Home / Fantasi / Pendekar Dua Jiwa / 2. Di antara Singa dan Serigala

Share

2. Di antara Singa dan Serigala

Author: WarmIceBoy
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

Para jendral menebar teror pada diri Liu Bian. Selama ini dia melihat jendral seperti He Jin, gagah, rapi, berwibawa, tapi sekarang para jendral 'lapangan' berada di hadapannya.

Mereka memiliki banyak luka di tubuh, bahkan salah satu dari mereka kehilangan jari kelingking. 

Badan Liu Bian sedikit condong ke arah paman. Tangannya terangkat hingga bagian lengan pakaian menutupi wajah di bawah mata ketika dia berbisik.

"Paman, aku tidak mengenal mereka."

He Jin tertawa bangga memandang para jendral. "Mereka jenderal yang akan berjasa pada Han. Kalian, perkenalkan diri kalian!"

Satu persatu mereka memberi hormat pada Liu Bian. Hanya beberapa yang Kaisar hafal namanya.

Salah satunya adalah Cao Cao. Dia masih muda dan tampan. Tentu Liu Bian hafal wajah mulus itu karena hanya dia yang tampil rapi setelah He Jin.

"Kaisar jangan takut," ujar He Jin. "Mereka akan membersihkan Kekaisaran dari para tikus-tikus korup."

Liu Bian mengangguk bangga. Ternyata masih ada subjek setia seperti mereka. Tapi dia merasa risau. Semua jenderal adalah petarung bawaan dari He Jin. Bahkan baru kali ini Bian bertemu dengan mereka.

Andai mereka berhasil membersihkan kekaisaran dari para koruptor, Liu Bian waswas mereka akan mengambil kendali pemerintahan, bukan dirinya. 

Sekarang jika Liu Bian menolak rencana paman He Jin, apa yang akan terjadi?

Mereka bersenjata dan Bian sendiri tanpa perlindungan. Para dayang pembawa kipas bisa apa jika para Jenderal memberontak?

Ini bagai mengundang harimau untuk mengusir serigala. 

"Sekarang atau tidak sama sekali." He Jin menanti titah Kaisar. "Dengar Nak, mereka setia seratus persen kepadaku dan akan mematuhi perintahku. Berikan titah dan aku akan memberimu kekuasaan."

"Kepada Paman, bukan kepada Kaisar, kan?" tanya Liu Bian, sempat membuat jakun He Jin naik turun.

"Apa maksudmu, Nak? Ah, maafkan ucapanku. Mereka jenderal yang aku bawa akan patuh pada perintahku dan setia padamu. Selama Kaisar memerintahkan, mereka akan menurut."

"Cao Cao, bisa ambil bunga di taman?" Perintah Bian.

Cao Cao bingung. Dua alisnya terangkat. Setelah melihat kode lirikan dari He Jin, baru dia mengambil bunga di taman, lalu kembali bertekuk lutut di hadapan Kaisar.

"Bunga untuk Anda, wahai anak Naga." Mata tajam Cao Cao memberi kode bagi Bian untuk menuruti perintah He Jin. Dia bahkan melirik ke arah taman.

Bian perlahan mengintip ke arah taman. Nampak beberapa prajurit bersembunyi di balik pot besar. Liu Bian tidak mengenali siapa mereka, tapi mereka membawa golok.

Bian mengangguk mengerti. Benar dugaannya, mereka hanya mendengar perintah dari He Jin, tapi kenapa Cao Cao mencoba menolongnya?

Bian ingin mengetes sekali lagi, sekali saja … supaya dia yakin mana yang setia padanya dan mana yang setia pada paman He Jin.

"Para jendral, tangkap pengkhianat He Shin sekarang juga!" He Shin adalah peliharaan kaisar, seekor belalang sembah, kandangnya berada di atas meja di sebelah kaisar. Kaisar bahkan menunjuk belalang. Nama He Shin dan He Jin terdengar nyaris sama jika diucapkan dengan cepat.

Para Jendral bangkit menarik senjata hendak menyerang Kaisar, tapi Cao Cao dan Yuan Shao mencegah mereka. He Jin terdiam melihat apa yang terjadi.

Sekarang Kaisar semakin yakin, kesetiaan mereka berada di genggaman He Jin. He Jin sendiri tidak berkata apapun.

Cao Cao mengambil kotak belalang, bertekuk lutut di hadapan Kaisar. "He Shin sudah di tangkap, mohon titah selanjutnya wahai anak naga."

He Jin terbahak puas. "Lihat, mereka bersemangat sampai nyaris menarik keluar pedang untuk menangkap He Shin.

Bian mengangguk, tapi alasan mereka menurut Bian bukan karena bersemangat hendak menjalankan tugas, tapi semangat menebas kepala Kaisar karena mengira Kaisar ingin menangkap He Jin.

Tiada pilihan, Bian menuruti perintah Paman. "Paman, lakukan yang terbaik. Segera bersihkan kekaisaran dari para kasim korup!"

"Laksanakan!" sahut He Jin, bangkut bersama para jendral. "Kami permisi Yang Mulia. Panjang umur Kaisar Bian, panjang umur Han!" Mereka berbondong keluar meninggalkan Kaisar dan para dayang.

He Jin menjadi yang terakhir keluar. Dia berbalik menghadap keponakannya. "Yang Mulia jangan ke mana-mana. Saya akan tempatkan beberapa pengawal untuk menjaga keselamatan anda."

"Tidak perlu Paman, fokus saja pada tugas Paman."

Paman hendak bersikeras, tapi Bian mengibas tangan, perintah supaya He Jin pergi. Dia seperti tidak suka dengan itu, meremas gagang pedang pergi tanpa kata-kata.

Liu Bian tahu, ijin kaisar bagi He Jin adalah pembenar bagi rencana mereka supaya sejarah tidak melabeli mereka sebagai pengkhianat. Bian mampu membaca situasi, jika sampai para kasim tewas, keseimbangan akan hancur dan He Jin dapat menguasai segalanya.

Sebelum itu terjadi, Bian memeras otak memikirkan jalan keluar dari masalah. Dia harus menolong para Kasim untuk check dan balance dalam pemerintahan.

Bian memberi kode bagi dayang untuk mendekat. Lalu dia berbisik padanya. “Pergi ke paviliun Ibu Suri, beri tahu beliau kalau He Jin ingin membunuh sekuruh kasim tua, caot pergi ….” 

Dayang bergrgas pergi. Hanya ini yang bisa Bian lakukan. Sekarang Bian merasa tidak mampu melakukan apapun. Dia merasa seperti boneka yang dikendalikan … semua geraknya dikontrol kasim, ibu suri, atau sekarang He Jin. 

Tiba-tiba datang kembali. "Maaf Yang Mulia, beberapa pengawal menjaga pintu keluar. Mereka tidak memperbolehkan saya untuk keluar."

Bian memejam mata sambil mengepal tangan. Bahkan He Jin berani mengurungnya di sini. "Sialan kau pria tua …." 

Liu Bian mengambil giok hijau putih susu, hiasan di ikat pinggangnya. Semua tahu arti giok itu. Di tangan Kaisar giok hanya hiasan, ditangan abdi setia, itu adalah surat jalan. Siapapun yang membawa giok, berarti sedang dalam urusan kekaisaran dan tidak bisa diganggu gugat. 

"Bawa giok ini dan pergilah. Segera beritahu ibu suri sebelum semua terlambat."

"Baik Yang Mulia Kaisar." Dayang bergegas pergi menuruti perintah Kaisar.

Dengan menunjukkan giok, para pasukan langsung memberi hormat pada giok, membiarkan dayang pergi menuju paviliun ibu suri.

Di perempatan gang istana dayang berbelok menemui seorang kasim muda yang sedang menyapu. Dia berbisik sambil mengawasi sekitar.

Kasim muda panik, menjatuhkan sapu. Dia bergegas pergi menuju paviliun para kasim tua sementara dayang pergi menuju paviliun ibu suri.

Beruntung bagi mereka, He Jin dan para Jenderal tidak langsung menuju paviliun kasim tua. Mereka pergi ke barak militer untuk mengambil pasukan. Hal ini memberi banyak waktu bagi pengirim pesan menyampaikan pesan pada majikan mereka.

Kasim muda terjatuh di depan paviliun megah. Beberapa kasim lain mencegahnya masuk ke bangunan utama.

"Tuan Zhong sedang berpesta, apa kamu ingin mati kasim muda?"

"Diam kamu, ini masalah kelangsungan hidup para kasim tua! Minggir, aku membawa pesan dari kaisar!"

"Jangan bercanda, kamu hanya ingin makan gratis kan?"

Kasim muda mendorong temannya, berlari masuk ke gedung utama. 

Di sana para kasim senior menikmati musik dan dayang-dayang berdansa mengikuti irama. Situasi gempita pecah ketika kasim muda berteriak histeris.

"Gawat Tuan, gawat!" Kasim merangkak menghampiri meja utama di pesta.

Kehadirannya membuat para dayang kabur ke tepian dan musik berhenti. Kasim Zhong pin berdiri melempar cawan arak ke lantai hingga pecah.

"Ada apa ini? Hei, keparat! Berani kau masuk dengan cara seperti ini? Pengawal, penggal kepalanya!" perintah kasim Zhong, pada beberapa algojo yang menjaga pintu.

"Tuan maafkan hamba, tapi hamba membawa berita penting!" Kasim muda segera menceritakan apa yang dia dengar dari dayang.

Berita ini terkonfirmasi ketika pengawal barak datang memberitahu, jika He Jin membawa pasukan masuk kota Luo Yang dari arah utara dan selatan.

Seketika para kasim senior panik, kebingungan, hanya kasim Zhong yang tetap teguh berdiri tegap seperti cagak bangunan.

"He Jin keparat, dia bisa menjadi jenderal karena kita mengenalkan adiknya pada kaisar. Tukang daging itu minta dicincang rupanya. Jangan takut semua, aku punya rencana untuk memberi pelajaran untuknya!"

****

Kaugnay na kabanata

  • Pendekar Dua Jiwa   3. Sebuah Hubungan

    "Cao Cao, bawa pasukan kavaleri maju duluan. Pasukan kita masih lama memasuki kota," perintah He Jin. "Laksanakan!" "Kenapa Tuan mempercayakan semua pasukan kavaleri ringan ke Cao Cao?" tanya salah satu jenderal di bawah kuasa He Jin. "Harusnya kehormatan itu diberikan kepadaku, anak dari keluarga Yuan." "Hmmp! Aku punya banyak alasan untuk melepas Cao Cao ke sana." "Maaf karena mempertanyakan keputusanmu, Tuan He."

  • Pendekar Dua Jiwa   4. Kobaran Api

    Satu minggu berlalu. Bian memimpin dengan tenang. He Jin, tidak menghalangi untuk melayani masyarakat, dia hanya memberi saran dan 'mengambil sendiri' uang di kas negara. Akan tetapi tragedi terjadi, semua karena efek dari insiden yang He Jin lakukan. Sembilan kasim menyergap He Jin ketika hendak bertemu Ibu suri, mereka berhasil membunuh Jenderal Besar dan membuang kepalanya keluar istana. Hal ini membuat Cao Cao, Zhu Cun, dan Yuan Shao membawa pasukan mendatangi istana di tengah jalannya rapat negara. Mereka membunuh semua kasim, baik sembilan kasim dan kasim-kasim muda yang tidak bersalah untuk membalas dendam kematian He Jin. Para menteri dan dayang kabur ke berbagai arah, bahkan Bian dan Xian terpisah dari pada abdi mereka. Sementara itu di luar, suara pedang beradu, jeritan kematian menebar terror sampai bulu roma Bian berdiri. Kobaran api melahap apapun hingga tercipta asap hitam pekat yang menusuk hidung.

  • Pendekar Dua Jiwa   5. Beruang Keji

    Setelah menyelamatkan Bian, Dong Zhuo memproklamasikan diri sebagai Perdana Menteri. Kaisar tidak bisa bertindak banyak, akibat insiden sepuluh kasim dan He Jin, terjadi power vacuum di kekaisaran. Jabatan-jabatan kosong terisi oleh orang-orang kepercayaan Dong Zhuo, membuat status quo Dong Zhuo semakin besar. Hal ini nampak pada rapat mingguan di kekaisaran. “Kaisar datang!” teriak seorang kasim. Para pejabat membungkuk mengucapkan kalimat panjang umur kepada Bian. Bian duduk di singgasana. “Berdiri lah kalian semua.” Harusnya pada rapat seperti ini, semua pejabat masuk dan harus menunggu Kaisar. Mereka berbaris rapi, tanpa membawa senjata, juga wajib melepas sepatu. Kali ini berbeda, satu orang dari mereka merusak tatanan krama. “Perdana Menteri tiba!” Suara derap sepatu semakin mendekat. Dong Zhuo melangkah santai menenteng pedang juga memakai pakaian perang masuk ke ruang rapat. Beberapa menteri yang baru menjabat,

  • Pendekar Dua Jiwa   6. Turun Tahta

    Setelah mendapat kehormatan memimpin pasukan kerajaan, Cao Cao bagai mendapat berkah dari langit. Dia semakin mudah masuk ke kamar Ibu Suri. Berdua mereka memadu cinta terlarang, sebuah skandal perusak moral kekaisaran. Dia lalai dalam tugas, memilih meniduri Ibu Suri dari pada menjaga Bian dan Xian. Cao Cao mengira tidak akan ada yang berani mengancam nyawa Bian, selama Bian dan Xian berada di dalam wilayah istana. Terlebih Zhu Cun menjaga pintu gerbang bersama para pasukan loyal. Walau Dong Zhuo berniat memberontak, dia perlu memanggil pasukan Xi Liang yang berada di barak istana. Namun, dugaannya meleset. Setelah selesai rapat harian bersama para pejabat Luo Yang, Bian menghabiskan waktu di perpustakaan bersama Xian. Di sana mereka membaca banyak buku, karena memang keduanya sangat suka buku. Ruang yang dipenuhi buku adalah surga bagi mereka. “Kak Bian, coba lihat ini.” Xian berlari kecil menghampiri Bian yang tengah santai me

  • Pendekar Dua Jiwa   7. Kuda Malam

    Beberapa bulan setelah Liu Bian turun tahta, keadaan negara makin kacau. Satu persatu pejabat loyal dibunuh tanpa sebab, membuat mereka yang beruntung menjadi takut dan bergabung dengan Dong Zhuo. Bahkan Zhu Cun dan Cao Cao menyatakan loyalitas kepada hewan itu. Sementara itu, Yuan Shao membangun kekuatan di daerah utara, mengirim banyak pesan bagi pejabat ibukota untuk berkomplot membunuh Dong Zhuo dan gerakan untuk mengembalikan Bian menjadi kaisar semakin besar. Dong Zhuo ingin menghabisi semua pejabat yang tidak berguna. Dia mempersiapkan pasukan untuk bergerak, tetapi Li Ru mencegah. "Minggir!" teriak Dong Zhuo. "Biar aku penggal mereka semua!" "Jika Anda melakukan itu, pemberontakan akan terjadi," ucap Li Ru. Nasihat itu membuat Dong Zhuo duduk di lantai melempar pedang. Berkali-kali dia mengumpat geram. "Jika begini terus, aku bisa digulingkan dari kekuasaanku!" Li Ru berdecak, duduk di sebelah Dong Zhuo. D

  • Pendekar Dua Jiwa   8. Lu Bu

    "Serahkan mantan Kaisar!" sentak Lu Bu. Dengan suara keras yang menggelegar seperti bunyi halilintar, dua membuat kuda Zhu Cun meringkik ketakutan. "Ayo, menyerahlah!" lanjut Lu Bu. "Atau keluargamu akan mati!" "Hmmp!" sentak Zhu Cun. "Demi Han, keluargaku siap mati, kamu dengar?" Lu Bu terbahak. "Lucu sekali. Ayo berhentilah bercanda, serahkan kaisar sekarang juga. Kamu akan diampuni kelak, Cun." "Kamu mau memiliki Bian? Langkahi mayatku dulu!" tantang Zhu Cun. Lu Bu memberi kode bagi beberapa penunggang kuda di sekitar Zhu Cun untuk menyerang. Tiga penunggang kuda dari kiri, kanan, dan belakang maju. Dengan tangkas Zhu Cun meladeni mereka. Permainan tombaknya lumayan lihai hingga berhasil menghabisi dua penyerang. Perut penyerang terakhir dia tusuk memakai tombak lalu dia lempar ke arah Lu Bu. Dengan sekali tebas Lu Bu membelah pria yang melayang menjadi dua. Dia tertawa keras karena rasa puas. "Cukup me

  • Pendekar Dua Jiwa   9. Kesetiaan

    Hujan semakin brutal menghantam bumi. Tapal kuda menghantam jalanan berkubang. Cao Cao memimpin pasukan berkuda untuk mencari Zhu Cun dan Liu Bian. Dia tak peduli jika besok demam lantaran hujan-hujanan. Mereka berputar cukup jauh mengikuti jalan, karena jurang terlalu terjal dan dalam untuk bisa langsung dituruni. Dia berharap dua orang itu baik-baik saja. Cao Cao punya rencana untuk kabur bersama Bian, Xian, dan Ibu Suri, memakai perahu pergi ke utara bergabung dengan Yuan Shao, tapi Zhu Cun merusak segalanya. Zhu Cun membawa Bian pergi begitu saja. Memikirkan hal itu membuat Cao Cao mengepal kencang. Dewa, kenapa tidak membantuku? Kenapa malah merusak rencanaku? batin Cao Cao. Setelah lama b

  • Pendekar Dua Jiwa   10. Suara Malam

    Cao Cao meluncur menuju tempat penggalian makam. Belum sampai ke tujuan, nyala obor di tengah hujan membuat langkah melambat. Tiga pasukan memeriksa mayat teman mereka. Seketika kerongkongan Cao Cao kering. Dia bukan pendekar, tidak terlalu jago bermain pedang. Menghadapi satu atau dua pasukan dia bisa, tapi tiga terlalu banyak. Hanya dengan kejutan dia bisa menang. "Kenapa kalian berkumpul di sini?" tanya Cao Cao. Dia memandang bingung ketiga pasukan. Akan tetapi ketiga pasukan menjaga jarak, mundur. Mungkin mereka mengetahui apa yang terjadi? Begitu isi kepala Cao Cao. Satu dari mereka menjawab, "Lapor Tuan, kami menemukan mayat teman-teman--" "Bagaimana dengan kuburan pesananku, beres?" sela Cao Cao, melangkah pelan mendekat. Pria itu memandang kedua temannya di belakang, lalu menjawab, "Kami berhasil membuat makan itu dengan baik." Cao Cao mengangguk, sembari tersenyum pelan. Dia menepuk pundak pria itu. "Ke

Pinakabagong kabanata

  • Pendekar Dua Jiwa   145. Musuh Atau Teman?

    Cao Cao dan para punggawa berada di kota Ba. Mereka berkumpul guna menyelidiki surat-surat rahasia Yuan Shao yang ditujukan pada teman-temannya di daerah kekuasaan Cao Cao. Cukup banyak surat-surat sampai dua hari menyita perhatian Cao Cao, menetap di ruang baca. "Apa yang hendak sepupu lakukan dengan semua surat-surat?" tanya Cao Hong, memberanikan diri setelah menanti begitu lama, sampai kakinya pegal. Cao Cao menghela nafas panjang membaca satu surat, lalu dia terkekeh. "Yuan Shao, Dong Cheng, Liu Bei, Sun Ce, Ma Teng, Liu Zhang, Liu Biao, King Ring, Meng Tian, Meng Huo, Zhang Reng. Mereka bersumpah setia pada Kaisar untuk membunuhku." Dia terkekeh hingga terlentang di bantal. "Haiya, jadi surat ini yang membuat Yuan Shao berani menantangku, Perdana Menteri Han?"

  • Pendekar Dua Jiwa   144. Nu An dan Zuo Ci

    Nu An dan pengikutnya malam ini sibuk dengan kegiatan merawat korban perang.Pelarian pasukan Yuan Shao banyak yang singgah di pertigaan Hubei, pertigaan antara kota Ye, Beihai, dan kota Ba.Bisa dibilang pertigaan Hubei menjadi tempat paling netral dari politik juga peperangan di seantero Han saat ini.Semua karena nama besar Nu An membuat pasukan Cao Cao sungkan hendak menyerang, terlebih bukan hanya pelarian pasukan Yuan Shao yang dia tolong, tapi juga beberapa pasukan Cao Cao yang terluka pun dirawat di sana.Ha Nif berlari dari arah hutan dengan raut wajah panik. "Guru, Guru Nuan!"Nu An sedang menjahit luka tebas di badan salah satu pasukan Yuan Shao, dia fokus pada pekerjaan tak mengindahkan muridnya itu.&n

  • Pendekar Dua Jiwa   143. Quan Long di Utara

    Sementara itu di pelabuhan Yang Feng, pelabuhan dekat kota Ye, puluhan kapal besar berlabuh dikawal ratusan kapal kecil dan ribuan sampan. Cahaya obor mewarnai sungai kuning di malam hari, mempertontonkan bendera Cao Cao yang berkibar di masing-masing kapal. Semua warga berkumpul di depan rumah masing-masing, menunjuk-nunjuk ribuan prajurit yang berbaris menuju utara. Para warga mulai berbisik. "Wah, bukankah Cao Cao telah mengalahkan Yuan Shao, kenapa pasukan mereka masih siaga seperti ini?" "Haiya, Perdana Menteri mungkin ingin menghabisi seluruh penduduk utara karena mendukung Yuan Shao." Mereka berhenti bicara ketika Quan Long bersama beberapa jendral berkuda

  • Pendekar Dua Jiwa   142. Selamat Tinggal

    Ini ucapan pertama Liu Bang setelah beberapa jam berdiam diri."Baik, selamatkan rakyat dari tirani adalah hal terpenting."Zhou lega, mengetahui Liu Bang orang baik. Namun, dia sadar, pasti sulit mengucapkan tirani pada sesuatu yang dia bangun sepenuh jiwa dulu. Sesuatu yang diyakini berbeda dari dinasti sebelumnya.Liu Bang berbalik menghadap Zhou. Lagi-lagi dia memberi raut wajah yang serius. "Aku merasakan dua tenaga dalam dirimu. Katakan, apa kalian melakukan transfer ruh?"Zhou mengangguk."Kenapa? Siapa yang kehilangan badan?"Zhou menceritakan apa yang terjadi pada Liu Bang karena percaya buyut Liu Bian tidak memiliki niat jahat kepadanya.

  • Pendekar Dua Jiwa   141. Legenda Asli

    Liu Bang masih terpukul. Kedua telapak tangannya menekan dua sisi pelipis, memandang pantulan wajah di jernih air danau."Bian, bagaimana ini?" tanya Zhou dalam tubuh Bian. "Cepat selidiki, sebenarnya apa yang terjadi."Tanpa disuruh pun Bian ingin bertanya, hanya saja dia menanti saat yang tepat, melihat kondisi pemuda itu membuatnya sungkan untuk mendesak.Liu Bang tertawa histeris menggeleng cepat. "Dewa naga sialan, dia benar-benar berhasil membuat danau rembulan!"Dia berbalik mencengkram kedua lengan Zhou. "Kamu berhasil masuk, berarti kamu keturunanku. Katakan, keturunan ke berapa dan bagaimana keadaan di luar sana?""A-aku keturunan ke-13. Keadaan di luar kacau balau. Setelah nyaris empat ratus tahun Han berdiri

  • Pendekar Dua Jiwa   140. Liu Bang

    Pertukaran terjadi. Sekarang Bian memegang kendali tubuh Zhou.Dia berdiri membawa obor abadi, mengamati kemegahan dinding batu raksasa berlumut dengan seksama. Sesekali dia meraba-raba dinding berharap menemukan keajaiban seperti tempo hari, di mana dia tidak sengaja menekan tombol rahasia yang membuat pintu terbuka.Sambil memakan biji padi dia duduk bersila mengamati pintu raksasa berhias tanaman hijau memanjang bak tirai."Zhou, menurutmu bagaimana?" tanya Bian.Tidak ada jawaban dari sahabat di dalam alam bawah sadar."Hei, bantu berpikir.""Ah berisik, aku sedang menikmati arak!"Bian menghela napas panjang. Terkadang

  • Pendekar Dua Jiwa   139. Sumber Kehidupan

    Pertukaran kuasa atas tubuh terjadi seperti biasa. Keduanya silih berganti, menahan lapar juga haus. Zhou duduk bersila kaki menggaruk kepala seperti kera kutuan walau tidak gatal. Entah berapa lama dia menunggu sampai kuku memanjang, pipi cekung, bibir pecah-pecah. Rupa Zhou seperti mayat hidup. Hingga detik ini dia sabar menanti. Dengan nada panjang yang malas, dia bertanya, "Bian, bagaimana sekarang? Sudah ketemu belum jalan keluarnya?" Dalam alam bawah sadar Bian menjawab, "Ikuti sumber kehidupan menuju kehidupan. Haiya … apa maksudnya coba?" Zhou berdecak sebal, selalu pertanyaan yang sama, selalu kalimat yang sama. Dia tak pernah akur dengan puisi, bagaimana mungkin bisa mengerti?

  • Pendekar Dua Jiwa   138. Penjaga Makam Kuno

    Zhou menghindari serangan musuh tanpa melepas batu besi inti bumi yang meluncur menuju dasar danau. Keduanya tercengang ketika melihat sosok musuh. Mereka pernah bertemu sosok manusia ikan ketika pertama kali bertemu dengan Qiu Niu, dalam dunia bawah sadar. Namun, baru kali ini mereka berhadapan dengan para manusia ikan di dalam air. Gerakan mereka seperti ikan koi menyerang capung. Senjata tombak spatula bermata tiga begitu tajam juga bercahaya terang. Mereka memakai senjata dengan cara menyodok. Selama perjalanan Zhou hanya bisa menghindar. Gerak badannya lambat di dalam air, membuat menghindari serangan sangat susah. Zhou masuk ke dalam gelembung kasat m

  • Pendekar Dua Jiwa   137. Sabun dan Kendi

    Sementara itu di tepi danau rembulan, Zhou belum juga masuk ke dalam danau."Kakek, sekarang apa?" tanya Bian yang menguasai tubuh Zhou.Dua Kakek terkekeh. Kakek putih mengayun tangan, memberi kode para dayang untuk menaruh kendi raksasa ke tepi danau rembulan.Yu An dan Yu En datang membawa kayu pipih besar, juga cairan aneh dalam kendi berukuran sedang."Kakak tenang saja," jawab Yu An, senyumnya mampu membuat Zhou sedikit rileks.Jika gadis kalem menyuruhnya tenang, bukankah berarti semua baik-baik saja?Yu An menuang cairan itu ke dalam kendi berisi air, lalu Yu En dan Kakek mengaduk perlahan memakai kayu pipih.Aroma sabun

DMCA.com Protection Status