“Papa …!”Bara tersenyum bahagia mendapati sang putra sedang berlari menghampirinya dengan senyum yang mengembang pula.“Jangan lari, Sayang!” teriak Nia menghentikan Bima kemudian bocah itu meringgis lebar menuruti ucapan sang Mama.“Iya, Ma.”Ya, setelah perdebatan yang alot, Nia akhirnya mengijinkan mantan suaminya itu untuk tinggal beberapa hari di rumahnya selama kondisi Bara belum pulih sepenuhnya. Sebenarnya sudah pulih, tetapi dasar pria itu saja yang ingin diperhatikan oleh mantan istri dan sekaligus calon istrinya. Bara berjongkok untuk memeluk putranya itu. Ada jutaan bahkan tak terhingga, rasa kebahagiaan yang saat ini ia terima. Seperti keluarga yang pada umumnya ada Ayah, Ibu dan Anak yang akan menemani hari-hari berikutnya.“Gendong, Pa!”Tanpa menolak, Bara langsung mengangkat tubuh kecil Bima bahkan ia lupa kalau dirinya masih tidak boleh mengangkat berat. Nia yang melihatnya, seketika menghentikan dengan menepis kedua tangan Bara. “Mas, jangan! Kamu masih sakit.”
“Boleh aku masuk?” tanyanya datar.Hampir saja Tina mempersilahkan. Bagaimana mungkin ia tidak senang, seseorang yang sudah lama ditunggu kehadirannya sekarang ada di hadapannya. Namun, buru-buru ia ingat kebrengsekannya.“Maaf, kalau kedatangan Mas hanya untuk memperjelas semuanya … aku sudah tahu,” ujar Tina tegas dengan tatapan beraninya. “Dan aku akan tetap mempertahankan anak ini tanpa menunggu persetujuanmu. Satu lagi, jika anak ini aib bagimu, aku berjanji akan pergi jauh hingga tidak mungkin kamu bisa menemukanku.”Tina rasa semua sikap pria itu sebelumnya sudah mencerminkan kalau tidak mengharapkan anak yang ada di dalam kandungannya. Jadi ia sudah tidak mengharapkan pria ini, lebih baik diperjelas sekarang daripada di kemudian hari timbul masalah.Selesai dengan ucapannya, Tina bermaksud menutup pintunya ketika kaki Aldo menahannya agar tidak bisa menutup.Tanpa banyak kata lagi, pria itu menarik bahu Tina untuk menghadapnya dan dengan satu tarikan saja ia berhasil menegelam
“Mas, gila kamu! Ini bukan seperti impian aku.”Bara tersenyum lembut sembari mengelus puncak kepala Nia. “Kamu sudah lihat sendiri kan aku memang tergila-gila padamu semenjak kita bercerai. Dan setelah ini selesai apapun aku akan lakukan untukmu!”“Ya tapi- ah, aku gak mau turun!” tolak Nia ketika tangan Bara menarik pergelangan tangannya.Tidak ada hal gila yang pernah Nia dapatkan kecuali hari ini. Bayangkan saja, rencananya mereka berdua hendak berangkat ke rumah sakit. Bara sudah memutuskan untuk kembali bekerja sehari setelah kepulangannya. Pagi ini Bara dan Nia berangkat bersama, akan tetapi bukan rumah sakit tujuan Bara saat ini melainkan KUA.Obrolan semalam dengan entengnya Bara mengajaknya nikah besok pagi. Nia pikir pria itu hanya becanda karena tidak akan mungkin menyiapkan semuanya dalam beberapa jam saja. Kenyataannya salah, Bara sudah menyiapkan semua berkas yang diperlukan.Bara berhasil membawa Nia turun dan sekarang mereka berdua sedang berjalan menuju tempat acara
Dengan perasaan tidak menentu, Nia masuk mengikuti Bara yang melewati lobi. Akan tetapi manik wanita itu tercekat, bukan karena membayangkan akan menghabiskan waktu bersama sang suami di dalam kamar hotel ini, melainkan netranya terjatuh pada sebuah foto yang tidak asing olehnya.“Mas … ke-kenapa … foto tadi koq bisa sampai di sini?” tanyanya pada Bara sambil mengerutkan keningnya, dilanda kebinggungan.Bara hanya melihat sekilas dan tampak santai, tanpa ada niatan untuk menjelaskan.Kesal karena Bara seperti tidak menanggapi, Nia menarik kasar lengan pria itu, hendak memuntahkan makian ketika seseorang menghampirinya.“Selamat siang, Bapak dan Ibu Barayudha,” sapanya dengan seulas senyum hangat.Dua orang wanita yang diperkirakan Nia sebagai petugas hotel itu menganggukan kepala padanya sebelum mengulutkan tangan untuk berjabat tangan.“Gimana, apa ada masalah?”Seketika membuat Nia menoleh pada pria yang masih bungkam tidak mau menjelaskan apa-apa padanya.“Tidak ada, Pak. Semua sud
“Mas, harusnya kan gak masalah kalau kita sekamar sama Bima! Kamu lupa, dia itu anak kita, lho!”Nia mengomeli Bara ketika mereka sudah tiba di dalam kamar pengantin yang di sediakan oleh pihak hotel.Bara menarik pinggang Nia hingga tidak ada jarak diantara keduanya. Tangan besar Bara langsung bersentuhan dengan bahu terbuka sang istri. Menciptakan gelenyar aneh yang membuat darah Nia berdesir. Entahlah, biasanya ia tidak akan merasakan apa-apa jika saja Bara merangkulnya. Mungkin karena ia tahu ini malam pertamanya setelah pernikahan dan dari raut wajah Bara seperti menginginkan sesuatu. Bara mengecup bibir Nia sekilas, lalu mengusap bibir Nia dengan ibu jarinya“Aku ingin kita bisa memiliki waktu berdua tanpa ada gangguan.” Bara menjeda ucapannya untuk memangut benda kenyal yang sudah membuatnya candu untuknya. “Memang kamu mau Bima melihat kita telan-”Nia langsung berjinjit untuk meraih bibir Bara dan mengecupnya, tidak membiarkan Bara menyelesaikan ucapan yang vulgar itu. Sekar
“Nia … bangun!”Bara menepuk bahu istrinya yang dalam keadaan polos dan memunggunginya.Nia mengeliat tapi tidak membuka matanya, rasanya tubuhnya masih lelah di gempur habis-habisan oleh Bara. Suaminya itu telah ingkar janji. Semalam setelah acara menciumnya mereka memadu kasih dan entah sampai jam berapa karena Bara meminta beberapa ronde.“Nia, bangun gak? Apa kita lakukan lagi olah raga pagi, hmm!”Nia seketika membuka matanya, bagaimana mungkin Bara tidak ada lelahnya padahal tubuhnya sudah sangat-sangat tidak bisa digerakkan.“Kamu itu maruk namanya, Mas!”“Ya, kamu tahu sendiri kan aku sudah puasa beberapa tahun lamanya. Sekarang, ketika ada tersaji di depan mata ya digunakan lah!” jawab Bara enteng padahal Nia sudah sangat tersiksa dengan keinginannya itu.“Kamu gak pernah jajan di luar, Mas?”Bara tahu pasti kata-kata jajan yang diucapkan Nia. Ingin marah tapi saat ini aura kebahagiaan mengalahkan emosinya. Pria itu menyentil kening Nia pelan.“Kamu pikir aku teh yang suka ce
“Ini untuk kalian!”Nia dan Bara saling berpandangan, melihat amplop coklat yang disodorkan ke arahnya dari Dokter Kalandra, pria arogan pemilik rumah sakit berwajah datar.Hari ini, hari pertama masuk setelah status mereka berubah menjadi suami istri. Bara tahu itu pasti kado dari sang sepupu untuk pernikahannya.“Enggak perlu berlebihan, Ndra!” Bara membalas ucapan sang sepupu. Kalau sedang tidak ada orang lain, Bara selalu memanggil Kalandra hanya dengan namanya saja tapi kalau bicara formal ia selalu memanggil dengan Dokter Kalandra. “Kita tidak min-”“Ambillah dan sorry tidak bisa hadir karena ….” Kalandra memotong ucapan Bara, pria itu menjedah sebentar sebelum melanjutkannya. Kesal sih ada tapi bagaimanapun itu hari bahagia Bara. “Gantikan kamu ada operasi mendadak.”Bara langsung berdiri dan menghampiri Kalandra, berdiri di samping mejanya sembari menepuk bahu pria arogan itu. “Wah, thanks ya!” ucapnya dengan kekehan.Nia yang melihatnya, harap-harap cemas. Apa yang akan dilak
Di ruangan Bara.Baik Nia dan Bara terkesiap menatap isi amplop coklat pemberian Dokter Kalandra.“Mas, sepupu kamu itu ternyata diluarnya saja yang galak ya tapi dalamnya … tidak diragukan lagi,” puji Nia sambil terkikik, masih sulit mempercayai sikap Dokter Kalandra.“Dalamnya?” Bara mengulangi ucapan istrinya itu sambil menatap curiga. “Memang kamu sudah tahu dalamnya dia seperti apa, hah?”“Yee … malah sewot ini orang! Maksud aku itu kan secara yang terlihat diluar itu dia adalah pria galak, buktinya marahin OG tadi seperti punya salah besar banget padahal kan cuman terlambat saja. Itupun beberapa menit saja. Tetapi koq dia bisa-bisanya ngasih kado seperti ini. Sehingga aku mikirnya dia itu pria yang perhatian gitu lho!” Nia menjelaskan dengan panjang lebar agar Bara mengerti maksudnya.Bukannya tidak paham, Bara hanya sedikit tidak suka kata dalamnya yang diucapkan Nia seolah wanita itu tahu seperti apa sosok sang sepupu.“Iya, aku sudah tahu maksudmu!” balas Bara santai. Pria it