Home / Romansa / Pembantu Rasa Nyonya / Bab 78. Cemburu?

Share

Bab 78. Cemburu?

Author: Astika Buana
last update Last Updated: 2022-08-19 12:27:32

"Tenang, aku bersamamu. Ini saatnya, kita menghadapi kenyataan," ucapnya sambil tersenyum mencoba memberi kekuatan kepadaku.

Aku mengikuti langkah panjang Mas Suma, dia menggenggam erat tangan ini untuk menambah keberanian di hati. Entah kenapa, jalan berbatu yang aku lalui seakan berubah menjadi jalan yang terjal.

Di ujung sana, lelaki itu tidak menyadari sedari tadi mata kami tertuju kepadanya. Dia masih sibuk menenangkan gadis kecil yang merengek manja di gendongannya.

Ya, Mas Bram dengan anaknya dari istri barunya, Wulan.

Laki-laki yang pernah aku titipkan hati ini sepenuhnya untuknya, sekaligus yang menghancurkan hatiku tanpa sisa.

Untunglah, di sampingku sudah ada seseorang yang sudah merengkuh dan memulihkan hatiku untuk kembali mencinta.

Mas Kusuma.

Yang sudah kuyakini menjadi satu-satunya penghuni di hati ini. Menjadi temanku untuk melangkah menyambut indahnya dunia. Dan, yang menjadi kekuatanku menghadapi kenyataan yang harus kuhadapi.

Seperti sekarang, ini.

"Pak Bram!" pa
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sitihasanah Titi
Rani emang wanita yang baik. dia ikhlaskan bram meninggalkannya.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 79. Papi?

    "Mas Suma, kita antar Elena, ya. Sekalian aku ingin menyapa Wulan," ucapku berusaha tenang. Kamipun menuju pondok tempat mereka berteduh. Dari jauh terlihat seorang wanita sibuk mengejar anaknya yang berjalan kesana-sini. Sesekali anak itu terjatuh dan bangun kembali.Dia terlihat kaget ketika melihat kedatangan kami."Mbak Rani?" serunya.Dia langsung menggendong putrinya dan menghampiri kami. Elena yang di gendonganku minta turun untuk bermain di rumput."Kebetulan sekali, kita bertemu di sini. Apakah Wisnu juga ikut?" tanyanya setelah kami bersalaman. "Iya, Wisnu ikut, dia bersama Amelia di taman samping. Nanti saya kasih tahu, untuk dia ke sini. Dia belum kenalan sama adik-adiknya kan, Mas?" Mas Bram mengangguk dan tersenyum. Terlihat sekali, dia berusaha bersikap sewajarnya. "Sudah dua putri ya, Pak Bram?" tanya Mas Suma sambil mengarahkan pandangan ke kedua gadis kecil itu."Iya, Pak. Masih kecil-kecil," jelas Mas Bram."Kami juga pingin ngebut kayak Pak Bram. Yah minimal dua

    Last Updated : 2022-08-19
  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 80. Sangu Ala Mami

    Bab 80. Sangu"Tuan Kusuma. Maaf mengganggu. Ada Nyonya Besar di bawah. Beliau menunggu," ucap Pak Maman."Mas Suma, Mami?!" ucapku bergegas bersiap turun menemui mertuaku itu.'Tumben pagi-pagi kesini. Apa mau melihat kura-kuranya? Atau, ada hal lain yang penting?' pikirku was-was.Mertuaku duduk di single sofa di ruang tamu dengan penampilan seperti biasa. Rambut disasak tinggi dan fashion yang cetar dari atas sampai bawah. Ada Anita sekertarisnya dan beberapa orang berjas hitam berpakaian rapi ala Men in Black, tapi tanpa kaca mata. Pak Sutar, orang kepercayaannya tergopoh masuk ruangan dengan badan membungkuk menyerahkan tas branded ke Nyonya Besar, mertuaku itu.Di sofa satunya, duduk seorang wanita berdandan super rapi dengan memegang map terbuka yang berisi beberapa kertas, entah apa itu.Aku, Amelia dan Wisnu langsung menghampiri Nyonya Besar, mengambil tangannya untuk salim cium tangan, secara bergantian. Beliau, tersenyum sambil mengusap kepala Amelia dan Wisnu.Budaya in

    Last Updated : 2022-08-20
  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 81. Hebohnya Keluargaku

    Persiapan pembukaan gallery sudah matang. Semua barang disusun seperti arahanku. Benar, kata Mas Suma, aku harus kasih nyawaku di sini. Setiap sudut mencerminkan tentang aku. Cafe pun sudah siap operasi. Menu-menu andalanku sudah dikuasai benar oleh Chef nya, begitu juga Bartendernya. Aku ingin semua berjalan sesuai rencana, zero mistake, itu yang aku tekankan ke Aitu. Semua rencana yang beresiko, aku tidak pakai. Buat apa pusing, kalau yang pasti-pasti saja ada. "Ibu Rani, jadwal wawancara dan foto shoot sudah disetujui pagi hari jam sepuluh. Ini majalah yang minta wawancara eksklusif. Mereka kasih note, minta keluarga mendampingi. Ini proposalnya," kata Aitu menyodorkan berkas. Deskripsinya, mereka ingin mengangkat bahwa seseorang wanitapun bisa berkarya. Tanpa meninggalkan keluarga, bahkan dukungan orang-orang terdekat adalah motivasinya. Bagus, sih. Bisa menginspirasi perempuan di luar sana. Aku jadi teringat tentang perjalananku, sampai Mas Suma terbersit ide memberiku mahar

    Last Updated : 2022-08-21
  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 82. Aku Tidak Mampu

    Apa lagi yang harus dibicarakan oleh mantan suamiku ini?Membuat aku penasaran.*** Pov Tuan Kusuma Hari ini pembukaan Gallery Maharani, lega rasanya. Akhirnya, aku bisa memberikan binar di matanya. Awalnya, aku kesulitan memilih apa yang Maharani sukai. Emas, permata bahkan uang sekalipun, dia terlihat tidak tertarik.Tanggalannya, biasa saja. Dia spesial, tidak seperti wanita lain yang bersedia bersamaku karena apa yang ada di sekitarku. Bukan karena aku seorang Tuan Kusuma pemilik beberapa perusahaan.. Malah dia terang-terangan menolakku karena merasa dia tidak pantas. Usahaku untuk mengerti apa yang dia mau, akhirnya tercapai. Yang diinginkan dia adalah kesempatan. Ya, kesempatan untuk berkembang dan membuktikan bahwa dia bukan wanita biasa. Dan, dia sudah membuktikannya. "Pak Kusuma, maaf. Bisakah saya minta waktu untuk bicara dengan Maharani?" ujar Pak Bram, mantan suami Maharani, istriku. Terhenyak, aku melihat kedatangannya. Sikap Pak Bram, sering kali membuatku mera

    Last Updated : 2022-08-21
  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 83. Usai Untuk Memulai

    "Mas Bram, hiduplah dengan bahagia. Kisah kita adalah bagian yang terindah yang kita miliki. Dan sekarang sudah usai, Mas. Lepaskan bayang-bayang salahmu. Kami sudah memaafkanmu. Bahagialah bersama Wulan dan anak-anak," ucapku mencoba memberi pengertiaan.Perkataanku bukan menenangkan, malah membuat Mas Bram semakin menangis. Luruh dari duduknya, kedua lututnya jatuh di lantai. Dia terduduk dan menangis tergugu di depan kami."Mas Bram!" teriakku.Wisnu langsung berdiri dan lari mendekat ke papanya. Dia langsung duduk memeluk Mas Bram. Anak dan bapak menangis bersama.Dadaku sesak seketika. Hati ini terulang sakitnya. Perpisahan keluarga selalu meninggalkan luka. Tidak hanya kami orang tua, anakpun akan tertoreh hatinya.Air mataku meluncur tak tertahankan. Aku seperti tertarik ke dunia lain yang hanya ada kami bertiga saja. Dan, kami tergugu bersama di sana."Aku minta maaf! Aku salah! Maafkan aku, Rani, Wisnu!" ucapnya memeluk erat Wisnu."Anakku, setiap malam aku selalu memikirkanm

    Last Updated : 2022-08-21
  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 84. Monumen Cinta

    Aku memandang gedung yang menjulang di depanku. Gedung ini sebagai mahar pernikahan, ini adalah monumen cinta kami. Kisah antara Maharani dan Kusuma terpatri di sini. Dia suami yang mengerti akan diriku. Berawal dari niatku untuk membuatnya bangga, aku mendapatkan penghargaan tingkat international. Mungkin dengan dasar itulah, Mas Suma memberiku kesempatan untuk berkarya dengan memberiku mahar satu unit gallery lengkap dengan karyawan dan semua operasional.Maharani Gallery and Cafe, nama terpahat indah di batu besar. Warna emas kontras dengan hitamnya batu kali. Air menyembur di sela batu besar ini, jatuh di kolam yang penuh bebatuan dan tumbuhan hijau disampingnya. Ikan warna-warni berlarian di sela gemericik air yang tumpah."Kamu senang, Honey?" ucap Mas Suma sambil memelukku dari belakang. Sengaja aku minta diantar pagi-pagi, sebelum karyawan datang. Ini hari pertama galeri. Aku ingin memuaskan menikmati hanya berdua dengan Mas Suma, suamiku.Tangannya mengusap lembut perut bun

    Last Updated : 2022-08-22
  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 85. Pecah Telur

    Baru pertama ini, seorang Kusuma-Bos Besar membuka pintu gerbang. Biasanya satpam yang melakukannya.Aku menatapnya dari teras galeri. Pintu terbuka dengan sendirinya setelah dia membuka kunci. Kok bisa?Pintu terbuka pelan, menunjukkan beberapa orang berjajar di balik pintu gerbang. Ada Aitu dan karyawan yang lain di sana. Aitu, pegawai kepercayaan Mas Suma yang ditunjuk membantuku.Mungkin mereka sudah datang sedari tadi, buktinya Mas Suma membuka kunci dan mereka langsung membukanya dari luar. Ternyata tidak hanya aku yang rajin di hari pertama. Untunglah, Mas Suma pasang alarm, kalau tidak, bisa kering mereka di luar pagar. Aku tersenyum mengingat kekonyolan kami tadi."Selamat pagi Bu Rani!" ucap mereka bergantian mengangguk ke arahku. Mereka langsung menuju pos masing-masing. Tukang kebun, menyapu halaman dan merapikan daun yang terlihat tua. Bagian Cafe, asyik mempersiapkan bahan-bahan makanan dan minuman. Aitu mondar-mandir mengecek galeri dan berakhir di kantor merapikan ad

    Last Updated : 2022-08-22
  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 86. Aku Untuknya

    "Bagaimana perasaanmu saat ini?" tanya Mas Suma. Sekarang kami di tempat makan Club 21 yang terletak di pinggir kota. Club yang didirikan teman sekolah Mas Suma yang berjumlah dua puluh satu orang. Mereka yang mayoritas pengusaha yang menginginkan tempat spesial, dimana mereka bisa melepaskan atribut yang ada di dirinya. Menjadi pemimpin ataupun publik figur membuat mereka merasa penat, dan di sinilah tempatnya."Perasaan saya? Luar biasa. Ada rasa yang lepas dari hati ini. Rasa itu mulai tumbuh sejak awal gedung itu dibangun dan semakin sesak. Sekarang, rasa itu pecah, lepas dan musnah!" ucapku sambil menghela nafas panjang. Mas Suma berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri tempat dudukku. Dia mengusap pundakku dan berkata, "Rani, begitu beratnya rasa itu?""Berat sekali, Mas. Rasa kawatir akan gagal dan tidak membanggakan Mas Suma. Galeri itu merupakan tanggung jawab dan harapan bagiku, Mas. Kalau aku gagal, itu hanya akan menjadi monumen mati. Aku tidak mau itu!," ucapku deng

    Last Updated : 2022-08-23

Latest chapter

  • Pembantu Rasa Nyonya   Extra Part

    POV Nyonya Besar "Jeng Sastro, bajuku gimana? Ini kok kayaknya miring, ya? Aku kok tidak pede." Ibunya Rani itu menoleh dan tersenyum, kemudian menunjukkan jempol tangannya. "Sudah bagus." Huft! Ibu dan anak memang sama, selalu santai kalau masalah penampilan. Aku kan harus perfekto dalam segala hal. La kalau difoto wartawan, terus dicetak sejuta exsemplar terus bajuku miring, saksakan rambutku mencong, kan tidak asyik. Aku melambaikan tangan ke Anita, memberi kode untuk membawa cermin ke kecil ke arahku. Dia ini memang sekretarisku yang jempolan. Sigap di segala suasana. Dia mendekat, kemudian menghadap ke arahku dengan cermin diletakkan di perutnya. Ini triknya, supaya orang lain tidak melihat aku lagi cek penampilan. Sekarang itu banyak nitizen yang usil. Orang ngupil difoto, bibirnya lagi mencong dijepret, terus diviralkan dan itu justru membanggakan. Menggumbar aib orang. Zaman sekarang itu konsep pikiran orang kok melenceng jauh, ya. "Sudah cetar?" tanyaku memastikan yan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 616. Ending

    Acara sudah tiba. Memang sangaja kami mengambil waktu pagi hari. Selain ini menyegarkan, ini juga tidak mengganggu kedua balitaku. Denish dan Anind. Pagi-pagi team perias sudah sampai. Satu persatu kami dirias, terlebih aku dikhususkan. “Jangan berlebihan make-upnya. Saya ingin natural dan terlihat segar.” “Siap, Nyonya Rani.” Claudia sibuk sana-sini memastikan team yang dia bawa bekerja dengan benar. Dia juga menfokuskan kepada diriku. “Artisnya sekarang ya Bu Rani dan Tuan Kusuma. Jadi harus maksimal,” ucapnya sambil membenahi gaun yang aku pakai. Gaun yang aku gunakan terlihat elegan. Berwarna putih tulang dengan aksen rajutan woll yang menunjukkan kehangatan. Yang membuatku puas, dia menyelipkan permata berkilau di sela-sela rajutan. Ini yang membuat terlihat mewah. Aku mengenakan kerudung warna hitam, dengan aksen senada di bagaian belakang. Keseluruhan, aku sangat puas. Jangan ditanya Mas Suma penampilannya seperti apa, dia seperti pangeran yang baru keluar dari istana. Ku

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 615. Anak-Anak

    Ingin aku mengabaikan apa isi kepalaku, tetapi bisikan-bisikan semakin riuh di kedua telinga ini. Kecurigaan mencuat begitu saja. Bisa saja mereka ada hubungan kembali. Cinta bersemi kembali dengan mantan. Cerita itu sering ada di sekitar kita. Semakin aku memusatkan pikiran untuk tidur, semakin nyaring tuduhan gila yang berjubal di kepala ini. Huft! Aku duduk tegak dan beranjak untuk minum air putih. Mungkin dengan ini, bisa membuatku tenang. Tapi, aku tetap gelisah. Daripada penasaran, lebih baik aku mengintip ada yang dilakukan Mas Suma di ruangan sebelah. Dengan berjingkat, aku keluar dari pintu belakang dan menuju ruang baca. Lamat-lamat terdengar suara Mas Suma. Sip! Dia load speaker. Suara teman dia bicara terdengar juga. Jadi aku bisa tahu apa yang dikatakan Dewi. Tunggu sebentar! Kenapa suaranya bukan perempuan? Tetapi terdengar seperti laki-laki. “Aku tidak mau tahu. Kamu harus melakukan itu untukku,” ucap Mas Suma. Kemudian terdengar suara lelaki satunya. “Tapi, Tu

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 614. Pesan Menyebalkan

    Bab 615.Aku bingung. Sungguh-sungguh bingung. Di depanku terhampar pilihan kain yang cantik-cantik. Dari pilihan bahan sampai pilihan warna. Mana yang aku pilih?“Ini untuk tahun ke berapa, Bu Rani?” tanya Claudia“Baru ke tujuh. Sebenarnya saya juga belum ingin merayakan. Tapi tahu kan, kalau Tuan Kusuma mempunyai niat?” Wanita cantik tersenyum sambil mengangguk. Dia pasti lebih mengerti bangaimana keluarga Adijaya sebenarnya. Termasuk Nyonya Besar.Pertanyaan Claudia memantik ide di kepalaku. Woll itu kan berwarna putih, jadi …. Sip!“Aku pilih warna putih. Nuansa putih yang dipadukan dengan bahan woll,” ucapku dengan mata menjelajah. Claudia bergerak sigap. Dia menyingkirkan semua selain berwarna putih. Ini membuatku mudah.Tangan Claudia mulai bergerak lincah menggambar apa yang aku inginkan. Bukan keinginan bentuknya, tetapi keinginanku pada pernikahan ini. Yang membuatku suka, dia merancang baju dengan filosofi di dalamnya. Semua ada artinya.“Keluarga besar menggunakan pilihan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 613. Persiapan

    “Berhasil?” tanya Maharani menyambutku.“Desi?”“Iya.”“Sangat-sangat berhasil. Dia juga titip salam untuk dirimu yang sudah memberikan ide ini,” ucapku sambil merangkul istriku.Kami masuk ke dalam rumah yang terasa lengang. Rima sudah kembali, begitu juga Amelia kembali ke apartemennya.“Anind dan Denish?”“Sudah tidur. Ini sudah malam,” ucapnya sambil menunjuk jam dinding yang menunjuk angka sembilan.“Wisnu masih lembur?”“Iya. Biarkan dia lagi semangat-semangatnya,” ucap Maharani melangkah mengikutiku.Aku langsung ke kamar mandi. Membersihkan badan dengan menggunakan air hangat. Badanku segar kembali.“Wisnu sudah mendatangkan teman-temannya. Jadi dia tidak merasa muda sendiri. Tapi Wisnu cepet adaptasi, lo. Aku juga memberikan team yang terbaik. Siapa nama teman-temannya? Aku kok tidak ingat. Padahal aku belum terlalu tua.”Ucapanku memantik tawa Maharani. Dia menyodorkan piayama tidur untuk aku kenakan.“Mereka itu teman-teman dekatnya Wisnu. Ada Lisa yang diletakkan di admini

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 612. Desi Pegawai Teladan

    Orang single tidak akan mati karena jomlo, tetapi banyak orang tersiksa karena hidup dengan orang yang salah. Itu yang dikatakan Tiok kepadaku. Dia sudah menentukan pilihan, dan aku tidak akan mempertanyakannya lagi. Katanya, surat cerai dalam masa pengurusan dan tinggal menunggu surat resmi dari pengadilan agama. Sekarang, permasalahan Tiok sudah selesai. Dia tinggal pemulihan saja.****Rezeki itu tidak melulu berupa materi. Adanya keluarga, itu rezeki. Begitu juga sahabat yang kita miliki. Ada lagi yang aku syukuri tidak henti-henti, karyawan yang setia. Seperti Desi, pegawai teladan.“Desi. Berapa lama kamu kerja di sini?”Aku bertanya saat dia memberiku setumpuk laporan yang harus aku tanda tangani. Dia sudah memilahnya. Ada yang tinggal tanda tangan, ada yang harus aku periksa dulu, dan ada yang urgent. Cara kerjanya bagus, membuat pekerjaanku semakin mudah. Aku seperti orang lumpuh kalau sekretarisku ini tidak masuk.Dia tersenyum.“Dari mulai fresh graduate sampai sekarang.”

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 611. Izin Kita

    Hati itu milik kita. Berada dalam tubuh kita sendiri, dan kitalah yang harus melindunginya dari apapun. Sedangkan kesenangan, kesedihan, itu adalah rasa yang ditimbulkan dari luar.Jadi, hati kita merasa sedih atau senang, tergantung dari izin kita. Apakah kita menerima atau mengabaikan hal yang menyebabkan rasa itu.*Aku dan Mas Suma tidak habis pikir dengan apa yang terjadi pada Pak Tiok. Di luar nalar dan di luar jangkauan pikiranku. Kenapa ada orang yang tega mengorbankan hati orang lain demi kebahagiannya.“Jadi suami Kalila itu sudah menjatuhkan talak tiga?” tanya Mas Suma.Pak Tiok tertawa miris. “Iya. Karenanya mereka membutuhkan aku supaya bisa menikah lagi.“Gila!” seru Mas Suma geram.Akupun demikian. Tanganku terkepal keras merasa tidak terima dengan perlakuan mereka. Terutama si wanita. Bisa-bisanya memperlakukan itu kepada orang yang menolongnya.Masih ingat aku bagaimana dia menangis karena korban penganiayaan si mantan suami. Dia sampai masuk ke rumah sakit dan yang m

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 610. Pendengar

    Sampai di rumah, aku benar-benar capek jiwa raga. Kepaku dibebani dengan pikiran tentang Pak Tiok. Bisa-bisanya ada orang seperti dia yang terus-menerus mengalami kegagalan dalam percintaan.Wajah rupawan, perawakan juga seperti foto model, karir pun tidak diragukan lagi. Namun, kenapa bisa dia mengalami hal seperti ini?“Mama istirahat saja dulu. Belanjaannya, biar Rima minta bantuan Bik Inah,” ucapnya sambil membawa belanjaan ke arah dapur. Rumah masih lengang. Mas Suma dan Wisnu pasti belum pulang. Begitu juga Amelia.Aku mengangguk menerima anjuran gadis itu. Dia tahu apa yang aku pikirkan. Sepanjang jalan aku mengomel dan membicarakan tetang Pak Tiok. Bagaimana perjalanan kisah mereka sampai menikah. Bagaimana Pak Tiok melindungi Kalika yang mendapat perlakukan tidak baik dari mantan suami.Sempat Rima tadi menyeletuk.“Laki-laki itu jangan-jangan mantannya Mbak tadi.”“Mama tidak tahu benar, Rima. Saat dia datang mengacau pernikahan, dia dalam keadaan mabok dengan penampilan yan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 609. Mengagetkan

    Kembali dari galeri, aku dan Rima tidak langsung pulang. Kami singgah di mall.“Tidak usah, Ma.”“Kenapa? Mama ingin membelikan kamu baju. Kepingin saja,” ucapku bersikukuh. Akhirnya kekasih Wisnu ini membelokkan mobil ke mall yang ternama di kota ini.“Kita kemana, Ma?” ucapnya berlari mensejajariku. Dia pasti heran, aku berjalan ke arah kebalikan dari tempat yang menjual pakaian.“Kita ke butik langganan kami. Aku akan mengukur kamu untuk data mereka,” jawabku terus berjalan. Sebenarnya bisa parkir di depan butik Claudia, tapi itu membuatku jauh dari tempat belanjaan yang menjadi tujuan utama.Pegawai yang berjaga langsung membukakan pintu, mereka tersenyum dengan tangan menangkup di depan. “Selamat datang, Nyonya Maharani.”Aku mengangguk, Rima yang di belakangku langsung mensejajari.“Hai, Bu Rani. Lama tidak kesini!” seru Claudia kemudian mengalihkan pandangan ke arah Rima.“Kenalkan ini Rima, calon mantu,” ucapku kemudian mendekat, “calonnya Wisnu.”Claudia langsung mengarahkan

DMCA.com Protection Status