Silvana merasa bahwa dia baru saja dianugerahi sebuah kesempurnaan dalam hidup. Silvana juga merasa bahwa dirinya telah memetik bintang. Sir Leon jelas adalah seorang pria yang jauh lebih dari apa yang pernah dia impikan, dan ternyata di memiliki sisi manis yang begitu menggemaskan. Seringai licik langsung terbit dan melintas di wajah si gadis barbie. Tubuh yang seksi, miliknya yang besar, bokongnya yang imut, usia yang lebih tua, selera humor yang senada. Semua dari Sir Leon bisa mendapatkan predikat terindah yang bisa Silvana sematkan. Gadis itu bahkan sudah bisa dikatakan sebagai seorang pemenang yang mengantongi penghargaan diseluruh alam semesta. Dia bersenandung seiring langkah yang dia tapaki. Namun setelah beberapa menit bercengkrama dengan udara luar, kulitnya terasa kebas karena udara dingin. Dia bahkan menggosokan telapak tangannya beberapa kali. Oke, seharusnya dia menerima tawaran Sir Leon yang menyarankannya menggunakan mantel. Pria itu pasti sudah memperkirakan sesuat
Leon begitu heran lantaran bel pintu rumahnya dibunyikan secara berulang-ulang saat dia sedang berpakaian. Siapa gerangan yang melakukan hal menjengkelkan begitu diluar sana?Tetapi begitu dia membuka pintu rasa heran dan kesalnya berubah menjadi suatu keterkejutan sebab dia melihat Silvana sedang berdiri diluar sana. Menundukan kepala seraya membawa sebuah kantong ditangan, dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Sudah jelas kantong itu tidak bersamanya sebelum ini.Untung saja pria itu bisa menahan senyumannya sebelum benar-benar terbit diwajah. Bahkan tanpa harus menunggu kata untuk keluar dari bibirnya, si barbie cantik langsung melenggang masuk kedalam rumah seolah kediaman Leon adalah miliknya pula. Leon tentu bingung ada apa dengan gadisnya, sebab beberapa saat yang lalu dia keluar dari sini dengan raut wajah ceria. Bahkan kebingungan si pria meningkat menuju kewaspadaan. Leon kemudian bergerak menutup pintu rumahnya sebelum menyusuh si cantik masuk. Dia masih berada ditengah r
“Aku merasa senang saat orangtuamu bilang kau mengundangku untuk datang kemari. Sejujurnya aku sudah menunggumu sejak lama. Bahkan penantianku ini seakan telah terjadi berabad-abad lamanya.” Joan hanya bisa tersenyum maklum mendapati kehadiran seorang wanita yang telah dia kenal menyambutnya didepan pintu apartment miliknya dengan binar-binar penuh harap. Dia tidak mengira bahwa orangtuanya bahkan sampai hati berdusta agar Joan mau setidaknya menghabiskan malamnya lagi bersama perempuan ini. Wanita ini memang adalah putri dari kenalan orangtuanya, jadi sudah dipastikan dia memiliki banyak cara untuk mendapatkan Joan, meskipun Joan sendiri bahkan tidak punya intensi yang lebih terhadapnya. Dia hanya mencoba menjadi pria yang sopan. Tapi barangkali wanita itu malah memaknainya sebagai bentuk ketertarikan. Orangtuanya tahu bahwa dia memang bukan tipikal pria yang menjalin hubungan dengan satu orang wanita dalam jangka waktu yang panjang. Karena itulah untuk memperbaiki citra buruknya
Mendengar suara Joan yang memberat dengan napasnya yang menerpa telinganya lantaran pria itu berbisik padanya, membuat wajah Maria memerah. Perempuan itu sadar bahwa kini Joan sudah memasuki fase yang dia suka. Kemarahan yang ada di dalam dirinya menguap entah kemana. Maria dengan senang hati langsung menjauh pergi dan melompat ke tempat tidur, perempuan itu tahu betul bagaimana caranya memancing pria itu untuk bergerak menginginkannya. Tidak sampai disitu dia bahkan membuka kedua kakinya lebar-lebar untuk mengundang Joan mendekat padanya seperti seekor srigala yang kelaparan. Joan menutup matanya sebelum memutuskan menyusul perempuan itu. Dia tahu bahwa ini akan berhasil, tapi dia juga tahu bahwa ini akan sedikit melelahkan. Ketika dia telah berada didekat nya dan melihat baik-baik pemandangan apa yang dia dapati, Joan hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil. Seringai langsung terbentuk dibibirnya tatkala pria itu mulai mendekati tempat tidur. Maria benar-benar
“Jiyya ! Jiyya! Jiyya! Jiyaa! Jiyya! Jiy—”Jiyya serta merta langsung mendekati si pemuda berisik sambil membekap mulutnya agar dia bisa diam sebentar saja. “Aku sudah mendengarmu sejak kau memanggil namaku pertama kali Dean,” bisiknya. “Bisakah kau sedikit berperilaku seperti manusia? Ini diperpustakaan bodoh!” Dean menganggukan kepalanya sebagai tanda bahwa dia mengerti. Dia memandangi wajah Jiyya dengan mata berwarna biru shapire-nya yang besar sampai pada akhirnya gadis itu mau melepaskan bekapan dimulutnya dengan sukarela. Jika sudah ada Dean disekitarnya Jiyya tidak berharap dia bisa merasakan ketenangan kembali. Pria itu terlalu berisik dan Hyperaktif. Perpustakaan dan Dean bukan kombinasi yang bagus. Karena itu untuk mencari aman Jiyya memutuskan untuk keluar dari sana lebih awal daripada dimarahi oleh para kutu buku yang sedang belajar untuk kepentingan masing-masing. “Ikut aku.” “Kemana?” Jiyya tidak menjawab, tapi menggunakan kedua kakinya untuk pergi dari sana. Untung
Jiyya memutuskan tidak pergi memenuhi undangan Dean atas nama Joan. Setidaknya sekarang Jiyya bisa tenang hari ini lantaran seharian selama di kampus dia berhasil hampir tidak melihat Sir Joan sama sekali. Tapi sayangnya hal itu tidak bertahan lama, sampai cuaca menghianatinya. Hujan memutuskan melibatkan diri untuk mengacaukan harinya yang hampir sempurna. Kala itu sore, dan Jiyya telah menyelesaikan kelasnya bersama Miss Dona. Dia bahkan mendapatkan nilai yang lumayan tinggi dibawah bimbingan wanita itu, sehingga mendapatkan ucapan apresiasi lantaran semua orang di kampus tahu bila Miss Dona termasuk dosen Killer yang paling sulit dan pelit memberi nilai pada mahasiswa dibawah ajarannya. Itu menjadi salah satu kebanggaan tersendiri bagi Jiyya sekaligus menyemarakan harinya yang begitu indah. Berkat hal itu pula, Jiyya sempat berhasil melupakan dengan sebaik mungkin kebodohan yang dia perbuat semalam. Juga deretan konversasi diantara mereka yang terkadang sedikit demi sedikit memen
“Ada apa Jiyya?”tanya Joan pura-pura tak mengerti.“Apa tidak ada kamar mandi lainnya?” Jiyya terlihat nampak gusar, Joan tahu bahwa gadis itu ingin menolak untuk memasuki kamarnya.“Oh apakah kamu tidak mau masuk ke kamar saya? Sayang sekali tapi kamar mandi dirumah ini hanya ada satu dan letaknya ada disana.”Katakanlah bila Joan berbohong sekarang. Tapi dia tidak punya pilihan. Dia hanya ingin sedikit bermain-main dengan Jiyya dan mencari tahu isi hati gadis itu. Dia tidak suka menerka-nerka sebab itu hanya membuat isi kepalanya makin berat.Sir Joan melirik kearah Jiyya yang sepertinya agak ragu dan bingung, namun karena pria itu cukup peka menyadari ketidaknyamanan mahasiswi manis ini, Joan menambahkan. “Kalau kamu tidak nyaman, saya akan masuk duluan dan mengganti pakaian saya dulu. Setelahnya kamu bisa gunakan kamar mandinya dan saya berjanji tidak akan masuk kedalam kamar saya saat kamu sedang didalam.”Jiyya kontan tersentak, Sir Joan benar-benar orang yang sopan. Namun karena
Jiyya dibuat menggigil oleh pernyataan yang kelewat frontal dari pria yang dia hormati sebagai tenaga pengajarnya di kampus. Sejatinya gadis itu bahkan tidak percaya bahwa Sir Joan semakin memperlihatkan sisi lain dari dirinya dengan berani dihadapan Jiyya. Memang benar mereka sudah saling mengenal jauh sebelum Jiyya memutuskan untuk melanjutkan studynya. Dan dia tidak menyangka bahwa Sir Joan yang dia kenal melalui Dean ternyata menjadi dosen di kampus tersebut. Jiyya tersentak lagi ketika tiba-tiba tangan Sir Joan bergerak keatas untuk menelusuri bahunya. “Kamu benar-benar basah Jiyya,” gumam pria itu.Anehnya kata-kata yang dimaksudkan untuk pakaiannya malah Jiyya artikan untuk hal lain. Dia pasti benar-benar telah terkontaminasi Silvana karena pikirannya telah beranjak jauh kearah sana hanya karena satu kata ambigu. “Kita benar-benar harus membebaskan tubuhmu pakaian ini,” sambung Sir Joan lagi. Jiyya hanya balas mencicit kemudian menoleh kebelakang dan mendapati dada telanjang
Silvana mengerang ketika merasakan dirinya dibombardir tanpa ampun di bawah sana oleh suaminya. Kenikmatan yang dia rindukan sungguh luar biasa, dan wanita itu sudah mulai dapat merasakan gelombang orgasme mendekat. Leon yang menyadari bahwa istri kecil kesayangannya mulai mendekati puncak semakin memperdalam ciumannya dibawah sana. Menyelipkan lidahnya ke dalam lubang panasnya membuat Silvana berputar-putar dalam kepuasan yang tiada tara. Silvana menundukan kepalanya ke belakang, sekarang dia tidak dapat lagi fokus kepada pekerjaannya sendiri dan kedua matanya mulai mengabur. Lidahnya keluar dari mulut ketika dia menoleh ke arah suaminya dibelakang sana. Leon hanya menyeringai melihat reaksi kepayahan istrinya setelah berhasil dia bombardir bahkan dia makin tergoda untuk menambah permainan menjadi semakin panas lagi. Secara tiba-tiba Leon menghisap clitoris wanita itu tanpa aba-aba. “Ahhh!” Silvana tidak tahan untuk mencengkram kedua kaki suaminya untuk berpegangan ketika serangan t
Mereka sekarang sudah menikah, dan karena kehamilannya pula Silvana merasa akhir-akhir ini dia jadi sangat mudah bergairah tetapi tidak dengan Leon suaminya yang sekarang tampak bekerja lebih keras daripada biasanya. Silvana terjaga malam itu dan menyadari bahwa suaminya tidak berada di sisi ranjang yang dia tempati. Dia jadi tidak bisa kembali tidur lagi. Sepanjang hari mereka tidak bersua karena Leon cukup sibuk di kampus dan baru pulang sore hari, itu pun dia langsung kembali menekuni berkas yang entah apa dan akan mengurung diri di ruang kerjanya selama berjam-jam dan hanya ada disisinya untuk tidur. Dia tidak suka hubungan yang seperti ini, dia merindukan Leon kekasihnya dahulu. Dia berharap bisa mengubah itu, tetapi bagaimana? Silvana sangat gelisah. Wanita itu berbalik ke samping, menatap lantai dengan matanya yang tampak lelah. Dia merasa letih untuk alasan yang tidak bisa dijelaskan, tapi yang pasti dominan diisi oleh rasa kesal dan kesepian. Sekali lagi pikiran wanita itu
Dua tahun kemudian…“Jadi, katakan apa alasanmu kemari?” Sang Ayah menjadi perisai yang cukup kuat untuk menghadang kedatangan Leon ke kediaman mereka malam itu. Pria dewasa itu nampak memberikan tatapan tajam andalannya, namun untung saja kekasihnya tidak bisa digertak hanya dengan tatapan itu. “Saya ingin melamar Silvana,” ujar Leon dengan tutur kata yang di penuhi oleh keyakinan dan kepercayaan diri yang tingginya selangit. Ini mungkin kalimat yang paling Silvana tunggu setelah hubungan mereka yang berlangsung lebih dari dua tahun. Gadis itu sudah menyelesaikan study-nya dan mereka tidak lagi berada dalam sebuah lingkungan yang sama. Ini adalah bentuk komitmen atas hubungan mereka juga. “Silvana….” Panggil sang ayah terhadap gadis itu, pandangannya cukup serius pada Silvana kala itu. “Kau sudah tahu soal ini?” “Ya.” “Kenapa kau tidak mendiskusikannya lebih dulu dengan kami?” sang ayah kembali bertanya dengan nada yang tinggi kepada putrinya. Bukannya pria itu tidak senang denga
“Aku tidak mengira bahwa kau tidak juga menyerah untuk bicara denganku. Kali ini aku harus mendengar apa darimu? Permintaan maaf?” Jiyya tetap diam, dia hanya mengaduk wiski yang di hidangkan oleh bartender belum lama. Pertemuan ini terjadi karena Jiyya mendatangi sebuah pub, dan ini bisa di bilang perdana dia masuk ke tempat ini sendirian. Dia sungguh putus asa mencari Dean. Namun beberapa saat yang lalu dan dia mendapatkan informasi kalau sahabat masa kecilnya itu ada disini. Dan benar saja pemuda itu ada, anehnya lagi dalam kondisi menyendiri dan muram. Sejujurnya Dean bukan tipe seorang pria yang akan melakukan hal seperti ini. Jiyya mendengarkan tanya yang pemuda itu ujarkan, tapi seluruh pemikiran di kepalanya terlalu rumit dan berseliweran. Sehingga pada akhirnya Jiyya tidak bisa mengatakan sepatah kata pun kepada Dean. Sesuatu seperti itu rupanya cukup dapat Dean nilai sebagai prilaku yang tidak biasa dari Jiyya. Dia kontan mencondongkan tubuhnya agar lebih mendekat pada sa
Situasi bandara yang hiruk pikuk menjadi pemandangan yang sudah terbilang akan menjadi rutinitas bagi setiap orang yang biasa menjajakan kakinya kemari. Kehidupan manusia yang sibuk akan urusannya masing-masing adalah bagian yang tidak terpisahkan dari situasi dan aktivitas di bandara. Termasuk untuk ke empat orang yang ada di sana. Joan, Jiyya, Silvana dan Leon. Silvana dan Leon baru saja tiba, mereka bergandengan tangan mesra memberi ruang bagi Jiyya untuk melepas kekasihnya untuk waktu yang tidak di tentukan. Cengkeraman tangan Silvana kepada Leon sedikit lebih erat dari pada biasanya, dan mudah bagi pria itu untuk menebak apa yang ada di kepala sang gadis. Bagi Silvana perpisahan seperti ini adalah kali kedua dia menyaksikannya, haru biru di depan sana jadi lebih seperti kumpulan awan badai yang gelap. Firasat buruk yang tak terbendung tentang seluruh praduga negatif memenuhi kepalanya. Seperti Bestian yang tidak juga kembali setelah beberapa tahun lamanya. Walaupun Silvana berh
Joan menggeram begitu dia terpikirkan hal itu, dia menekankan dahinya ke dahi sang kekasih sementara dirinya terus menggerakan pinggul, mengirim Jiyya menuju ke pusat kenikmatan. Dia membawa salah satu tangannya ke wajah Jiyya sementara tangan yang lain berstagnasi di paha mulusnya.“You’re mine,” bisiknya penuh penekanan. Jiyya menatap tepat ke arah kedua kelopak matanya. “Then you’re mine,” balasnya pula. Joan menutup matanya sejenak sebelum mendorong dirinya lebih dalam dan lebih keras, mengerang ketika dia menyandarkan kepalanya di lekukan leher kekasihnya. Desahan Jiyya mengirimkan getaran euphoria ke dalam diri sang pira, seolah dia di bawa ke surga atas kenikmatan yang dia dapatkan. Sentuhan kulitnya yang halus dan lembut di bawahnya terasa begitu rapuh namun begitu keras di saat yang bersamaan. Semua itu adalah hal yang dia butuhkan. Jiyya mengerang lagi ketika seluruh tubuhnya bergetar lagi karena kekuatan atas pelayanan yang Joan berikan terhadapnya. Dia menempel padanya,
Leon mencoba untuk menerapkan senyumannya kepada sang kekasih. Tapi sayangnya itu tidak cukup kuat untuk menghapus ekspresi cemberut Silvana. “Ugh.” Leon tanpa sadar melenguh, ketika Silvana menepis tangan Leon yang berusaha menggapainya. Akhirnya pria itu hanya sebatas bisa menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal sama sekali. “Maaf, bukan seperti itu. Aku hanya tidak terbiasa menjadi pusat perhatian dan umm… aku merasa tersinggung saat wanita lain menatapmu dengan cara yang kurang baik.” Silvana sedikit melunak mendengar penuturan Leon. Tapi bukan berarti wajah marahnya sirna seutuhnya. “Jadi kau tadi berusaha menutupiku dari mereka?”“Y-ya, aku hanya merasa bahwa kau tidak pantas mendapatkan pandangan seperti itu.” Silvana memutar matanya, tapi tak lama kemudian dia menghela napasnya dan senyuman manis terbit di wajahnya. “Biarkan mereka menatapku,” jawab Silvana sebelum bergerak mendekat dan kembali menggandeng tangan Leon seolah dia tidak pernah marah beberapa saat yang lal
Silvana memang selalu saja pandai menggodanya dengan senyum nakal yang selalu sukses mengirimkan getaran tertentu ke dalam tubuh sang dosen muda. Pria itu hanya bisa menutup matanya dan menarik napas ketika bibir itu telah mulai berada di sekitar sana. Dia mengerang sedikit, menurunkan tangannya hanya untuk sekadar membelai rambut sang kekasih ketika gadis itu mulai memanjakannya di bawah sana. Mulutnya seperti biasa selalu saja panas dan basah. Tapi bukan Silvana namanya bila dia hanya dapat memberikan sensasi demikian, sebab tak berselang lama jarinya mulai aktif merambah pangkalnya. Sementara gadis itu sibuk menjilatinya di bawah sana membuat Leon hanya bisa pasrah dan sedikit mundur. Begitu dia menggerakan pinggulnya, kecepatan Silvana justru malah kian meningkat. Dia tercekik sedikit karena ukuran sang dosen, tapi seolah tanpa hambatan dia malah terus bergerak jauh lebih agresif. Membawanya lebih kedalam sebelum melepaskannya dan memasukannya lagi. Pergerakan konstan namun liar
Silvana merasa lega sekaligus nyaman sekarang. Senyum bodoh terlihat di wajahnya ketika dia meringkuk lebih dekat lagi kepada sang dosen muda. Jika ada orang yang bertanya apa penyebabnya, maka Silvana akan bilang bahwa dia baru saja di berikan kesenangan yang luar biasa setelah di rusak oleh kekasihnya. Ya, mereka baru saja tertidur bersama setelah bermain gila dengan cara yang kasar namun hebat. Setelahnya rasa yang tersisa hanyalah rasa sakit yang terasa di bagian pinggul dan lengannya. Dia mungkin akan menjadi perempuan muda jompo jika terus menerus digagahi Sir Leon. Oke, mungkin Silvana harus menarik kembali ucapannya yang berkata bahwa dia telah terbiasa dengan gaya permianan Leon yang terlalu gahar. Padahal itu bisa di bilang sebagai pelecehan, tapi karena nikmat bagaimana Silvana bisa marah kan? Mau bilang tersiksa tapi ya enak, mau bilang enak tapi ya ujungnya badannya malah terasa sakit dibeberapa bagian.Terlebih hal ini sebetulnya di picu oleh Leon sendiri. Pria itu tiba