Arena turnamen di Tiānyá Shān dipenuhi sorak-sorai penonton, sementara lampion-lampion berpendar di langit seperti bintang-bintang yang terlambat kembali ke peraduan malam. Namun, suara lantang tiba-tiba menggetarkan udara.
"Qingyu! Utara dan selatan!" Huànyǐng berteriak dengan penuh semangat.Suara cemprengnya bergema ke seluruh arena, menembus keramaian hingga tribun kehormatan. Beberapa orang menoleh, sementara sebagian peserta tampak kebingungan atau bahkan mendecak kesal.Lei, yang berdiri di sampingnya, mengerutkan kening. "Kau yakin bocah bodoh itu mengerti maksudmu?" tanyanya dengan nada skeptis.Huànyǐng mengangguk mantap. Meski dalam hal kultivasi Ling Qingyu tertinggal jauh, putra kedua mendiang Ling Ménzhǔ itu bukan orang bodoh. Ia tahu Ling Qingyu pasti menangkap maksud teriakannya."Semoga saja dia tidak melakukan kekonyolan lagi," sahut Yāo Ming, suaranya dipenuhi harapan.Di tengah arena, Ling Qingyu menatap lampiMalam itu, Ye Jū lebih meriah dari biasanya. Cahaya lentera bergoyang lembut diterpa angin, memantulkan kilauan merah dan emas di jalan-jalan berbatu. Aroma arak bercampur dengan wangi dupa yang samar, menyelimuti asrama akademi yang dipenuhi suara tawa dan sorak-sorai. Beberapa penghuni tengah merayakan keberhasilan mereka dalam turnamen, termasuk sekelompok pemuda di kamar Huànyǐng."Jangan minum arak," tegur Qing Yǔjiā tegas. Gadis itu dengan sigap mengambil kendi-kendi arak di atas meja sebelum memberikan semuanya pada Tiānyin."Aiyo! Kali ini saja, Yǔjiā!" rengek Huànyǐng dengan wajah memelas."Minta saja pada Yuè Èr Gōngzǐ," sahut Qing Yǔjiā santai.Huànyǐng merengut kesal dan menoleh pada Tiānyin, yang duduk dengan tenang di sampingnya."Chénxī, kita minum arak sedikit ya?" pintanya dengan suara manja."Tidak boleh." Jawaban Tiānyin terdengar datar tetapi tegas.Tanpa banyak bicara, pemuda bermata biru itu langsun
Keesokan harinya, turnamen Bì Xiāo Guāng Huì berlanjut. Ini adalah hari yang paling dinanti, baik oleh para penonton maupun peserta. Hari ini, para kultivator muda yang telah mencapai tingkat Liánxū akan memasuki arena, menampilkan kemampuan yang jauh lebih tinggi dibanding hari sebelumnya. Apalagi, beberapa di antara mereka adalah undangan kehormatan, nama-nama besar yang telah lama ditunggu-tunggu kemunculannya. Dari tribun khusus peserta, Huànyǐng menatap ke sekeliling dengan mata berbinar. "Wah! Wah! Ramai sekali penontonnya!" serunya riang. Tak seperti kemarin, kali ini mereka tak duduk di tribun penonton, melainkan di tempat yang lebih prestisius. Di sekeliling mereka, para peserta lain duduk dengan ekspresi berbeda. Ada yang percaya diri, ada yang diam dalam ketenangan, dan ada pula yang tampak gelisah. Namun, satu sosok menarik perhatian lebih dari siapa pun. Jìng Zhenjun Wángyé, putra Kaisar yang terkenal dengan reputasi yang lua
Jìng Zhenjun Wángyé melangkah dengan anggun di atas arena, napasnya stabil, ekspresinya tetap tenang. Dalam sekejap, ia mengalahkan lawan pertamanya, lalu yang kedua, dan tak lama berselang, yang ketiga pun tersungkur tanpa daya. Léi Lián Jiàn, Pedang Petir Teratai miliknya, bahkan belum mengeluarkan separuh dari kemampuannya yang sesungguhnya. Namun, tiga lawan yang telah jatuh tak berdaya menjadi bukti bahwa dirinya belum menemukan tandingan sepadan.Sesuai peraturan, hanya mereka yang menang tiga kali berturut-turut yang berhak maju ke babak selanjutnya. Karena itu, kini ia harus menunggu lawan berikutnya.Di tribun penonton, Lei menatap pedang itu dengan ekspresi rumit, antara kagum dan waspada. Ia bergumam, suaranya nyaris tertelan sorak-sorai di sekitar mereka. "Léi Lián Jiàn... pedang yang hebat."Di sampingnya, Yāo Ming melirik sekilas sebelum berkomentar santai, "Hampir mirip dengan pedangmu, bukan?"Lei tersenyum tipis, tatapannya masih
Dalam satu gebrakan, Qing Héng Zhì merobohkan lawannya dengan telak. Tanpa menggunakan senjata, hanya dengan satu pukulan yang menghantam dada lawan. Pukulannya presisi, cukup kuat untuk membuat lawan tak berdaya, tetapi tidak mematikan.Sorak-sorai penonton bergemuruh memenuhi arena. Debu tipis masih melayang di udara akibat benturan tubuh yang jatuh ke tanah. Para murid yang menyaksikan pertarungan itu saling bertukar pandang dengan ekspresi penuh keterkejutan dan kekaguman. Sangat jarang ada kultivator yang hanya mengandalkan tangan kosong dalam pertempuran, apalagi di tengah ajang seperti ini."Wah, dia hebat sekali!" seru Huànyǐng dengan mata berbinar. Kekaguman dalam suaranya begitu kentara. Bahkan Lei dan Yāo Ming, yang biasanya lebih tenang, tidak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka.Selama ini, Qing Héng Zhì sering diremehkan. Usianya yang lebih muda dibanding peserta lainnya membuatnya kerap dianggap lemah. Namun, dengan sekali pukulan, dia m
Sorak-sorai membahana, menyelimuti tempat itu dengan riuh kemenangan. Tiga laga berturut-turut telah berakhir, dan Qing Héng Zhì keluar sebagai pemenang mutlak dengan tangan kosong."Dia berhasil lolos!" seru Yāo Yu dengan gembira, langsung merangkul Qing Yǔjiā. Keduanya tertawa lega, berbagi kebahagiaan atas kemenangan yang baru saja diraih.Lei dan Yāo Ming tersenyum kecil, sementara Ling Qingyu menyambut Qing Héng Zhì dengan pelukan hangat. Di sisi lain, Liú Zhǎng dan Yuè Lǜ Shén Jūn juga terlihat puas, meski tetap menjaga sikap mereka.Tak jauh dari mereka, Huànyǐng tampak bergelayut di lengan Tiānyin, seolah menjadikan pemuda itu sebagai sandarannya. Tanpa peduli pada pandangan orang lain, ia merebahkan sedikit kepalanya ke bahu Tiānyin, menikmati kenyamanan tanpa beban."Tiānyin, ternyata benar. Ada banyak kultivator muda hebat di sekitar kita," ujarnya dengan nada santai. Seolah pertempuran sengi
Babak final dimulai setelah jeda beberapa saat. Kesempatan ini diberikan agar para peserta yang lolos bisa beristirahat sejenak, sementara berbagai pertunjukan telah disiapkan untuk menghibur penonton dan tamu undangan. Riuh rendah suara musik dan sorak-sorai mengisi udara. Namun, bagi mereka yang akan bertanding, kegelisahan lebih mendominasi daripada kesenangan.Di antara para peserta yang menanti giliran, Lei menghela napas panjang. "Kita tidak bisa mengetahui siapa lawan kita sebelum babak final dimulai," keluhnya.Liú Zhǎng baru saja mengumumkan aturan itu sesaat setelah mereka memastikan diri lolos ke final."Itu untuk menghindari kecurangan," sahut Liú Zhǎng dengan senyum kecil, seakan mengerti kegelisahan Lei."Kau benar, Liú Qianbei," Huànyǐng mengangguk, berusaha menerima keputusan tersebut dengan lapang dada."Pada intinya, di turnamen ini kita tidak bisa memilih lawan." Yu
Aroma ramuan herbal memenuhi udara, membawa ketenangan sekaligus kebingungan begitu Yāo Yu menghunus pedangnya. Di tengah arena, Ling Qingyu berdiri tegak, matanya terpaku pada pedang yang berada di genggaman Yāo Yu."Tiān Xiāng Jiàn, Pedang Aroma Surgawi," gumamnya pelan. Seolah tak percaya harus menghadapi senjata legendaris itu."Ling Xiōng, jangan ragu! Keluarkan Mo Hua!" seru Yāo Yu seraya mengangkat pedangnya, siap menyerang.Ling Qingyu menghela napas. Meskipun sedikit gugup, ia tidak memiliki pilihan selain mengikuti kata-kata Yāo Yu. Dengan gerakan cepat, ia menghunus Mo Hua. Pedang hitam legam itu berkelebat, memercikkan cahaya pekat bak tinta yang menyebar di udara, membaurkan jarak pandang."Aish, kau benar-benar cerdik, Ling Xiōng!" keluh Yāo Yu dengan nada kesal.Ia segera melompat ke samping, menghindari gumpalan hitam pekat yang berputar di sekelilingnya. Ilusi tinta, salah satu kekuatan mengerikan Mo Hua—dapat menyesatkan
Yāo Yu membelalakkan mata saat bisikan halus menyelinap di telinganya. Refleks, ia berbalik cepat—namun seketika, selarik tinta hitam menyambar ke arahnya. Dengan gerakan secepat kilat, ia menangkis serangan itu menggunakan pedangnya, menciptakan jejak gelap yang terhapus dalam hembusan angin.Aroma herbal yang menyengat segera memenuhi udara. Itu aroma yang paling dibenci Ling Qingyu—sesuatu yang membuatnya mual seketika. Dengan gerakan cepat, pemuda itu melompat menjauh, napasnya memburu."Cih! Hanya seperti itu saja, Ling Xiōng?" seru Yāo Yu dengan nada mengejek.Ling Qingyu mendengus kesal. Ia tidak punya waktu untuk memikirkan mual yang menggelayuti perutnya. Dengan mata menyala-nyala, ia berbalik dan menyerang lagi, mengabaikan bau ramuan yang seakan mengepungnya."Hēi, Ling Xiōng, jangan nekat!" seru Yāo Yu. Ia terkejut melihat rekannya berani menerobos serangan herbal yang biasanya membuatnya mundur tanpa berpikir dua kali.Gadis
"Chén Gēge! Apa kita hanya menunggu salah satu di antara mereka kalah?" tanya Lei, suaranya hampir tenggelam dalam deru angin dingin yang memeluk medan pertempuran.Di hadapan mereka, pertarungan antara Wù Yǒng Lóng, si naga kabut abadi, dan Hán Shuāng Jù Rén, Titan Es kolosal, berlangsung sengit. Setiap gerakan keduanya meninggalkan jejak kehancuran—kabut beracun yang menciptakan ilusi berbahaya, serta gelombang es yang seakan membekukan waktu. Beberapa kali mereka harus berpindah tempat, menghindari ancaman yang begitu dekat."Kau mau menunggu?" Mo Chén berbalik bertanya, dengan senyum tipis yang terlukis di wajahnya. Tatapan jenakanya meluncur ke arah Lei, penuh keingintahuan."Tunggu saja sampai besok pagi!" jawab Jian Wei sambil memukul kepala Lei dengan gemas.Jian Xia tertawa melihat kejenakaan kakak dan adiknya. "Bisa-bisanya kalian bercanda di situasi seperti ini?" keluhnya. Namun, sorot matanya tetap hangat, penuh kasih sayang kepada ked
Angin dingin menderu lewat celah-celah tebing, membawa serta butiran salju yang berputar liar seperti pasir perak di tengah badai. Medan Perburuan Roh kembali diselimuti ketegangan. Mo Chén berdiri tegak di atas batu tinggi, jubah hitamnya berkibar tertiup angin tajam, sementara matanya yang tajam mengawasi perubahan cuaca yang tak lazim.Apa yang dikhawatirkan akhirnya terjadi. Suara pekikan yang memekakkan telinga terdengar dari kejauhan—sebuah raungan yang membelah langit kelabu."Aiyo! Wù Yǒng Lóng!" teriak para kultivator yang masih terjebak di jalur utama medan berburu. Kabut putih pekat mulai menyelimuti tanah, menyusup ke setiap celah batu dan ranting yang tertutup es.Tanpa menunda waktu, Mo Chén mengangkat tangannya dan melepaskan sinyal cahaya ke langit. Asap keperakan membentuk pusaran kecil sebelum pecah menjadi semburat cahaya yang terlihat dari segala penjuru. Itu adalah isyarat—bukan hanya kepada para pemimpin sekte dan klan untuk mulai men
Kabut turun begitu tebal hingga nyaris menutupi seluruh lembah Shén Wu Gu. Awan kelabu menggantung berat di langit, dan udara mendadak terasa jauh lebih dingin. Hembusan angin membawa aroma tajam tanah basah bercampur dengan hawa es yang menggigit tulang."Apa ini?" Jìng Zhenjun Wángyé bergumam pelan, suaranya nyaris terseret oleh desir angin. Ia memandang sekeliling dengan dahi berkerut, matanya menyapu pemandangan yang tertelan kabut.Di sisi lain, Mo Chén, Jian Wei, dan Líng Zhì berdiri kaku, memandangi kabut pekat yang kini mulai menipis, perlahan mengurai seperti tirai sutra yang ditarik angin. Udara berubah drastis—lebih dingin dari biasanya."Salju?" Líng Zhì menatap ke langit yang mulai dihiasi bintik-bintik putih. Butiran salju turun perlahan, mendarat di bahu dan rambutnya, seolah waktu sendiri melambat menyambut datangnya sesuatu."Sialan!" Jian Wei mengumpat, mendadak waspada. Ia langsung me
Roh-roh yang berada dalam zona penahanan kini benar-benar terperangkap. Mereka menggeliat gelisah, terbungkus pusaran energi yang membatasi gerak. Suasana mulai terkendali, meski udara masih berat oleh sisa kekacauan yang sebelumnya meledak liar. Suhu di sekitar merosot drastis, membuat napas para kultivator tampak seperti uap tipis di udara yang mengkristal."Biarkan klan dan sekte kecil menangani roh-roh itu," kata Líng Zhì dengan tenang, suaranya nyaris tenggelam dalam desir angin bersalju.Ia berdiri di sisi tebing es bersama Jian Wei dan Mo Chén, menatap ke bawah tanpa ekspresi. Kabut tebal yang menyelimuti lembah seakan menjadi tirai pembatas antara mereka dan dunia yang sedang berkecamuk.Mereka bertiga tampak seperti bayangan di atas sana—menyaksikan kekacauan yang baru saja reda, namun tak terlibat langsung. Sikap mereka tenang, bahkan nyaris santai. Sebuah pengingat bahwa bagi mereka, ini bukan soal menang atau kalah, tapi kes
Para penjaga Perburuan Roh yang berasal dari Klan Wu datang bersama para kultivator dari Klan Jìng dan Sekte Gerbang Sembilan Kuali."Bagaimana situasinya?" tanya pemimpin penjaga Perburuan Roh pada Jian Wei dan yang lainnya."Seperti yang kau lihat. Kacau!" sahut Jian Wei seraya menunjuk ke bawah dengan dagunya. Di bawah mereka, para kultivator dari berbagai sekte dan klan berusaha menangkap roh-roh yang terpanggil oleh teknik Wàn Líng Zhèn Míng."Tiānyù Jiànzhàn, apakah ada sesuatu yang bisa kita lakukan?" Kini Jìng Zhenjun Wángyé yang bertanya. Ia datang bersama Qing Yǔjiā dan Qing Héng Zhì. Wajahnya terlihat serius dan penuh tanda tanya.Jian Wei tidak segera menjawab pertanyaan itu. Ia justru menoleh menatap Mo Chén, yang berdiri sedikit lebih jauh. Pria berjubah hitam itu tampaknya tidak terlalu terpengaruh dengan situasi yang sedang berlangsung. Mo Chén masih tampak santai, meskipun keadaan sudah sangat genting. Dengan senyum leba
Di tengah kekacauan yang mengguncang Perburuan Roh, Jian Wei, Mo Chén, Héxié Zhìzūn, dan Ling Zhì berkumpul dalam keheningan yang tegang, merencanakan langkah selanjutnya. Angin kencang menyapu kabut tebal di Shen Wu Gu. Namun, tidak mengurangi hiruk-pikuk yang terjadi di medan tersebut. Suara gemerisik roh-roh yang mulai menguasai medan itu memecah kesunyian, menggema di setiap sudut.“Kita harus menghentikan kekacauan ini tanpa mengacaukan medan dan peraturan Perburuan Roh,” ucap Líng Zhì dengan nada serius. Wajahnya yang tenang tidak menggambarkan betapa dalamnya situasi yang tengah mereka hadapi.“Líng Ménzhǔ, ini cukup sulit,” sahut salah seorang dari klan kecil yang turut bersama mereka. Suaranya terdengar ragu, hampir seperti seorang anak yang berusaha memecahkan teka-teki rumit.“Memang benar, ini sulit!” sahut Mo Chén. Suara baritonnya yang dalam seolah berusaha memberi penekanan pada kata-katanya. Pria tampan berjubah hitam dan berambut putih itu
"Yuè Èr Gōngzǐ," bisik Jian Wei, suaranya tenggelam dalam gemuruh angin lembah, saat denting guqin yang melengking jernih semakin memenuhi pendengaran.Di tengah kabut, seorang pemuda berjubah putih, Yuè Tiānyin, melayang anggun di udara. Sinar matahari yang terang memantul pada guqin-nya, membuatnya berkilauan indah. Dengan gerakan halus, jemari Tiānyin menari di atas senar guqin, mengendalikan alunan melodi yang memancar dari alat musik itu. Setiap denting senar memancarkan aura magis, seakan mantra yang menyegel roh-roh liar yang mengamuk tak terkendali. "Chénxī!" seru Huànyǐng, matanya yang ungu berbinar-binar penuh kekaguman. "Lihatlah, Huànyǐng Xiōng! Yuè Èr Gōngzǐ memang tampan dan berbakat! Tidak ada seorang pun yang bisa menandinginya!"Líng Qingyu, yang entah sejak kapan telah berada di sisi Huànyǐng, mengangguk setuju dengan tatapan kagum yang tak disembunyikan. Mereka berdua terpaku menatap Tiānyin yang dengan khidmat memainkan guqin-nya. Seme
Dentingan lonceng menggema samar di telinga Jian Wei. Suara itu bergema di antara riuh rendah pekikan panik, gemuruh langkah kaki, dan desir angin yang membawa hawa asing. Ia menajamkan pendengarannya, memastikan sumber suara tersebut. "Da Gē! Lihat itu!" Tiba-tiba Jian Xuě berseru, mengalihkan perhatiannya. Jian Wei sontak mengangkat kepala. Langit yang tadinya terbuka kini dipenuhi pusaran energi berbentuk lingkaran. Partikel bercahaya keperakan berputar di udara, memancarkan kilauan ganjil. "Sial!" Jian Wei menggeram, kedua tangannya mengepal erat. Matanya berkilat, menatap adik-adiknya dan anggota sekte lainnya. "A Xuě, lindungi Huànyǐng! Jangan biarkan dia terpengaruh oleh roh-roh di sekitarnya!" "Baik, Da Gē!" Jian Xuě tak ragu sedikit pun. Ia segera berdiri di depan Huànyǐng dengan Xuě terhunus, siap menghadapi apa pun yang datang. "Lei, siapkan Líng Qì Wǎng! Jian Xia, terus pantau situa
"Target utama kita adalah roh yang sudah kita kunci tadi. Setelah itu kita bisa berburu roh lain di zona yang sudah terbuka," jelas Jian Wei sembari melompat ke depan gua yang tersembunyi di celah tebing es yang menjulang tinggi. Sinar matahari siang memantul di permukaan es, menciptakan kilauan tajam seperti pecahan kaca."A Xue, ayo kita gunakan Xiáng Líng Zhèn untuk menangkap Xuě Láng Wang!" serunya pada Jian Xuě."Baik, Da Gē!" Jian Xuě menyusul, melompat ringan ke depan gua."Gunakan energi es, kau bisa menggabungkannya dengan energi es milik Huànyǐng," saran Jian Wei.Jian Xuě mengangguk mantap, lalu mulai menggambar pola formasi lingkaran dengan elemen energi es di udara. Garis-garis bersinar biru keperakan muncul di udara, membentuk corak rumit yang berpendar lembut. Begitu formasi selesai, ia menyegelnya dan mengarahkannya ke dalam gua. Dari dalam terdengar geraman marah, berat dan bergema, mengguncang lapisan es di sekitar mereka.