“Mas, jangan!” ucap Nia seraya mengeleng saat tangan Bara menelusup masuk ke dalam bathrobe yang sedang dia pakai.“Kenapa, hmm? Kamu gak kasihan sama ini, hah?” Bara membawa tangan Nia ke juniornya agar istrinya itu bisa merasakan miliknya yang sudah keras dan tegang, minta untuk dilunakan.Nia langsung tersentak kaget merasakan sesuatu yang panjang dan keras-keras tapi bukan batu. Namun tak urung dia membayangkan kalau benda itu masuk ke dalam ... arrgghh ....” jerit Nia tiba-tiba sambil menepis tangannya lepas dari benda panjang tersebut.“Kenapa, jangan bilang kalau kamu membayangkannya kan?” Senyum mengejek Bara tunjukan pada istrinya itu.“Eng-gak ... ngapain a-ku ba-yangkan ka-lau ada di depan mata-”“Hah, berarti kamu setuju kalau kita melakukannya sekarang?” Mata Bara berbinar bahagia seolah Nia akan menyetujuinya.“Kasih waktu saya untuk bisa menerima semua dengan ikhlas ya dan sampai selama itu jangan sentuh saya?” pinta Nia dengan sendu.“Sampai kapan? Kalau kamu lupa, say
Dua hari berlalu sejak pernikahan mereka. Bara dan Nia sama-sama menjalani kehidupan seperti sebelum mereka menikah. Bedanya Nia sekarang tidak lagi membersihkan rumah karena ada Mbok Ijah. Karenanya Nia hanya bertugas memasak saja. Nia juga harus memulai masuk kuliah karena sudah lama sekali dia ijin. Beruntung tidak di droup out saja, karena ada pengaruh Bara di belakangnya. “Mas, aku berangkat dulu ya,” ucap Nia ketika mendapati Bara yang baru saja keluar dari kamar mandi.Pemandangan setiap pagi hari, perut rata Bara bagai roti sobek dan tetesan air di tubuhnya menambah kesan seksi, dan satu lagi kebiasaan pria itu selalu hanya melilitkan handuk dari perut sampai lututnya.“Kebiasaan banget deh, pakai baju kenapa sih!” maki Nia sambil beranjak dari meja riasnya. Bukan dandan berlebihan, Nia hanya memakai bedak dan sedikit lipstik berwarna pink.“Kamu mau ke mana?” tanya Bara yang baru menyadari kalauistrinya ini sudah rapi.“Aku mau berangkat ke kampus, sudah kangen banget saku s
“Nia ...!” teriak Tina menyambut sahabatnya yang sudah lama tidak datang ke kampus.Tina dan Nia saling berpelukan melepas kerinduan yang dalam. Beberapa teman yang melihat seakan ikut bahagia melihat keduanya yang sama-sama saling terikat.“Woi, kalian gak ada niatan untuk peluk aku gitu?” Pertanyaan seorang pria yang merupakan teman satu kelas Nia itu sontak membuat kedua Nia mengalihkan atensinya.“Mau? Sini,” ajak Nia sambil merentangkan kedua tangannya menyambut kedatangan pria itu. Namun dari jarak lima meter, mata Nia menangkap seseorang sedang memantaunya.Siapa lagi kalau bukan Bara, sang suami. Muka Nia langsung menegang, sudah pasti Bara akan marah karena di rumah tadi pria itu sudah mewanti-wanti tidak boleh menarik perhatian pria lain. Ini bukannya hanya menarik tapi hendak memeluknya.Belum juga sampai pria itu meraih tangan Nia, sang pemilik mendadak bergeser mundur untuk menghindar. “Ah, maaf. Aku mau ke toilet dulu ya,” ucapnya lalu berlari menuju toilet yang berada d
Nia melotot tidak percaya dengan ucapan Bara. Bagaimana mungkin hanya karena mengucapkan kata-kata minta maaf terakhir Bara sampai tidak adil memberikan tugas padanya dan Tina.Kedua tangan Nia di sisi tubuhnya mengepal erat, mungkin kalau di rumah dia sudah menghajar Dosen sekaligus suaminya itu. “Sabar, Nia. Sabar ...!” ucapnya dalam hati.“Kamu mau di situ saja atau ikut kuliah saya?” suara itu mengagetnkan Nia kembali. Belum juga kekesalannya hilang, Bara sudah menambahkan lagi.Nia yang mengerucutkan bibirnya karena kesal itu membuat Bara semakin gemas terhadap istri barunya itu. Kalau saja di rumah, pasti Nia tidak bisa akan selamat oleh Bara.“Saya ikut dengan Bapak. Eh, maksud saya ikut kuliah Bapak.” Cepat-cepat Nia meralatnya tapi terlambat, semua penghuni kelas sudah menyoraki.“Huh ...!”“Huh, mau dong ikut Pak Bara!”Awalnya mereka semua tertawa bersama tetapi setelah beberapa detik, pandangan Bara berubah menjadi mengerikan membuat semua menjadi diam seketika.“Sudah? Pu
"Memang, aku mau bikin perhitungan dengan pria itu," jawab Nia dengan napas memburu. "Aduh, sudah deh jangan," cegah Tina sambil menarik lengan Nia agar menguruskan niatnya.Namun Nia menepis tangan Tina dengan memunculkan amarah. "Enggak, aku mau buat dia tahu siapa aku. Memangnya aku lemah tidak melawan dia."Bukannya menghalangi lagi tapi dia malah menyuruh dengan terang-terangan. Tina tidak tahu saja kalau status keduanya sudah berganti menjadi suami istri, tentu saja Nia begitu berani melawan Bara."Oke, terserah kamu saja. Tapi apakah kamu tidak berpikir kalau tindakan kamu itu bakal membuat Pak Bara tidak akan melepas kamu dengan mudah."Nia langsung mendongak mendapati sang sahabat bicara seperti itu. Mendadak dia khawatir apa Tina tahu tentang pernikahannya."Tidak-tidak, Tina tidak tahu soal pernikahan rahasianya itu," elak Nia sembari mengelengkan kepala serta tatapannya tertuju pada Tina."Kenapa sih, koq kamu menatapku seperti itu?" tanya Tina merasa tidak nyaman dengan
Ketukan pintu dari luar ruangan Rektor, menghentikan aktivitas Bara yang sedang menempelkan bibirnya pada bibir Nia.Hal itu dijadikan kesempatan Nia untuk lepas dari Rektor sekaligus suaminya itu.Tanpa dimintapun, Nia langsung berlari bersembunyi. Dan tempatnya kali ini adalah di bawah meja Bara. Sedangkan Bara sudah memasang senyum menyeringai melihat tingkah Nia yang ketakutan."Sepertinya kamu salah kalau takut pada orang lain. Yang harus kamu takuti adalah aku, Nia!" ucap Bara dalam hati."Masuk," jawab Bara pada orang yang mengetuk pintu tadi.Detik berikutnya, pintu terbuka sedikit. Menampilkan sosok wanita yang tak lain adalah Staf Bendahara kampus, Rini."Siang, Pak!" sapanya lalu mendekati Bara yang masih belum bergerak di posisinya setelah mencium Nia."Iya, Bu Rini. Ada masalah?" tanya Bara to the point karena dia tidak mau diganggu, kebersamaannya dengan Nia.Bu Rini mengulurkan map seraya mengucapkan, "Ini laporan kas dan saya juga mau menunjukkan sama Bapak pengajuan u
"Mas, aku mau keluar. Minggir dulu!" kata Nia sambil memukul pelan kaki Bara agar memberi jalan untuk Nia keluar.Mengabaikan ucapan Nia, Bara tidak peduli. Dan hal itu membuat Nia jengkel. Akhirnya Nia mengigit kaki Bara dengan sangat keras."Aduh, Nia ...!" pekik Bara sambil menarik kakinya dan mengelus-elus bekas gigitan."Makanya jangan bikin aku kesel, " gerutu Nia sambil keluar dari bawah meja.Nia berjalan menuju pintu, secepatnya dia harus keluar dari ruangan ini. Namun langkahnya lebih cepat dari Bara.Meskipun kakinya sakit dia bisa berjalan lebih cepat. Lalu Bara dengan gerakan kasar menutup kembali pintu tersebut dan menguncinya."Mas, apa-apaan sih!" Nia berseru ketika kunci tersebut dimasukkan Bara dalam saku celananya dan berjalan menuju kursinya.Sungguh Nia benar-benar sangat kesal, matanya melotot tajam melihat sikap Bara yang arogan seperti itu.Nia menghela napas lelah seraya duduk di sofa. Matanya terus menatap Bara yang tidak peduli padanya.Sampai beberapa menit
Ternyata Bara merealisasikan ucapannya, dua hari kemudian proses untuk mendaftarkan ke pengadilan agama sudah selesai. Hari ini Bara dan Nia harus ke pengadilan untuk menghadiri sidang pernikahannya.“Memang harus ya kita datang, Mas?” tanya Nia yang masih belum mengalihkan pandangannya dari cermin besar di kamar.“Hmm!” Bara hanya bergumam menjawab pertanyaan Nia.“Irit banget sih, jawabnya,” gerutu Nia. Wanita itu tidak suka kalau Bara hanya menjawab seperti itu.Bara hanya melirik sekilas ke arah sang istri. Setelah ia menyelesaikan aktifitasnya memakai baju batik, pria itu segera menuju tempat sang istri berada. Tangan Bara terulur menyisipkan di pinggang Nia.“Mas, ih ...!” Nia memukul pelan tangan Bara yang sudah bertenger di perutnya. “Lepas deh, gerah nih.” Itu hanya alasan Nia saja bilang gerah. Sejujurnya sejak dinikahi Bara dirinya masih merasa canggung dengan pria itu.Selama ini Nia hanya menganggap Bara sebagai Dosen, Rektor dan majikannya saja. Nah, ketika saat ini pria
Pyar!Aldo berlari kencang ketika suara benda jatuh seperti pecahan kaca terdengar pada indera pendengarannya ketika ia baru saja masuk ke dalam kamar. Pikirnya sesuatu telah terjadi pada istri dan anaknya.“Hun …!”Tina menoleh pada suara seseorang yang memanggilnya dengan lembut.“Mas, kamu koq sudah pulang?”Mengabaikan ucapan sang istri, Aldo mendekat dengan wajah panik. Kemudian menatap sekitarnya dan mendapati sang anak sedang tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Tetapi mendapati pigura foto istrinya dengan sahabatnya ada di lantai. Dari situ Aldo paham kalau yang jatuh tadi pigura tersebut.“Kamu kenapa?” tanya Aldo setelah menatap sekilas wajah wanita masa lalunya yang sudah tidak ada lagi di hatinya sekarang.Tina tidak paham ucapan Aldo sampai ia melihat manik Aldo yang melirik pigura tersebut.“Oh, tadi aku gak sengaja menjatuhkannya,” jawab Tina. “Ah, maaf ya, kamu khawatir ya?” Wanita itu beranjak berdiri dan hendak memungguti pecahan kaca tersebut.Aldo menahan tangan
“Sayang,” sapaan itu masuk berbarengan dengan pintu kamar terbuka dan menampilkan sesosok pria yang selalu Nia rindukan. Siapa lagi kalau bukan Bara, sang suami.Setelah beraktifitas seharian di rumah sakit, ia selalu bersiap untuk pulang ke rumah lebih cepat untuk menemui istri tercintanya.Ya, Nia telah membuat keputusan untuk berhenti bekerja. Nia ingin fokus menjadi ibu rumah tangga daan mengurus bayinya sendiri. Menjadi kebanggaan tersendiri ketika ia bisa mengurus keluarganya sendiri bukan ditangan seorang ART.Toh, uang Bara masih sanggup membiayai hidupnya dengan anak-anak mereka. Jadi untk maasalah keuangan Nia yakin sejauh ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan.“Mas …!”Nia merentangkan kedua tangannya, bersiap memeluk suaminya itu. Tanpa ragu pria itu merangkak naik dan ikut berbaring di sebelah Nia. Memeluk wanita itu dari samping dan melabuhkan kecupan-kecupan di keningnya.Sekarang usia kandungan Nia sudah mendekati HPL.“Kenapa gak bangun, hmm?” tanya Bara setelah meng
“Gak kerja?”Nia mendengus sambil menatap kesal pada sang suami ketika pria itu keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggangnya. Berjalan menuju tempat tidur untuk mendekati istrinya yang duduk bersandar di tepi tempat tidur.Kalau bukan karena kejujuran Bara kemarin mungkin Nia akan dengan senang hati berangkat kerja hari ini. Tetapi saat ini sepertinya ia belum bisa berhadapan langsung dengan penghuni rumah sakit yang pastinya akan memberondong dengan banyak pertanyaan.“Kalau saja kamu gak bil-”Ucapan Nia terhenti karena Bara mencuri kecupan pada bibir wanita itu. “Semalam sudah dibahas jadi gak perlu diulang lagi!”Semalam memang membahas tentang bagaimana Nia akan menjawab seputar hubungannya dengan Bara dan mereka berdua setuju dengan keputusan yang dibuat, cuman Nia merasa tidak yakin dengan itu.“Mas!” hardik Nia sambil memukul keras dada sang suami karena Bara kembali mencuri ciuman saat Nia akan melempar sanggahan. “Kamu tuh, bisa diem gak? Jangan sentuh-sentu
“Dokter Bara, Suster Nia pingsan di cafetaria. Saya binggung harus memberitahu siapa, mungkin Dokter bisa membantu saya karena dulu kan Suster Nia adalah asisten, Dokter.”Bara tersentak kaget mendengar serentetan kata dari salah seorang suster yang bertugas di poli UGD.“Koq bisa?” Pria itu beranjak berdiri dari meja kerjanya kemudian menghampiri Suster tersebut. Sekarang Bara sudah tidak lagi bertugas di poli UGD karena ia sudah pindah ke poli Jantung sesuai dengan spesialisnya, sedangkan Nia masih tetap menghuni poli UGD. “Sekarang masih di cafetaria?”Belum juga mendapat jawaban Dokter spesialis Jantung itu berjalan lebih dulu namun langkahnya terhenti ketika Suster tersebut menyebutkan tempat yang lain dari yang tadi.“Sekarang sudah di UGD, Dok.”Bara pada akhirnya memutar haluan untuk menuju poli UGD, karena poli tersebut berbeda arah dengan jalan yang sudah dilalui tadi.Sampai di poli UGD.Bara langsung masuk begitu saja sembari bertanya pada Dokter yang ada di sana. “Dimana
“Mas, Tina sudah melahirkan. Aku boleh jeguk kan?”Satu pertanyaan Nia berhasil mengusik konsentrasi sang suami. Pria itu sedang serius menatap layar laptop untuk membaca riwayat kesehatan pasien-pasiennya yang hendak dioperasi.“Tanya dulu apa suaminya itu ada atau tidak! Aku gak mau kamu ketemu dengan pria itu.”Bara memang sudah antipati dengan yang namanya Aldo. Ia hanya sedang menjaga miliknya agar tetap berada di batasnya.Nia mendesis kesal, suaminya itu kalau sudah cemburu seperti itu membuatnya tidak bebas. Tetapi paham juga kekhawatiran Bara. Beruntung Bara tidak tahu kalau Aldo saat itu pernah mengatakan kalau masih mencintainya. Kalau tahu, mungkin pria itu sudah melarang sepenuhnya berhubungan dengan Tina.“Ish … terus kalau Aldo di rumah suruh pergi gitu?”“Sekarang sudah di rumah?” tanya Bara memastikan.“Eh, gak tahu ya. Tina cuman bilang kalau dia sudah melahirkan, bayinya perempuan, cantik kayak dirinya,” sahut Nia tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel. “Ben
Enam bulan kemudian.Tepat pukul satu siang, Tina melahirkan anak pertamanya. Bayi berjenis kelamin perempuan itu tampak cantik sekali, perpaduan wajah Tina dan Aldo. Suara tangisnya terdengar keras sekali di ruangan persalinan. Wajah Aldo juga terlihat lega setelah menemani sang istri yang masih lemas itu.Aldo mengambil alih untuk mengumandangkan adzan di telinga putri kecilnya itu. Rasa haru dan takjub menyelimuti pria itu. Tidak menyangka ada anak yang akan memanggilnya dengan sebutan Papa di hidupnya.Beberapa menit berlalu. Pria itu menyandarkan bayi mungilnya di dada dan ia dapat merasakan hangat nafas bayi tersebut. Selama ini ia hanya mengenal Bima saja dan ketika melihat putrinya ini Aldo lebih sangat bahagia.Sedangkan, Tina sendiri hanya melihat dengan bibir yang sedikit tertarik antara bahagia dan sedih. Bahagia karena anaknya sudah lahir ke dunia, sedih karena belum ada perubahan yang lebih baik, hubungannya dengan sang suami.Meski cinta belum hadir di hati suaminya itu
“Wah, cucu Oma sudah pulang ya? Gimana acaranya seru gak?”Suara Maria sudah terdengar ketika Bara membuka pintu dengan mengendong Bima yang sudah tertidur pulas. Kebetulan hari ini akhir Minggu dan waktunya berlibur ke rumah Maria.“Eh, Bima tidur ya?” Maria melanjutkan bertanya.“Iya, Bun,” jawab Bara singkat. Suasana hatinya masih buruk sejak melihat Aldo mengenggam tangan istrinya. “Maaf, Bunda. Bima boleh tidur sama Bunda gak?”Tanpa bertanyapun, Maria setuju saja. Lagian dengan adanya Bima dia jadi tidak sendirian tidurnya.“Boleh dong, ya sudah cepat bawa ke kamar Bunda!” pinta Maria pada Bara.Kaki panjang Bara melangkah menuju kamar sang mertua. Tidak lama Nia datang dan melihat Bara yang berjalan tidak ke kamar mereka.“Lho, Bima mau dibawa ke mana, Mas?” teriaknya. Namun, Bara tidak peduli pertanyaan wanita itu. Sedangkan Maria yang sudah berjalan di depan Bara tidak mendengar ucapan putrinya itu.Kesal, lagi-lagi Bara melakukan tindakan tanpa memberitahukannya. Nia berjala
“Om Ayah!”Teriakan bocah yang mengema itu membuat Aldo tersentak kaget. Bukannya tidak suka tapi ia tidak akan menyangka kalau dipertemukan lagi dengan Bima setelah semua masalah diantara dirinya dengan Nia. Bima, bocah yang ia sayangi dan sudah dia anggap seperti anak kandungnya sendiri.Manik Aldo menyiratkan kebahagiaan. Pria itu seketika berjongkok dan merentangkan kedua tangannya ke samping agar bocah tersebut masuk ke dalam dekapannya. Benar saja, begitu melihat yang dilakukan Aldo, Bima langsung berlari kemudian membenamkan wajahnya di leher Aldo. Seolah mereka tidak bertemu puluhan tahun.“Aku kangen sama Om Ayah!” celetuk Bima yang membuat Aldo makin teriris hatinya.Aldo membisu, tidak menjawab ucapan Bima. Membiarkan indera penciumannya untuk beberapa saat menikmati aroma minyak telon yang ada di tubuh Bima.“Kata Mama, aku sudah gak boleh ganggu Om Ayah lagi! Karena Om Ayah mau punya adik bayi.”Aldo semakin menekan tubuhnya pada tubuh Bima. Detak jantungnya berpacu lebi
Di ruangan Bara.Baik Nia dan Bara terkesiap menatap isi amplop coklat pemberian Dokter Kalandra.“Mas, sepupu kamu itu ternyata diluarnya saja yang galak ya tapi dalamnya … tidak diragukan lagi,” puji Nia sambil terkikik, masih sulit mempercayai sikap Dokter Kalandra.“Dalamnya?” Bara mengulangi ucapan istrinya itu sambil menatap curiga. “Memang kamu sudah tahu dalamnya dia seperti apa, hah?”“Yee … malah sewot ini orang! Maksud aku itu kan secara yang terlihat diluar itu dia adalah pria galak, buktinya marahin OG tadi seperti punya salah besar banget padahal kan cuman terlambat saja. Itupun beberapa menit saja. Tetapi koq dia bisa-bisanya ngasih kado seperti ini. Sehingga aku mikirnya dia itu pria yang perhatian gitu lho!” Nia menjelaskan dengan panjang lebar agar Bara mengerti maksudnya.Bukannya tidak paham, Bara hanya sedikit tidak suka kata dalamnya yang diucapkan Nia seolah wanita itu tahu seperti apa sosok sang sepupu.“Iya, aku sudah tahu maksudmu!” balas Bara santai. Pria it