Selesai pesta, Elisa menghampiri kamar ibunya:” Ibu, jangan bertindak semaunya , Hendrik telah mengatakan dia siapa. Ibu jangan mencoba menekannya lagi, jika terjadi sesuatu dengan ibu karena ibu menekan dia, saya tidak bisa membantu.”
“Ya, saya tahu, saya akan berhati hati .” Kata Amanda.
“Ibu juga jangan sembarangan bicara bahwa menantu ibu adalah Tuan Muda Hendrik Snowander, karena musuh Hendrik di luar istana ini sangat banyak, jika sampai ibu disandera, saya takut tidak ada yang menolong ibu.” Kata Elisa mengingatkan ibunya.
“Ya,.”
“Jangan takut Elisa, ayah akan selalu mengingatkan ibumu. Kamu istirahatlah, bagaimana pembagian antara kamu dan Maureen? Apakah kamarnya menjadi satu?” Kata Benhard.
“Tidak, kamar
Keesokan harinya , mereka sarapan di ruangan perjamuan keluarga yang besar. Di Istana ini, memiliki dua ruangan untuk makan, jika hanya Hendrik sekeluarga, Hendrik hanya memakai ruangan yang kecil, tapi hari ini karena ada ayah ibu Elisa , kakek Baskoro dan kakek nenek Maureen jadi Hendrik menyuruh para pelayan menyediakan sarapan di ruangan makan yang besar. Hendrik duduk diujung meja dengan Elisa dan Maureen duduk di sebelah kanan dan kiri, diteruskan di sebelah Elisa ayah dan ibunya serta Elisabet dan Darren disebelah Amanda dan sebelah Maureen kakek dan neneknya. Kakek Baskoro duduk di ujung yang berhadapan dengan Hendrik. Karena selama ini Amanda dan Benhard memandang rendah Hendrik, maka pagi ini mereka salah tingkah sendiri dan menerima pandangan menghina dari
Di saat yang sama, di rumah kediaman Stefanus terjadi kericuhan dan jeritan jeritan yang tidak putus putus. “Hendrik kurang ajar, berani dia memperlakukan kita seperti ini, rumah apa ini? Begitu kecil dan kumuh.” Kata Stefanus marah. “Kamar saya juga begitu kecil, ranjangnya hanya pas pasan kami berdua, ayah keluarkan kartu debit kamu, mari kita ke mall, belanja kebutuhan dan perabotan, mana bisa kita memakai perabotan yang sederhana dan jelek ini.” Kata Samuel lagi. “Hayo, kita pergi, lihat ini ada pakaian yang belum dibuka, akan saya coba?” kata Merry mencoba gaun mahal Amanda dan ternyata muat. Lalu dengan bergaya, Merry memakai gaun itu dan mereka pergi dengan mobil yang tidak diambil oleh Hendrik, tapi mobil itu telah dipindah tangan ke Stefanus, sehingga kedepa
Sungguh licik pikiran Mellisa, dan dia juga berencana mau menceraikan suaminya. Tapi semuanya tidak sesuai rencana Mellisa, ternyata Mellisa disuruh kerja di gerai makanan yang baru dibuka di pinggiran kota metropolitan. Daerah terpencil dan sederhana. penduduknya tidak terlalu berada, jadi gerai ini boleh dikatakan sebagai amal dari Hendrik untuk penduduk disini. Di pertokoan sederhana, Hendrik membuka gerai makanan kecil seukuran 3 X 5 meter persegi, untuk jualan makanan ringan dan mellisa disuruh menjaga disini bersama dua pelayan yang lain, semuanya itu dibawa kuasa Hans Wilson. Memang tujuan Hendrik adalah untuk mempermalukan keluarga Stefanus. Sepulang dari tempat kerja Mellisa marah marah dan berkata:” Capai saya kerja disana, hayo kalian juga cari kerja
Tempat kerja Mellisa akhirnya diketahui teman mainnya dan mereka beramai ramai mendatanginya. Dasar, seperti peribahasa ada semut ada gula, setelah gula tidak ada semut juga pergi dan caci maki dan ejekanlah yang di dapat dan itu juga yang dialami Mellisa setelah dia bekerja disini sebulan lamanya. Tidak tahu siapa yang memasukan dia di media sosial dan juga di grup teman temannya. “Ha ha ha, ini kamu Mellisa, Mantu kaya keluarga Nicken akhirnya menjadi pegawai toko di toko terpencil ini.” “Ha ha ha, berapa gaji kamu sebulan? Cukup tidak untuk kita minum minum di cafe yang biasa kita datangi.’ “Pantas, selama ini kamu menghilang.” “Jadi miskin ya, “
Suasana di istana Puncak Gunung Berlian , sungguh berlawanan dengan keadaan keluarga Stefanus. Hendrik melewati kebahagiaan yang tak terkira dengan kedua istrinya yang mengandung anak anaknya. Sungguh kejutan yang menyenangkan Maureen memiliki anak kembar di kandungannya, kandungannya memasuki bulan ketujuh dan menurut dokter, kandungan Maureen sangat lemah, dia tidak boleh mengalami goncangan apapun dan juga tidak boleh ketakutan dan stress. Oleh karena itu, supaya Maureen dapat santai, Hendrik menyarankan Kakek dan Nenek Layran tinggal di istana juga , begitu juga kakek Baskoro. Untuk semua itu, Hendrik memperketat penjagaan untuk Istananya, Hendrik tahu, Keluarga Stefanus masih marah dengan keluarganya dan masih mencoba untuk membalas dendam kepada mereka.
POV STEFANUS NICKEN “Sial, karena salah perhitungan , kami mengalami kegagalan, saya lupa untuk mematikan kamera pengintai, karena merasa senang, Maureen tanpa penjaganya, jadi saya menyuruh saudara sepupu saya yang jadi dokter kandungan yang baru datang dari Amerika itu untuk bertindak.’ Batin saya dalam hati di saat saya dibawa ke kantor polisi. Saya sangat mengharapkan Maureen dan anak anak nya tidak mengalami hal yang berbahaya. Saya sudah menyuruh istri dan menantu untuk memantau keadaan mereka dan saya dengan was was menunggu kabar itu semua. Ternyata doa saya tidak dikabulkan, Maureen meninggal setelah sehari setelah operasi dan sialnya lagi anak anaknya normal dan tidak cacat sama sekali. Keinginan s
POV SAMUEL Saya sangat ketakutan ketika perbuatan kami diketahui oleh Hendrik dan dia juga mengajak para personil dari jaringan hitam yang terkenal itu, mereka sangat kejam sekali dan jika musuh mereka jangan harap dapat selamat. Untung polisi juga datang, dan saya merasa aman dibawa pergi oleh polisi, saya percaya kasus saya dan ayah akan selesai dengan damai. Maureen tidak akan kasar pada kami, dari kecil dia kenyang di siksa oleh saya dan ayah ibu pasti memenangkan saya, jadi saya yakin Maureen sangat takut pada saya dan ayah, dia tidak akan berani menghukum kami apalagi sampai di penjara. Nanti setelah kasusnya tenang, pasti ibu dan Mellisa akan datang membebaskan kami , karena Maureen mencabut tuntutannya. Jadi saya santai saja di dalam penjara.
POV DEMON Pulang ke negara leluhur bertemu dengan saudara sepupu saya, adalah hal yang menggembirakan. Tapi setelah bertemu dengan anak sepupu saya, luka lama karena kematian ibu dan adik saya terbuka kembali. Setiap melihat muka dan penampilannya yang seperti ibu saya, dendam saya sama gadis itu, kenapa dia hidup? Sedangkan ibu saya meninggal , jadi kemarahan saya saya lampiaskan kepada dia. Sayang ketika saya bertemu dengannya, kandungannya belum bisa dipacu untuk melahirkan paksa, jadi saya harus bersabar untuk menunggu kehamilannya untuk bisa dipaksa melahirkan, hal itu adalah biasa saya lakukan dan selalu terbebas dari hukum, ya, karena tiada bukti yang menguatkan Dengan senyuman yang menyakinkan saya selalu m