dan kesal dengan Ki Ageng yang baru saja menyelamatkan Ki Gede Pamungkas. "Orang tua sialan!" umpat Bima. Dari dalam sabuk penyimpanan miliknya, dia mengeluarkan Belati Petir miliknya. Dengan mengalirkan tenaga dalam dan memusatkan pikiran, tubuh Bima telah menghilang. "Ki Ageng! Hati-hati!" teriak Ki Gede Pamungkas. Teriakan Ki Gede Pamungkas terlambat, Bima sudah berada tepat di belakang tubuh Ki Ageng dengan palu Neraka yang menyala merah dan siap untuk menghantam. Tanpa menoleh, Ki Ageng langsung mengeluarkan Senjata Roh miliknya berupa Tulang Penyembuhan. Dan juga perisai cahaya yang melindungi tubuhnya. Namun karena perisai cahaya belum sempurna menutupi seluruh tubuh, saat palu besar itu menghantam punggungnya, tubuh Ki Ageng terpental keras hingga belasan tombak jauhnya! Beberapa kali tubuh orang tua itu menghantam tanah. Namun karena saking kerasnya pukulan yang Bima kerahkan membuat Ki Ageng tidak bisa menahan laju tubuhnya. Perisai cahaya m
Matahari mulai terbit di sebelah timur menampakkan cahaya emas. Tubuh Bima melayang tak tentu arah. Darah menetes dari sela bibirnya tanpa henti. Tubuh bagian dalamnya sudah terluka sangat parah. Di tambah Bima menggunakan tubuh Iblis sempurna membuatnya semakin memburuk. Saat dirinya diserang Ledakan Bintang Ki Ageng dan Ki Gede Pamungkas itu sebenarnya dia sudah terluka. Di tambah dia memaksakan tubuhnya menggunakan wujud Iblis Tanduk Api dan menggunakan ajian Sembilan Kutukan Neraka, itu justru memperparah keadaan tubuhnya. Namun karena ambisinya yang sangat besar, dia tak ingin rencana nya gagal begitu saja. Usahanya sudah cukup berhasil dengan meratakan Perguruan tersebut. Namun dia tak akan puas jika otak dari Perguruan Jalak Perak itu belum tewas. Mata Bima mulai terpejam. Tubuhnya terbang rendah dan akhirnya jatuh ke bawah dengan ketinggian ratusan tombak. Untungnya tubuh Bima jatuh tepat di sebuah telaga kecil yang ada di tengah hutan. Saat dia jatuh ke dalam air, bebe
Setelah memukul Bima hingga terpental jauh dan menabrak batu besar, Datuk Manggala langsung melesat menyusul tubuh Bima. Namun matanya terbelalak saat melihat dua larik sinar biru yang menyilang menderu ke arahnya dari dalam gumpalan debu yang berasal dari batu besar. "Masih bisa menyerang!?" batin Datuk Manggala. Dengan cepat Datuk menghindari serangan sinar biru tersebut. Namun dia terkecoh, serangan sebenarnya bukan dua larik sinar biru tersebut, akan tetapi serangan pedang Es yang bergerak sangat cepat dari dalam gelapnya debu. Datuk Manggala menahan pedang es dengan perisai gaib miliknya. Tubuhnya terdorong hingga jatuh ke tanah. Bum!Percikan biru terlihat terus menekan tubuh Datuk Manggala. Dari dalam asap tebal, Bima muncul dalam langsung melesat ke arah Datuk Manggala. "Cobalah jurus ku ini, Pedang Pemotong Roh!" ucap Bima lalu menewaskan pedang nya beberapa kali. Sepuluh larik sinar biru dengan kekuatan dingin luar biasa menderu ke arah Datuk Manggala. "Tenaga bocah
Ledakan terjadi saat dua larik sinar merah menghantam lantai altar pemujaan. Untungnya Bima dengan sigap menyambar tubuh Wulan sehingga wanita itu selamat dari serangan. "Hahahaha! Setelah sekian lama, akhirnya kutemukan lagi tempat ini, hei, wanita, bukankah sudah aku bilang padamu, aku akan mencarimu seumur hidupku!" ucap seseorang dengan suara lantang. Bima menoleh ke arah Wulan. "Apa hubungan orang itu denganmu? Dan siapa dia tiba-tiba datang langsung menyerang?" tanya Bima. Wajah Wulan terlihat pucat. Bima merasa aneh dengan wanita itu. Padahal seorang pelayan Dewa tapi takut terhadap musuh yang baru saja datang. "Apakah dia sangat kuat?" tanya Bima lagi. "Dia... Dia yang telah membunuh tiga pilar lainnya, dan menyisakan diriku. Dia menantikan momen ini, dimana senjata sakti itu turun dan ingin merebutnya." kata Wulan dengan suara parau. Bima menoleh kearah sosok yang datang melayang dengan sayap merah di punggung. "Sayap?" batin Bima. "Bima! Musuh di depan sangat kuat!
Mendengar ucapan Dewa Angin membuat Bima sangat takjub dan penasaran. Siapakah orang yang Dewa Angin maksud tersebut. "Sekuat apa orang ini sehingga membuat gempar dunia dewa?" batin Bima. "Sekarang kau tak perlu memikirkan orang itu. Dia jelas jauh dari tempat ini. Sekarang, aku akan berikan senjata yang mampu merobek langit membelah gunung padamu," kata Dewa Angin. "Tunggu Guru! Aku mau bertanya padamu, apakah senjata ini sedahsyat itu? Daritadi kamu berkata bisa merobek langit dan membelah gunung," potong Bima. Mata Dewa Angin melotot. "Bukan begitu, aku hanya mengatakannya agar terlihat luar biasa. Jika senjata ini mampu merobek langit, bukankah aku akan di hukum oleh para Dewa karena telah membuat senjata yang berbahaya bagi dunia Dewa?" kata Dewa Angin membuat Bima menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Tidak perlu risau, senjata ini tetaplah ciptaan Dewa. Jadi, jangan ragu akan kekuatan nya. Nanti kau bisa mencobanya," kata Dewa Angin. Bima mengangguk. Dewa Angin meminta
Bima mengambil Plat Senjata miliknya. Dia menatap plat dengan bentuk bintang empat sisi di tengahnya. Sisi-sisi itu itu mempunyai warnanya sendiri. "Sebenarnya, plat ini berasal darimana?" tanya Bima. "Plat itu adalah kunci Altar Pemujaan ini. Hilang di curi seseorang. Dan sekarang kembali lagi kesini, bukankah kamu berjodoh dengan tempat ini?" ucap Wulan membuat Bima tak bisa berkata apa-apa lagi. "Lalu... Apa yang akan terjadi nanti jika ini ku letakan di tempatnya?" tanya Bima lagi. Wulan tersenyum. "Kamu sudah lolos ujian ilusi dari Pilar Dewa. Sedangkan Pilar Dewa ini di tugaskan menjaga altar ini untuk menanti kedatangan orang yang di harapkan oleh tuan kami, Dewa Angin. Keuntungan mu menjadi murid Dewa Angin adalah mempunyai senjata hebat ciptaan Dewa Angin sendiri. Empat senjata dari pilar penjaga juga ciptaan darinya." kata Wulan sambil tersenyum. Setelah mendengar hal itu, tanpa ragu lagi Bima meletakkan Plat Senjata miliknya tepat di atas sebuah batu. Di atas batu itu
"Jurus Gelombang Es!" teriak Bima. Tubuhnya mengeluarkan aura dingin yang luar biasa. Bertepatan saat Pilar Dewa menghantamkan palunya, Gelombang Es itu juga menghantam Pilar Dewa tersebut. Seketika seluruh altar itu membeku menjadi es termasuk Pilar Dewa. Tapi tidak bagi Ayu Wulan Paradista. Dengan Tongkat miliknya dia mampu menahan Gelombang Es milik Bima. "Kekuatan pemuda ini sangat dahsyat, seperti nya memang dia orangnya," batin Wulan. Tubuh Pilar Dewa kembali bergerak. Semua es yang menyelimuti tubuhnya hancur seketika. Berkat gelombang Es Bima bisa menghindari serangan cepat Pilar Dewa. Blaarrrrr! Palu Neraka milik Pilar Dewa menghantam ke lantai altar dengan keras. Cahaya merah berpijar saat palu merah raksasa itu menghantam lantai yang diiringi suara ledakan. Bima kembali terbang ke atas untuk mengatur siasat. Lawannya benar-benar kuat. "Elemen es tidak berpengaruh padanya..." batin Bima. Wajah Pilar Dewa kembali berubah ke wajah Nyai Sudrawati. Dengan gerakan cepat
Bima melangkah masuk ke dalam altar pemujaan. Altar itu tidak tertutup atap dan sejenisnya. Hanya sebuah lingkaran batu dengan tempat pemujaan yang berada tepat di tengah lingkaran. Lantai altar terbuat dari batu yang halus. Di sisi altar, ada empat pilar besar dengan patung empat sosok yang berbeda. Bima tidak asing dengan wujud empat sosok tersebut. "Iblis Es, apakah kau paham sesuatu?" tanya Bima. Namun seolah dirinya dan ketiga Iblis yang ada di dalam jiwanya telah di sekat oleh benteng tak terlihat. Bima tidak bisa mendengar suara Iblis Es sama sekali. Sesampainya di depan wanita cantik berpakaian ungu itu mereka saling bertatap mata. Tangan Wulan bergerak membuat rapalan. Aura hijau berbentuk bola muncul di tengah-tengah kedua telapak tangan wanita itu. "Berdasarkan penglihatanku,di masa depan kamu adalah Raja yang akan menaklukkan pulau ini. Tapi, aku perlu bukti dan percobaan dari dirimu, apakah kau siap Pendekar Muda?" tanya Wulan. "Maksud kamu apa Nona. Masa depan? T
Beberapa hari setelah pertemuan dengan wanita cantik yang berpakaian serba terbuka itu, akhirnya wanita berpakaian merah itu datang lagi. Kali ini wujudnya sangat berbeda. Dia terlihat sangat anggun dengan pakaian serba ungu dan tertutup. Kedatangannya kali ini adalah dia akan melepas kekuatan yang mengunci titik meridian pada tubuh Bima. Dari tangannya terlihat aura berbentuk bola berwarna hijau. Bima merasakan aura tersebut membuatnya sangat nyaman. "Kekuatan jiwamu mulai membaik, luka pada rohmu juga telah sembuh, hebat! Dalam dua puluh tiga hari, luka parah mu telah sembuh sepenuh nya. Hanya tenaga dalamnu saja yang masih kurang," Kata wanita cantik berpakaian ungu tersebut. Bima segera duduk. Dia mengangkat kedua tangannya. Rasa sakit yang mendera nya hilang sama sekali. Kemudian dia alirkan tenaga dalam miliknya. "Benar saja, tenaga dalamku sangat tipis, jika aku kehabisan tenaga dalam, bisa berbahaya bagi tubuhku," ucap Bima langsung duduk bersila di atas ranjang. Tapi
Matahari mulai terbit di sebelah timur menampakkan cahaya emas. Tubuh Bima melayang tak tentu arah. Darah menetes dari sela bibirnya tanpa henti. Tubuh bagian dalamnya sudah terluka sangat parah. Di tambah Bima menggunakan tubuh Iblis sempurna membuatnya semakin memburuk. Saat dirinya diserang Ledakan Bintang Ki Ageng dan Ki Gede Pamungkas itu sebenarnya dia sudah terluka. Di tambah dia memaksakan tubuhnya menggunakan wujud Iblis Tanduk Api dan menggunakan ajian Sembilan Kutukan Neraka, itu justru memperparah keadaan tubuhnya. Namun karena ambisinya yang sangat besar, dia tak ingin rencana nya gagal begitu saja. Usahanya sudah cukup berhasil dengan meratakan Perguruan tersebut. Namun dia tak akan puas jika otak dari Perguruan Jalak Perak itu belum tewas. Mata Bima mulai terpejam. Tubuhnya terbang rendah dan akhirnya jatuh ke bawah dengan ketinggian ratusan tombak. Untungnya tubuh Bima jatuh tepat di sebuah telaga kecil yang ada di tengah hutan. Saat dia jatuh ke dalam air, bebe
Bima merasa sangat marah dan kesal dengan Ki Ageng yang baru saja menyelamatkan Ki Gede Pamungkas. "Orang tua sialan!" umpat Bima. Dari dalam sabuk penyimpanan miliknya, dia mengeluarkan Belati Petir miliknya. Dengan mengalirkan tenaga dalam dan memusatkan pikiran, tubuh Bima telah menghilang. "Ki Ageng! Hati-hati!" teriak Ki Gede Pamungkas. Teriakan Ki Gede Pamungkas terlambat, Bima sudah berada tepat di belakang tubuh Ki Ageng dengan palu Neraka yang menyala merah dan siap untuk menghantam. Tanpa menoleh, Ki Ageng langsung mengeluarkan Senjata Roh miliknya berupa Tulang Penyembuhan. Dan juga perisai cahaya yang melindungi tubuhnya. Namun karena perisai cahaya belum sempurna menutupi seluruh tubuh, saat palu besar itu menghantam punggungnya, tubuh Ki Ageng terpental keras hingga belasan tombak jauhnya! Beberapa kali tubuh orang tua itu menghantam tanah. Namun karena saking kerasnya pukulan yang Bima kerahkan membuat Ki Ageng tidak bisa menahan laju tubuhnya. Perisai cahaya m