Share

Part (55)

Penulis: Jane Alxr
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pagi-pagi sekali, Belle menuruni tangga dengan seragam lengkap dan tas yang digenggamnya.

Meninggalkan rumah megah yang masih sunyi, matahari belum sepenuhnya bersinar.

“Setelah tiga hari aku bisa pulang,” ungkap Dahlia.

Sesaat setelah makanan yang dikunyahnya sampai ke tenggorokan.

Nafsu makannya tak terlalu baik hari ini, namun Belle terus menyuapinya.

“Baiklah, aku akan kembali lagi nanti. Jika butuh sesuatu panggil saja suster, jangan melakukan apapun sendirian.” ujar Belle meletakkan piring makan Dahlia di meja.

Kemudian mengambil tasnya dan keluar dari ruangan itu.

Sejenak matanya melirik jam tangan yang melingkar sempurna di pergelangannya.

Langkah kaki mulai berlari menuju parkiran.

Sementara itu, Dahlia yang perlahan meraba perutnya kian terluka. Hatinya memikirkan anaknya yang akan lahir tanpa seorang Ayah.

Seketika air mata mulai keluar dari pelupuk matanya.

Dahlia mendongakkan kepalanya menatap langit-langit rumah sakit sembari menahan isakannya.

***

“Kenapa kau pe
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (56)

    Matahari mulai naik perlahan-lahan menyingkirkan kegelapan yang ada di langit, sepersekian detik kemudian Dahlia membuka matanya disambut cahaya mentari yang menyelinap lewat jendela ruangannya. Bibir itu kian terangkat mengukir sebuah senyuman yang indah.“Aku akan menjalaninya perlahan,” ujarnya.Selang beberapa saat, pintu terbuka dan memperlihatkan Belle yang datang bersama Albara.Setelah semua prosedur selesai, mereka pergi meninggalkan rumah sakit yang ramai di pagi hari. Belle duduk di kursi belakang bersama Dahlia, sementara Albara berada di mobil lain karna langsung pergi ke perusahaannya.“Apa obatmu sudah ada semua?” tanya Belle memeriksa tas bawaan mereka.“Sudah, kita tidak melupakan apapun.” terangnya menunjukkan obat yang ada di dalam tas. Belle bernafas lega setelah melihatnya, saat sampai di rumah Belle memegangi tangan Dahlia ketika menaiki tangga. Menggenggam erat tangan Dahlia dan berjalan perlahan, Dahlia membelalakkan matanya kala memasuki kamarnya.“Kau ...

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (57)

    Dahlia masuk sekolah saat kondisinya lebih baik, namun bayang-bayang malam itu masih sangat pekat dalam ingatannya. Begitupun sosok yang ternyata sedang ada di dalam kelasnya, menatap dengan pandangan tak bersalah. “Tidak perlu, biarkan saja aku sudah muak.” titah Dahlia memegangi tangan Belle sesaat sebelum menghampiri Elvan. Dahlia duduk terlebih dahulu di bangkunya dan disusul Belle dari belakang. Gadis itu meletakkan tasnya kasar di meja dengan ekspresi kesalnya. Selang beberapa saat, Elvan beranjak keluar dan Belle segera mengejarnya.Kali ini, Dahlia tak mencegahnya. Melainkan bertopang dagu menghirup udara sebanyak-banyaknya. “Elvan!” panggil Belle. Berlari di belakang sebelum akhirnya Elvan berhenti dan berbalik menatapnya.“Kenapa kau mengacuhkan Dahlia seperti itu?” tanya Belle sembari mengatur nafasnya.“Lalu, aku harus bagaimana lagi? Dia meminta pertanggungjawaban, aku sudah memberikannya-”“Sialan!” umpat Belle memotong, “kau pikir dengan lari dari kenyataan bisa

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (58)

    Dahlia kembali ke dalam kelasnya dengan mata yang sembab, sorakan saat ia masuk membuat mentalnya semakin jatuh.Orang-orang itu sama sekali tak memikirkan perasaannya. “Aku tidak tahan lagi,” gumamnya.Telinganya memaksa untuk tuli agar tak mendengarkan cemoohan yang semakin lama membuatnya muak. Setibanya di rumah, Dahlia langsung pergi menuju kamar dan menguncinya dari dalam. Pikirannya sudah bulat, Dahlia menuliskan beberapa surat yang kemudian diletakkan di dalam laci.“Maaf ... maaf, aku tidak sekuat itu untuk menahan semua ini.” ucapnya meletakkan pulpen dan berjalan ke kamar mandi. Perlahan-lahan, Dahlia masuk ke dalam bathtub yang sudah penuh dengan air. Merebahkan tubuhnya seiring dengan kran air yang terus mengalir, Dahlia menikmati saat-saat terakhirnya.“Sangat me-ne-nang-kan-” Dahlia mulai kehilangan kesadarannya diiringi rasa sesak yang terus menekan jantungnya, namun hal itu nyatanya tak membuat Dahlia mengurungkan niatannya.*** Albara yang baru saja menyuapi B

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (59)

    Langkah kaki terlihat semakin memasuki area sekolah, suasana hening di pagi hari sedikit menenangkannya.Belle memegang tasnya erat-erat sembari menundukkan kepala dan berjalan menuju kelasnya.Lorong-lorong itu menjadi saksi kejadian tragis yang dialami Dahlia, namun Belle berusaha untuk tak melihatnya.“Aku salah, aku terlalu berharap bahwa semua ini hanya ilusi. Dan kemudian, aku kembali jatuh pada kenyataan yang pahit,” ujarnya.Berdiri di depan kelas memandangi bangku-bangku yang masih kosong.Matanya tertuju pada bangku tempat Dahlia duduk bersamanya, kakinya membeku di sana tak ingin masuk ke dalam kelas.Akan tetapi, Belle berusaha menghadapinya dan tak menghiraukan perasaannya yang terluka.Selang beberapa saat, kelas mulai di datangi oleh beberapa murid yang terkejut kala melihat Belle duduk di tempat Dahlia.Sekilas mereka mengira bahwa itu Dahlia. “Benarkan? Dia memang orang ternaif yang pernah aku temui.” ucap Khaira berjalan masuk ke dalam kelas bersama Angel.Maniknya

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (60)

    Kegelapan memenuhi satu ruangan di rumah megah yang penuh dengan cahaya lampu. Disaat itu, Albara tengah membawa piring dan gelas menuju ke sana. Menaiki satu-persatu anak tangga dengan perlahan. “Belle, kenapa tidak turun untuk makan?” tanya Albara kala membuka pintu kamar Belle.Gadis itu terbaring lemas di ranjang dengan selimut yang menutupi tubuhnya, Albara menyalakan lampu agar ruangan itu tak sunyi dan gelap.“Hey, bangun.” titah Albara menurunkan selimut dan menatap wajah Belle.“Aku tidak lapar, aku sangat mengantuk.” jawab Belle menepis tangan Albara yang memegangi selimut.Albara beralih duduk di sebelahnya dengan kaki yang mulai dinaikkan di ranjang. Satu tangan menepuk-nepuk kepala Belle yang tertutup selimut, sementara tangan lain memegangi ponsel.“Kenapa kau sangat keras kepala? Hanya karna masalah kecil selalu tidak makan,” ejek Albara.“Ini bukan masalah kecil, dampaknya sangat besar!” tegas Belle bangun dan memandang Albara yang tepat berada di sebelahnya. Wajah

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (61)

    “Berdiri, kalian sudah cukup istirahat!” titahnya kemudian.Belle berusaha menopang tubuhnya yang terus goyah dan berbaris bersama yang lain. “Lakukan kuda-kuda ... hey, kau bukan seperti itu!”Pengawas itu menghampiri Belle yang salah melakukan kuda-kuda, kemudian memukul kakinya dengan tongkat untuk membenarkan. Institut memulai dengan beberapa gerakan dasar belah diri yang kemudian diikuti oleh semua orang. Pengawas berjalan di sekeliling mereka dan memukul siapapun yang tak melakukan gerakan dengan baik. “Aku hanya salah sedikit, kenapa sampai seperti itu?” ringis Belle menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya setelah mendapatkan pukulan tongkat beberapa kali. Selang beberapa saat, Albara yang sudah selesai dengan kegiatannya menghampiri Belle yang sedang berlatih. Gadis itu mengerutkan kedua alisnya dengan bibir yang membulat kala Albara sampai.“Tuan, tahap pertama sudah hampir selesai.” ungkap pengawas menunduk saat berada di sebelah Albara.Pria itu mengepulkan asap rokok y

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (62)

    Belle memegangi cangkir yang berisi teh hangat, menyeruputnya perlahan-lahan sembari membiarkan Albara memakaikan selimut di tubuhnya.“Hey, tuan kenapa mereka seperti itu?” tanya Belle kala matanya menangkap adegan kekerasan yang tak jauh dari posisinya.“Itu sudah biasa, tidak akan ada masalah jadi jangan dihiraukan.” balas Albara duduk di dekat Belle.Mengalihkan pandangannya dari kedua pria yang hendak berkelahi. Beberapa jam kemudian, Belle tertidur lelap menyender kepada Albara. Pria itu masih berbincang dengan asistennya dengan menahan tubuh Belle agar tak jatuh.Lalu, membawanya menuju kamar. Sebelum merebahkan Belle di ranjang, Albara melepaskan sepatu dan jaket yang ada pada Belle. Kemudian, mengambil pakaian di lemari dan menuju kamar mandi.“Berpacaran dengan gadis yang belum genap 19 tahun, apa bisa disebut menyukainya?” tanya Albara sembari memejamkan mata membiarkan air mengalir dari rambut menuju pangkal kakinya.Sejenak, mendongakkan kepala agar wajahnya terguyur a

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (63)

    Siang harinya, Albara bersiap untuk memulai pelatihan bersama timnya. Tak lupa membawa beberapa peralatan yang mereka butuhkan. Namun, dari keseluruhan yang ikut pelatihan Albara terus mengacuhkan Anna. Bahkan ucapan gadis itu tak diresponnya dan membuat Anna sangat marah.“Hanya aku, saat aku mengajak berbicara tuan mengabaikanku. Ada apa ini? Apa tuan menyalahkanku?” lirihnya gusar.Bibirnya membulat sempurna dengan mata yang melirik tajam, namun Anna tetap berusaha menarik atensi Albara. “Perhatikan baik-baik, setelah itu kalian lakukan sendiri,” titah Albara. Selang beberapa jam, ia meninggalkan lokasi hendak memeriksa keadaan Belle. Namun, saat ia sampai di sana matanya malah mendapati Anna berdiri di dekat ranjang Belle yang sudah ketakutan. “Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah pelatihan masih berlangsung?” tanya Albara berjalan mendekat.“Aku pergi ke toilet, dan aku pikir akan mengunjunginya.” dalih Anna mundur beberapa langkah dari Belle. Albara menatap mata Belle da

Bab terbaru

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (66)

    Dentingan ponsel menarik atensi Albara untuk mengulurkan tangannya, tatapan matanya berubah menjadi dingin kala membaca pesan yang dikirimkan kepadanya. Tanpa mengatakan apapun, ia membuang puntung rokok dan segera menuju kamarnya dengan tergesa-gesa.“Ada apa dengannya?” tanya Belle kala Albara keluar dari kamarnya. Gadis itu masih duduk di depan meja riasnya menatap pintu yang tak ditutup. Albara yang sampai di kamarnya buru-buru membuka laptop dan memeriksa sesuatu, raut wajahnya kian memburuk kala membaca email dari seseorang.“Sial! Dia membatalkan kerja sama hanya karna satu anggotanya ditangkap polisi.” geramnya memijat dahinya dengan gusar. “Kau juga harus menanggung kerugiannya!” pekiknya menuliskan pesan kepada sekretarisnya untuk segera menyiapkan tiket keluar negeri. Sementara itu, ia pergi mandi dan bersiap-siap untuk sarapan bersama Belle sesaat setelah pelayan memberitahunya bahwa Belle sudah menunggu di meja makan. Gadis itu fokus dengan ponselnya sampai-sampai t

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (65)

    Setelah sampai di rumah, ia tak mencari Albara karna tahu pria itu sudah berangkat bekerja. Bahkan tanpa sarapan, Belle duduk sendirian di meja makan menatap beberapa hidangan yang sudah disiapkan. “Kenapa pelayan menyajikan banyak makanan saat mereka tahu tuan tidak makan?” gumam Belle memakan perlahan. Belle menghabiskan waktunya seharian di rumah melakukan aktivitas yang dapat membuatnya sibuk. Namun, saat malam menjelang Albara tak kunjung pulang ataupun mengabari. “Biasanya sore tuan sudah pulang,” lirihnya.Berada di balkon terus memandang gerbang yang tertutup. Selang beberapa saat, Belle bergegas ke kamarnya berganti pakaian dan mengambil tas untuk menemui Albara di perusahaan tanpa memberitahunya. “Pak, apa masih lama?” tanya Belle tak sabar. “Sebentar lagi sampai, nona. Jalanan sedikit macet,” balas supir. Saat sampai, Belle masuk sendirian sementara supir menunggu di parkiran. Gadis itu merasa canggung kala memasuki tempat besar yang berisi orang-orang dengan penam

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (64)

    Belle merasa bahagia ketika menjalani prosesi wisuda, namun juga merasakan kekecewaan kala teringat Dahlia yang sudah tiada. Suasana itu membuat Belle merasa kesepian dan dirundung kesedihan. “Andai saja ... kau masih ada di sini,” lirihnya. Melirik buket bunga yang sedang dipegangnya. Kemudian, sorot matanya tiba-tiba tertuju pada Albara yang duduk di bangku wali murid dengan memegang ponselnya memotret Belle. Senyuman di wajah gadis itu kian merona menghadap Albara. Setelah acara selesai, Albara membawa Belle untuk pulang lebih awal. Namun, keduanya tak langsung sampai di rumah, melainkan datang ke sebuah gedung yang sengaja dipesan Albara.“Bagaimanapun juga, kita harus merayakannya.” gumam Albara mengulurkan tangannya. Berjalan masuk bersama Belle dan memasuki sebuah ruangan yang gelap. Langkah kaki Belle terhenti, matanya menatap tajam ke arah suasana sunyi penuh dengan warna hitam di hadapannya. Hatinya bergejolak kala Albara menariknya untuk masuk ke sana dan duduk di

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (63)

    Siang harinya, Albara bersiap untuk memulai pelatihan bersama timnya. Tak lupa membawa beberapa peralatan yang mereka butuhkan. Namun, dari keseluruhan yang ikut pelatihan Albara terus mengacuhkan Anna. Bahkan ucapan gadis itu tak diresponnya dan membuat Anna sangat marah.“Hanya aku, saat aku mengajak berbicara tuan mengabaikanku. Ada apa ini? Apa tuan menyalahkanku?” lirihnya gusar.Bibirnya membulat sempurna dengan mata yang melirik tajam, namun Anna tetap berusaha menarik atensi Albara. “Perhatikan baik-baik, setelah itu kalian lakukan sendiri,” titah Albara. Selang beberapa jam, ia meninggalkan lokasi hendak memeriksa keadaan Belle. Namun, saat ia sampai di sana matanya malah mendapati Anna berdiri di dekat ranjang Belle yang sudah ketakutan. “Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah pelatihan masih berlangsung?” tanya Albara berjalan mendekat.“Aku pergi ke toilet, dan aku pikir akan mengunjunginya.” dalih Anna mundur beberapa langkah dari Belle. Albara menatap mata Belle da

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (62)

    Belle memegangi cangkir yang berisi teh hangat, menyeruputnya perlahan-lahan sembari membiarkan Albara memakaikan selimut di tubuhnya.“Hey, tuan kenapa mereka seperti itu?” tanya Belle kala matanya menangkap adegan kekerasan yang tak jauh dari posisinya.“Itu sudah biasa, tidak akan ada masalah jadi jangan dihiraukan.” balas Albara duduk di dekat Belle.Mengalihkan pandangannya dari kedua pria yang hendak berkelahi. Beberapa jam kemudian, Belle tertidur lelap menyender kepada Albara. Pria itu masih berbincang dengan asistennya dengan menahan tubuh Belle agar tak jatuh.Lalu, membawanya menuju kamar. Sebelum merebahkan Belle di ranjang, Albara melepaskan sepatu dan jaket yang ada pada Belle. Kemudian, mengambil pakaian di lemari dan menuju kamar mandi.“Berpacaran dengan gadis yang belum genap 19 tahun, apa bisa disebut menyukainya?” tanya Albara sembari memejamkan mata membiarkan air mengalir dari rambut menuju pangkal kakinya.Sejenak, mendongakkan kepala agar wajahnya terguyur a

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (61)

    “Berdiri, kalian sudah cukup istirahat!” titahnya kemudian.Belle berusaha menopang tubuhnya yang terus goyah dan berbaris bersama yang lain. “Lakukan kuda-kuda ... hey, kau bukan seperti itu!”Pengawas itu menghampiri Belle yang salah melakukan kuda-kuda, kemudian memukul kakinya dengan tongkat untuk membenarkan. Institut memulai dengan beberapa gerakan dasar belah diri yang kemudian diikuti oleh semua orang. Pengawas berjalan di sekeliling mereka dan memukul siapapun yang tak melakukan gerakan dengan baik. “Aku hanya salah sedikit, kenapa sampai seperti itu?” ringis Belle menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya setelah mendapatkan pukulan tongkat beberapa kali. Selang beberapa saat, Albara yang sudah selesai dengan kegiatannya menghampiri Belle yang sedang berlatih. Gadis itu mengerutkan kedua alisnya dengan bibir yang membulat kala Albara sampai.“Tuan, tahap pertama sudah hampir selesai.” ungkap pengawas menunduk saat berada di sebelah Albara.Pria itu mengepulkan asap rokok y

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (60)

    Kegelapan memenuhi satu ruangan di rumah megah yang penuh dengan cahaya lampu. Disaat itu, Albara tengah membawa piring dan gelas menuju ke sana. Menaiki satu-persatu anak tangga dengan perlahan. “Belle, kenapa tidak turun untuk makan?” tanya Albara kala membuka pintu kamar Belle.Gadis itu terbaring lemas di ranjang dengan selimut yang menutupi tubuhnya, Albara menyalakan lampu agar ruangan itu tak sunyi dan gelap.“Hey, bangun.” titah Albara menurunkan selimut dan menatap wajah Belle.“Aku tidak lapar, aku sangat mengantuk.” jawab Belle menepis tangan Albara yang memegangi selimut.Albara beralih duduk di sebelahnya dengan kaki yang mulai dinaikkan di ranjang. Satu tangan menepuk-nepuk kepala Belle yang tertutup selimut, sementara tangan lain memegangi ponsel.“Kenapa kau sangat keras kepala? Hanya karna masalah kecil selalu tidak makan,” ejek Albara.“Ini bukan masalah kecil, dampaknya sangat besar!” tegas Belle bangun dan memandang Albara yang tepat berada di sebelahnya. Wajah

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (59)

    Langkah kaki terlihat semakin memasuki area sekolah, suasana hening di pagi hari sedikit menenangkannya.Belle memegang tasnya erat-erat sembari menundukkan kepala dan berjalan menuju kelasnya.Lorong-lorong itu menjadi saksi kejadian tragis yang dialami Dahlia, namun Belle berusaha untuk tak melihatnya.“Aku salah, aku terlalu berharap bahwa semua ini hanya ilusi. Dan kemudian, aku kembali jatuh pada kenyataan yang pahit,” ujarnya.Berdiri di depan kelas memandangi bangku-bangku yang masih kosong.Matanya tertuju pada bangku tempat Dahlia duduk bersamanya, kakinya membeku di sana tak ingin masuk ke dalam kelas.Akan tetapi, Belle berusaha menghadapinya dan tak menghiraukan perasaannya yang terluka.Selang beberapa saat, kelas mulai di datangi oleh beberapa murid yang terkejut kala melihat Belle duduk di tempat Dahlia.Sekilas mereka mengira bahwa itu Dahlia. “Benarkan? Dia memang orang ternaif yang pernah aku temui.” ucap Khaira berjalan masuk ke dalam kelas bersama Angel.Maniknya

  • Pemilik Hati Tuan Mafia   Part (58)

    Dahlia kembali ke dalam kelasnya dengan mata yang sembab, sorakan saat ia masuk membuat mentalnya semakin jatuh.Orang-orang itu sama sekali tak memikirkan perasaannya. “Aku tidak tahan lagi,” gumamnya.Telinganya memaksa untuk tuli agar tak mendengarkan cemoohan yang semakin lama membuatnya muak. Setibanya di rumah, Dahlia langsung pergi menuju kamar dan menguncinya dari dalam. Pikirannya sudah bulat, Dahlia menuliskan beberapa surat yang kemudian diletakkan di dalam laci.“Maaf ... maaf, aku tidak sekuat itu untuk menahan semua ini.” ucapnya meletakkan pulpen dan berjalan ke kamar mandi. Perlahan-lahan, Dahlia masuk ke dalam bathtub yang sudah penuh dengan air. Merebahkan tubuhnya seiring dengan kran air yang terus mengalir, Dahlia menikmati saat-saat terakhirnya.“Sangat me-ne-nang-kan-” Dahlia mulai kehilangan kesadarannya diiringi rasa sesak yang terus menekan jantungnya, namun hal itu nyatanya tak membuat Dahlia mengurungkan niatannya.*** Albara yang baru saja menyuapi B

DMCA.com Protection Status