Vira benar-benar tidak bisa melukiskan kebahagiaannya saat ibunya akhirnya akan segera sembuh.
Satu Minggu berlalu...Ningrum sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah berangsur membaik, tetapi Ningrum masih berstatus sebagai pasien rawat jalan karena dirinya masih harus sering check up ke rumah sakit.Pagi ini Vira dan Panji sudah terlihat sangat rapi. Vira akan kembali bekerja sementara Panji akan kembali masuk sekolah setelah ia mengambil libur yang cukup lama."Ibu, makan dulu ya!" ucap Vira yang datang membawakan nampan berisi makanan ke kamar Ningrum. Vira mendapati ibunya yang sedang bersandar di dipan ranjang."Terimakasih, Vira.""Panji dimana? Apa dia sudah berangkat?" tanya Ningrum dan Vira pun mengangguk."Iya Bu, Panji baru saja berangkat," sahut Vira sembari menyuapkan makanan itu pada mulut Ningrum."Vira," ucap Ningrum."Iya Bu, ada apa? Apa ibu memerlukan sesuatu?" tanya Vira."Vira, darimana kamu mendapatkan uang sebanyak itu untuk biaya operasi ibu, Nak?" tanya Ningrum.Vira tertegun, meski dia sudah tahu bahwa pertanyaan semacam itu pasti akan dia dengar ibunya."Ibu tahu, biaya operasi ibu tidaklah sedikit Vira, dan ibu tahu bahwa kamu tidak mungkin memiliki uang sebanyak itu," imbuh Ningrum lagi.Vira masih terdiam, tidak mungkin dia mengatakan bahwa uang ia dapatkan dari hasil menjual dirinya pada atasannya.Vira tersenyum."Bu, ibu tidak perlu memikirkan hal itu. Aku mendapatkan pinjaman dari atasan tempatku bekerja, Bu," jawab Vira terpaksa berbohong."Vira, maafkan ibu karena ibu selalu menyusahkanmu. Seharusnya ibu yang menafkahimu tetapi malah kamu yang harus bekerja untuk ibu," ucap Ningrum."Kenapa ibu berbicara seperti itu? Aku ini putri ibu, jadi sudah sepantasnya aku berbakti kepada ibu," sahut Vira.Ningrum kemudian memeluk Vira dengan penuh kasih sayang."Kamu tahu Vira? Ibu merasa sangat beruntung memiliki putri sepertimu," ucap Ningrum.Deg! Senyum Vira seketika memudar didalam pelukan ibunya. Mungkin jika Ningrum tahu kebenarannya, mungkin dia tidak akan pernah memaafkan dirinya."Bu, maafkan aku. Aku terpaksa berbohong, aku terpaksa melakukan ini, Bu. Hanya itu satu-satunya jalan supaya ibu bisa segera di operasi," batin Vira dengan dada yang terasa sesak."Bu, sepertinya aku harus berangkat ini sudah siang, aku takut terlambat," ucap Vira."Iya Vira, pergilah!"Setelah Vira memastikan bahwa Ningrum sudah minum obat, dia kemudian segera berangkat ke tempat kerjanya.Jantung Vira berdebar-debar dalam perjalanannya menuju ke perusahaan tempatnya bekerja.Vira benar-benar merasa gugup saat ia memikirkan akan segera bertemu dengan atasannya.Vira kini sedang berdiri menatap gedung pencakar yang menjulang tinggi dihadapannya. Andai saja ia bisa, ingin rasanya dia kabur saja.Vira menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam sana."Vira," ujar seorang wanita yang langsung menghampiri Vira begitu ia masuk ke tempat kerjanya."Ana!" Vira langsung memeluk Ana, sahabatnya itu."Bagaimana operasi ibumu? Apa semuanya berjalan dengan lancar?" tanya Ana. Vira pun mengangguk sambil tersenyum."Syukurlah, aku turut lega saat mendengarnya. Nanti aku akan kesana untuk menjenguk ibumu," ucap Ana."Iya Na, terimakasih.""Oh iya, tolong berikan berkas ini kepada Pak Nathan," ucap Ana sembari menyerahkan beberapa berkas kepada Vira.Deg! Vira terdiam. Tangannya gemetaran meraih berkas yang ada di tangan Ana."Kenapa tidak kamu saja yang memberikannya?" tanya Vira."Pak Nathan memintaku untuk memberikannya kepadamu," jawab Ana.Vira memejamkan matanya sejenak dan terdengar helaan nafas yang berat dari mulut Vira."Baiklah, aku akan memberikannya.""Baiklah, kita bicara lagi nanti. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku," ucap Ana yang kemudian pergi meninggalkan Vira.Sementara Vira hanya tersenyum kecut, ia menatap ke arah pintu ruangan Nathan. Dengan langkah yang begitu berat, Vira berjalan menuju ruangan atasannya itu.Tok! Tok! Tok! Vira mengetuk pintu ruangan itu."Masuk!" Terdengar suara bariton dari dalam sana.Hanya dengan mendengar suara dari lelaki itu saja mampu membuat tubuh Vira bergetar hebat.Ceklek! Vira membuka pintu ruangan tersebut secara perlahan.Pintu ruangan terbuka, Nathan langsung menoleh siapa yang kini berdiri diambang pintu masuk."Maaf pak, anda memanggil saya?" tanya Vira dengan raut wajah yang terlihat gugup.Sementara itu Nathan yang sedang duduk di sisi meja kerjanya terlihat bersedekap didepan dada."Masuklah, dan tutup pintunya!"Tanpa banyak bicara, Vira pun melakukan apa yang dikatakan oleh Nathan. Vira langsung menghampiri Nathan saat ia sudah selesai menutup pintunya. Kini hanya ada Vira dan Nathan yang ada didalam sana."Bagaimana operasinya?" tanya Nathan."Aku yakin operasi ibumu berjalan dengan lancar kan?" tebak Nathan lagi."Iya pak, benar," sahut Vira yang terus saja menunduk saat Nathan berbicara dengannya.Sejenak Nathan menatap wajah polos Vira yang natural dan jarang terkena make up itu. Bahkan saat dia bekerja pun, Vira sangat jarang mengenakan make up seperti para pegawai yang lainnya."Lalu bagaimana kondisi ibumu sekarang?" tanya Nathan lagi."Ibu saya sudah membaik pak, tetapi masih harus menjalani rawat jalan," sahut Vira. Nathan pun mengangguk sambil mengusap-usap dagunya."Vira, kenapa kau begitu gugup? Aku bahkan belum melakukan apapun terhadapmu. Apa kau takut?" tanya Nathan sambil mengangkat sebelah alisnya.Setiap kata-kata yang keluar dari mulut lelaki itu benar-benar membuat tubuh Vira bergetar.Vira menggeleng."Tidak pak, bukan seperti itu," sahut Vira."Baguslah! Itu artinya mulai malam ini kau sudah bisa melakukan tugasmu," ucap Nathan.Ucapan atasannya itu sontak membuat Vira mendelikkan matanya sejenak."M-malam ini, pak?" tanya Vira yang mendadak berkeringat dingin."Iya malam ini, apa kau keberatan?" tanya Nathan lagi."Ah, tidak pak. Aku sama sekali tidak keberatan," dusta Vira lagi. Padahal sudah jelas apa yang ia ia katakan jelas sangatlah berbeda dengan apa yang ia rasakan.Nathan kemudian menghampiri Vira dan mengitari tubuhnya. Dia memindainya dari ujung kepala hingga ujung kaki membuat Vira merasa benar-benar gugup."Apa itu artinya, kau sudah tidak sabar mendesah diatas ranjangku?" tanya Nathan.Vira mendelik kaget? Siapa yang tidak sabaran, yang ada Vira malah ingin melarikan diri saja. Namun, sialnya dia tidak bisa melakukannya, semua sudah terlambat dan kini Vira sudah tidak bisa menghindar lagi."Apa? B-bukan seperti itu pak, aku hanya..."Sssst! Nathan menempelkan jari telunjuknya di bibir Vira."Terserah apa maksudnya, yang jelas malam ini kamu harus datang ke apartemenku!" ucap Nathan sambil mengangkat sedikit wajah Vira yang terus saja menunduk."Aku sudah berbaik hati dan bersabar menunggumu! Jadi aku harap kau tidak akan mengecewakanku malam ini!" ucap Nathan dengan nada penuh penekanan."B-baik pak.""Baiklah, sekarang kau boleh pergi!" ucap Nathan."Baik pak, kalau begitu saya permisi," ucap Vira yang tanpa berpikir panjang langsung melangkah pergi dari ruangan Nathan.Vira benar-benar sudah tidak tahan karena atmosfer didalam ruangan tersebut benar-benar membuatnya merasa sesak.--Vira menghirup udara sebanyak-banyaknya begitu ia tiba diluar sambil bersandar sejenak di pintu ruangan Nathan sambil memejamkan matanya."Vira!" ujar seseorang yang langsung membuat Vira terkesiap."A-ana, kau mengagetkanku saja," gerutu Vira."Kenapa? Kenapa wajahmu tegang begitu? Apa Pak Nathan memarahimu?" tanya Ana."Tidak! Bukan seperti itu. Dia tidak memarahiku, hanya saja dia memberiku banyak sekali pekerjaan karena aku sudah libur terlalu lama," sahut Vira berbohong sambil berjalan menuju meja tempatnya bekerja."Oh, syukurlah! Aku kira dia memarahimu," ucap Ana yang mengikuti langkah Vira."Vira, aku ingin bertanya padamu.""Apa? Katakan saja!" sahut Vira sambil berkutat dengan komputer yang ada dihadapannya."Darimana kamu mendapat uang untuk membayar biaya operasi ibumu? Apa Andi yang memberikannya?" tanya Ana.Vira terdiam, ia menghela nafasnya berat saat Ana menyebut nama bajingan itu. Vira masih sakit hati saat dia mengingat penghianatan yang dilakukan oleh lelaki itu.
Pikiran kotor Nathan tidak bisa berhenti membayangkan betapa sempurna tubuh Vira saat tidak ada sehelai benang pun yang menutupinya."Pak Nathan," ucap Vira sambil menatap lelaki yang kini sedang berdiri tepat dihadapannya seraya tersenyum penuh kemenangan.Vira merasa semakin gelisah saat ia menyadari bahwa mereka hanya berdua saja di dalam apartemen itu."Kenapa kau lama sekali, Vira? Aku sudah menunggumu sejak tadi, aku kira kau tidak akan datang," ucap Nathan sambil menelisik dan mengusap wajah hingga leher Vira membuat tubuhnya meremang."Maaf Pak, tapi tadi jalanan agak macet," sahut Vira berdusta."Begitu ya?" tanya Nathan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.Nathan bukanlah orang yang bodoh, dia sudah terlalu sering berlalu lalang di jalanan dan tidak ada yang namanya jalanan macet di jam seperti ini."Benar karena itu? Bukan karena kau takut dan ingin lari saja kan?" tanya Nathan.Vira mendelik. Sial! Kenapa dia bisa tahu?"Tidak pak, sama sekali tidak seperti itu," sahut V
"Jangan menahannya, Vira! Aku ingin mendengarnya," ucap Nathan."Mendesahlah Vira! Aku tahu kau menikmatinya," ucap Nathan lagi dengan nafas memburu.Vira tidak menjawab, tubuhnya seakan sudah pasrah dibuatnya. Dia membiarkan lelaki itu menyentuh bagian manapun yang ia sukai. Vira hanya bisa berharap waktu segera berlalu dan pagi akan segera tiba."Maafkan aku, ibu!" lirih Vira dengan air mata yang mulai menetes.Malam ini akhirnya Vira benar-benar melepaskan kehormatannya sebagai seorang wanita di atas ranjang milik Nathan.Di dalam hati Vira menangis, seketika dirinya teringat pada Ningrum yang pasti akan kecewa andai mengetahui semua ini."Maafkan aku ibu!"***Sinar matahari pagi mulai menyeruak masuk melalui celah-celah jendela kamar apartemen dan membuat tidur Nathan merasa terusik.Nathan membuka matanya dan dia hendak bangkit dari tempat tidurnya. Namun, pergerakannya terhenti ketika ia merasakan ada sebuah tangan yang melingkar di perutnya.Dia baru menyadari bahwa Vira bera
Vira dan Ningrum terhenyak, Ningrum benar-benar merasa marah atas sikap lancang lelaki tua itu."Singkirkan tangan kotormu dari putriku!" sentak Ningrum."Jangan berani-berani kau menyentuhnya atau kau akan menyesal nantinya!" ucap Ningrum lagi merasa geram.Handoko tertawa."Bagaimana Vira? Apa kau bersedia? Jika kamu mau menjadi istriku, akan aku pastikan kamu hidup dalam kemewahan," ucap Handoko."Cih!" Vira berdecih."Maaf pak, lebih baik aku menjadi gelandangan dari pada aku harus menjadi istri dari lelaki tua bangka sepertimu," ucap Vira menolak."Begitu ya? Tapi bagaimana jika aku tetap memaksa untuk menikahimu?" tanya Handoko sambil tersenyum miring."Sekarang juga kau harus ikut denganku!" Handoko langsung mencengkeram dan menarik paksa tangan Vira."Tidak! Tolong hentikan Pak Han, jangan bawa putriku!" teriak Ningrum."Lepaskan! Lepaskan aku, pak!" teriak Vira mencoba berontak namun sia-sia karena tenaganya jelas tidak sebanding dengan tenaga lelaki itu."Hari ini juga kau h
"Sssshhh!" Tiba-tiba Nathan meringis saat Vira menempelkan sapu tangan itu di wajahnya."Tahan sedikit ya, ini pasti sakit," ucap Vira."Tidak, aku hanya sedikit kaget saja," sangkal Nathan.Vira tersenyum lalu mengangguk mencoba mempercayai saja ucapan lelaki itu."Pak, apa yang anda lakukan disini?" tanya Vira."Aku kemari hanya untuk mengantarkan ponselmu yang tertinggal di apartemenku," sahut Nathan."Benarkah?" tanya Vira yang sama sekali tidak tahu jika ponselnya tertinggal.Nathan merogoh saku jasnya lalu menyerahkan ponsel milik Vira."Terimakasih pak, aku bahkan tidak tahu kalau ponselku tertinggal," ucap Vira."Tapi seharusnya anda tidak perlu repot-repot pak, anda bisa memberikannya kepadaku saat di kantor tanpa harus datang kemari.""Tidak apa-apa, lagi pula aku memang ada urusan di sekitar sini. Dan aku harus mengembalikan ponselmu karena kau tahu? Jika sewaktu-waktu aku bisa saja menginginkanmu lagi," ucap Nathan.Vira mendelik sambil menelan salivanya secara kasar.Uhuk
Dalam perjalanannya, Nathan terlihat sedang memikirkan sesuatu. Dia kembali teringat dengan kondisi rumah Vira, Nathan merasa miris jika melihatnya. Nathan kemudian merogoh saku untuk mengambil ponselnya, ia pun terlihat sedang menghubungi seseorang."Halo," ucap Nathan kepada seseorang yang ada diseberang telepon."Tolong carikan sebuah rumah untukku!"Setelah kepergian Nathan, Vira kembali masuk ke dalam rumahnya."Bu, waktunya minum obat," ucap Vira kepada Ningrum yang saat ini sedang berbaring diatas tempat tidurnya."Apa Nak Nathan sudah pulang?" tanya Ningrum dan Vira pun mengangguk."Iya Bu, Pak Nathan baru saja pergi, dia juga menitipkan salam untuk ibu. Katanya terimakasih untuk kopi dan kuenya, dia juga mengatakan bahwa dia menyukai kue buatan ibu," ucap Vira pada Ningrum."Sepertinya Nak Nathan itu lelaki yang baik, dia sangat berbeda dengan orang-orang kaya yang lainnya," ucap Ningrum sambil tersenyum.Vira menghela nafasnya panjang."Entahlah bu," sahut Vira. Dia sendiri
"Pindah? Tapi kenapa pak? Kenapa kami harus pindah? Lagi pula kami harus pindah kemana? Rumah kontrakan itu satu-satunya tempat tinggal yang bisa kami sewa dengan murah, jadi bagaimana mungkin kami meninggalkan kontrakan itu," ucap Vira."Vira, bukankah rumah itu terlalu kecil untuk kalian tinggali? Aku juga tidak mau jika lelaki yang kemarin itu datang dan mengganggu kalian lagi. Jadi aku sarankan supaya kalian pindah saja dari sana, soal kemana kalian akan pindah kamu tidak perlu khawatir karena aku sudah menyiapkan rumah untuk ibu dan adikmu," ucap Nathan.Vira sontak merasa kaget, rumah? Untuk kami?"Terimakasih sebelumnya karena anda begitu perduli. Tapi pak, anda tidak perlu repot-repot sampai harus membelikan rumah untuk kami. Aku takut aku tidak akan bisa membayar semuanya, pak.""Vira, kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak akan menghitung rumah ini ke dalam hutangmu padaku. Anggap saja ini sebagai bonus karena selama ini kamu sudah bekerja dengan sangat baik di perusahaan ini.
Ceklek!Pintu ruangan itu terbuka, menampilkan sebuah ruangan gelap yang ada didalam sana. Nathan pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam lalu menekan saklar lampu ruangan itu."Masuklah!" titah Nathan.Kemudian Vira melangkahkan kakinya masuk ke dalam sana, dirinya tertegun menatap ke sekeliling ruangan yang bernuansa putih tersebut. Dimana di dalam ruangan itu terdapat sebuah ranjang berukuran king size dan beberapa rak yang dipenuhi dengan buku-buku yang tersusun rapi di dalamnya."Sejak kapan ruangan ini ada disini, Pak?" tanya Vira."Sejak awal ruangan ini sudah ada disini, hanya saja kau tidak mengetahuinya. Ini adalah ruangan pribadiku, tidak ada siapapun yang mengetahui tentang keberadaan ruangan ini," sahut Nathan."Seharusnya kamu senang karena kamu adalah orang pertama yang aku bawa masuk kemari," lanjut Nathan lagi.Vira terdiam. Entahlah, Vira tidak tahu apa itu adalah hal yang patut ia syukuri atau tidak, apa ia harus senang hanya karena hal itu?Sedangkan Vira sendiri
Sarah dan Danu pun merasa gusar karena mereka yakin Bram pasti akan memilih Nathan sebagai penerusnya, karena Nathan merupakan anak kandungnya."Oh, benarkah?" tanya Nathan sambil mengernyitkan dahinya."Oh iya Nathan, bagaimana hubunganmu dengan Kayla sekarang?" tanya Bram setelah mereka selesai makan malam."Apa maksud Papa?" tanya Nathan sambil menautkan kedua alisnya."Bukankah kamu dan Kayla sedang menjalin hubungan?""Pa, sudah berapa kali aku katakan kalau aku dan Kayla itu tidak memiliki hubungan apa-apa, kami cuma berteman biasa, Pa!" sahut Nathan dengan nada suara penuh penekanan."Apa maksud kamu hanya berteman? Bukankah sudah sangat jelas jika Kayla itu sangat mencintai kamu?" "Aku tidak perduli dia mencintaiku atau tidak, yang pasti aku tidak mencintainya. Aku tidak memiliki perasaan apapun terhadapnya!" ucap Nathan."Nathan, Papa dan kedua orang tua Kayla sudah sepakat akan melangsungkan pertunangan kalian saat Kayla kembali dari Singapura," ucap Nathan.Sontak hal itu
Di tengah perjalanan, Nathan melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi membelah jalanan di malam yang sudah mulai larut. Kata-kata Vira terngiang-ngiang di telinganya, beriringan dengan kenangan pahit dimasa lalunya."Cinta?" gumam Nathan sambil mendengus kesal. "Omong kosong!" Senyum getir pun terbit di bibirnya.Tin! Tin!Nathan membunyikan klakson mobilnya beberapa kali di depan sebuah rumah dengan pagar besi yang menjulang tinggi.Seorang satpam bergegas membukakan pintu pagar itu untuk Nathan. Ia pun langsung mengemudikan mobilnya masuk ke halaman rumah yang terlihat sangat besar itu.Nathan menarik nafasnya dalam-dalam, sebelum kemudian ia menghembuskannya secara kasar, karena sebentar lagi ia merasa tidak akan bisa menghirup udara segar saat dia sudah mulai masuk ke dalam rumah itu bertemu dengan papanya.Rumah besar yang Nathan datangi itu merupakan rumah Bramantyo, ayah kandungnya yang otomatis rumah itu juga rumah Nathan. Namun Nathan merasa enggan untuk ting
Diiringi tetesan air sebagai latar suara, Nathan menatap wajah Vira yang berada tepat di depannya. Lekat dan intens, seakan-akan berusaha menyelami dua manik hitam itu yang di momen ini enggan memancarkan binar. Kemudian Nathan kembali mencium bibir Vira hingga bibir keduanya kini saling bertautan.Mata Vira terpejam, kedua tangannya kini melingkar di leher Nathan yang kokoh. Sementara tangan Nathan mulai bergerilya meraba punggung Vira yang masih terhalang bajunya yang basah.Salah satu tangan Nathan pun mulai membuka satu persatu kancing baju Vira, menyisakan bra berenda hitam yang membalut dua buah gundukan lembut milik Vira. Namun, Nathan tidak membiarkan benda itu berlama-lama menutupi kedua gundukan bukit yang indah tersebut. Dalam hitungan detik, tangan Nathan pun melepas pengait bra diselingi dengan kecupan hangat di bahu Vira, dan kini dadanya sudah benar-benar terekspos sepenuhnya.Nathan kini beralih menciumi ceruk leher Vira, menyesapnya meninggalkan beberapa jejak kepem
"Bagaimana? Sudah aku bilang ibumu pasti akan mengizinkannya," ucap Nathan tersenyum penuh kemenangan."Iya pak, sepertinya anda sangat ahli dalam mengambil hati seseorang.""Emm, lebih tepatnya sangat pandai memanfaatkan situasi," imbuh Vira sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela."Hahaha... Kenapa Vira? Sepertinya kau sangat kesal padaku? Apa kamu tidak senang karena aku memintamu untuk tinggal di apartemenku?" tanya Nathan."Meski aku tidak senang, apa anda peduli? Tidak kan?" tanya Vira."Vira, kamu lupa? Selama tiga bulan kedepan kamu adalah milikku, jadi suka ataupun tidak, aku tidak peduli. Yang aku tahu selama kontrak perjanjian kita masih ada, kau harus menuruti semua yang aku ucapkan dan yang aku inginkan. Tapi baru beberapa hari saja, kau sudah merasa keberatan," ucap Nathan.Vira langsung terdiam, apa pun yang terjadi, dia harus siap dengan segala konsekuensinya ketika ia memutuskan untuk menerima tawaran Nathan. Tapi apa soal tempat tinggal dia juga harus menurut
"Kak Nathan, apa kakak sudah memiliki seorang kekasih?" tanya Panji lagi.Sontak Vira langsung menoleh sambil mendelik menatap Panji."Panji, bisa tidak kau diam saja? Untuk apa kau menanyakan Pak Nathan sudah memiliki kekasih atau belum?" cecar Vira."Pak Nathan, maaf ya dia itu memang suka asal bicara. Dia selalu mengeluarkan apapun yang ada di kepalanya tanpa dipikir terlebih dahulu," ucap Vira pada Nathan."Apaan sih kak? Aku kan cuma tanya, masa nggak boleh?" tanya Panji."Ya boleh, tapi jangan menanyakan sesuatu yang menyangkut privasi orang lain! Karena bisa saja kamu membuat orang itu merasa tidak nyaman," ucap Vira.Nathan tersenyum, "Tidak apa-apa Vira, santai saja. Lagi pula itu hanya pertanyaan biasa saja.""Tuh denger kak, Kak Nathan aja nggak masalah," ucap Panji sambil tersenyum mengejek."Jadi, apa kakak sudah punya pacar?" Panji mengulang pertanyaannya.Vira hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar adiknya itu yang terus saja berbicara."Tidak Panji, saat ini ak
Keesokan paginya.Tin! Tin!Terdengar suara klakson mobil yang berbunyi tepat di depan kontrakan Vira. Dan sepertinya Vira tahu siapa pemilik suara klakson tersebut, siapa lagi kalau bukan Nathan, atasannya.Vira tidak menyangka bahwa Nathan benar-benar akan menjemput mereka dan akan mengantarkan ke tempat tinggal mereka yang baru.Untung saja Vira, Ningrum dan Panji sudah selesai berkemas karena barang-barang mereka pun tidak banyak sehingga tidak perlu waktu lama bagi mereka untuk berkemas.Drrrttt! Ting! Ponsel Vira berdering, ia pun membuka ponselnya lalu membaca sebuah pesan yang masuk.(Apa kau sudah selesai? Jika sudah, maka cepatlah keluar!) tanya Nathan lewat pesan chat.(Iya Pak Nathan, kami sudah selesai aku akan segera keluar)"Bu! Panji! Apa kalian sudah selesai?" tanya Vira sedikit berteriak."Iya kak, aku sudah selesai," sahut Panji sambil menghampiri Vira. Sesaat kemudian Ningrum pun datang."Bu, Panji, ayo kita berangkat! Pak Nathan sudah menunggu kita di luar," uca
Vira kemudian masuk ke dalam rumahnya setelah mobil Nathan menghilang dari pandangannya."Assalamualaikum," ucap Vira begitu ia masuk ke dalam rumahnya.Ningrum melirik jam dinding di ruang tamu kontrakannya, jam 20.50. Hampir jam sembilan malam dan Vira baru saja kembali."Walaikumsalam, kamu baru pulang nak?" tanya Ningrum yang sedang duduk di sofa ruang tamu bersama Panji."Tumben jam segini kamu baru pulang, Ra? Biasanya kan kamu pulang jam delapan, ini udah lewat hampir satu jam lho," ucap Ningrum yang sejak tadi mengkhawatirkan putrinya."Iya Bu, maaf sudah buat ibu khawatir dan nunggu lama. Hari ini Vira banyak pekerjaan di kantor, jadi mau tidak mau Vira harus menyelesaikannya terlebih dahulu," jawab Vira yang kini turut duduk di kursi sambil menyandarkan tubuhnya yang terasa begitu lelah."Oh begitu, apa kamu sudah memberikan kue buatan ibu tadi buat Pak Nathan, Ra?" tanya Ningrum lagi."Sudah, Bu.""Apa dia menyukainya?"Vira mengangguk, "Iya Bu, sepertinya dia juga sangat
Vira sungguh tidak ingin merusak suasana hati lelaki itu dan membuatnya marah. Sesuai janjinya, Vira sudah keluar dengan penampilannya yang sudah terlihat rapi dalam waktu sepuluh menit.Nathan tersenyum melihat Vira yang tampak cantik dan segar meski tanpa polesan make up di wajahnya, membuat pria manapun langsung jatuh hati ketika melihatnya pada pandangan pertama saja.Rambutnya yang dikuncir kuda membuat kecantikannya semakin memancar, bahkan Nathan sampai terpana melihat kecantikan Vira."Pak?" ucap Vira membuat Nathan tersadar dari lamunannya."Ah.. iya, ada apa?" tanya Nathan mendadak gelagapan."Kenapa anda melihatku seperti itu? Apa ada yang salah dari diriku?" tanya Vira."Oh, tidak ada. Hanya saja..." Nathan langsung berdiri dan berjalan menghampiri Vira.Nathan menatap Vira dari ujung kepala hingga ujung kakinya sambil berjalan mengitari tubuh Vira. Hal tersebut sontak membuat Vira merasa gugup, apalagi saat Nathan berdiri tepat dihadapannya sambil menatap wajahnya."A-ada
Ceklek!Pintu ruangan itu terbuka, menampilkan sebuah ruangan gelap yang ada didalam sana. Nathan pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam lalu menekan saklar lampu ruangan itu."Masuklah!" titah Nathan.Kemudian Vira melangkahkan kakinya masuk ke dalam sana, dirinya tertegun menatap ke sekeliling ruangan yang bernuansa putih tersebut. Dimana di dalam ruangan itu terdapat sebuah ranjang berukuran king size dan beberapa rak yang dipenuhi dengan buku-buku yang tersusun rapi di dalamnya."Sejak kapan ruangan ini ada disini, Pak?" tanya Vira."Sejak awal ruangan ini sudah ada disini, hanya saja kau tidak mengetahuinya. Ini adalah ruangan pribadiku, tidak ada siapapun yang mengetahui tentang keberadaan ruangan ini," sahut Nathan."Seharusnya kamu senang karena kamu adalah orang pertama yang aku bawa masuk kemari," lanjut Nathan lagi.Vira terdiam. Entahlah, Vira tidak tahu apa itu adalah hal yang patut ia syukuri atau tidak, apa ia harus senang hanya karena hal itu?Sedangkan Vira sendiri