Home / Romansa / Penakluk Hati Om Dokter / Part 103-Membentuk Tim

Share

Part 103-Membentuk Tim

Author: eLFa Zara
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Dengan langkah berat, mata mengantuk, dan baju yang berantakan, Rizal berjalan lesu memasuki caffe-nya yang masih sepi. Belum ada satupun karyawannya yang berangkat karena maih terlalu pagi. Begitu selesai shift malamnya, pria itu langsung pulang ke caffe.

Sebenarnya hari ini ia berniat untuk pulang ke rumahnya. Mamahnya sudah merengek memintanya pulang. Namun terpaksa harus ke caffe dulu untuk mengambil sesuatu.

Ia mengedarkan pandangannya pada caffe yang masih sepi. Beberapa kursi masih nangkring di atas meja, listrik yang masih belum nyala, dan lantai yang masih sedikit kotor. Semalam caffe tutup lebih malam karena malam minggu.

Kemudian ia berjalan menuju dapur. Tempat para koki dan staff dapur bekerja keras untuk mempersembahkan hidangan lezat para customer. Dari kejauhan, ia melihat secarik kertas tertempel di pintu kulkas. Rizal mendekat, mengambil kertas yang berisi coretan tinta hitam.

Siapa lagi pelakunya kalau bukan Farid. Karena hari ini koki itu libur, Farid mencatat apa
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 104-Daftar Tersangka

    “Ada orang yang aku curigai.”Wina dan Rizal kompak menoleh ke arah Dirga. Menatap pria bermata coklat itu dengan penasaran. Pemilik caffe itu mendekat, “siapa?”Gadis mungil itu juga semakin merapatkan tubuhnya pada laki-laki yang sedari tadi sibuk menyuapkan jajan dan minuman padanya. Sebelum menjawab, laki-laki itu menyuapkan lagi roti sobek isi selai blueberry.“Aldo,” jawab Dirga singkat.Wina terjingkat, “wah, wah, wah. I know, i know. Tuh orang emang dendam kesumat sama aku, Om!” Seru gadis itu lantang, seolah menguatkan asumsi Dirga. Sampai-sampai roti yang sedang dikunyahnya muncrat kemana-mana. Tentu Dirga langsung sigap mengambilkan tisue dan membersihkan sekitar mulut Wina yang cukup belepotan.Wina sih nurut saja.Namun berbeda dengan Rizal, pria itu masih belum mengerti. “Memangnya apa alasan dia harus mencelakai kamu?”“Waktu aku jadi ART Om Dirga, dia tuh pernah mau ngelecehin aku. Terus selalu ngancem-ngancem—” perkataan Wina yang berapi-api langsung dipotong oleh Dir

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 105-Ular Berbisa

    Dirga memasuki ruang kerjanya dengan bersungut-sungut. Masih tidak terima dengan tuduhan Wina kemarin yang malah memasukkan Sheryl ke daftar tersangka dalang di balik kecelakaannya waktu itu. Nah, akibat ia membantah tuduhan gadis mungil itu, berbuntut perdebatan kecil antara mereka. Padahal baru juga berbaikan.Tak hanya dirinya, Rizal, sepupunya juga tak luput dari amukan Wina kala laki-laki itu juga ikut membela Dirga. Ya, bagaimanapun, kedua sepupu itu sudah bersahabat lama dengan Shery. Tentu mereka kenal, orang seperti apa Sheryl itu. Tak pernah sedikitpun mereka membayangkan sahabat cantiknya akan melakukan tindakan gila seperti itu.Wina ngambek. Bahkan menolak tawarannya untuk mengantarkan mahasiswa semester akhir itu akan menemui dosen pembingingnya di kampus.“Dok, siap-siap. 17 menit lagi kita persiapan untuk operasi pasien yang kecelakaan tempo hari.” Ucap seorang perawat mengingatkan sang dokter residen sembari menunjuk jam yang melingkar di pergelangan tangan.Pria berj

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 106-Cerita Versi Sheryl

    “Bentar, Om. Gimana kamu bisa tahu detail jebakan Aldo di hotel?” Tanya Wina heran.Saat ini mereka—Wina, Dirga, dan Rizal—tengah mengadakan ‘rapat dadakan’ di depan mesin penjual minuman otomatis. Tak jauh dari bangsal tempat ayah Wina dirawat. Ada kursi panjang yang cukup untuk 2 sampai 3 orang. Wina dan Rizal duduk di kursi itu.Klontang!Dirga jongkok, mengambil minuman kaleng yang baru saja keluar dari vanding mechine. Tiga kaleng minuman di tangannya ia bagikan pada Wina dan Rizal. Pria jangkung itu lalu menyenderkan tubuhnya pada kolom besar yang menopang gedung rumah sakit tersebut. Tangan kirinya ia masukkan pada kantong celana dan tangan kanannya memegang minuman bersoda itu.“Sheryl tahu semuanya.”Sama seperti Dirga, Wina dan Rizal juga mulai membasahi tenggorokan mereka dengan minuman soda. Sensasi dinginnya sangat cocok untuk cuaca yang siang itu cukup terik.“Maksudnya?” Tanya sepupu Dirga.Dirga yang ada di seberang mereka mulai bercerita. Cerita di balik layar versi

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 107-Membujuk Tuan Putri

    Dirga berlari mengejar Wina melewati lorong-lorong yang semakin sepi karena jam besuk sudah habis. Sesekali ia menyeka wajahnya yang basah lantaran disiram dengan minuman bersoda oleh gadis yang tengah dikejarnya.“Wina!” Sesekali pria berseragam dokter itu memanggil nama gadis mungilnya. Sedikit keras tapi tak sampai berteriak.“Wina,” panggilnya semakin lirih saat mereka sudah tiba di kamar inap ayah Wina.Dirga terus mengekor, langkahnya semakin pelan. Bibirnya terbuka hendak memanggil gadis itu lagi. Namun melihat siapa yang ada di ruang inap tersebut membuatnya membungkam kembali bibir itu. Digantikan dengan senyum ramah, penuh sopan santun.“Pagi-eh siang tante,” sapanya ramah pada wanita yang usianya hampir setengah abad. Ini kali kedua mereka bertemu.“Siang, Dok. Ada apa, ya?” Tanya Ratih, Ibu Wina, dengan wajah bingungnya.Wina yang melihat kebingungan di wajah Dirga, akhirnya turun tangan. Lagian dia sedang malas dengan pria bertubuh kekar itu. “Ibu kok masih disini? Jam be

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 108-Sisi Lain

    Adalah hal langka jika Dirga menyambangi kantor Aldo. Apalagi jika pria itu datang atas kehendak diri sendiri, tanpa perintah dari sang kakek atau orang lain. Selain karena sudah sibuk dengan urusan rumah sakit, Dirga lebih suka bertemu di tempat yang lebih santai. Seperti rumah atau tempat nongkrong gitu.Awalnya Dirga percaya saja dengan cerita Sheryl. Namun setelah mendengar penjelasan Wina, ia dan Rizal pun jadi berpikir dua kali. Terlebih Rizal, sepupunya itu justru sudah membelot. Katanya, pendapat si mungil ada benarnya.Sehingga pria berkulit tan itu datang ke kantor Aldo, bermaksud untuk menggali informasi secara tidak langsung. Tentu, ia belum siap jika harus mengibarkan bendera perang secara terang-terangan. Saat ini saja kakeknya belum sepenuhnya memberi kepercayaan seperti dulu. Belum lagi masalah Wina.“Siang, Mbak. Pak Aldo masih di atas?” Tanya Dirga pada resepsionis perusahaan sepupunya. Ya, meskipun mereka bersaudara, tapi karena jarang kesini Dirga tak enak hati jik

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 109-Bocoran Informasi

    “Terus kenapa ya, Sheryl malah minta tolongnya sama kamu. Bukan aku ataupun Rizal?”Mendengar itu, Aldo hanya bisa mengangkat bahunya. Tanda tak tahu, atau tak peduli? Jangan lupakan wajah tenangnya. Sudah bukan rahasia lagi, salah satu cucu Hermanto itu memang sangat pintar menyembunyikan ekspresi wajahnya. Dia bisa bersikap setenang air dalam menghadapi lawan bicaranya. Begitu caranya memenangkan bisnisnya.“Kenapa ya, Sheryl yang baik dan polos itu malah minta tolong sama cowok mesum kaya kamu?” Tanya Dirga hiperbolis. Dua sepupu itu serempak tertawa lirih.Baik dan polos? Aldo menertawakan pikirannya sepupunya yang terlalu menganggap baik cinta monyetnya. Rasanya, ia ingin sekali membeberkan semua kebusukan dokter spesialis cantik itu. Ah, nanti dulu. Biarlah rahasianya ia gunakan sebagai senjata untuk menghadapi musuh-musuhnya.“Ya, karena Rizal gak bisa diandelin. Bisa apa coba bocah yang bapaknya yang gak tahu kemana. Hidup dia itu serba nanggung. Jadi dokter, eh stuck di dokte

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 110-Semakin Bingung

    Kampret!Umpat Dirga dalam hati saat Aldo pergi begitu saja setelah mengucapkan kalimat yang membuatnya penasaran. Sekretaris seksi sepupunya itu keburu memanggilnya untuk meeting lanjutan. Dirga ditinggalkan begitu saja dengan tampang meledeknya. Seolah berkata ‘Selamat Over thinking’.Ting!Dirga membuka ponselnya. Rupanya ada pesan dari sepupunya.[Kalau kamu bisa percaya, tunggu sampai meeting beres]Ck! Dirga berdecak sebal membaca pesan tersebut. Membayangkan harus tertahan di ruangan itu sendirian membuatnya bosan. Belum lagi, ia tak tahu berapa lama sepupunya rapat. Ia mengedarkan pandangannya, menyapu setiap sudut ruangan yang jarang sekali dikunjungi.Sekilas, terlintas pikiran untuk mencari sesuatu di ruangan mewah itu. Siapa tahu ia menemukan informasi penting tentang sepupunya. Namun hati kecilnya langsung mencegah. Diedarkan sekali lagi pandangannya, memeriksa apakah ada CCTV di ruang itu.Memang, sih, tak nampak satupun perangkat CCTV di ruang kerja Aldo. Tapi apa mungk

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 111-Hari Peringatan Kematian

    Wina melangkahkan kaki pendeknya memasuki caffe yang masih sepi. Hari ini ia memang berniat berangkat kerja pagi, karena sorenya ada bimbingan skripsi dengan Dospem-nya. Tapi ia terpaksa lebih pagi dari jam kerjanya karena si boss menyuruhnya ke caffe dua jam lebih awal. Jelas caffe masih sangat sepi.Di pelataran caffe, ia melihat mobil atasannya terparkir. Karena di lantai bawah tak ia temui siapapun, sudah pasti Rizal alias owner caffe itu berada di ruang kerjanya. Winapun memutuskan langsung ke atas. Di ketuknya pintu kayu itu. Setelah terdengar sahutan dari dalam yang menyuruhnya masuk, gadis itu segera membuka pelan daun pintu itu.Setelah melihat atasannya mengenakan pakaian dengan warna senada dengannya, Wina mengernyit heran. “Kak, ini kita mau ngelayat?” Tanyanya, sebab boss-nya itu tadi pagi menyuruhnya untuk memakai baju serba hitam dan tentunya pakaian yang sopan.Dari pantulan cermin besar yang tersandar di dinding ruangannya, Rizal dapat melihat jelas ekspresi Wina. “Bu

Latest chapter

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 119-Lagi Anget-Angetnya

    “Kita mau kemana, Om?” Tanya Wina begitu mereka beranjak dari kawasan rumah sakit. Gadis itu menoleh kanan-kiri karena merasa asing dengan jalanan di sekitarnya. Ini bukan jalan menuju apartemen, rumahnya, atau rumah baru ‘Om Dokternya’ alias pacar barunya.Ehm, Wina jadi tersipu sendiri dengan status baru mereka.“Makan dulu, gimana?”Berbeda dengan Wina yang ekspresif, Dirga memang nampak lebih tenang. Tapi di balik wajah kalemnya, hatinya tengah meletup-letup bahagia. Hatinya yang mulanya berwarna monochrom kini berubah warna-warni.“Oke, mau makan dimana?” Wina bertanya antusias. Sebenarnya makan dimana saja pasti mau, kok. Apalagi disaat kasmaran, makanan apapun juga akan terasa enak.“Delivery Order saja, ya?” Tanya Dirga hati-hati. Ia melirik sekilas pada gadis mungil yang duduk manis di sampingnya. Sedikit was-was saja jika gadis yang baru beberapa menit lalu dipacari akan ngamuk.“Oke, terus mau dimakan dimana?” lagi-lagi Wina bertanya. Ia penasaran saja. Mau dibawa kemana si

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 118-Resmi

    “Wina, gimana kalau mulai hari ini kita pacaran?”Gadis mungil itu menoleh. Menatap horor pada pria di sampingnya yang baru saja melontarkan entah sebuah pertanyaan atau ajakan. Tak mau ke-geeran, Wina bertanya untuk memastikan. Siapa tahu tadi hanya halusinasinya saja.“Maksudnya?”Dirga tersenyum. Wajahnya terlihat sangat tenang. Padahal jantungnya sudah deg-degan heboh. Tangannya bertaut untuk mengurangi kegugupannya. Sungguh ini tidak ada dalam rencananya. Benar-benar dadakan.“Ya, kita pacaran.” Kali ini suaranya lebih mantap dari ajakannya yang pertama tadi.Oke, Dirga memang selama ini belum pernah mengajak gadis manapun kencan. Justru dari dulu ia malah lebih sering mendapatkan surat cinta, pengakuan langsung, dan serba-serbi ajakan kencan lainnya.Dirga juga sadar, kok. Bahwa ajakannya kali ini terdengar sangat tidak niat. Apalagi ‘nembak’ di halter seperti ini. Tanpa bunga, tanpa coklat, tanpa kata-kata manis. Sungguh tidak ada romantis-romantisnya sedikitpun.Seratus persen

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 117-Pacaran, Yuk!

    Wina berjalan lesu menuju kamar inap ayahnya. Langkah ringannya berubah berat setelah mendengar rumor tentang Dirga dan Sheryl. Apalagi banyak perawat yang bilang mereka sangat cocok karena sama-sama dokter spesialis lah, sama-sama orang kaya lah, sama-sama cerdas, dan ‘sama-sama’ lainnya.Ya, memang serasih sih, mereka.Wina menatap pantulannya di cermin yang terpasang di dinding. Lihatlah penampilannya! Ia menoleh ke kanan, membayangkan Dirga berdiri di sampingnya.Ya, memang sangat tidak cocok, sih.Wina yang semoengil itu, Dirga yang segede itu. Si kaya dan si miskin. Si cerdas dan si gak pinter. Si pewaris dan si beban keluarga. Si tampan dan si... si..., si imut! Iya Wina gak jelek, cuma Sheryl aja yang kelewat cantik. Begitulah Wina menghibur diri.Puas memandangi dirinya di cermin, Wina melanjutkan perjalannya ke tujuan awal. Kamar inap ayahnya. Seperti sebelumnya, setiap membuka kamar ayahnya, ia selalu berharap sang ayah akan membuka mata dan menyambutnya. Meski hanya sekeda

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 116-Pacar Dokter Dirga, Katanya

    “Perkenalkan, Tuan Johan. Ini Dirga, PACAR saya!”Pacar? Dirga menoleh horor pada sahabatnya. Seingatnya ia tidak pernah mengajak sahabatnya untuk berpacaran atau diajak berpacaran. Tadi dokter kandungan berparas cantik itu hanya menyuruhnya datang ke ruangannya saat istirahat. Katanya ada hal yang penting.Jadi, apakah ini yang dimaksud penting?Sedangkan Johan, pria itu tak gentar sedikitpun dengan perkenalan Sheryl. Ia maju selangkah ke arah pria berseragam dokter dan mengulurkan tangannya. “Kenalkan, saya Johan. Calon TUNANGAN Sheryl,” ucapnya dengan menekankan kata ‘tunangan’.Oh, jangan lupa senyum ramah yang terpatri di wajah pria berambut cepak itu. Dirga seperti tidak asing dengan ekspresi wajah seperti itu. Aaah, Dirga ingat. Ia biasa melihat itu pada wajah sepupunya, Aldo.Lalu dengan menahan tawa, Dirg pun menyambut uluran tangan tersebut. “Perkenalkan saya dokter Dirga, saya_”Belum selesai Dirga memperkenalkan diri, Sheryl tiba-tiba merapatkan tubuhnya dan menggamit erat

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 115-Calon Suami Datang

    Rumah sakit pada saat menjelang jam istirahat masih sangat ramai. Termasuk pada Poli Obgyn, dimana Sheryl sedang bertugas. Namun, belum waktunya beristirahat asistennya memberitahu bahwa ada orang yang mencarinya. “Siapa? Pasien?” Tanya Sheryl pada wanita berseragam perawat itu. Asistennya menggeleng, “Katanya penting. Orangnya ganteng, Dok.” Seloroh sang asisten dengan senyum menggoda. “Namanya kalau tidak salah Johan,” imbuhnya. Sheryl langsung menegakkan duduknya kala mendengar nama itu. Nama yang akhir-akhir ini membuatnya berantakan dan bertindak tak biasa. Hatinya mendadak tak tenang. Apa sebenarnya tujuan pria itu datang ke tempat kerjanya? Tak cukupkah teror yang selama ini ia berikan pada pria itu? “Suruh nunggu saja, Sus. Nanggung sebentar lagi istirahat,” perintah Sheryl pada sang asisten. Setelah asistennya pergi, buru-buru ia mengirimkan pesan pada sahabatnya untuk segera datang ke poli obgyn saat istirahat. *** Tak perlu menunggu lama, dokter kandungan cantik itu b

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 114-Kata Ibu

    Wina merebahkan tubuhnya di kasurnya yang tak begitu empuk. Ia menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong. Pikirannya kembali pada pertemuannya dengan Dirga tadi pagi di pemakaman. Ingin rasanya tadi memeluknya atau sekedar menyapa memberi semangat. Tapi ia sadar, tadi bukan waktunya untuk ikut campur. Mungkin lain kali?“Nduk, makan dulu!” Ajak ibunya dari arah dapur. Ya, tadi selesai jam kerjanya di caffe, gadis itu memilih pulang ke rumah. Kangen rumah, kangen keluarga kecilnya juga. Sedikit jenuh juga dengan suasana malam di rumah sakit.“Iya, Bu!” Sahutnya sedikit berteriak. Kemudian ia bangkit. Melepaskan hoodienya yang sedari tadi masih menempel di tubuh mungilnya.Aroma opor ayam yang lezat langsung menyeruak di indra penciumnnya begitu kakinya tiba di dapur. Ibunya sibuk memindahkan hasil masakannya dari panci ke meje makan. Tidak ada meja makan mewah di rumah sederhana itu, hanya meja kecil dengan empat kursi yang sama-sama terbuat dari kayu.“Adek mana, Bu?” Tan

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 113-Orang Tua Dirga

    Hari ini adalah hari yang paling tidak ingin Dirga ingat. Saat hari peringatan itu tiba, rasanya pundak pria menjadi sangat berat. Meski tak ada yang mengatakan secara langsung, ia merasa semua orang menyalahkannya atas kepergian Dira, adik perempuannya.Kejadian naas yang menimpa adiknya dulu masih meninggalkan luka dan trauma baginya dan juga orang tuanya hingga saat ini. Rasa bersalahnya tak juga sirna meski sudah lebih dari 2 dekade adiknya menyatu dengan tanah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun inipun ia pergi ke tempat istirahat terakhir sang adik. Andai diberi kesempatan sekali untuk bertemu adiknya, ia ingin sekali mengucapkan maaf.Maaf karena tidak bisa menjaganya.Maaf karena tidak bisa menyelamatkan.Terlebih lagi saat melihat wajah sedih mamanya kala itu. Bagaimanapun kehadiran Dira sangat diharapkan oleh kedua orang tuanya. Setelah melahirkan Dirga, mamanya pernah hamil lagi dua kali. Namun dikehamilan itu mamanya keguguran. Keduanya pula adik dirga berjenis kelamin

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 112-Kilas Balik Keluarga Dirga

    Saat Rizal sibuk menabur bunga di atas sebuah makam, Wina hanya diam. Matanya melirik pada Dirga yang hari itu nampak tak ada semangat. Selain gagalnya sidang tesis waktu itu, ini kali pertama Wina melihat cucu emas Hermanto itu sangat muram. Ia seakan tak mengenali wajahnya. Mereka seolah orang asing yang berada di tempat yang sama.Tak mau mengganggu kekhidmatan pria yang belum lama masuk ke hidupnya, Wina memilih sedikit menjauh. Netranya menjelajah area pemakaman umum itu, hingga matanya melihat rombongan yang sama-sama mengenakan pakain serba hitam mendekat ke arah mereka.Laki-laki dan wanita yang Wina tebak adalah suami-istri berjalan dengan dipayungi pria-pria kekar di samping mereka. Dari kejauhan saja terlihat romobongan itu sangat berkelas, entah itu dari pakaiannya yang mahal atau cara berjalannya. Apalagi paras suami-istri itu sangat good looking.Saking fokusnya, Wina sampai tidak sadar rombongan tersebut mendekat ke arahnya.“Om, tante.” Sapa Rizal membuyarkan fokus Win

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 111-Hari Peringatan Kematian

    Wina melangkahkan kaki pendeknya memasuki caffe yang masih sepi. Hari ini ia memang berniat berangkat kerja pagi, karena sorenya ada bimbingan skripsi dengan Dospem-nya. Tapi ia terpaksa lebih pagi dari jam kerjanya karena si boss menyuruhnya ke caffe dua jam lebih awal. Jelas caffe masih sangat sepi.Di pelataran caffe, ia melihat mobil atasannya terparkir. Karena di lantai bawah tak ia temui siapapun, sudah pasti Rizal alias owner caffe itu berada di ruang kerjanya. Winapun memutuskan langsung ke atas. Di ketuknya pintu kayu itu. Setelah terdengar sahutan dari dalam yang menyuruhnya masuk, gadis itu segera membuka pelan daun pintu itu.Setelah melihat atasannya mengenakan pakaian dengan warna senada dengannya, Wina mengernyit heran. “Kak, ini kita mau ngelayat?” Tanyanya, sebab boss-nya itu tadi pagi menyuruhnya untuk memakai baju serba hitam dan tentunya pakaian yang sopan.Dari pantulan cermin besar yang tersandar di dinding ruangannya, Rizal dapat melihat jelas ekspresi Wina. “Bu

DMCA.com Protection Status