Share

Pajak dan Perang

Author: Ken Matahari
last update Last Updated: 2023-02-26 14:22:46

Rumah Kepala Suku Dusun Lubuk Ruso yang dituju Aditya dan Nadir sudah di depan mata. Hari belum terlalu gelap ketika keduanya tiba.

Pucuk dicinta ulam tiba. Saat keduanya baru masuk ke halaman, si empu rumah ternyata sedang bersantai di depan rumah.

"Wak Baidil! Ini aku Nadir!" Baidil mempercepat langkahnya kegirangan melihat orang tua angkatnya ada di depan rumah. Baidil, orang yang dipanggil oleh Nadir tercengang. Setengah tak percaya Nadir tiba-tiba datang dan mencium tangannya.

"Nadir! Benarkah kau ini Bujang?"

"Ya Bak! Ini aku Nadir. Anak bujang Bak!"

"Demi Buddha! Akhirnya kau sampai kemari lagi ke rumahmu ini Bujang! Ayo masuk...! Ayo masuk...! Ajak temanmu masuk juga!" ajak Wak Baidil gembira.

Aditya langsung tenang melihat sambutan hangat Wak Baidil. Dari tadi ia begitu gelisah. Dua sampai tiga orang penduduk dusun telah mengikuti mereka dari jauh. Seolah mereka tak suka ada orang luar berkunjung ke Dusun Lubuk Ruso.

Ketiganya kini sudah berada di dalam rumah panggung Wak B
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Kejutan-Kejutan Lubuk Ruso

    Aditya tak tahu harus bagaimana menanggapi kenyataan yang diceritakan Wak Baidil. Senang dan marah teraduk jadi satu.Di satu sisi, kenyataan yang ceritakan oleh Wak Baidil membuat hatinya senang. Betapa tidak, dengan kondisi Dusun Lubuk Ruso yang sekarang dipenuhi para pelarian dari Muara Bulian akibat kesewenang-wenangan pihak Sriwijaya, ia dan Nadir tak perlu terlalu capek mambangun basis perlawanan. Bahan bakarnya sudah tersedia di Lubuk Ruso.Di sisi yang lain, ia benar-benararah mengetahu penduduk Melayu di seantero negeri menjadi sengsara dan miskin karena ulah Sriwijaya. Suatu rasa yang wajar dimiliki oleh anak muda dari suatu negeri terjajah.Kedua alasan di atas membuat Aditya seperti terhimpit beban sangat berat. Jika menuruti emosi, hendak sekali ia membuka hati dirinya saat itu juga. Tapi Aditya mampu mengendalikan diri. Ia tak bisa bersikap konyol dan kekanak-kanakan. "Semua harus tetap tertutup sesuai dengan skenario awal," ujar Aditya dalam hati. "Sementara ini, biarl

    Last Updated : 2023-02-26
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Koh Bai

    "Hoiii...iya Dik! Sebentar lagi aku ke sana! Ini masih ada Wak Baidil!" teriak Koh Bai menjawab teriakan tadi."Ajaklah pula Beliau ikut makan kemari Kak!" teriakan balasan kembali terdengar."Iya Dik!" teriak Koh Bai pendek."Siapa Koh Bai? Yatikah itu?" tanya Wak Baidil."Benar Wak, itu Yati," jawab Koh Baidil sambil sisa keringat dikeningnya."Apa kabar Yati Koh?""Sehat Wak. Oh ya Wak Baidil dan adik-adik, istriku mengundang Wak dan adik-adik untuk makan siang bersama di huma kami. Kebetulan Yati masak lumayan banyak tadi Wak.""Bagaimana Nadir dan kau Jawir? Ada rezeki mendadak nih? Kalian menerimanya?""Kalau aku ikut Bak saja," jawab Nadir singkat."Akupun sama Bak," Aditya mengikuti sikap Nadir."Kalau demikian, ayolah kita ikut Koh Bai sekarang. Menurutku juga sayang kalau menolak rezeki hehe..."Mereka berempat kemudian berjalan melewati jalan setapak di tengah ladang Koh Bai yang sedang ditanami padi darat. Di sela-sela rumpun-rumpun Koh Bai sengaja menanam labu. Jadi Koh B

    Last Updated : 2023-02-26
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Asal Usul Koh Bai

    Koh Bai berhenti bicara. Ia kemudian melirik ke arah Wak Baidil yang duduk tak jauh darinya."Wak Baidil sebagai tetua dusun Lubuk Ruso lebih paham kondisinya dariku. Beliau bisa menjelaskannya nanti padamu Jawir," Koh Bai menutup rangkaian ceritanya. Ada kegetiran yang belum bisa ia urai diwajahnya."Ini yang aku senang darimu Koh Bai!" tiba-tiba ceketukan Wak Baidil muncul. Namun orang tua itu belum mau bicara lebih banyak lagi. Ia lebih memilih mengajak Aditya dan Nadir berpamitan pada Koh Bai. "Koh Bai, sudah lewat tengah hari. Aku dan anak-anak pamit dulu. Kau juga pasti akan meneruskan pekerjaanmu.""Baik Wak. Jangan bosan main ke gubuk atau ladangku Wak. Kalian berdua juga begitu ya," jawab Koh Bai dengan senyumnya yang khas.Matahari sudah merambat perlahan ke arah barat. Hampir seluruh Lubuk Ruso telah dijelajahi mereka bertiga. Dalam sisa perjalanan itu, bagi Aditya tak ada lagi kejutan yang berarti. Namun ia sudah cukup puas untuk beberapa kejutan yang sangat berharga bagin

    Last Updated : 2023-02-26
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Rahasia Yang Terbongkar

    Aditya bingung dengan perbedaan yang terjadi soal Koh Bai. Untuk memenuhi rasa keingintahuannya, Aditya kembali bertanya pada Wak Baidil."Kenapa bisa beda soal asal usul kedatangan Koh Bai Wak? Terus, kenapa Wak Baidil dan Koh Bai juga berbohong pada penduduk Lubuk Ruso?""Ini yang aku berat mengatakan alasannya Jawir," jawab Baidil pelan. Seperti ada hal besar dan berat yang tak boleh diketahui orang lain. "Aku belum percaya kalian berdua bisa pegang rahasia.""Bak masih tak percaya pada kami berdua?""Bukan begitu Nadir. Soalnya ini menyangkut rahasia yang sangat besar.""Katakanlah Bak!" desak Nadir lagi.Wak Baidil tak juga menjawab. Yang terdengar malah hembusan nafas panjang. Ketiganya terdiam. Suasana yang terjadi bak suasana negoisasi besar yang macet."Huuuffft...baiklah kalau kalian terus memaksa. Tapi kuminta dari awal kalian akan menjaga rahasia ini dengan hidup kalian!" terdengar Wak Baidil menyetujui. Suara orang tua itu tergetar hebat. "Koh Bai adalah buronan nomor sat

    Last Updated : 2023-02-27
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Strategi Wak Baidil

    Aditya tak tahu harus berkata apa lagi untuk membela diri. Sama halnya dengan Nadir. Ia juga merasa telah kehabisan kata-kata untuk membela Aditya di depan Baknya."Aditya, aku dan Koh Bai sudah beberapa hari menunggu kedatangan kalian berdua! Kami senang kalian berdua akhirnya bisa sampai ke Lubuk Ruso dengan selamat!""Demi Buddha! Darimana Wak Baidil tahu nama asliku?" Aditya seperti tersambar petir di siang bolong. Sementara Nadir hanya bisa melongo mendengar Baknya tahu persis siapa nama asli Aditya."Akan jadi kejutan lagi bagimu jika kukatakan siapa orang yang memberitahuku soal nama aslimu," ujar Wak Baidil sambil tersenyum. Saat ini Aditya benar-benar dalam kendali Wak Baidil.Kalah telak. Itulah perasaan yang dimiliki Aditya saat ini. Ia tak menyangka orang tua yang berada dihadapannya ini telah memperhatikan dirinya dan Nadir sejak dari Kutaraja Melayu. Aditya menyerah."Ya Wak. Aku Aditya," ujar Aditya pasrah. "Lalu dari siapa Wak tahu namaku?""Hehe...jadi sekarang aku ha

    Last Updated : 2023-02-27
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Menuju Hutan Larangan

    "Wak Baidil...! Wak Baidil...!"Dengan wajah pucat pemuda yang datang itu menghampiri Wak Baidil dan berbisik padanya. Wak Baidil mengangguk-anggukkan kepala. Sepertinya ada sesuatu yang sedang terjadi.Selesai memberikan informasi, pemuda itu langsung pergi. Tanpa sepatah katapun yang dikatakan pada Aditya dan Nadir. Tapi mereka tak mempersoalkannya. "Heeehhhhh...," Wak Baidil menghembuskan nafas panjang karena berita yang dibawa si pemuda tadi."Ada apa Bak?""Aaaah...berita duka Aditya!" kata Wak Baidil."Kalau aku boleh tahu, kabar duka dari siapa Bak?""Beberapa hari lalu, sebelum kedatangan kalian berdua, aku mengirimkan dua orang anak muda Lubuk Ruso ke sebuah hutan yang terkenal angker.""Hutan angker?" sahut Nadir tak bisa menutupi kekagetannya."Ya Nadir. Hutan berjarak satu hari perjalanan dari Lubuk Ruso.""Bak, apakah hutan yang Bak maksud itu hutan larangan yang terletak di sebelah kanan jalan antara Lubuk Ruso ke Melayu?""Kau benar Nadir. Bagiamana kau bisa tahu?"Adi

    Last Updated : 2023-02-27
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Nakalnya Candra

    100.....Hari-hari pertama Candra dan Tara menjadi sepasang kekasih adalah hari-hari terindah dalam hidup keduanya. Siang, malam, dan seluruh waktu dalam hidup keduanya saat ini adalah kebahagiaan. Ya, hanya kebahagiaan yang hadir dalam setiap tarikan nafas keduanya. Seperti tak ada kata susah di dunia ini.Bisa dipastikan, jika Tara lepas dari waktu dinasnya sebagai prajurit, maka Candra pasti ada disampingnya. Di rumah Tara, di kediaman Candra, di pasar, hampir di semua tempat. Di mana ada Tara, di situ ada Candra atau sebaliknya. Hanya di Istana Kedatuan Melayu yang keduanya hampir tak mungkin bersama.Malam ini, Candra telah selesai mandi dan memakai baju terbaik yang ia punya. Sebentar lagi ia akan berjalan menuju kediaman sang kekasih. Saat hendak bergegas, Candra harus menunda keberangkatannya. Dari ujung lorong jalan menuju rumahnya, Pak Cik terlihat berjalan menghampirinya."Selamat malam anak muda yang sedang dimabuk cinta hahaha...!" goda Pak Cik pada Candra."Haha...selam

    Last Updated : 2023-02-27
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Dangau Cinta

    Merasa bersalah, Candra berusaha berulangkali minta maaf pada Tara. Tapi Tara tak kunjung menanggapinya. Hal ini makin menyiksa Candra. Ia mulai putus asa. Ia lalu memilih diam. Keheningan menguasai rumah Tara beberapa saat lamanya."Puan, sekali lagi maafkan aku. Jika Puan tak hendak lagi aku ada di sini, aku akan pergi," ucap Tara sambil melepaskan tangan Tara dan berusaha bangkit dan pergi.Namun upayanya itu diurungkan oleh Tara. Tara segera menarik tangan Candra dan memintanya untuk tidak pergi."Candra jangan pergi! Kau tak salah! Tolong jangan tinggalkan aku!" pekik kecil Tara terdengar merajuk. Candra tak menyangka Tara tak menyalahkannya. Iapun menuruti permintaan Tara. Memang itu juga yang diinginkannya.Candra kembali duduk di sebelah Tara. Kondisi kekasihnya itu sudah kembali stabil dan tenang."Candra, aku minta maaf karena mendorong dengan kasar tadi.""Kok aneh? Seharusnya aku yang minta maaf Puan.""Candra, jangan panggil aku Puan lagi. Panggil saja aku Tara. Itu lebih

    Last Updated : 2023-02-27

Latest chapter

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Momentum

    "Nadir adalah penyusup itu!" semua yang hadir seperti tersambar petir di siang bolong mendengar nama Nadir disebut Candra sebagai telik sandi Sriwijaya yang berhasil menyusup ke dalam tubuh gerakan kemerdekaan Melayu. Wak Baidil menjerit histeris."Apa? Nadir? Aku tak salah dengar Candra?""Tidak Wak! Nadir memang penyusup itu!""Demi Buddha! Nadir...! Tak kusangka anakku itu ternyata seorang musuhku sendiri...," ucap Wak Baidil lemas. Tubuhnya seperti kehilangan tulang penyangga tubuh. Ia duduk lemas tanpa daya. Ia benar-benar tak menyangka, anak angkat yang sangat ia kasihi itu ternyata seorang mata-mata Sriwijaya. Dengan suara parau, Wak Baidil berkata, "Alangkah sial hidupku ini. Setelah seumur hidup tak punya keturunan, saat punya anak angkat ternyata ia adalah musuhku!"Mata Wak Baidil berkaca-kaca. Orang tua itu setengah mati berusaha menahan tangis. Tapi ia gagal melakukannya kali ini. Air mata Wak Baidil menderas. Sekuat mungkin ia menahan ledakan tangis yang bisa merusak su

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Siapa Penyusup Itu?

    Pertemuan yang dipimpin Wak Baidil terus berlanjut. Setelah membahas tentang Persatuan Melayu, kini pertemuan mulai membahas soal isu-isu dan peristiwa terkini yang terjadi di Lubuk Ruso dan Melayu. Berbeda dengan materi sebelumnya yang cenderung kaku. Sekarang suasana berubah jadi lebih cair.Situasi di kota Melayu yang menjadi pokok bahasan pertama. Dalam bahasan Melayu ini, Wak Baidil minta Pak Cik dibantu Candra untuk menjelaskannya.Pak Cik berkesempatan menjelaskan situasi Melayu lebih dulu. Dengan penuh semangat ia lalu menceritakan kondisi Melayu. Mulai dari proses perembesan prajurit masuk ke Melayu hingga konflik yang terjadi antara Tara dan Senapati Madya Danar.Dalam kesempatan itu juga, Pak Cik menjelaskan tentang peta kekuatan pasukan Sriwijaya di Melayu. Baik kekuatan pasukan reguler, pasukan khusus, dan telik sandi milik Sriwijaya.Koh Bai yang jadi orang pertama bertanya pada Pak Cik. "Apa kabar sahabat lama? Senang bisa bertemu denganmu hari ini Cik. Apalagi aku mas

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Pertemuan Lubuk Ruso dan Melayu

    Hari belum lagi dini hari. Kokok ayam jantan pertama baru terdengar ketika rombongan Wak Baidil sampai di tepi Melayu. Sebelum meneruskan perjalanan masuk ke kota Melayu, Aditya menugaskan Muri dan Yoga untuk lebih dahulu masuk kota untuk memantau situasi dan memberitahu Pak Cik soal kedatangan mereka. Kehadiran mereka tak boleh diendus siapapun.Setelah menunggu cukup lama, Muri dan Yoga sudah kembali. Dari laporan mereka, situasi cukup aman bagi rombongan untuk dengan cepat mengendap dan langsung menuju kedai Pak Cik.Tanpa membuang waktu, seluruh rombongan bergerak senyap. Tak boleh ada suara ringkikan kuda yang terdengar. Tak ada satupun penduduk Melayu yang harus terbangun karena mendengar langkah kaki mereka.Jelang dini hari, rombongan Lubuk Ruso sudah sampai di rumah Pak Cik. Tak ada kendala selama perjalanan mereka dari pinggir kota hingga ke tujuan.Muri dan Yoga adalah orang yang terakhir masuk. Keduanya punya tugas tambahan menghapus seluruh jejak kaki mereka. Terutama je

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Tugas Awang

    Pagi ini Tara melakukan dinas militer seperti biasa. Seolah tak ada ketegangan yang sedang terjadi antaranya dengan Senapati Madya Danar dan Ishra. Setidaknya begitu dihadapan para prajurit bawahan.Setelah apel pagi, Tara langsung masuk ke dalam ruangan. Sementara prajurit peserta apel lain masih bergerombol dan mengobrol di lapangan. Di antara mereka terlihat Senapati Madya Danar, Ishra, dan Awang.Sejak peristiwa amukannya terhadap Senapati Madya Danar, Tara lebih banyak memilih diam di ruang kerjanya ketimbang harus berbaur dengan prajurit lain. Ia terlalu muak dan khawatir tak mampu mengontrol emosi jika melihat Senapati Madya Danar dan Ishra.Saat Tara berjalan menuju ruang kerjanya, di kejauhan Senapati Madya Danar melihat sinis pada perwira cantik itu. Tak perduli ia sedang berada di tengah orang ramai, ia dengan terbuka menunjukkan rasa permusuhannya."Ishra, kau tengoklah Tara bangsat itu! Gaya jalannya sudah macam Datu Sriwijaya pula? Congkak!" desis Senapati Madya Danar ny

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Rencana Menjebak Tara

    "Kau benar Ishra. Emosi hampir membuatku terjebak dalam kebodohan. Memang, sudah selayaknya aku dapat keuntungan dari matinya iblis perempuan bernama Tara itu!" ucap Senapati Madya Danar yang mulai tersadar dari amarahnya. Ia telah kembali ke watak aslinya yang culas dan licin. "Bagaimana Ishra? Kini kita mulai susun skenario untuk membunuh Tara?""Siap Senapati! Makin cepat, makin baik!" jawab Ishra tak kalah licik.Keduanya kembali tenggelam dalam siasat untuk membunuh Tara. Tak lupa tentu keuntungan-keuntungan yang harus mereka dapat dari kematian Tara.Malam makin larut, obrolan Senapati Madya Danar dan Ishra makin serius. Seperti tak ada hari esok bagi keduanya. Menjelang fajar barulah obrolan kedua manusia culas itu selesai. Begitu semua rencana mereka dirasa matang, dengan cepat Ishra kembali ke baraknya. Tak boleh seorangpun yang melihat pertemuan mereka.Saat Ishra baru menutup pintu barak, sebuah bayangan manusia berkelebat di keremangan fajar. Ia menyelinap cepat di balik t

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Hasutan Ishra

    Istana Kedatuan Melayu malam hari. Tak ada aktivitas berarti di dalamnya. Gelap malam dan suasana sepi makin menambah muram istana yang pernah bersinar dan dikenal hingga ke negeri jauh itu.Istana Kedatuan Melayu terletak cukup jauh dari tepi Sungai Batanghari. Posisinya sendiri berada di antara bukit-bukit kecil. Pendahulu Sang Mahadatu Melayu memang sengaja memilih lokasi istana jauh dari Batanghari dengan pertimbangan pertahanan dan keamanan. Tapi setelah invasi Sriwijaya ke Melayu, pertimbangan tersebut terbukti rapuh[1].Jika menilik luas area yang dijadikan kawasan kompleks istana, maka kita tak akan mendapatkan jawaban pasti. Ada yang mengatakan luasnya lima hektar, ada yang menyebut lebih dari lima hektar, dan ragam pendapat lain.Di dalam area tersebut berdiri kompleks istana yang terdiri atas beberapa bangunan, bangunan utama dan beberapa bangunan pendukung.Bangunan utama dalam komplek Istana Kesatuan Melayu adalah istana yang kini didiami oleh Sang Mahadatu Melayu Muda da

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Aku Cinta Padamu Vidya

    Beberapa hari ke muka, halaman depan gubuk Wak Baidil terlihat ramai. Di keramaian terlihat Wak Baidil, Aditya, Nadir, Koh Bai, dan seluruh penduduk Lubuk Ruso. Tampak juga Umak dan beberapa perempuan lainnya. Tapi tak tampak Vidya di antara mereka.Keberangkatan Wak Baidil dan rombongan baru dilakukan setelah Muri terlebih dahulu pulang dari Melayu. Dengan begitu, setelah mendengar informasi perkembangan Melayu dari Muri, semua gerakan bisa disusun dan dilakukan dengan baik.Pagi ini, sesuai dengan hasil pertemuan yang dilakukan para tetua Lubuk Ruso beberapa hari sebelumnya, maka Wak Baidil bersama rombongan akan melakukan long march menyusuri seluruh bumi Melayu. Terutama dusun dan negeri yang berada di sepanjang aliran Sungai Batanghari melalui jalur darat. Jalur darat dipilih karena jauh lebih aman dari intaian pasukan Sriwijaya.Ikut dalam rombongan Wak Baidil adalah Aditya dan Koh Bai. Mereka berdua sengaja diminta langsung oleh Wak Baidil karena keduanya memiliki pengetahuan y

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Jalan Panjang Kebangsaan Melayu

    Ketiga anak beranak itu benar-benar tenggelam dalam obrolan panjang. Sampai matahari tenggelam, mereka masih tak beranjak dari tempat duduk masing-masing. Obrolan mereka hanya terpotong ketika Umak memaksa mereka untuk makan malam. Setelah itu, obrolan mereka kembali dilanjutkan.Saat sedang asyik mengobrol, dari gerbang pintu rumah, tampak Koh Bai menghampiri mereka."Wah...obrolan Wak Baidil dan dua pemuda tampan ini tampaknya asyik juga. Apakah kehadiranku ini mengganggu kalian?" tanya Koh Bai setibanya di teras gubuk Wak Baidil."Eh...Koh Bai. Kebetulan kau datang. Ayo sini bergabung," ajak Wak Baidil pada Koh Bai. "Nadir kau ambilkan kursi satu lagi di dalam. Biar Koh Bai bisa ikut ngobrol bersama kita."Nadir langsung bangkit dari duduk dan mengerjakan perintah Wak Baidil. Kini mereka berempat mulai terlibat obrolan yang lebih panjang."Kalau aku boleh tahu, apa sebenarnya yang dengan kalian bertiga obrolkan Wak?" tanya Koh Baidil membuka pembicaraan."Naaaah...kalau pertanyaanm

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Rasa Kebangsaan

    Lubuk Ruso di waktu yang sama. Di beranda gubuk Wak Baidil, Aditya, Nadir, dan Wak Baidil seperti biasa, tampak bercengkrama. Santai tapi serius.Tema obrolan mereka kali lumayan berat. Tentang Persatuan Melayu."Aditya, Nadir, sejak obrolan kita terakhir soal Persatuan Melayu, aku benar-benar terganggu. Sulit aku tidur memikirkannya," Wak Baidil mengungkap kegelisahannya pada Aditya dan Nadir."Bak, sudahlah! Bak jangan berpikir yang berat-berat. Ingat. Bak sudah tua. Kalau Bak sakit, yang merasakan juga Bak sendiri!" omel Nadir pada Wak Baidil.Bukannya menuruti omongan Nadir, Wak Baidil malah menyanggah Nadir dengan omelan khas orang tua."Tahu apa kau Nadir! Justru di masa tua ini aku harus makin giat memikirkan negeriku, Melayu! Kau yang muda justru harus malu padaku! Kalian mestinya harus lebih giat memikirkan dan bekerja untuk Melayu!"Hampir saja Nadir mendebat Wak Baidil. Untungnya Aditya segera menengahi debat antara bapak dan anak tersebut agar tak memanjang."Sudah! Sudah!

DMCA.com Protection Status