Beranda / Pendekar / Pendekar Golok Melasa Kepappang / Merdeka Atau Berkalang Tanah

Share

Merdeka Atau Berkalang Tanah

Penulis: Ken Matahari
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-23 19:24:12

Tak butuh waktu lama. Kebisuan itu segera dipecahkan oleh Pak Cik. Mula-mula Pak Cik terhenyak mendapat pertanyaan yang cukup sulit dijawab dari Candra. Tapi pengalaman keprajuritan dan penguasaannya terhadap alam negeri Melayu, menyebabkan Pak Cik percaya diri untuk menjawab pertanyaan Candra.

"Luar biasa! Aku tak menyangka mendapat pertanyaan yang begitu baik Candra. Terimakasih, karena pertanyaan ini mengingatkanku agar tak teledor membangun jalur telik sandi darat."

"Lalu bagaimana jawabanmu tentang masalah itu Pak Cik?" Candra kembali bertanya.

"Jalur darat dari Melayu hingga Kerinci Rendah sudah pasti melalui bentang alam berupa rimba raya, jurang, dan sungai-sungai. Khusus untuk rimba raya, aku dan para sigindo di Kerinci Rendah bersepakat tidak membangun jalan sama sekali. Walaupun itu berupa jalan setapak. Yang dilakuan hanyalah memberi tanda seperti cakaran harimau pada kulit kayu-kayu tertentu. Dengan begitu, tak ada jalan sama sekali yang bisa dijadikan penanda jalur telik
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Kegelisahan Seorang Ibu

    Pagi yang permai. Kristal bening embun direrumputan belum lagi mengering. Sinar matahari yang berbinar ceria membuat kristal embun itu tertimpa cahaya dan memantulkan sinar yang elok dipandang. Pagi itu suasana Istana Kedatuan Melayu tak seperti biasanya. Ratusan kuda telah disiapkan di halaman istana layaknya akan diadakan gelar pasukan. Suasana makin hiruk akibat ratusan prajurit yang hilir mudik mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan.Di waktu yang telah dijadwalkan, suasana ramai dan hiruk itu berubah senyap. Ratusan prajurit kini telah berbaris rapi di samping kuda masing-masing. Sementara, ratusan lainnya berbaris di sisi yang lain. Tak lama kemudian, dari arah dalam Istana Kedatuan Sriwijaya, dengan langkah tegap, Pangeran Indrawarman berjalan di muka, dikuti oleh rombongan kecil yang terdiri dari Ratu Sobakencana, Bhiksu Dharmapala, Senapati Madya Arsa, dan beberapa orang prajurit pengawal Kedatuan. Tak tampak Selir Laksita didalamnya.Begitu sampai di teras istana, ro

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-23
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Tara Dijambret!

    Seminggu setelah pertemuan dengan Aditya dan Pak Cik di dangau kebun, Candra telah mulai melakukan tugasnya. Pertama yang ia lakukan adalah nongkrong di sebuah kedai yang berdekatan dengan Istana Kedatuan Melayu.Sementara Aditya telah pergi ke pedalaman Melayu bersama Nadir. Sedangkan Pak Cik sudah kembali dengan rutinitasnya membuka kedai air nira.Istana Kedatuan Melayu terletak di antara bukit-bukit yang sambung menyambung membentuk rangkaian bukit barisan. Ini sesuai dengan asal kata Melayu. Melayu berasal dari bahasa Sansekerta "Malaya" yang berarti bukit. Letak Istana Kedatuan Melayu sendiri terletak di pedalaman dan lumayan jauh dari pelabuhan Kutaraja Melayu[1].Tak jauh dari istana tersebut terdapat sebuah pasar rakyat. Tempat di mana kini Candra duduk dan menikmati sarapan paginya. Didepannya, gaduh sibuk pasar dengan aneka ragam manusia dan barang dagangannya.Mula-mula suasana pagi begitu nyaman. Jarang sekali ada perselisihan apalagi keributan di pasar rakyat itu. Walaup

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-24
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Perjalanan Aditya dan Nadir

    Seekor kijang berlarian gesit. Tubuh rampingnya seperti tak terganggu sama sekali dengan rapat dan liatnya tumbuhan hutan. Makin lama, makin cepat dan lincah ia berlari dan menerobos rimba raya Melayu. Tak lama kemudian seekor harimau jantan besar berukuran lebih dari satu depa mengejarnya di belakang. Harimau itu tampak begitu lapar. Ia terus berlari kencang tak memperdulikan hal lain didepannya. Ia harus dapatkan kijang mungil tadi untuk mangsa siang ini.Melihat kejar mengejar itu, dua lelaki muda yang kebetulan berjalan tak jauh dari tempat kejar mengejar kedua binatang tadi, terpaksa menghentikan langkahnya. Keduanya tak mau konyol menjadi santapan alternatif si harimau. Keduanya merunduk lalu tak bergerak sama sekali."Ssssst...jangan bergerak Kak! Harimau tak mau menyerang objek yang gak bergerak. Biarkan ia menjauh dulu. Baru kita lanjutkan perjalanan lagi!" bisik salah satu pemuda tersebut pada yang lain. Pemuda yang dimaksud menurutinya. Ia lalu merunduk dan diam. Hanya dengu

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-24
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Hutan Larangan

    Bantuan Nadir tepat pada waktunya. Saat itu, kondisi seluruh tubuh Aditya terbenam dalam lumpur. Hanya tersisa kepala dan kedua tangannya yang segera menggapai tombak milik yang dilemparkan Nadir.Setelah Aditya berhasil memegang erat tombak, Nadir perlahan mulai menarik Aditya. Ini bukan pekerjaan mudah. Nadir terpaksa mengorbankan tas rotan perbekalan. Ia terpaksa menjatuhkan perbekalan mereka ke rawa-rawa. Tak ada jalan lain supaya kedua tangannya bisa menyelamatkan Aditya.Upaya Nadir menyelamatkan Aditya memerlukan waktu tak sebentar. Walau demikian, tubuh Aditya berangsur-angsur bisa keluar dari lumpur hidup. Kini tinggal kedua kaki Aditya yang terbenam."Uuugh...akhirnya!" Nadir berteriak keras. Upayanya berhasil. Kini kedua kaki Aditya berhasil bebas. Aditya selamat!Setelah berhasil keluar dari lumpur hidup, Aditya yang tubuhnya lemas, memaksakan diri mendekati Nadir dan memeluknya."Terimakasih Nadir. Aku berhutang nyawa padamu!" ujar Aditya sambil memeluk erat Nadir."Sama-

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-24
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Mahluk Misterius Penghuni Hutan Larangan

    Malam makin larut, tapi malam yang makin pekat itu tak menyurutkan Aditya untuk melanjutkan ceritanya. Sementara Nadir juga dengan sabar menjadi pendengar yang baik."Kau pantas heran kenapa aku malah bersyukur atas peristiwa yang hampir merenggut nyawaku Nadir. Tak salah. Karena aku belum menjelaskannya padamu. Sebentar, sebelum aku melanjutkan penjelasanku, baiknya kau benahi dulu api unggun kita. Supaya makin terang dan nyamuk juga menjauh."Tanpa menjawab, dengan segera Nadir melakukan perintah Aditya. Setelah api kembali menyala bagus, Aditya kembali melanjutkan ceritanya."Dengan peristiwa tadi siang, aku jadi tahu bahwa hutan ini dikelilingi oleh lumpur hidup. Satu-satunya jalan masuk dari jalan setapak Melayu ke Muara Bulian, ya tanah keras selebar dua jengkal yang kita lewati tadi. Sisanya kau tahu sendiri. Lumpur hidup! Jika hutan larangan ini kita jadikan sebagai basis gerilya, maka ini adalah tempat bersembunyi terbaik. Tempat ini memiliki benteng alam berupa lumpur hidup.

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-24
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Perasaan, Dua Sisi Mata Pedang

    Siang itu Candra sengaja singgah ke kedai Pak Cik. Sesampainya di sana, kebetulan kedai dalam kondisi sepi. Kondisi yang membuat Candra jadi tenang.Begitu masuk pintu kedai, ia mendapatkan Pak Cik sedang santai. Tanpa basa-basi, langsung saja Candra menarik Pak Cik menuju rumah utama. Pak Cik yang kaget tangannya ditarik paksa oleh Candra, sedikit kesal dan langsung bertanya pada Candra."Aih Candra! Apa maksudmu ini? Main tarik tangan orang lain seenaknya saja?"Tahu Pak Cik kesal padanya, Candra bukannya mengendurkan tarikannya. Ia malah makin kuat menarik tangan Pak Cik. Pak Cik kembali mengumpat."Anak kurang ajar! Bukannya berhenti, kau malah makin ngawur Candra!""Haha...Pak Cik! Sudahlah jangan banyak cakap, ayolah! Aku punya kabar baik untukmu!"Walau merasa kesal, mau tak mau Pak Cik akhirnya menuruti mau Candra. Diikutinya telik sandi Kedatuan Melayu yang kini kehilangan induk pasukan itu sampai ke teras rumah panggungnya. Sesampainya di teras rumah, Candra belum berhenti.

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-24
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Antara Perang dan Kemanusiaan

    Kita tinggalkan sejenak perjalanan Aditya dan Nadir mencari rahasia misteri di dalam hutan larangan rimba raya Melayu. Begitu juga kemenduaan upaya Candra untuk mendekati Tara, antara cinta dan tugas negerinya.Kini kita alihkan perhatian kita ke Kerinci Rendah. Negeri para sigindo.Dalam bab terdahulu, telah diceritakan Sigindo Demahu sengaja datang dari jauh untuk menemui Sigindo Sungai Lintang. Kunjungan itu sengaja dilakukan untuk memberikan dukungan moral dan material bagi Sigindo Sungai Lintang yang negerinya berada di garis depan jika perang melawan ekspansi Melayu terjadi.Saat ini, malam mulai beranjak di Sungai Lintang. Lepas makan malam, Sigindo Sungai Lintang mengajak tamunya untuk bercakap-cakap di teras depan rumahnya. Pembicaraan mereka masih berkutat pada tema rencana ekspansi Sriwijaya dan persiapan mereka untuk menghadapinya.Sigindo Sungai Lintang yang pertama memulai obrolan."Saudaraku Tuan Sigindo Demahu, setelah lama kupikir, saat ini kita sedang melakukan misi

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-24
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Kelok Ular

    Pagi cerah. Di halaman rumah Sigindo Sungai Lintang telah terlihat Sigindo Sungai Lintang dan Sigindo Demahu. Keduanya bercakap-cakap ringan. Obrolan pagi banyak diwarnai derai tawa. Sementara tak jauh dari mereka, beberapa pengawal berkuda telah bersiap di samping dua ekor kuda yang telah disiapkan untuk keduanya.Kedua sigindo di tanah Kerinci Rendah tersebut pagi ini berencana pergi menyusuri Sungai Lintang ke arah hilir. Sigindo Demahu yang memintanya semalam."Saudaraku Tuan Sigindo Demahu, mudah-mudahan kau tak keberatan mengatakan padaku, kenapa kau minta kuantar menyusuri Sungai Lintang ke arah hilir?""Dengan senang hati Tuan. Sebenarnya aku gelisah dengan benteng dan parit pertahanan yang kita bangun di sana!" ujar Sigindo Demahu sambil mengacungkan tangannya ke arah kejauhan. Ke tempat benteng dan parit pertahanan Kerinci Rendah yang sedang dibangun."Maafkan aku Tuan, apakah aku salah dalam membangunnya sehingga kau kecewa?"Sigindo Demahu tersenyum dan menjawab pertanyaan

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-25

Bab terbaru

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Momentum

    "Nadir adalah penyusup itu!" semua yang hadir seperti tersambar petir di siang bolong mendengar nama Nadir disebut Candra sebagai telik sandi Sriwijaya yang berhasil menyusup ke dalam tubuh gerakan kemerdekaan Melayu. Wak Baidil menjerit histeris."Apa? Nadir? Aku tak salah dengar Candra?""Tidak Wak! Nadir memang penyusup itu!""Demi Buddha! Nadir...! Tak kusangka anakku itu ternyata seorang musuhku sendiri...," ucap Wak Baidil lemas. Tubuhnya seperti kehilangan tulang penyangga tubuh. Ia duduk lemas tanpa daya. Ia benar-benar tak menyangka, anak angkat yang sangat ia kasihi itu ternyata seorang mata-mata Sriwijaya. Dengan suara parau, Wak Baidil berkata, "Alangkah sial hidupku ini. Setelah seumur hidup tak punya keturunan, saat punya anak angkat ternyata ia adalah musuhku!"Mata Wak Baidil berkaca-kaca. Orang tua itu setengah mati berusaha menahan tangis. Tapi ia gagal melakukannya kali ini. Air mata Wak Baidil menderas. Sekuat mungkin ia menahan ledakan tangis yang bisa merusak su

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Siapa Penyusup Itu?

    Pertemuan yang dipimpin Wak Baidil terus berlanjut. Setelah membahas tentang Persatuan Melayu, kini pertemuan mulai membahas soal isu-isu dan peristiwa terkini yang terjadi di Lubuk Ruso dan Melayu. Berbeda dengan materi sebelumnya yang cenderung kaku. Sekarang suasana berubah jadi lebih cair.Situasi di kota Melayu yang menjadi pokok bahasan pertama. Dalam bahasan Melayu ini, Wak Baidil minta Pak Cik dibantu Candra untuk menjelaskannya.Pak Cik berkesempatan menjelaskan situasi Melayu lebih dulu. Dengan penuh semangat ia lalu menceritakan kondisi Melayu. Mulai dari proses perembesan prajurit masuk ke Melayu hingga konflik yang terjadi antara Tara dan Senapati Madya Danar.Dalam kesempatan itu juga, Pak Cik menjelaskan tentang peta kekuatan pasukan Sriwijaya di Melayu. Baik kekuatan pasukan reguler, pasukan khusus, dan telik sandi milik Sriwijaya.Koh Bai yang jadi orang pertama bertanya pada Pak Cik. "Apa kabar sahabat lama? Senang bisa bertemu denganmu hari ini Cik. Apalagi aku mas

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Pertemuan Lubuk Ruso dan Melayu

    Hari belum lagi dini hari. Kokok ayam jantan pertama baru terdengar ketika rombongan Wak Baidil sampai di tepi Melayu. Sebelum meneruskan perjalanan masuk ke kota Melayu, Aditya menugaskan Muri dan Yoga untuk lebih dahulu masuk kota untuk memantau situasi dan memberitahu Pak Cik soal kedatangan mereka. Kehadiran mereka tak boleh diendus siapapun.Setelah menunggu cukup lama, Muri dan Yoga sudah kembali. Dari laporan mereka, situasi cukup aman bagi rombongan untuk dengan cepat mengendap dan langsung menuju kedai Pak Cik.Tanpa membuang waktu, seluruh rombongan bergerak senyap. Tak boleh ada suara ringkikan kuda yang terdengar. Tak ada satupun penduduk Melayu yang harus terbangun karena mendengar langkah kaki mereka.Jelang dini hari, rombongan Lubuk Ruso sudah sampai di rumah Pak Cik. Tak ada kendala selama perjalanan mereka dari pinggir kota hingga ke tujuan.Muri dan Yoga adalah orang yang terakhir masuk. Keduanya punya tugas tambahan menghapus seluruh jejak kaki mereka. Terutama je

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Tugas Awang

    Pagi ini Tara melakukan dinas militer seperti biasa. Seolah tak ada ketegangan yang sedang terjadi antaranya dengan Senapati Madya Danar dan Ishra. Setidaknya begitu dihadapan para prajurit bawahan.Setelah apel pagi, Tara langsung masuk ke dalam ruangan. Sementara prajurit peserta apel lain masih bergerombol dan mengobrol di lapangan. Di antara mereka terlihat Senapati Madya Danar, Ishra, dan Awang.Sejak peristiwa amukannya terhadap Senapati Madya Danar, Tara lebih banyak memilih diam di ruang kerjanya ketimbang harus berbaur dengan prajurit lain. Ia terlalu muak dan khawatir tak mampu mengontrol emosi jika melihat Senapati Madya Danar dan Ishra.Saat Tara berjalan menuju ruang kerjanya, di kejauhan Senapati Madya Danar melihat sinis pada perwira cantik itu. Tak perduli ia sedang berada di tengah orang ramai, ia dengan terbuka menunjukkan rasa permusuhannya."Ishra, kau tengoklah Tara bangsat itu! Gaya jalannya sudah macam Datu Sriwijaya pula? Congkak!" desis Senapati Madya Danar ny

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Rencana Menjebak Tara

    "Kau benar Ishra. Emosi hampir membuatku terjebak dalam kebodohan. Memang, sudah selayaknya aku dapat keuntungan dari matinya iblis perempuan bernama Tara itu!" ucap Senapati Madya Danar yang mulai tersadar dari amarahnya. Ia telah kembali ke watak aslinya yang culas dan licin. "Bagaimana Ishra? Kini kita mulai susun skenario untuk membunuh Tara?""Siap Senapati! Makin cepat, makin baik!" jawab Ishra tak kalah licik.Keduanya kembali tenggelam dalam siasat untuk membunuh Tara. Tak lupa tentu keuntungan-keuntungan yang harus mereka dapat dari kematian Tara.Malam makin larut, obrolan Senapati Madya Danar dan Ishra makin serius. Seperti tak ada hari esok bagi keduanya. Menjelang fajar barulah obrolan kedua manusia culas itu selesai. Begitu semua rencana mereka dirasa matang, dengan cepat Ishra kembali ke baraknya. Tak boleh seorangpun yang melihat pertemuan mereka.Saat Ishra baru menutup pintu barak, sebuah bayangan manusia berkelebat di keremangan fajar. Ia menyelinap cepat di balik t

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Hasutan Ishra

    Istana Kedatuan Melayu malam hari. Tak ada aktivitas berarti di dalamnya. Gelap malam dan suasana sepi makin menambah muram istana yang pernah bersinar dan dikenal hingga ke negeri jauh itu.Istana Kedatuan Melayu terletak cukup jauh dari tepi Sungai Batanghari. Posisinya sendiri berada di antara bukit-bukit kecil. Pendahulu Sang Mahadatu Melayu memang sengaja memilih lokasi istana jauh dari Batanghari dengan pertimbangan pertahanan dan keamanan. Tapi setelah invasi Sriwijaya ke Melayu, pertimbangan tersebut terbukti rapuh[1].Jika menilik luas area yang dijadikan kawasan kompleks istana, maka kita tak akan mendapatkan jawaban pasti. Ada yang mengatakan luasnya lima hektar, ada yang menyebut lebih dari lima hektar, dan ragam pendapat lain.Di dalam area tersebut berdiri kompleks istana yang terdiri atas beberapa bangunan, bangunan utama dan beberapa bangunan pendukung.Bangunan utama dalam komplek Istana Kesatuan Melayu adalah istana yang kini didiami oleh Sang Mahadatu Melayu Muda da

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Aku Cinta Padamu Vidya

    Beberapa hari ke muka, halaman depan gubuk Wak Baidil terlihat ramai. Di keramaian terlihat Wak Baidil, Aditya, Nadir, Koh Bai, dan seluruh penduduk Lubuk Ruso. Tampak juga Umak dan beberapa perempuan lainnya. Tapi tak tampak Vidya di antara mereka.Keberangkatan Wak Baidil dan rombongan baru dilakukan setelah Muri terlebih dahulu pulang dari Melayu. Dengan begitu, setelah mendengar informasi perkembangan Melayu dari Muri, semua gerakan bisa disusun dan dilakukan dengan baik.Pagi ini, sesuai dengan hasil pertemuan yang dilakukan para tetua Lubuk Ruso beberapa hari sebelumnya, maka Wak Baidil bersama rombongan akan melakukan long march menyusuri seluruh bumi Melayu. Terutama dusun dan negeri yang berada di sepanjang aliran Sungai Batanghari melalui jalur darat. Jalur darat dipilih karena jauh lebih aman dari intaian pasukan Sriwijaya.Ikut dalam rombongan Wak Baidil adalah Aditya dan Koh Bai. Mereka berdua sengaja diminta langsung oleh Wak Baidil karena keduanya memiliki pengetahuan y

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Jalan Panjang Kebangsaan Melayu

    Ketiga anak beranak itu benar-benar tenggelam dalam obrolan panjang. Sampai matahari tenggelam, mereka masih tak beranjak dari tempat duduk masing-masing. Obrolan mereka hanya terpotong ketika Umak memaksa mereka untuk makan malam. Setelah itu, obrolan mereka kembali dilanjutkan.Saat sedang asyik mengobrol, dari gerbang pintu rumah, tampak Koh Bai menghampiri mereka."Wah...obrolan Wak Baidil dan dua pemuda tampan ini tampaknya asyik juga. Apakah kehadiranku ini mengganggu kalian?" tanya Koh Bai setibanya di teras gubuk Wak Baidil."Eh...Koh Bai. Kebetulan kau datang. Ayo sini bergabung," ajak Wak Baidil pada Koh Bai. "Nadir kau ambilkan kursi satu lagi di dalam. Biar Koh Bai bisa ikut ngobrol bersama kita."Nadir langsung bangkit dari duduk dan mengerjakan perintah Wak Baidil. Kini mereka berempat mulai terlibat obrolan yang lebih panjang."Kalau aku boleh tahu, apa sebenarnya yang dengan kalian bertiga obrolkan Wak?" tanya Koh Baidil membuka pembicaraan."Naaaah...kalau pertanyaanm

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Rasa Kebangsaan

    Lubuk Ruso di waktu yang sama. Di beranda gubuk Wak Baidil, Aditya, Nadir, dan Wak Baidil seperti biasa, tampak bercengkrama. Santai tapi serius.Tema obrolan mereka kali lumayan berat. Tentang Persatuan Melayu."Aditya, Nadir, sejak obrolan kita terakhir soal Persatuan Melayu, aku benar-benar terganggu. Sulit aku tidur memikirkannya," Wak Baidil mengungkap kegelisahannya pada Aditya dan Nadir."Bak, sudahlah! Bak jangan berpikir yang berat-berat. Ingat. Bak sudah tua. Kalau Bak sakit, yang merasakan juga Bak sendiri!" omel Nadir pada Wak Baidil.Bukannya menuruti omongan Nadir, Wak Baidil malah menyanggah Nadir dengan omelan khas orang tua."Tahu apa kau Nadir! Justru di masa tua ini aku harus makin giat memikirkan negeriku, Melayu! Kau yang muda justru harus malu padaku! Kalian mestinya harus lebih giat memikirkan dan bekerja untuk Melayu!"Hampir saja Nadir mendebat Wak Baidil. Untungnya Aditya segera menengahi debat antara bapak dan anak tersebut agar tak memanjang."Sudah! Sudah!

DMCA.com Protection Status