Kita tidak pernah tahu hal apa yang membuat kita bahagia sebelum kita benar-benar melakukannya. Bertemu dengan Bela membawa angin segar tersendiri bagi Nyla yang tadinya enggan untuk bertegur sapa. Kesepiannya mulai terobati. Masih ada yang secara langsung meluangkan waktu untuk peduli dengan keadaannya alih-alih mencemooh dan merendahkan seperti halnya sebagian orang di kampus.
Bela memesankan taksi untuk Nyla sekaligus membayar ongkosnya meskipun dia tidak bisa turun mengantar gadis itu. Ibu Bela justru dengan cekatan, meskipun duduk di kursi roda, memberi bekal kepada Nyla setelah dia tahu bahwa Nyla tinggal tanpa keluarga. “Kalau ada waktu, sering-sering lah main ke mari. Tante akan sangat senang walaupun tante ditinggal sendirian,” candanya pada Nyla. Tapi itu benar, terkadang orang hanya perlu ditemani tidak harus didengarkan, tidak harus diperhatikan, dan mereka tetap merasakan kebahagiaan. Bukankah itu relasi matang yang sesungguhnya, menghargai keberadaan d
Yuk kritik dan masukannya. :D
“Aku pikir Kak Bela tidak akan menghubungi aku.” Meskipun baru sekali berkunjung, dan ini kedua kalinya, Nyla sudah merasa nyaman bertamu di apartemen Bela. Itu semua karena keramahan Bela dan ibunya. Begitu Bela membukakan pintu Nyla langsung mengekor Bela dan duduk di sofa tanpa perlu dipersilakan. Sementara itu Bela terus berjalan ke kamarnya. “Jangan konyol. Aku bukan orang yang suka ingkar janji,” jawab Bela sesaat setelah ia kembali dari kamarnya. Ia keluar dengan membawa sebuah kotak kemudian duduk di sebelah Nyla dan membuka kotak itu. Nyla melihat isinya dengan sangat takjub. Botol-botol kecil beraneka bentuk dan warna yang sangat menarik. Benda-benda yang semakin menunjukkan sisi feminim seorang wanita. Jika hanya satu atau dua dia pernah melihatnya, tapi sebanyak itu, satu kotak penuh, ia hanya pernah melihatnya di toko bukan milik seseorang. “Mau coba?” tawar Bela, tetapi Nyla hanya tersenyum dan menggeleng. Ia merasa tidak cocok menyapukan kuteks
Parta mencerna setiap informasi yang diberikan oleh Robi. Dialah satu-satunya jalan untuk bisa mendengar kabar tentang gadis itu, Nyla. Sementara tentang hubungan Robi dan Bela, baginya itu tidak mengejutkan, ia sudah pernah menduga bahwa kedua orang itu saling menyukai dan beruntungnya kepercayaan Bela tidak berkurang sedikit pun sehingga Robi pun juga menaruh perhatian padanya. Akan berbeda cerita, jika Bela tidak menjadi saksi kejadian malam itu maka bisa dipastikan pikiran negatif tidak bisa ditepis. Robi dan Bela pun juga tidak seserius sekarang ini. Dampak positif untuk orang lain dari kejadian yang dialami Parta. Menitipkan Nyla pada Bela membawa angin kelegaan bagi Parta. Meskipun keduanya sangat berbeda, tapi Parta yakin mereka bisa saling mengisi apalagi Robi sendiri mengatakan bahwa dia sudah tidak mengizinkan Bela pergi ke tempat hiburan malam. Sepenuhnya Parta percaya Bela bisa menjadi teman untuk Nyla. Sekarang tinggal kabar tentang Yoga. Meskipun Vika
Beny’s Books & Coffee. Sebuah papan nama terpampang jelas di depan ruko berlantai tiga tak jauh dari kampus Nyla. Sebuah gambar buku terbuka di samping secangkir kopi melengkapi tampilan papan nama yang membentang sepanjang dua meter. Itulah tempat usaha yang diberikan Robi untuk Bela, toko buku sekaligus mini kafe dengan nama yang jelas dipaksakan, tapi itulah pilihan Robi dan Bela tidak bisa bernegosiasi untuk hal itu. Semuanya sudah satu paket. Bela tampak mengembuskan napas begitu turun dari mobil merah kesayangannya. Sama seperti yang dilakukan Nyla, Ia memandangi papan nama itu dengan enggan dan kemudian hanya mampu mengangkat kedua bahu saat Nyla memicingkan mata dan menaruh tanya pada tatapannya. “Kita masuk saja!” ajak Bela yang langsung menggamit lengan Nyla. Melangkah ringan memasuki tempat yang akan menjadi milik mereka. Sepi. Masih sepi. Bela kembali memasukkan kunci ke dalam tas mungilnya dan membiarkan pintu
Parta terus tersenyum saat melihat ekspresi terkejut Nyla. Satu-satunya potret yang dikirim Bela begitu ia keluar dari jeruji besi. Dua bulan berada di ruang yang dingin dan engap itu dengan mudah dilupakan begitu mendapati kerinduannya sedikit terpenuhi. Gadis yang terlihat semakin cantik di matanya. “Kamu yakin? Dia akan sangat senang kalau kamu datang atau setidaknya temui aku. Ingat, aku ini temanmu, bukan sekadar orang suruhanmu!” oceh Bela saat Parta melakukan panggilan video dengannya. “Dia tidak akan mengenaliku,” kata Parta sambil menunjukkan jambang yang mulai memenuhi wajahnya. Ia sedikit bercermin melalui tampilan layar handphonenya. Benar, selama ditahan hingga sudah seminggu keluar, ia hanya beberapa kali mencukur jambangnya. “Dan kamu ... ayolah, masa hanya ada satu foto?” gerutu Parta. Ia merengek meminta foto Nyla yang lainnya. “Kamu pikir Nyla mau difoto? Sekali pun aku bilang untuk ditunjukkan padamu, pasti dia tidak akan mau. Kalau memang
“Ayolah, Pa. Ajari anak kesayangan papa ini untuk merayu wanita.” Parta merengek pada ayahnya yang sibuk merapikan koper sementara dirinya duduk santai sambil memeluk ibunya. Ia mengatakan itu dengan sengaja dan menantang. Ia ingin memancing ayahnya untuk bersikap romantis pada ibunya. “Singkirkan harapanmu itu! Cepat cukur kumis dan jambangmu itu. Kamu kelihatan lebih tua dari papa,” sentak Panji. Raut wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun karena dia terus menunduk merapikan koper yang masih saja susah untuk ditutup. “Wow. Aku tak pernah menyangka papa akan menggunakan nada tinggi saat bicara padaku di depan mama. Tapi aku beruntung karena mama pasti selalu membelaku.” Parta mendongak sambil tersenyum untuk melihat ibunya. “Bukan lebih tua. Seperti ini dia lebih dewasa. Kita tidak perlu banyak cerewet lagi padanya,” jawab Ratna sambil tersenyum dan mengelus punggung Parta. Sedari tadi Panji hanya berfokus pada tugasnya merapikan isi koper hingg
Menyusul Vika dan Yoga menjadi langkah ringan Parta. Berdasarkan informasi dari Vika, setelah bersusah payah menjelaskan segala sesuatu pada Karlos yang sekarang lebih protektif pada anak gadisnya, akhirnya Parta mendapat izin untuk menghubungi Vika. Betapa bahagia gadis itu setelah mendengar kabar langsung dari Parta. Selesainya masalah Parta membawa kelegaan tersendiri baginya. Semuanya juga jadi lebih mudah bagi Vika begitu tahu Parta akan menyusulnya. Ia juga yang nantinya membantu segala administrasi untuk kepindahan Parta. Mereka memang teman yang solid. “Hai,” sapa Parta begitu Vika membuka pintu apartemennya. Gadis itu langsung membaur memeluk Parta. Jangan heran, itu adalah pelukan persahabatan. Sahabat yang sudah lama tidak berjumpa dan berkomunikasi. “Aku tidak percaya kalau bakalan secepat ini ...” “Keluar dari sel?” seloroh Parta memotong kata-kata Vika. Gadis itu langsung mengurai pelukan dan menatap Parta dengan tajam. Telunjukn
“Soal papamu, aku tidak tahu,” sambung Parta sebelum Yoga melanjutkan kalimatnya yang menggantung. “Seperti yang aku bilang, aku hanya tahu papa, mama, dan sedikit tentang Nyla. Tidak tahu tentang kakek, nenek, juga papamu.” Parta mengangkat kedua bahunya dan terus menatap televisi. “Aku tidak menanyakan kabar papa. Aku justru ingin minta maaf untuk semua kesalahannya dan terutama kesalahanku. Aku hanya punya dia karena itu aku selalu berusaha menuruti, kata-katanya, ambisinya. Tapi, kenyataannya papa bukan orang yang tepat di saat aku terpuruk. Tapi, ya, dia tetap papaku.” “Ya, dia tetap papamu dan kamu harus tetap berbakti padanya.” Yoga mengangguk pelan. Ia ingin bercerita banyak dan mengakui segala kesalahan yang sengaja dilakukannya langsung pada Parta untuk kemudian meminta maaf, tapi sikap Parta membuatnya urung. Ia merasa hanya jika bersama dengan Vika ia akan bisa menyampaikan semuanya yang nantinya akan sedikit mengurangi beban di hatinya. K
“Jadi, menurutmu dia suka sama kamu?” Bela menuang air panas ke dalam dua cangkir yang sudah berisi bubuk cokelat sambil sesekali mengarahkan pandangannya mengikuti gerakan Nyla yang sedang mengeluarkan isi tasnya. Sudah lama ia tidak mendengar gaya bercerita seperti ini dan ia sangat penasaran sekaligus antusias dengan cerita yang akan disampaikan Nyla. “Ya, kurasa seperti itu.” Nyla mengangkat kedua bahunya, menyatakan keraguan dari kata-katanya sendiri. Kini ia sudah berhasil merapikan kembali isi tasnya. Beberapa kertas sepertinya menjadi barang berharga yang harus diperhatikan keselamatannya. Ia menyusunnya dengan rapi. Menyatukan beberapa lembar menjadi berkas-berkas terpisah dan menautkan sebuah klip warna-warni untuk membedakannya. Hari ini semua sudah selesai. Setelah hampir seminggu penuh bolak-balik kampus dan luar kota, akhirnya Nyla bisa lagi menginjakkan kakinya di kafe yang menenangkan itu. Lega, semua bisa diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.