Dukung Jelita yuk, vote ya :)
Jelita menyusuri koridor kampus sambil berlari-lari kecil. Di sebuah belokan, tiba-tiba dia bertabrakan dengan Bimo. Keduanya sama-sama tertegun. Ini adalah pertemuan tak sengaja mereka setelah lebih dari empat bulan Bimo tak lagi mengacuhkan Jelita usai mengetahui status Jelita yang cumalah seorang pembantu. Bimo memungut buku Jelita yang terjatuh. Dengan tatapan seperti mencibir, Bimo mengembalikannya. “Telat? Habis masak dan mengepel rumah dulu?” sindirnya. Jelita mengambil bukunya dari tangan Bimo sambil membalas senyum mencibir itu dengan santai. “Bahkan aku masih sempat menyeterika setumpuk pakaian dulu, bukan cuma masak dan mengepel. Itu memang pekerjaanku sebagai pembantu. Buat apa tanya hal yang sudah jelas? Kurang kerjaan,” sahutnya sambil memutar bola mata lalu melewati Bimo dengan acuh tak acuh. “Dih! Cuma pembantu aja sombong.” Bimo mendengkus sambil melanjutkan langkahnya, menuju kelas yang sudah lama tak dimasukinya karena keseringan membolos. Katanya bakal ada uji
Jelita memacu motor maticnya mengikuti arah map pemandunya, dan perjalanan itupun berakhir di sebuah gedung apartemen elit yang diketahui memiliki harga sewa selangit. Gedung apartemen itu berada di lokasi yang strategis, diapit dua gedung mall besar. Setelah memarkir motor, Jelita menelepon William. “Abang, aku sudah sampai. Abang di mana?” “Langsung masuk saja ke apartemen, Sayang. Aku tunggu di unit 2105.” Jelita tertegun sesaat. William menunggunya di dalam apartemen? Dia pikir mereka akan makan di restoran atau gerai makanan yang ada di dalam salah satu mall itu. Jelita yang tak mau pusing-pusing lagi, langsung mengikuti apa yang dikatakan William tadi. Setelah melewati penjagaan yang ketat, dia akhirnya bisa memasuki lift dan tiba juga di lantai 21, kemudian mencari unit yang disebut William tadi. Setelah menemukan unit yang dicari, Jelita memencet bell. Tak lama kemudian pintu apartemen itu terbuka dan memperlihatkan sosok William yang tersenyum tampan menyambutnya. Pria
Jelita menunjukkan kepada William IPK yang diraihnya di semester pertamanya ini dengan bangga, dia berhasil mengumpulkan banyak nilai A. Jelita cukup lega bisa mengikuti kuliah dengan baik, nilainya itu adalah bukti pencapaiannya. William tersenyum melihat angka 3,44 yang tertera di sana. “Lumayan,” pujinya. “Lumayan?” protes Jelita sambil memberengut. Padahal dia merasa sudah kerja keras untuk mencapainya. “Jangan mudah puas. Punyaku dulu jauh lebih baik dari itu, padahal aku anak teknik. Dan aku ke kampus tak cuma buat kuliah, aku ikut organisasi kemahasiswaan yang juga menyita waktu dan pikiran. Sedangkan kamu? Cuma ke kampus buat kuliah. Bahkan kamu tak benar-benar mengerjakan sendiri semua ujianmu.” Jelita mencebik menerima sindiran William yang pernah menyelamatkannya dari ujian open book mematikan itu. “Aku juga pengen bisa ikut organisasi di kampus, bukan cuma datang untuk kuliah seperti yang Abang bilang. Tapi aku sadar diri, aku punya kewajiban yang tak kalah penting
Brakk! Bimo menggebrak meja. “BANGSAT!” Suara Bimo terdengar menggelegar dan menakutkan. Bimo lalu mencekal kerah baju Leo yang memucat panik dan kebingungan karena tak tahu apa salahnya. Secepat kilat Bimo meninju Leo dan cowok itu terjungkal dengan hidung berdarah. Bimo membungkuk dan ingin menghajar Leo lagi, tetapi ditahan teman-temannya yang sigap bertindak. Telat mencegah sedikit saja, Leo kemungkinan besar bakal berakhir babak belur di tangan Bimo yang sedang brutal. “Anj*ng lu semua!” Bimo memaki sambil menatap satu per satu orang yang beramai-ramai memeganginya tadi dengan kilatan menyala-nyala marah di matanya. Orang-orang yang dimakinya itu menunduk takut saat mata mereka bertemu tatap dengan Bimo. Orang-orang itulah kumpulan serigala yang bersembunyi dibalik topeng mahasiswa. Sama seperti Bimo sebenarnya. Bahkan taruhan semacam ini juga mulanya diprakarsai oleh Bimo. Tapi dulu Bimo selalu memilih objek yang menurutnya pas buat dijadikan taruhan, yaitu si ayam-ayam ka
“Astaga …,” desah William kala kecemasan hebat mulai merayapi perasaannya. Bagaimana bisa dia lupa sedang bermain kucing dengan siapa? Keluarga Subrata adalah kumpulan orang-orang yang yang memiliki kesabaran setipis kertas dan juga ambisius. Mereka sanggup melakukan apa saja untuk mencapai tujuan dan keinginannya. Halal, haram, hantam. Adalah rahasia yang sudah diketahuinya. Meskipun itu melenceng dari ajaran luhur kakeknya, Tuan Subrata, dalam mendirikan kerajaan bisnisnya. Namun cara-cara yang selama ini dijalankan oleh Subrata bersaudara itu memang terbukti kian mengukuhkan kekuatan bisnis mereka yang semakin berkembang besar. Sam menepuki pundak William. Dia tahu tekanan yang sedang mendera salah satu orang yang paling disayanginya di dunia ini. William lebih daripada teman, saudara, juga adik. William sudah seperti bagian dari jiwanya. Mereka tumbuh bersama-sama sejak kecil, melewati luka yang tak berbeda. Luka yang ditancapkan oleh orangtua mereka sendiri yang kerap kawin-cer
Bimo duduk di meja bar, memesan minuman alkohol dengan kadar yang lebih tinggi dari biasanya. Dia betul-betul suntuk dan ingin mabuk. Bimo ingin mengaburkan keresahannya lewat bantuan alkohol, usai ditampar kenyataan dia jadi mendadak impoten tadi. Horor. Gairahnya tiba-tiba menguap lenyap di ranjang. Melihat tubuh polos Melinda tadi malah membuatnya mual. Enyah sudah semua gambaran tentang wanita cantik yang biasa jadi hiburannya. Di dalam kepala Bimo sekarang hanya ada Jelita. Sosok yang dia kagumi tetapi juga yang ingin dihindari karena status Jelita sebagai pembantu, yang tak sederajat dengan keluarganya yang ningrat. Dia tidak boleh jatuh cinta betulan pada sosok itu lalu menikahinya, atau dia bakal dicoret dari daftar ahli waris keluarganya. Bimo menampik keras kala lengan seorang gadis bergelayut manja di lehernya. “Jangan pegang-pegang, … lu kata gue nggak jijik apa?!” bentaknya tanpa menoleh kepada si gadis yang terlihat kaget. Gadis itu tak mengira Bimo bakal bersikap seka
Jelita menutup pintu kamar William dengan jantung yang berlompatan tak keruan. Astaga. Pria itu agresif sekali. Jelita salah besar karena pernah mengira jika William adalah pria yang dingin. Setelah menjadi kekasihnya dia baru tahu kalau William ternyata sosok pria yang sangat panas, apalagi jika sedang menginginkan dirinya. Rasanya Jelita bisa terbakar habis di dalam pelukan William yang tak pernah menurunkan intensitas cumbuannya jika telanjur mengurung tubuh Jelita dalam dekapannya. Jelita memegangi pipinya yang merona merah kala teringat bagaimana William tadi mendadak mencumbunya begitu pria itu membuka mata. Dan gadis itu mengulum senyum kala terngiang kembali di kepalanya bagaimana suara lembut William tadi menyebutnya sebagai bidadari. Gombal, tapi menyenangkan untuk didengar. Jelita kemudian langsung pergi ke dapur. Dia sedang menyeduh teh untuk Nadya yang sedang datang bersama Fara. “William sudah bangun belum, sih? Kok lama amat,” tegur Fara yang menyusul Jelita ke dapur
“Will, koki Tante sedang kekurangan asisten. Tante pinjam Jelita dulu, ya. Jelita kan pintar masak. Mau ada arisan di rumah Tante, ada istri-istri pejabat juga yang jadi anggota arisannya. Jadi Tante harus mempersiapkan jamuan acara ini dengan sebaik-baiknya.” “Kapan, Tante?”“Arisannya masih tiga hari lagi, tapi Jelita harus ikut Tante pulang sekalian hari ini. Tenang saja, seperti biasa nanti Tante kirim pembantu di rumah buat menggantikan tugas Jelita di sini sementara Jelita kerja di rumah Tante.”William tentu saja merasa keberatan. Tetapi akan menjadi aneh jika dia tiba-tiba menolak, sebab Nyonya Marta dulu juga sering meminjam Bik Yuni jika sedang kekurangan asisten koki di rumahnya, dan William tak pernah keberatan. Apalagi Jelita juga sedang libur semester sehingga dia tidak bisa memakai alasan Jelita harus kuliah.William menghela napas dan mengangguk, sambil diam-diam melirik Jelita. Sebenarnya berat untuk melepaskan gadisnya pergi. “Mbakyu Mira jangan sampai nggak datang