*Patin adalah sejenis sepatu khusus yang dirancang untuk bermain olahraga ice skating, memiliki pisau tajam yang terpasang di bagian bawahnya yang memungkinkan pengguna untuk meluncur dengan mudah di atas es.
Laura merasakan detak musik yang menggema di telinganya saat ia memasuki diskotek yang penuh dengan cahaya warna-warni. Lampu-lampu yang berkedip dan menciptakan efek kilat, memancarkan semangat dan kegembiraan. Suara riuh rendah dari percakapan dan tawa teman-temannya mengisi udara. Dia berdiri di tengah dance floor yang luas, dikelilingi oleh teman-teman sesama mahasiswa yang bergembira. Mereka semua terlihat energik dan semangat, berdansa dan menggerakkan tubuh mereka sesuai irama musik yang memukau. Semangat dan keceriaan memancar dari wajah-wajah mereka di bawah cahaya lampu yang berkilauan. "Ayo kita menari, guys!" "Yuhuu! Kita serbu dance floor ini!" "Aku siap menggila menikmati malam ini sepenuhnya!" Mereka cekikikan sambil menggoyang badan. Laura merasakan getaran bass yang menggetarkan tubuhnya, membuatnya terhanyut dalam alunan musik yang mengalun. Ia melompat-lompat dan bergerak seiring irama, menikmati kebebasan untuk melepaskan diri dari rutinitas akademik dan meray
“Darling, maaf, ada hal mendesak yang harus kuselesaikan. Kita bicara lagi nanti ya, Sayang?” Bimo menutup ponselnya dengan perasaan campur aduk. Matanya beralih ke Laura yang keluar dari mobil dengan gerakan cepat dan menutup pintunya dengan keras. Hatinya terasa berat saat melihat ekspresi kecewa di wajah Laura. Ia merasa terjepit di antara dua perasaan yang saling bertentangan. "Duh, gue mesti gimana ini, anjirr?" gumam Bimo dalam kebingungan. Ia telah membuat Laura terluka, dan pada saat yang sama, ia tidak ingin kehilangan Jelita, kekasih yang telah lama mendampinginya dan sangat berarti baginya. Bimo keluar dari mobil dan berlari mengejar Laura yang berjalan dengan cepat. "Laura, tunggu! Tolong, dengarkan aku!" seru Bimo dengan napas terengah-engah. Laura berhenti sejenak, tetapi tidak berbalik untuk menghadap Bimo. Ia membalas dengan suara yang penuh kekecewaan, "Apa yang kau inginkan dariku, Om? Ciuman tadi, apa itu hanya main-main bagimu?" Bimo mendekatinya dengan langk
Bimo melajukan mobil menuju apartemennya. Sepanjang jalan Laura mengoceh di tengah mabuknya. “Aku mencintaimu, Om! Sejak pertama kali kita bertemu. Kamu … ganteng banget, Om. Sumpah! Jungkook mah … lewattt! Ah … tidak-tidak. Aku tidak boleh mengkhianati Jungkook! Soalnya aku mengenal Jungkook lebih dulu ketimbang Om! Kamu itu selingkuhanku, Om! Pacar aku itu Jungkook!” Bimo terbahak-bahak mendengarnya.Gadis itu tiba-tiba menangis. “Jungkook … maafin aku …!” Dia menjambak rambutnya seolah betul-betul frustrasi harus memilih siapa, antara Bimo atau Jungkook.Bimo mengulum senyum. Laura imut sekali saat sedang mabuk. Ketika mobilnya terhadang lampu merah, Bimo berhenti dan memandangi Laura. Bimo mengulurkan tangan, menyentuh rambut Laura yang menempel di wajahnya, lalu menyematkan di belakang telinga Laura.Tiba-tiba saja, Laura menangkap tangan Bimo. “Apa ini … es krim? Aku suka es krim …, campuran vanila dan stroberi. Coklat juga enak.”Jantung Bimo disentak hebat ketika Laura menjil
Deni Subrata tersenyum hangat saat menerima ucapan selamat atas perayaan hari ulang tahunnya yang ke-71. Keberadaan orang-orang tercinta di sekitarnya membuat hatinya penuh dengan kebahagiaan. Di antara orang-orang itu, tampak sosok William, keponakannya yang biasanya menjadi sumber konflik, datang untuk merayakan ulang tahunnya. Meskipun hubungan mereka telah penuh dengan perbedaan dan perang dingin, pada hari ini William memilih untuk melenturkan hatinya dan hadir dalam perayaan tersebut. William merasa lelah dengan pertengkaran yang tak kunjung usai dengan keluarganya sendiri. William menatap omnya, penyesalan terlihat di matanya. “Om, selamat ulang tahun. Semoga kesehatan dan keselamatan senantiasa menyertai Om. Dan maafkan luput salahku selama ini.” Bibir Deni Subrata tampak bergetar, dia merasa terharu, namun terlalu angkuh untuk balas berkata-kata. Dia hanya menepuk-nepuk pundak William. Saat itu, Deni sebenarnya menyadari betapa berharganya kehadiran William, tetapi terha
“Mama mau ke mana?” tegur Fara, melihat Nyonya Marta sudah tampil cantik sepagi ini. “Ada undangan acara grand opening gedung restoran Happines Kitchen punya Jelita,” jawab Nyonya Marta. Kening Fara berkerut, mencerna ucapan mamanya. “Mama mau datang ke acaranya Jelita? Mama diundang?” “Iya, kamu mau ikut? Jelita pasti senang melihatmu ikut datang,” ajak Nyonya Marta. “Ma, yang benar saja?” Fara geleng-geleng kepala. Dia merasa heran melihat perubahan mamanya yang mulai melunak kepada Jelita. “Padahal dulu Mama benci sama Jelita. Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba sekarang Mama berubah menyukainya?” protes Fara. Nyonya Marta tersenyum kepada puterinya itu. “Fara, bagaimanapun Jelita sepupumu, dia keponakan Mama.” Fara mendelik. “Mama? Dia kan anak hasil selingkuhan?” desisnya, ada sorot tak rela di matanya ketika menerima fakta bahwa mamanya itu mulai terbuka terhadap Jelita yang tak disukainya. “Tetap saja ada darah keluarga Subrata mengalir dalam dirinya, Fara. Dia sepupumu, teri
Di Kanada, Bimo rajin memantau perkembangan bisnis Jelita. Dia bangga melihat nama Happines Kitchen menjadi viral di media sosial. Akun Twitter dan Instagram Happines Kitchen dengan cepat mendapatkan centang biru. Bimo merasa bahagia Jelita berada di titik ini. Dia tahu Jelita adalah sosok yang tekun dan pantang menyerah, dia layak meraih kesuksesan.“Aku bangga padamu, darling,” gumamnya dengan senyum merekah. Namun, senyum Bimo memudar ketika membaca berbagai komentar yang mengalir di akun Instagram Happines Kitchen. Dengan cepat, Jelita menjadi idola para pria, yang dengan terang-terangan memuji Jelita di kolom komentar sebagai wanita idaman mereka yang cantik, menarik, cerdas, sukses. Bahkan ada yang bertanya-tanya apakah Jelita masih single?“Brengsek, tunangan gue itu, woy!” Bimo mencebik dongkol.Bimo sadar posisinya sebagai pemilik Jelita bisa terancam begitu melihat beberapa akun artis pria dan pengusaha di Indonesia yang menjadi follower Happines Kitchen. Iapun semakin raji
Nyonya Puspa dan Tuan Hari duduk bersama di ruang keluarga, mata mereka terpaku pada televisi yang menyiarkan berita. Suasana ruangan begitu hening, hingga tidak ada suara kecuali berita yang dipancarkan televisi. Tiba-tiba, sebuah segmen berita tentang bisnis dan inspirasi muncul di layar. Nyonya Puspa dan Tuan Hari saling pandang ketika melihat sosok Jelita diwawancarai sebagai pengusaha muda yang inspiratif. Televisi kemudian menayangkan suasana restoran Happines Kitchen yang sedang dikunjungi oleh selebriti dan pengusaha tersohor, bahkan hadir juga seorang menteri yang tampak menikmati makan malam mereka di sana. Ketika diwawancarai, Pak Menteri menyatakan kepuasannya pada menu-menu yang ditawarkan Happines Kitchen dan mengungkapkan kekagumannya pada sosok Jelita yang berbakat di bidang kuliner. "Untunglah Bimo masih menjalin hubungan dengan Jelita," ujar Nyonya Puspa dengan rasa lega dalam hatinya. "Tapi, bagaimana dengan Laura ya? Kita sudah sepakat untuk menjodohkan Bimo d
Bimo dan Jelita memasuki apartemen dengan senyum cerah di wajah mereka. Bimo langsung mendorong Jelita ke tembok dan menciumi bibir wanita itu dengan begitu haus. “Aku sangat merindukanmu, Ta. Selama ini aku kesepian tanpamu,” bisiknya di sela-sela kecupan panasnya. “Bim, inikah pelayanan yang kau maksud, hmm? Ini mah namanya aku yang harus melayani nafsu liarmu,” omel Jelita ketika tangan Bimo menggerayangi dadanya dengan tak sabar. Keduanya kemudian terkekeh dengan ujung hidung saling menempel. “Nafsu liar? Aku jadi liar karena melihatmu, ini gara-gara kamu. Aku terlalu merindukanmu, darling,” bisik Bimo sambil membelai wajah Jelita. “Wah, kau membuatku takut tidur di sini. Awas saja, akan kucolok matamu kalau sampai menggerayangiku saat kutidur!” kata Jelita pura-pura mengancam. Bimo terkekeh. “Jangan memberiku ide, sayangku, aku malah jadi ingin melakukannya nanti malam. Kamu sepertinya bakal pingsan karena jet lag, waktu yang tepat untuk menggerayangimu, bukan?” ujarnya sam