Beranda / Romansa / Penakluk Hati Om Dokter / Part 1-Bocah SMP VS Om Dokter

Share

Penakluk Hati Om Dokter
Penakluk Hati Om Dokter
Penulis: eLFa Zara

Part 1-Bocah SMP VS Om Dokter

Penulis: eLFa Zara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Di anak tangga taman selebar 80 cm yang terbuat dari batu alam, suasana semakin akward. Di taman yang tak jauh dari rumah sakit, Dirga yang sedang menyalakan rokok menggeser duduknya karena gadis remaja yang duduk di sampingnya terus menatapnya heran sedari tadi.

Ehem! Dirga berdehem untuk sekedar mengurangi kecanggungan.

Merasa risih, ia mematikan rokoknya. Kemudian menyeruput kopi yang masih hangat dalam gelas sekali pakai.

“Itu minumannya ....” Setelah hanya menatap, gadis itu akhirnya bicara sambil menunjuk kopi di tangan Dirga.

“Kenapa? Pingin?” Tanya Dirga, laki-laki berkulit tan dengan nada ketus. Setelah melirik sedikit ke arah gadis remaja yang memakai pakaian olahraga dengan rambut dikuncir kuda. Gadis itu menggeleng. “Bukan. Itu minumannya tadi ada lalatnya.”

Uhukk!

Minuman yang sudah sampai di ujung tenggorokan membuatnya tersedak karena berusaha untuk dimuntahkan. Ia terus terbatuk-batuk dengan tangan yang sibuk menepuk-nepuk dadanya. Sambil menahan tawa, gadis remaja yang duduk di sampingnya mengulurkan air mineral dalam botol yang masih tersegel.

Setelah reda batuknya, Dirga kembali berdehem untuk mengurangi rasa malunya sebelum berterimakasih.

“Terimakasih,” ucapnya sambil menyodorkan kembali botol air mineral yang masih setengahnya.

“Oh, nggak usah makasih. Itu nggak gratis, kok.” Tolak gadis remaja itu dengan senyum yang dibuat manis dan tanpa rasa bersalah.

“What?! Situ jualan?” Dirga tidak habis fikir bahwa ternyata gadis remaja itu mendekatinya untuk berjualan. Melihat gadis di sebelahnya masih senyam-senyum dengan kepala naik-turun, akhirnya ia mengeluarkan uang 5 ribuan.

“Apaan ini? Harganya 10 ribu itu,” protes gadis remaja saat Dirga mengulurkan uang 5 ribu yang cukup lecek.

“Mana ada. Biasanya juga itu harganya Cuma 4 ribu. Udah terima aja itu sisa parkir,” sahut Dirga tidak terima.

“Harga 4 ribu itu ketika normal. Nah, ketika dibutuhkan segera dan mendesak seperti ini harga bisa naik 3 kali lipat harusnya. Harga suatu barang akan naik ketika permintaan meningkat, atau barang itu sulit untuk didapatkan.” Gadis remaja itu justru semakin semangat menjelaskan membuat Dirga geram dan heran dengan pemikiran remaja di depannya.

Kini mereka malah semakin semangat mengeluarkan argumennya masing-masing. Hal yang sangat jarang dilakukan oleh Dirga. Bukan, bukan karena ia pelit atau tidak ada uang, tapi ini adalah pertama kalinya ia tidak canggung dengan orang asing. Mungkin karena lawan bicaranya adalah remaja atau karena ia merasa ditipu oleh remaja itu? Entahlah.

“Ok, sekarang gini aja, nih uang 50 ribu,” ucap Dirga mengeluarkan pecahan uang kertas berwarna biru itu. “Terus kembaliannya 40 ribu, sini!” Pinta Dirga saat uang biru itu sudah di tangan ‘penjual minuman’. Ia pikir, ia harus mengalah kepada anak kecil dengan uang yang tidak seberapa baginya.

“Emm, nggak ada kembaliannya.” Jawab gadis remaja itu dengan senyum kaku yang menampilkan deretan gigi putihnya. Ya, ia menjawab jujur, karena di sakunya kini hanya ada uang 2 ribu saja.

Namun melihat Dirga akan membuka mulut, ia buru-buru memberikan ide yang sebenarnya hanya menguntungkan untuk dirinya.

“Begini aja, ini uang 50 ribu buat aku semua. Sebagai gantinya, bubur ini ...,” sembari membuka plastik yang berisi bubur ayam dengan wadah steorofoam, “free for you.”

“Aku nggak mau be—“

“Dan, dan aku akan merahasiakan bahwa seorang dokter yang selalu menasehati pasien justru diam-diam merokok di taman.” Gadis itu tersenyum penuh kemenangan.

“Ok, terserah, yang penting sekarang kamu, PERGI! Ini pertama dan terakhir kali aku ditipu penjual licik seperti kamu. Lagian sekarang saatnya anak SMP sekolah malah keluyuran. Bolos kamu ya!” Hardik Dirga setelah merelakan uang 50 ribunya.

Mendengar tuduhan Dirga, gadis berkuncir kuda itu sedikit kaget. Tapi kemudian ia menundukkan kepalanya sambil memainkan uang 50 ribu di tangannya, “Aku udah nggak sekolah, Om.”

Mendengar jawaban lirih gadis remaja itu Dirga mendadak iba, rasa marahnya berganti kasihan. “Kenapa?”

“Nggak ada duit, Om,” jawab gadis itu semakin lirih.

“Ooooh, memangnya ...,”

“udah dulu ya, Om. Aku mau lanjut cari duit lagi, hehe.” Pamit gadis itu sembari berdiri tegak di depan Dirga untuk mencegah ia bertanya lebih banyak.

Belum sempat Dirga menjawab, gadis itu sudah berjalan 4 langkah. Namun tiba-tiba dia berbalik dan berkata, “Oh ya, Om Dok. Sebenarnya tadi minumannya nggak ada lalatnya. Huahahaha!” Ungkap gadis itu dengan suara tawanya yang kencang. Melihat Dirga berdiri dengan raut wajah yang memerah marah, ia segera berlari sebelum uang 50 ribunya diminta kembali.

“Dasar setan cilik licik! Penipu! Balikin sini duitnya! Woi jangan kabur ya!”

Samar-samar gadis itu mendengar umpatan sang dokter yang terdengar cukup keras meski sudah tidak kelihatan.

“Yeee, salah sendiri. Aku yang udah kuliah di ujung tanduk malah dikira anak SMP. Tahu, aku emang pendek tapi nggak jauh gitu lah perbedaannya.” Celoteh gadis itu kesal namun tetap puas juga mengerjai laki-laki yang mengiranya sebagai bocah SMP yang bolos sekolah. Catat, udah anak SMP, bolos lagi!

eLFa Zara

maaf karena suatu alasan, cerita ini di post ulang atau diedit. Selamat membaca

| Sukai

Bab terkait

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 2-Calon Tumbal

    Obrolan absurd antara Wina dan Dirga di taman rupanya menarik perhatian Rizal, lelaki yang bekerja di rumah sakit tempat Dirga mengobati pasiennya. Awalnya ia masa bodoh dengan percakapan random tersebut. Tapi mendapati kejadian langka—Dirga meladeni orang asing—membuat Rizal akhirnya sengaja mencuri dengar percakapan mereka. Melihat hal tersebut, Rizal seakan mendapat jawaban untuk melancarkan misinya. Misi menghancurkan Dirga tanpa harus menggunakan tangan sendiri. Ya, Rizal akan memanfaatkan Wina untuk melaksanakan aksinya. Sebenarnya sudah menjadi rahasia umum dikalangan dokter di Rumah Sakit Cipta Medika bahwa hubungan antara Dirga dan Rizal tidak pernah berjalan baik. Mereka selalu berkompetisi dalam segala hal, baik urusan pekerjaan hingga urusan pribadi. Tapi pihak Rumah Sakit tetap membiarkannya, karena bagaimanapun Dirga dan Rizal merupakan keluarga dari pemilik Rumah Sakit tersebut. Mereka berdua memang seumuran, tapi Dirga kini sedang mengambil spesialisasi sedangkan Ri

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 3-Tumbal

    Wina terus berjalan mengikuti laki-laki berseragam putih itu menuju taman Rumah Sakit yang malam itu suasananya sudah sepi. Kalimat singkat yang dilontarkan Dokter Rizal tentu membuatnya bingung. Pasalnya mereka tidak saling kenal dan tidak merasa memiliki hutang budi. “Saya tahu kita tidak saling kenal, tapi percaya saya tidak ada maksud untuk berbuat jahat.” Ucap Rizal memulai percakapan. Mereka memutuskan duduk di bangku taman yang mendapat penerangan remang-remang dari lampu taman. Rizal berdehem lirih untuk menetralkan suaranya, “seperti yang tadi saya bilang. Saya akan menanggung biaya rumah sakit ayah kamu!” Sepanjang perjalanan dari bangsal tempat ayahnya dirawat menuju taman rumah sakit, Wina berpikir keras maksud dari perkataan sang dokter residen. Hingga ia mendapat sebuah pemikiran yang menurutnya paling masuk akal. “Dokter merangkap jadi rentenir, ya?” “A-apa?!” Mata sipit Rizal membulat seketika. Baru kali ini ia dituduh seperti itu oleh orang lain. Orang asing pu

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 4-Pertimbangan Wina

    Setelah obrolan semalam dengan dokter Rizal, Wina jadi tidak bisa tidur nyenyak. Kartu nama yang semalam diselipkan di saku jaketnya hanya dibolak-balikkan hingga salah satu ujungnya tak lagi runcing. Tawaran itu sungguh menggiurkan, tapi beresiko dan sulit. Ia meletakkan kartu nama berwarna biru itu di atas nakas dekat dengan piring yang hanya berisi 3 buah jeruk. Kemudian ia mengambil smartphone-nya dan kembali membuka 2 pesan yang belum dibalasnya. Kata Pak Gun kamu harus secepatnya ngajuin judul skripsi. Ngejar target wisuda semester ini. GAK USAH CUTI LAGI! Pesan dari Edo—teman kuliahnya—membuatnya tersenyum pedih mengingat alasan mengapa ia cuti kuliah. Semester kemarin, seharusnya ia disibukkan dengan skripsi dan persiapan wisuda dari pendidikan strata 1 jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Tapi kecelakaan sepeda motor yang ditumpangi ayahnya, ibunya, dan adik pertamanya membuat Wina sibuk di rumah sakit. Ayahnya selamat, tapi sudah lebih dari 4 bulan terbaring koma. Adik per

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 5-Keputusan

    Sayang sekali ruang inap ayahnya dan kantin rumah sakit jaraknya cukup jauh. Jadi Wina harus lari mengejar waktu sebelum pukul 12 siang. 11.57! Hosh..hosh Melihat Rizal duduk di kursi ujung kantin, Wina segera berlari dan berhenti tepat di belakang Rizal sambil menata nafasnya. “11.58! Dua menit lagi perjanjian hangus,” tegur Rizal sambi melihat jam tangan tanpa menoleh ke arah Wina. Sembari menyeka keringat, Wina berjalan dengan wajah cengengesan. Tanpa disuruh, ia duduk di kursi sebrang laki-laki yang mengenakan kemeja merah maroon yang sudah tidak rapi. Belum lagi matanya yang sangat terlihat sayu. Ngantuk katanya. “Kan masih ada last minute, Dok.” “Jadi?” tanya Rizal menagih jawaban begitu selesai menyeruput separuh gelas jus jambu. Dengan senyum yang dibuat manis, Wina menggeser gelas milik Rizal yang masih terasa dingin ke arah kiri. Ia mengulurkan tangan kanannya pada Rizal. “Deal!” Akhirnya, Wina mengambil keputusan yang tanpa ia sadari akan mengubah rute hidupnya. Be

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 6-Perjanjian Kerjasama

    Seperginya Edo, Wina segera menghubungi Rizal untuk mengirimkan e-mail tentang perjanjian kerjasama aneh mereka. Kerjasama ini merupakan pekerjaan ter-absurd yang pernah ia temui. Tapi harus ia terima karena sedang membutuhkan biaya banyak. Semester ini memang bulan-bulan terberat bagi Wina dan keluarganya. Bahkan ia pernah berpikir untuk berhenti kuliah karena tidak tega melihat ibunya harus bekerja keras mencari nafkah, mengurus rumah, memikirkan suami dan anaknya. Ketika Wina meminta izin untuk berhenti kuliah dan memutuskan untuk bekerja, ibunya langsung menolak dengan tegas. Bagi ibunya, jika ia tidak bisa memenuhi kebutuhan anaknya, maka ia tidak ingin menambah beban anaknya. Ting! Bunyi pesan di ponselnya membuyarkan lamunan Wina. Pesan melalui e-mail dari Rizal tentang perjanjian kerjasamanya. Ia segera membuka dan membacanya dengan seksama. PERJANJIAN KEJASAMA Misi Rahasia Nama : Rizal Dwi Hermanto Selanjutnya disebut sebagai pihak PERTAMA Nama : Wina Widyawati Selan

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 7-Drama Wina si Bocah

    Saat ini Wina sedang berada di minimarket untuk membeli beberapa camilan ringan. Lebih tepatnya camilan murah, sih. Ia sangat terkejut karena melihat Dirga—Target Misinya—sedang mengantri di kasir. Winapun langsung bersembunyi di rak-rak jajan sambil mengawasi targetnya. Ia juga melihat si Dokter Cerobong Asap menenteng snack, lalu merogoh uang bergambar dua tokoh proklamator Indonesia. Memang sih, Wina juga ragu kalau sang dokter masih mengingatnya. Tapi untuk berjaga-jaga, ia bersembunyi dengan bergeser ke bagian mesin penyeduh kopi dan mie instan. Lumayan deh buat hangat-hangat mie-nya. Setelah beberapa menit Wina yakin Dirga sudah pergi, ia pun berniat untuk membayar di kasir. Tapi naas, mie instan dalam cup yang masih panas tumpah karena ia menabrak laki-laki di belakangnya. “Oh, Shit!” teriak laki-laki yang tingginya 30 centi di atas Wina. “Maaf-maaf,” ucap Wina dengan tangan sibuk membersihkan mie instan yang berserakan menempel di kemeja biru langit milik laki-laki kini se

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 8-Antara Wina dan Sheryl

    Dirga membanting pintu ruangannya dengan emosi yang siap meledak. Melemparkan kantong plastik berisi aneka snack di atas sofa panjang. Buru-buru ia membuka kancing kemeja dan segera membersihkan diri di washtafle. Beruntung ia masih menyimpan baju cadangan di loker, jadi tidak perlu repot balik lagi ke apartement-nya. Andai sebentar lagi tidak ada jadwal operasi, ia lebih memilih untuk segera mengejar si Bocah SMP yang sudah dua kali menipunya terang-terangan. Dan bodohnya, dia selalu tertipu. Selesai berganti pakaian, Dirga menatap wajahnya di cermin cukup lama. Ia membasuh mukanya untuk meredam amarah. Memang sih, uang yang dilepaskan bukanlah jumlah yang besar, tapi caranya itu, lho. Dirga tidak habis fikir, kok bisa ada anak kecil otaknya selicik itu? Ting! Pesan dari senior sekaligus dosennya yang dari tadi meminta untuk menggantikan operasinya bersama anak-anak koas membuat Dirga sedikit menurunkan amarahnya. Proffesor Riko—dokter spesialis bedah—itu memang sudah tidak sekuat

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 9-Jerat untuk Bocil

    “Sekarang siapa lagi korban penipuan kamu?” Tanya Dirga begitu berdiri tepat di depan Wina. Perasaan tadi aku udah menghindar, kenapa ketemu lagi sih? Gerutu Wina dalam hati. Iya, sebenarnya tadi Wina sudah melihat Dirga di loby rumah sakit, dan untuk menghindarinya Wina buru-buru lari ke taman. Ia merasa belum siap ketemu Dirga karena belum menyusun strategi untuk melakukan misi. Bahkan detail data diri Dirga sebagai amunisi saja belum Wina dapatkan dari Rizal. Jadi untuk sementara ia harus terus berpura-pura untuk jadi si Bocah SMP. “Kenapa diem aja?! Apapun keadaannya, perbuatan kamu itu tetap tidak bisa dibenarkan!” Mereka saling menatap dalam diam. Dirga yang menunggu jawaban, dan Wina yang tidak ingin menjawab. Kebetulan keadaan di taman lumayan ramai dengan orang-orang yang sedang menikmati matahari pagi. Tiba-tiba terlintas sebuah ide untuk Wina lari dari keadaan ini. Masa harus kaya gitu si? “eeeee...” “Kenapa? Gak bisa jawab kan?!” Hardik Dirga tak sabar menunggu jawa

Bab terbaru

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 119-Lagi Anget-Angetnya

    “Kita mau kemana, Om?” Tanya Wina begitu mereka beranjak dari kawasan rumah sakit. Gadis itu menoleh kanan-kiri karena merasa asing dengan jalanan di sekitarnya. Ini bukan jalan menuju apartemen, rumahnya, atau rumah baru ‘Om Dokternya’ alias pacar barunya.Ehm, Wina jadi tersipu sendiri dengan status baru mereka.“Makan dulu, gimana?”Berbeda dengan Wina yang ekspresif, Dirga memang nampak lebih tenang. Tapi di balik wajah kalemnya, hatinya tengah meletup-letup bahagia. Hatinya yang mulanya berwarna monochrom kini berubah warna-warni.“Oke, mau makan dimana?” Wina bertanya antusias. Sebenarnya makan dimana saja pasti mau, kok. Apalagi disaat kasmaran, makanan apapun juga akan terasa enak.“Delivery Order saja, ya?” Tanya Dirga hati-hati. Ia melirik sekilas pada gadis mungil yang duduk manis di sampingnya. Sedikit was-was saja jika gadis yang baru beberapa menit lalu dipacari akan ngamuk.“Oke, terus mau dimakan dimana?” lagi-lagi Wina bertanya. Ia penasaran saja. Mau dibawa kemana si

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 118-Resmi

    “Wina, gimana kalau mulai hari ini kita pacaran?”Gadis mungil itu menoleh. Menatap horor pada pria di sampingnya yang baru saja melontarkan entah sebuah pertanyaan atau ajakan. Tak mau ke-geeran, Wina bertanya untuk memastikan. Siapa tahu tadi hanya halusinasinya saja.“Maksudnya?”Dirga tersenyum. Wajahnya terlihat sangat tenang. Padahal jantungnya sudah deg-degan heboh. Tangannya bertaut untuk mengurangi kegugupannya. Sungguh ini tidak ada dalam rencananya. Benar-benar dadakan.“Ya, kita pacaran.” Kali ini suaranya lebih mantap dari ajakannya yang pertama tadi.Oke, Dirga memang selama ini belum pernah mengajak gadis manapun kencan. Justru dari dulu ia malah lebih sering mendapatkan surat cinta, pengakuan langsung, dan serba-serbi ajakan kencan lainnya.Dirga juga sadar, kok. Bahwa ajakannya kali ini terdengar sangat tidak niat. Apalagi ‘nembak’ di halter seperti ini. Tanpa bunga, tanpa coklat, tanpa kata-kata manis. Sungguh tidak ada romantis-romantisnya sedikitpun.Seratus persen

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 117-Pacaran, Yuk!

    Wina berjalan lesu menuju kamar inap ayahnya. Langkah ringannya berubah berat setelah mendengar rumor tentang Dirga dan Sheryl. Apalagi banyak perawat yang bilang mereka sangat cocok karena sama-sama dokter spesialis lah, sama-sama orang kaya lah, sama-sama cerdas, dan ‘sama-sama’ lainnya.Ya, memang serasih sih, mereka.Wina menatap pantulannya di cermin yang terpasang di dinding. Lihatlah penampilannya! Ia menoleh ke kanan, membayangkan Dirga berdiri di sampingnya.Ya, memang sangat tidak cocok, sih.Wina yang semoengil itu, Dirga yang segede itu. Si kaya dan si miskin. Si cerdas dan si gak pinter. Si pewaris dan si beban keluarga. Si tampan dan si... si..., si imut! Iya Wina gak jelek, cuma Sheryl aja yang kelewat cantik. Begitulah Wina menghibur diri.Puas memandangi dirinya di cermin, Wina melanjutkan perjalannya ke tujuan awal. Kamar inap ayahnya. Seperti sebelumnya, setiap membuka kamar ayahnya, ia selalu berharap sang ayah akan membuka mata dan menyambutnya. Meski hanya sekeda

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 116-Pacar Dokter Dirga, Katanya

    “Perkenalkan, Tuan Johan. Ini Dirga, PACAR saya!”Pacar? Dirga menoleh horor pada sahabatnya. Seingatnya ia tidak pernah mengajak sahabatnya untuk berpacaran atau diajak berpacaran. Tadi dokter kandungan berparas cantik itu hanya menyuruhnya datang ke ruangannya saat istirahat. Katanya ada hal yang penting.Jadi, apakah ini yang dimaksud penting?Sedangkan Johan, pria itu tak gentar sedikitpun dengan perkenalan Sheryl. Ia maju selangkah ke arah pria berseragam dokter dan mengulurkan tangannya. “Kenalkan, saya Johan. Calon TUNANGAN Sheryl,” ucapnya dengan menekankan kata ‘tunangan’.Oh, jangan lupa senyum ramah yang terpatri di wajah pria berambut cepak itu. Dirga seperti tidak asing dengan ekspresi wajah seperti itu. Aaah, Dirga ingat. Ia biasa melihat itu pada wajah sepupunya, Aldo.Lalu dengan menahan tawa, Dirg pun menyambut uluran tangan tersebut. “Perkenalkan saya dokter Dirga, saya_”Belum selesai Dirga memperkenalkan diri, Sheryl tiba-tiba merapatkan tubuhnya dan menggamit erat

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 115-Calon Suami Datang

    Rumah sakit pada saat menjelang jam istirahat masih sangat ramai. Termasuk pada Poli Obgyn, dimana Sheryl sedang bertugas. Namun, belum waktunya beristirahat asistennya memberitahu bahwa ada orang yang mencarinya. “Siapa? Pasien?” Tanya Sheryl pada wanita berseragam perawat itu. Asistennya menggeleng, “Katanya penting. Orangnya ganteng, Dok.” Seloroh sang asisten dengan senyum menggoda. “Namanya kalau tidak salah Johan,” imbuhnya. Sheryl langsung menegakkan duduknya kala mendengar nama itu. Nama yang akhir-akhir ini membuatnya berantakan dan bertindak tak biasa. Hatinya mendadak tak tenang. Apa sebenarnya tujuan pria itu datang ke tempat kerjanya? Tak cukupkah teror yang selama ini ia berikan pada pria itu? “Suruh nunggu saja, Sus. Nanggung sebentar lagi istirahat,” perintah Sheryl pada sang asisten. Setelah asistennya pergi, buru-buru ia mengirimkan pesan pada sahabatnya untuk segera datang ke poli obgyn saat istirahat. *** Tak perlu menunggu lama, dokter kandungan cantik itu b

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 114-Kata Ibu

    Wina merebahkan tubuhnya di kasurnya yang tak begitu empuk. Ia menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong. Pikirannya kembali pada pertemuannya dengan Dirga tadi pagi di pemakaman. Ingin rasanya tadi memeluknya atau sekedar menyapa memberi semangat. Tapi ia sadar, tadi bukan waktunya untuk ikut campur. Mungkin lain kali?“Nduk, makan dulu!” Ajak ibunya dari arah dapur. Ya, tadi selesai jam kerjanya di caffe, gadis itu memilih pulang ke rumah. Kangen rumah, kangen keluarga kecilnya juga. Sedikit jenuh juga dengan suasana malam di rumah sakit.“Iya, Bu!” Sahutnya sedikit berteriak. Kemudian ia bangkit. Melepaskan hoodienya yang sedari tadi masih menempel di tubuh mungilnya.Aroma opor ayam yang lezat langsung menyeruak di indra penciumnnya begitu kakinya tiba di dapur. Ibunya sibuk memindahkan hasil masakannya dari panci ke meje makan. Tidak ada meja makan mewah di rumah sederhana itu, hanya meja kecil dengan empat kursi yang sama-sama terbuat dari kayu.“Adek mana, Bu?” Tan

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 113-Orang Tua Dirga

    Hari ini adalah hari yang paling tidak ingin Dirga ingat. Saat hari peringatan itu tiba, rasanya pundak pria menjadi sangat berat. Meski tak ada yang mengatakan secara langsung, ia merasa semua orang menyalahkannya atas kepergian Dira, adik perempuannya.Kejadian naas yang menimpa adiknya dulu masih meninggalkan luka dan trauma baginya dan juga orang tuanya hingga saat ini. Rasa bersalahnya tak juga sirna meski sudah lebih dari 2 dekade adiknya menyatu dengan tanah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun inipun ia pergi ke tempat istirahat terakhir sang adik. Andai diberi kesempatan sekali untuk bertemu adiknya, ia ingin sekali mengucapkan maaf.Maaf karena tidak bisa menjaganya.Maaf karena tidak bisa menyelamatkan.Terlebih lagi saat melihat wajah sedih mamanya kala itu. Bagaimanapun kehadiran Dira sangat diharapkan oleh kedua orang tuanya. Setelah melahirkan Dirga, mamanya pernah hamil lagi dua kali. Namun dikehamilan itu mamanya keguguran. Keduanya pula adik dirga berjenis kelamin

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 112-Kilas Balik Keluarga Dirga

    Saat Rizal sibuk menabur bunga di atas sebuah makam, Wina hanya diam. Matanya melirik pada Dirga yang hari itu nampak tak ada semangat. Selain gagalnya sidang tesis waktu itu, ini kali pertama Wina melihat cucu emas Hermanto itu sangat muram. Ia seakan tak mengenali wajahnya. Mereka seolah orang asing yang berada di tempat yang sama.Tak mau mengganggu kekhidmatan pria yang belum lama masuk ke hidupnya, Wina memilih sedikit menjauh. Netranya menjelajah area pemakaman umum itu, hingga matanya melihat rombongan yang sama-sama mengenakan pakain serba hitam mendekat ke arah mereka.Laki-laki dan wanita yang Wina tebak adalah suami-istri berjalan dengan dipayungi pria-pria kekar di samping mereka. Dari kejauhan saja terlihat romobongan itu sangat berkelas, entah itu dari pakaiannya yang mahal atau cara berjalannya. Apalagi paras suami-istri itu sangat good looking.Saking fokusnya, Wina sampai tidak sadar rombongan tersebut mendekat ke arahnya.“Om, tante.” Sapa Rizal membuyarkan fokus Win

  • Penakluk Hati Om Dokter   Part 111-Hari Peringatan Kematian

    Wina melangkahkan kaki pendeknya memasuki caffe yang masih sepi. Hari ini ia memang berniat berangkat kerja pagi, karena sorenya ada bimbingan skripsi dengan Dospem-nya. Tapi ia terpaksa lebih pagi dari jam kerjanya karena si boss menyuruhnya ke caffe dua jam lebih awal. Jelas caffe masih sangat sepi.Di pelataran caffe, ia melihat mobil atasannya terparkir. Karena di lantai bawah tak ia temui siapapun, sudah pasti Rizal alias owner caffe itu berada di ruang kerjanya. Winapun memutuskan langsung ke atas. Di ketuknya pintu kayu itu. Setelah terdengar sahutan dari dalam yang menyuruhnya masuk, gadis itu segera membuka pelan daun pintu itu.Setelah melihat atasannya mengenakan pakaian dengan warna senada dengannya, Wina mengernyit heran. “Kak, ini kita mau ngelayat?” Tanyanya, sebab boss-nya itu tadi pagi menyuruhnya untuk memakai baju serba hitam dan tentunya pakaian yang sopan.Dari pantulan cermin besar yang tersandar di dinding ruangannya, Rizal dapat melihat jelas ekspresi Wina. “Bu

DMCA.com Protection Status