Setelah kejadian yang sangat memalukan itu, Camille dan kedua temannya memutuskan mendatangi sebuah tempat karaoke dan menyewa satu ruangan untuk melampiaskan kekesalan mereka.
Brak!
“Sialan si Angel itu! Sumpah, aku malu banget tadi! Iggghhh!!!” kesal Camille sambil mengepalkan kedua telapak tangannya dan menghempaskan tubuhnya di sofa.
“Iya, lama-lama si Angel itu semakin melunjak, ya! Sementang dia anak dari keluarga yang sangat kaya, jadi dia bisa seenaknya saja mempermalukan orang lain di depan umum seperti tadi. Aduh, kalau tak memikirkan terancam di keluarkan dari kampus karena membuat keributan di depan umum, apalagi ada Rektor yang turut hadir disana, sudah ku habisin dia,” sahut Sherly ikut menghempaskan tubuhnya di sofa. “Iya, apalagi dia muncul secara tiba-tiba, dan langsung menyudutkan kita. Hmm, mungkin kalau aku memiliki banyak uang, mungkin aku akan membayar se“Hai, Max,” “Hans? Kamu datang terlambat lagi hari ini. Ada masalah?” “Ah, tidak ada kok. Tadi, ada sedikit perdebatan saja di kampus. Sekalian, aku mampir sebentar ke makamnya ayahku,” “Perdebatan? Perdebatan apa yang sampai membuatmu datang terlambat ke toko kita ini, Hans?” “Ah, tidak ada, Kok. Hanya masalah kecil saja.”Hans, seorang pria tampan bermata biru dengan gaya rambut pendek berwarna pirang, yang tadi sempat membantu Angel menyelesaikan permasalahan yang menimpa Michael. Setelah masalah selesai, Hans langsung menghilang entah kemana, di tengah kemenangan yang berhasil di raih oleh Michael, atas kesalahpahaman yang membuat wajahnya menjadi memar karena pukulan dari para Mahasiswa itu.Hans adalah sosok seorang pria yang sedikit pendiam dan tertutup. Semenjak kematian sang ayah yang masih belum diketahui penyebabnya, membuatn
“Relasi katanya, hmm … bagaimana caranya, ya? Biasanya, kalau ingin mempromosikan sesuatu itu, apa saja yang dibutuhkan, ya? Hmm ….”Hans berjalan di pinggir trotoar sambil memikirkan cara, agar toko roti peninggalan ayahnya itu bisa menjadi ramai seperti dulu. Temannya Max mengatakan kalau, dia ingin membuat tokonya itu menjadi ramai seperti dulu, dia harus menambah relasi atau berteman dengan banyak orang. Namun, cara itu sepertinya sangat sulit untuk dilakukan olehnya. Secara, dia tidak terlalu aktif di kampus, berbaur dengan para Mahasiswa lain. Dia lebih memilih untuk menyendiri, menyelesaikan pelajarannya di kampus dan pulang. Dia lebih sering menghabiskan waktunya dengan membaca buku di perpustakaan, dibanding berkumpul dengan Mahasiswa lain.Lalu, saat Hans tengah berjalan seorang diri, tiba-tiba dia melihat beberapa orang yang tengah berdiri tepat di seberang jalan, sambil membagi-bagikan selembaran kertas kepada orang-orang yang meli
“Lho, ternyata anda …, dulunya adalah seorang pemulung, Nona?” tanya Michael dengan raut wajah yang sangat terkejut. “Nona? Ngel, mengapa tuan muda ini memanggil kamu dengan sebutan Nona? Bukankah, kamu hanyalah seorang pemulung dan … karena bantuan Nyonya Karin, kamu bisa berpenampilan layak seperti sekarang ini, iya ‘kan?” tanya balik Wanita itu merasa kebingungan mendengar pertanyaan Michael. Wanita itu, dulunya merupakan seorang pelayan yang pernah mengusir Angel, ketika dia tengah memungut barang bekas di tempat pembuangan sampah yang ada di depan restoran itu. Wanita itu juga yang pernah menarik tangan Angel secara paksa, ketika Angel masuk bersama dengan Nyonya Karin dan anaknya Rachel untuk makan bersama. Dia hanya tahu kalau Angel hanyalah seorang pemulung yang hidupnya sedikit berubah karena bantuan Nyonya Karin. “Eh, tunggu dulu … Nona, coba anda jelaskan apa yang barusan dikatakan olehnya! Eh, tapi Joe tida
“Hmm, ini ‘kan brosurnya W Mall? Mall yang ada di sebelah toko ini, ‘kan? William Mendez? Hmm ….”Sembari menunggu Pria itu kembali, Hans melihat-lihat brosur yang berserakan di atas meja, dekat dengan mesin cetak itu. Tiba-tiba, pandangannya terfokus pada brosur milik W Mall dengan foto William yang terpampang jelas di halaman depan brosur itu. Kemudian, dia melihat-lihat isi dari brosur itu satu persatu dan tiba-tiba, “Nah, ini dia brosurnya ….”Pria itu datang kembali bersama dengan dua lembar brosur di tangan sebelah kanannya. Mendengar itu, Hans pun kembali meletakan brosur itu ke atas meja, dan berpaling ke Pria itu. “Nah, ini dia! Wah, ternyata ayah saya mencetak brosurnya disini. Pantas saja, saat itu toko rotinya sangat ramai,” kata Hans pada Pria itu. “Iya, saat itu memang toko roti kalian sangat terkenal dan yang paling membuat
“Hei, Joe! Kenapa kamu diam saja, benar apa yang saya katakan tadi, ‘kan!” bentak Michael. “Pemulung? Oh, maksud anda, Nona Angel?” tanya Joe. “Untuk apa kamu memanggilnya Nona? Sudah lah, saya sudah tahu semuanya! Dia itu tidak lebih dari seorang pemulung yang hidupnya bergantung dengan Nyonya Karin! Dasar penipu!” Joe mencoba mencerna perkataannya. ‘Awalnya mereka akur, tapi …, mengapa tiba-tiba menjadi seperti ini, ya? Nona Angel menghubungiku tadi dengan nada bicaranya yang pelan dan tersengguk-sengguk. Apa yang sebenarnya terjadi, ya?’ batin Joe.Dia terlihat diam sambil mengelus-elus dagunya dan sesekali menatap kearah Michael. Dia masih sangat bingung harus menjawab apa. Kalau sekiranya jawabannya salah, Angel pasti marah padanya. “Hmm, maaf sebelumnya, Tuan. Kalau saya boleh tahu, apa yang sudah terjadi pada anda dan Nona Ang
“Hehe, saya juga tidak tahu, Nyonya … tiba-tiba, Nona Angel menghubungi saya dengan nada bicaranya tersendat-sendat seperti orang yang tengah menangis terseduh-seduh. Dia meminta saya untuk menghancurkan bangunan ini dan membatalkan kontrak kerja samanya,” ucap Joe sambil menunjuk kearah bangunan yang sudah hancur itu. “Angel menangis? Kenapa, Joe?” tanya Nyonya Karin. “Saya juga tidak tahu, mengapa beliau bisa menangis sesedih …,” “Saya membentaknya. Awalnya, saya memintanya untuk menjelaskan mengenai perkataan dari si pemilik restoran itu yang mengatakan, kalau Nona Angel hanyalah seorang pemulung yang hidupnya bergantung pada anda, Nyonya. Akan tetapi, beliau tidak menjawab pertanyaan saya dan memilih untuk meminta saya untuk mengantarkannya pulang. Saya tidak mau dan malah menghinanya. Seketika, air matanya menetes, dan dia pun berlari keluar restoran,” potong M
Plak!Angel berdiri dan seketika mendaratkan sebuah tamparan yang sangat keras ke pipi kirinya Samuel. Lalu, dia kembali diam dengan tatapan mata yang sangat tajam dan nafasnya yang terengah-engah mengarah ke Samuel, seperti ada yang sedang merasukinya. Melihat itu, Fanny langsung menghampiri Angel, lalu menggoyang-goyangkan tubuhnya sambil berkata, “Hei, sadar kamu, Ngel! Hei, itu Samuel, lho! Woi!”. Plak!Dengan kesalnya, Chelsea berjalan menghampiri Angel, lalu memutarkan tubuh Angel menghadap kearahnya dan langsung mendaratkan sebuah tamparan keras di pipi kirinya. “Kamu gila, ya? Sadar kamu, woi! Apa yang mengganggu pikiranmu sampai-sampai kamu seperti orang yang sedang kerasukan seperti ini?” bentak Chelsea. “Hah? Eh, Chelsea? Fanny? Cassey? Sejak kapan kalian berada disini, dan … kenapa kalian terlihat marah?”Seketika Angel tersadar setelah terkena tampar
“Huh, akhirnya selesai juga brosurnya. Hmm, bapak itu bilang kalau … tempat yang cocok untuk menyebar brosur ini adalah, tempat yang tidak terlalu jauh dari tokoku. Lalu, mintalah bantuan teman. Hmm …, tapi siapa yang bisa ku mintai tolong, ya? Secara ‘kan, aku hanya punya Max.”Saat di perjalanan, Hans terlihat sangat bahagia melihat setumpukan brosur tokonya yang telah selesai dicetak. Sembari mengemudi, dia sesekali melihat kearah brosur-brosur itu. dia sangat senang dan tidak sabar untuk membuat tokonya kembali ramai seperti dulu, saat ayahnya masih hidup dan menjalankan toko itu. Namun, tiba-tiba dia bingung setelah teringat kembali tentang perkataan dari si pria tadi yang menyuruhnya untuk meminta bantuan teman-teman untuk menyebar brosur itu. Secara, dia hanya memiliki satu orang teman yang tak lain adalah Max.Berhubung dia masih awam di bidang promosi, jadi dia harus berpikir keras. Ditambah lagi, dia hanya memiliki satu orang t
Angel, Fanny, Chelsea, kedua Pekerja Toko menatap kearah salah seorang rekan Chelsea yang tengah sibuk membungkam mulut Emma yang sejak dari tadi selalu memotong perkataan Angel. “Hadehhh ….” Angel menggelengkan kepala sambil menghela napas. “Oke, jadi ….”Angel melanjutkan perkataannya dengan menceritakan apa yang sudah terjadi saat Angel pergi bersama dengan Joe ke sebuah Cafe. Dia juga menceritakan kalau sebelum itu, dia dan Joe menemui Alan di Cafe itu. “Apa?! Pria yang menggoda Emma saat kita tiba di depan Club malam kemarin, Ngel?!” tanya Fanny, terkejut. “Iya, Fann! Parahnya lagi, mereka berdua membawa satu orang temannya dengan tubuh yang … wah, tinggi dan kekar! Kalian tahu Joe setinggi apa, ‘kan? Nah, Pria bertubuh kekar itu bahkan jauh lebih tinggi,” jelas Angel. “Terus – terus?!” sahut Chelsea penasaran. “Hup! Hup!” Plak! “Ouchh! Sakit, Emma!” “Hufffttt … huh! Makanya jangan menutup mulutku! Apa tadi, Ngel? Pria yang kemarin kamu dan … h
Tok … tok … tok …Setelah kejadian yang tak terduga di Cafe, Angel langsung pergi menggunakan mobil milik Joe. Sebenarnya Angel tidak melarikan diri karena sudah memukul dua orang Pria yang tiba-tiba mengganggu-nya dan teman-temannya, akan tetapi alasan dia langsung pergi meninggalkan Cafe karena seluruh mata para pengunjung sudah tertuju padanya saat itu. Dia tidak ingin karena kejadian itu, namanya beserta keluarganya menjadi rusak. Begitulah yang sedang dipikirkan Angel saat itu. “Hmm … ah, hmm … apa ya? Hmm ….”Sembari mengemudikan mobil dan berpikir, Angel mengetuk jari telunjuknya beberapa kali ke stir mobil. “Jadi …, kenapa aku langsung pergi ya?”Terlihat, dia berbicara kepada dirinya sendiri di dalam mobil. Dia tampak masih memikirkan kejadian yang sudah terjadi di Cafe. “Nggak! Bentar-bentar. Kalau aku pergi, bukannya terlihat seperti melarikan diri, ya? Yang harusnya bersalah ‘kan mereka dan bukan aku? Kenapa harus aku yang pergi? Takut reputasiku jelek dimata p
Salah seorang Pelayan naik ke lantai dua dan menghampiri Pria itu, dengan tangan yang masih menempel di wajah salah seorang temannya. “Ah, ma – maaf, Tuan, sepertinya pengunjung yang lain merasa sedikit terganggu, hehe. M – mohon maaf, kalau ingin berkelahi … silahkan di lu …,” Gedebam! Brak! Praaang!!! “Hiyaaa!!!” “Hiyaaa!!!” “Hiyaaa!!!”Pelayan itu langsung terlempar dan menghantam salah satu meja makan yang sedang digunakan oleh dua orang pengunjung, dan piring serta gelas yang ada di atasnya langsung terhempas ke lantai. Setelah melakukan itu, perlahan wajah Pria itu kembali menoleh kearah Angel. “Jadi, bagaimana?” tanya Pria itu, masih dengan tatapan yang sama kearah Angel. Tap … tap … tap … “Atau … mau lebih di perjelas, kah …,” Tap! Gedebam! Gubrak!!! Gedebam! Gedebam! “T – Tuan! A – ah, sialan! Berani sekali ka …,” Tap! Gedebam!Saat Pria kekar itu baru saja melangkahkan satu langkah berniat berjalan kearah A
“Oke, sekarang serius! Kamu tahu cerita itu dari mana?”Piring – piring yang ada di atas meja sudah tampak kosong. Hanya tersisa sebagian kecil dari sisa makanan yang dipesan, tertinggal di atas piring. “Hmm? Maaf, sebentar ….” Joe membersihkan mulutnya terlebih dahulu menggunakan serbet yang telah di sediakan. Setelahnya, dia menikmati minumannya. “Apa tadi?” lanjutnya, bertanya. “Itu tadi, kamu bercerita tentang masa lalu saya. Seolah-olah, anda tahu banyak tentang saya, ya,” kata Alan. “Hmm …, bagaimana cara menjelaskannya, ya …,” “Kenapa, Joe? Kok kamu terlihat bingung begitu? Kamu memang mengenal Alan, ‘kan? Nyam – nyam … ya … asdjahkdjah …,” “Nona Angel … habiskan dulu makanan anda yang ada di dalam mulut. Jangan bicara sambil mengunyah makan loh,” Glek! “Ahh! Maaf, Joe. Nah, betul ‘kan? Memangnya apa yang membuat kamu begitu sulit untuk menjelaskannya kepada Alan?” tanya Angel, selesai mengunyah dan menelan makanannya.Alan dan Joe sudah menyelesa
Pukul Delapan pagi, “Kesini … dari bangunan ini ditarik kesini … hmm, apa cocok? Coba kalau begini? Hmm … kayaknya bagus!? Oke, begini saja!” “Alan … uhuk – uhuk! Alan …,” “Hmm?” Tap … tap … tap … “Iya, Nek, ada apa?” “Kamu lagi apa, Nak?” “Aku lagi menggambar bangunan, Nek! Sebentar lagi selesai, Nenek mau lihat?” “Uhuk – uhuk! Ck! Wah, bagus sekali gambar kamu. Sepertinya kamu memiliki bakat menggambar, ya …,” “Bakat? Apa itu, Nek?” “Hehe … bakat itu, hmm …, bagaimana Nenek menjelaskannya ya? Intinya kamu bisa dan suka menggambar, iya ‘kan?” “Iya, Nek! Tapi entah kenapa akhir-akhir ini aku suka menggambar bangunan, Nek. Padahal dulu, aku suka menggambar hewan, buah-buahan … ah, mobil-mobilan juga aku suka, Nek!” “Ha – ha – ha … uhuk! Ck! Ah … Nenek mau memperkenalkan kamu dengan seseorang. Kamu ‘kan suka menggambar bangunan, nah kebetulan orang ini juga suka. Dia adalah kenalannya Nenek,” “Siapa, Nek?” “Nanti, sebent
Karena cara duduk pengunjung Cafe disana sangatlah tidak cocok di pandangan matanya. Sebenarnya dia sangat kesal dan ingin sekali meminta para pengunjung untuk melakukan apa yang dilakukan oleh Angel dan Joe tadi. Akan tetapi, sepertinya itu tidak mungkin. “Memangnya kenapa, Alan? Kenapa kami harus mengubah posisi kursi?” tanya Angel. “Ah, tidak apa-apa kok, Nona. Supaya enak dipandang dan tidak terlalu banyak makan tempat. Takutnya pengunjung yang lain, yang ingin menggunakan meja makan yang ada di belakang anda, sedikit kesulitan,” jelas Alan, sedikit berbohong.Angel langsung menoleh kearah meja yang ada di belakangnya dan ternyata jarak dari kursi yang tengah digunakan olehnya dengan meja makan itu terbilang cukup jauh. Jika ada pengunjung yang ingin menggunakan meja makan itu, jika salah satu kursi yang ada disana ditarik ke belakang juga tidak bersentuhan dengan kursi Angel. Angel sempat kebingungan mendengar alasan dari Alan itu. Akan tetapi, dia tidak terlalu menangga
“Udah ya, duh … kayaknya kita telat nih. Yaudah deh, kami jalan dulu, ya?” “Iya, hati – hati di jalan, Ngel ….”Angel mengangguk sekaligus melontarkan senyum kepada teman-temannya. Setelah itu, Angel dan Joe pun keluar dan langsung pergi menuju mobil SUV putih milik Joe, dan setelah itu mereka pun berangkat pergi. “Eh, si Angel dan si Joe mau kemana?”Setelah Angel dan Joe pergi meninggalkan rumah, Cassey pun masuk ke dalam rumah. Dia langsung pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya, setelah itu mengambil handuk dan mengeringkan wajah serta keringatnya sembari berjalan ke ruang tamu. Lalu, dia pun bergabung dengan teman-teman yang lain. “Lah, kamu nggak tanya tadi, Cass? Tadi ‘kan pastinya kamu berselisih sama mereka?” tanya Fanny. “Nggak. Tadi aku masih lari, &lsquo
Tap … tap … tap … “Udah, Ngel?” “Hmm? Udah? Udah apanya, Chel?” “Itu tadi kamu mau lihat si Cassey, ‘kan? Udah belum?” “Oh, udah kok, tapi dia masih olahraga di luar. Ah, Joe … kita keluar, ya?”Di dalam rumah, terlihat teman-teman Angel masih berkumpul di ruang tamu. Setelah bertemu dengan Alan, Angel berniat untuk langsung bersiap-siap terlebih dahulu sebelum berangkat pergi ke Cafe yang telah dijanjikannya dengan Alan. Tak lupa, dia akan mengajak Joe untuk berjaga-jaga, kalau nanti pembahasan Alan mengarah ke bisnis atau semacamnya. “Kemana, Ngel?” tanya Samuel penasaran. “Iya! Joe aja nih yang di ajak? Kita nggak?” sahut Chelsea, bertanya pada Angel. “Hahaha … nggak kemana-mana kok.
“Tuh, di luar. Lagi olahraga,” sahut Fanny. “Tumben-tumbenan tuh anak olahraga? Biasanya juga masih tidur jam segini,” kata Angel. “Entah tuh … mungkin karena habis minum tadi malam. Padahal cuma sedikit saja, tapi dia langsung olahraga. Takut sakit mungkin, hahaha …,” sahut Chelsea sambil tertawa. “Huahhh … ck! Kalian nggak ikut?” tanya Angel, beranjak dari sofa. “Kemana, Nona?” sahut Joe, bertanya pada Angel. “Lihat si Cassey di depan. Yuk?!” ajak Angel. “Ah, kirain mau kemana tadi. Nggak jadi deh,” sahut Chelsea.Angel tak menjawab sepatah katapaun dan berjalan keluar rumah. Sesampainya di luar rumah, Angel langsung meregangkan tubuhnya sembari menghirup udara yang masih terasa segar. Terlihat sudah ada Cassey yang tengah berlari di sekitar halaman rumah. “Udah lama, Cass!?” teriak Angel, bertanya pada Cassey.Cassey yang tadinya sibuk berlari santai di sekitar halaman rumah, seketika berhenti dan langsung menoleh kearah Angel yang sedang berdiri