"Saya beneran boleh kerja di sini, mas?"
Mungkin pertanyaan barusan sudah ditanyakan untuk ke enam kalinya sejak kepergian mama dari rumah. Tadi mama Alpha datang, mendiskusikan perihal Saras. Katanya Alpha tidak bisa hidup berdua dengan Gani. Anak kecil itu butuh teman bermain, teman bercerita sedangkan Alpha sibuk bekerja dan sering pulang larut malam. Gani juga butuh perhatian. Harus ada satu orang yang memperhatikan jadwal Gani. Dimulai dari bangun hingga bangun lagi di keesokan harinya.Alpha meminta mama saja yang menjaga Gani, tapi wanita itu menolak. Ia juga sibuk, tour ke sana kemari bersama komunitas travelingnya. Ya, semenjak ditinggal papa, mama tidak pernah betah duduk di rumah. Paling hanya empat hari, lalu esoknya pergi lagi.Alhasil, dengan sangat amat terpaksa, Alpha menerima Saras menjadi pembantu di rumahnya. Tentu saja tidak cuma-cuma. Alpha memberikan beberapa syarat yang harus Saras sanggupi jika memang ingin bekerja di rumah ini."Jangan bikin saya berubah pikiran."Saras menundukkan kepalanya. "Maaf.""Kamu ingat kan dengan syarat yang sudah saya sampaikan?" Alpha menatap Saras."Ingat," sahut Saras. "Pertama, harus bangun pagi dan menyiapkan sarapan untuk Gani. Kedua, membersihkan rumah dengan baik dan benar, tidak boleh merusak barang. Ketiga, menyiapkan makan siang sebelum pukul satu. Keempat, tidak boleh masuk kamar mas Alpha. Itu adalah area terlarang. Kelima, tidak boleh keluyuran. Keenam, berlaku baik dan sopan. Ketujuh, makan malam harus selesai menjelang pukul tujuh. Kedelapan, jangan ribut di malam hari." Saras melafalkan syarat yang mendadak tertanam dengan baik di benaknya."Kamu melupakan satu hal," ujar Alpha."Apa?" Saras mencoba mengingat-ingat lagi syarat yang tadi Alpha sebutkan. Perasaan cuma ada delapan. "Nggak ada yang lupa kok.""Semuanya harus tidur di bawah jam sebelas malam. Di atas jam sepuluh, saya tidak ingin mendengar suara apapun lagi," tegas Alpha.Oh, itu. Saras menganggukkan kepalanya. Biasanya Saras tidur jam sepuluh malam. Jadi syarat yang terakhir adalah hal yang paling mudah Saras lakukan."Kamar kamu ada di samping tangga. Silahkan rapikan." Alpha menatap kamar yang berada di dekat tangga.Saras mengangguk lagi. Iyakan saja dulu. "Makasih, mas."Alpha menatap Saras tanpa ekspresi. Kemudian berlalu begitu saja. Waktu berharga Alpha sudah terbuang secara sia-sia hanya karena meladeni perempuan aneh itu. Bisa-bisanya mama menerima perempuan itu dengan mudah. Alpha curiga kalau Saras betulan punya ilmu hitam. Mustahil rasanya Gani dan mama luluh dengan mudah. Mereka jelas tidak mengenal Saras."Cih, kaku bener," gumam Saras menatap Alpha yang berlalu menaiki tangga.Setelah kepergian Alpha, Saras juga berlalu menuju kamarnya. Akhirnya Saras bisa tidur di kasur usai tidur beralaskan kardus di pinggir jalan. Dua hari yang amat menyiksa.Saras akan kembali berusaha, membangkitkan perusahaannya. Ia akan mengumpulkan modal dari gaji yang diberikan Alpha. Kalau bisa, Saras akan bekerja lagi di luar, terserah jadi apa. Ia benar-benar tidak rela perusahaan yang ia bangun dengan susah payah hancur begitu saja. Saras akan kembali bangkit dan membalas perbuatan keluarga Bastian padanya.Tidak ingin memikirkan perihal Bastian lagi, Saras memutuskan untuk merapikan kamarnya. Tidak terlalu berantakan, tapi cukup berdebu. Ada satu ranjang berukuran besar, satu meja kecil di samping ranjang, satu lemari besar dan satu meja rias serta ada tumpukan kardus di samping lemari. Untuk ukuran sebuah kamar yang ditempati satu orang, ini terlalu besar. Mungkin dulunya kamar ini adalah kamar orang tua Alpha. Saras tidak ingin peduli."Sial! Aku kan nggak bawa baju." Saras menepuk keningnya kala teringat tidak punya pakaian. Hanya baju yang melekat di tubuhnya, itupun sudah sangat kotor. Kalau dicuci, Saras tentu butuh baju ganti. Saat kabur Saras tak sempat mengemasi pakaiannya. Aduh, bagaimana sekarang? Saras tidak punya uang untuk membeli pakaian."Tante!"Pintu kamar Saras dibuka. Gani muncul dari sana. Anak kecil itu tampak berbunga-bunga. "Tante lagi ngapain?"Saras tersenyum. Anak ini terlalu ramah. Saras tidak menyangka Gani se-welcome itu pada orang baru. Tidak ada takut-takutnya sama sekali."Gani butuh sesuatu?" tanya Saras. Di mata Gani, perempuan ini betulan terlihat seperti bidadari.Kening Gani berkerut. Ia tidak butuh sesuatu, hanya ingin melihat Saras. "Nggak ada.""Hm?""Gani cuma mau liat tante," jawabnya tersenyum malu.Lucu sekali. Saras tidak tahan untuk tidak mencubit pipi Gani. "Kamu ini, nggak takut sama tante?""Kenapa takut? Tante kan orang baik."Saras tersenyum tidak percaya. "Masa? Tau darimana tante orang baik?""Hati Gani yang bilang," jawabnya.Saras tersenyum gemas seraya mengacak puncak kepala bocah laki-laki itu. Bisa saja memberikan jawaban. "Papa kamu mana?""Di kamar.""Tolong bilangin ke papa kamu, tante nggak punya baju," pinta Saras."Tante nggak punya baju?" tanya Gani terkejut. "Kasian banget."Saras tersenyum sumir. Dalam hati membenarkan ucapan Gani. Saras memang patut dikasihani. Ia sangat menyedihkan."Tante tunggu di sini ya. Gani mau ketemu papa.""Oke."***Alpha memijat pelipisnya kala pusing kembali menyerang. Di depannya, laptop terbuka memperlihatkan berkas-berkas yang harus ia baca dan selesaikan hari ini juga. Tidak ada waktu untuk beristirahat bagi Alpha, hari Minggu sekalipun. Siang ini seharusnya Alpha menemani Gani bermain, tapi tak bisa karena dikejar deadline."Papa.."Alpha memutar kursinya, menghadap Gani. "Kenapa? Lapar?"Gani menggelengkan kepalanya. Ia berjalan, mendekati Alpha. Lalu mengulurkan tangan, minta digendong. Alpha tersenyum singkat seraya membawa Gani ke dalam gendongannya."Gani capek, pa," keluhnya meletakkan kepalanya di bahu Alpha. Padahal tadi niat Gani menemui Alpha untuk meminta pakaian, tapi sekarang malah mengeluh.Alpha terkekeh pelan. "Capek kenapa? Ada yang jahat sama Gani?"Usia Gani baru menginjak 4 tahun. Masih sangat muda untuk lelah pada urusan dunia. Tidak ada aktivitas berat yang membuat Gani capek. Kerjaan anak itu hanya main dengan anak tetangga. Main di taman. Keluyuran di rumah bu Warni dan melamun di teras depan."Gani pengen punya mama, pa." Suara lirih itu berhasil menghilangkan kerut di wajah Alpha."Gani mau foto keluarga. Ada papa dan ada mama juga," sambungnya."Gani," panggil Alpha.Anak itu menatap Alpha. "Gani mau mama, pa.."Hari ini adalah hari pertama Saras bekerja. Tugas pertamanya adalah membuat sarapan untuk Alpha dan Gani. Semalam Alpha mendatangi kamarnya, memberikan beberapa helai kemeja untuk Saras kenakan. Pria dingin itu juga membawakan makanan, sembari menegaskan sekali lagi mengenai tugas Saras di rumah ini. Ia diberikan kebebasan untuk melakukan apa saja asalkan jangan menggangu area terlarang yaitu kamar Alpha. Saras mengangguk dengan tegas, mengatakan bahwa ia tidak akan menginjakkan kakinya di kamar itu sekalipun ada urusan mendesak. Alpha melarang Saras untuk menapaki kamarnya, tapi tidak dengan mengetuk pintu kamar tersebut. Mana tau suatu saat, ada peristiwa yang mengharuskan Saras menemui Alpha di kamarnya."Selamat pagi, Tante!" Gani muncul dengan senyuman manisnya. Wajahnya masih kusut, tapi senyumnya sudah cerah. Agaknya pagi ini bocah itu bangun dengan perasaan senang."Sini sarapan dulu."Di meja makan sudah tertata rapi mahakarya Saras selama setengah jam di dapur. Simpel saja.
"Pha," panggil Derma—rekan kerja sekaligus teman dekat Alpha. Alpha ini sebetulnya CEO di sebuah perusahaan kontruksi besar, tapi memilih tidak menunjukkan dirinya dan bekerja sebagai karyawan biasa. Tidak ada yang tau identitas asli Alpha. Hanya Derma, sekretarisnya dan keluarganya."Hm." Alpha menyahut tanpa mengalihkan pandangannya dari layar komputer.Derma menghela pelan. Ia melipat kedua tangannya di belakang kepala, tampak frustasi sekali."Gue capek, Pha," keluhnya menatap langit-langit ruangan. Sebagai karyawan di sebuah perusahaan industri kreatif, mereka diberikan ruangan sesuai bidang. Kebetulan Derma dan Alpha satu divisi. Bertiga sebetulnya. Ada satu orang lagi, perempuan dan telah Derma suruh membuat kopi untuk mereka.Alpha melirik Derma sekilas. "Kerjaan cuma makan tidur doang ngeluh capek.""Gue lelah sama dunia ini, Pha." Derma semakin dramatis.Alpha berdecak pelan. Lingkungan Alpha terlalu ramai untuk dirinya yang suka ketenangan dan kesendirian. Di rumah ada Gani
Usai menyiapkan makan siang, Saras memilih menemani Gani bermain. Tadi dia melihat Gani sibuk di ruang tengah bersama deretan robot-robotnya. Sempat terpikir oleh Saras, betapa kesepiannya bocah itu kala hanya seorang diri di rumah. Bahkan Alpha dengan tenangnya membiarkan anak itu di rumah sendirian. Kalau saja Saras tidak datang, mungkin Gani akan terlihat sangat menyedihkan sebagai bocah laki-laki berumur 4 tahun. Sebab di sepanjang hari, ia hanya tertawa sendirian bersama benda mati yang akrab ia sapa teman. Terkadang Saras jadi penasaran tentang keberadaan ibu dari bocah itu. Ia masih terlalu dini untuk tidak memperoleh kasih sayang dari seorang ibu."Gani ganteng," panggil Saras seraya melangkah mendekat.Kepala Gani langsung mendongak, menatap Saras dengan dua bola mata yang selalu berbinar. Lalu dengan cepat ia beranjak, meninggalkan teman-temannya hanya untuk duduk di samping Saras. "Tante tadi masak apa?" tanya Gani menatap Saras antusias.Saras bergumam singkat. "Spaghett
Rasanya, roh Saras ingin keluar dari tubuhnya. Rupanya berita itu sudah terdengar oleh telinga Alpha. Seharusnya Saras tak perlu heran sebab ia tau siapa Bastian. Pria itu bukan orang sembarangan yang mudah di lawan. Bastian tidak akan menyerah sebelum apa yang ia inginkan berhasil ia dapatkan. Membuat berita dengan iming-iming saham tentu dengan mudah menarik atensi siapapun. Tidak ada yang tidak tergiur dengan jumlah yang cukup lumayan itu. Termasuk orang kaya seperti Alpha."Tinggalkan rumah saya dan selesaikan masalah kamu," ujar Alpha.Saras menggelengkan kepalanya. Mau bagaimanapun, Saras tidak bisa kembali. Saras lebih suka mati ketimbang harus pulang dan hidup di rumah Bastian yang tak ada bedanya dengan neraka. "Saraswati Oryza," Alpha menunduk, menatap lurus pada netra coklat Saras. "Sejak awal, saya sudah tau kalau kamu adalah Saraswati Oryza. Kamu istri dari orang terpandang yang pernikahannya disaksikan seluruh dunia. Bagaimana kamu bisa lupa dengan diri kamu dan lari ke
Alpha kembali ke kantor usai makan siang. Saras sedikit lega kala Alpha tidak bertanya lebih jauh lagi perihal dirinya dan Bastian. Setidaknya Saras bisa tenang hingga semua barangnya tersimpan dalam koper, lalu bersiap untuk meninggalkan rumah ini. Biarlah Saras menjadi gelandangan lagi asalkan ia tidak ditemukan oleh Bastian. Yang paling penting Alpha dan Gani tidak boleh terlibat.Usai makan malam bersama Gani, Saras mulai merapikan barang-barangnya. Sedangkan Gani pergi ke kamarnya untuk bermain dengan robot-robot dan mainan baru yang entah ia dapat darimana.Helaan napas panjang keluar dari mulut Saras. Akhir-akhir ini hidupnya penuh dengan ujian. Setelah perusahaan bangkrut, lalu keluarga dan suami yang berubah drastis dan kini harus hidup luntang lantung. Agak lucu sebetulnya. Saraswati yang dulunya bisa membeli seluruh dunia mendadak tidak bisa makan. Hidupnya berubah begitu cepat. Karena kelalaiannya, Saras harus menderita dan hidup seperti gelandangan. Bahkan untuk mengabari
Saras berada di posisi serba salah. Sebetulnya ia bisa pergi tanpa harus peduli pada Gani yang sejak tadi duduk di sudut ruang tamu sembari menekuk lutut. Tadi bocah itu menangis, meminta Saras untuk tetap di sini karena ia bisa kesepian lagi jika Saras pergi. Tapi Saras tidak bisa. Ia mendadak tidak tega. Dari arah pintu masuk, Alpha berlari menghampiri Saras yang berdiri sembari menggenggam gagang koper yang siap diseret. Nafas pria itu tak beraturan, seperti sehabis berlari dari Anyer ke Panarukan.Melihat kedatangan Alpha, Gani yang tadinya tidak bergerak langsung berlari memeluk kaki pria itu. Tangisnya masih ada, tapi tak bersuara. Tangis seperti itulah yang membuat hati Saras terasa teriris.Seumur hidup, Alpha tidak pernah berada di situasi seperti ini. Anaknya menangis karena tidak ingin seseorang yang sama sekali tidak dia kenal pergi meninggalkannya. Gani tidak pernah bersikap seperti ini. Bahkan pada pembantu-pembantu sebelumnya yang jauh lebih lama bekerja di rumah ini.
Saras terbangun kala mendengar suara riuh yang berasal dari dapur. Melirik jam di dinding, ternyata masih pukul setengah enam pagi. Siapa yang bangun sepagi ini dan membuat keributan? Apa mungkin Alpha? Atau...Gani? Atau mungkin saja ada perampok yang terjebak di rumahnya dan sedang mencari barang berharga di dapur?Memikirkan hal itu, kantuk Saras langsung hilang. Ia buru-buru turun dari ranjang. Menyambar bantal guling, lalu melangkah tergesa-gesa menuju dapur. Lampu ruang tengah masih belum dinyalakan. Begitu juga dengan lampu di ruang tamu. Besar kemungkinan pelaku keributan di dapur adalah perampok. Kalau Alpha, tak mungkin pria itu membiarkan rumah dalam keadaan gelap seperti ini.Lantas dengan hati-hati, Saras menginjakkan kakinya di ruang makan yang menyatu dengan dapur. Ruangan itu tidak gelap. Lampu bersinar terang, membuat Saras bisa melihat dengan jelas sosok bertubuh tegap yang berdiri menghadap kompor. Seorang pria dengan tubuh bagian atas yang terekspos dengan jelas.
Rasanya sudah sangat lama Alpha tak melihat Bastian secara langsung. Ia hanya melihat Bastian lewat layar televisi dan melihatnya dari tampak jauh ketika pria itu tak sengaja berkunjung ke kantor tempatnya bekerja. Sejauh ini, identitas asli Alpha masih terjaga dengan aman. Ia tetap dianggap sebagai budak gila uang yang akan selalu diinjak-injak. Bahkan oleh manusia angkuh yang kini berdiri di hadapannya."Selamat pagi, Alpha," sapa Bastian diiringi senyuman."Pagi," sahut Alpha seadanya. Mereka memang berteman, tapi Alpha tetap membatasi diri agar Bastian tidak terlalu semena-mena terhadapnya. Lagipula Alpha tidak begitu suka dengan Bastian. Berteman dengan Bastian hanya akan membuat diri sendiri tersakiti.Bastian tidak memberikan basa-basi. Dia langsung mengeluarkan sebuah brosur, lalu menunjukkannya pada Alpha. "Lo pernah liat perempuan ini di sekitar sini?"Brosur itu berisi foto Saras dan himbauan bahwa perempuan itu tengah dicari. "Gue pernah liat dia lari-lari di sekitar sini
Tahun berganti tanpa terasa. Satu tahun sudah usia pernikahan Saras dan Alpha. Gani yang dulunya masih suka duduk di depan tv bersama mainannya juga sudah beranjak dewasa. Tahun ini Gani mulai masuk sekolah dasar. Ada banyak perubahan yang terjadi di hidup Saras dan juga orang-orang di sekelilingnya. Ingatannya yang hilang perlahan kembali. Perlahan tapi pasti Saras dapat mengingat hubungannya dan Alpha di masa lalu. Bagaimana mereka bisa saling mengenal, lalu berakhir menjadi sepasang kekasih.Kehidupan Saras jauh lebih baik. Saras benar-benar dicintai. Alpha tidak membebani Saras dengan banyak hal. Justru pria itu ingin membantu Saras mengembalikan Oryzafood yang telah hilang. Gedung tinggi Oryzafood menjadi hadiah ulang tahun pernikahan mereka. Tepat hari ini, perusahaan itu diresmikan.Berada di tengah orang-orang penting sudah menjadi hal biasa bagi Saras. Alpha tak pernah lupa menyebut namanya saat bertemu dengan kolega dan klien. Di setiap acara di kantor tempatnya bekerja, Al
Tidak ingin membuang banyak waktu, usai ziarah ke makam ibu, Alpha dan Saras langsung kembali ke kota. Cuaca siang ini tampak tidak mendukung, takutnya ada hujan badai dan membuat perjalanan mereka terhambat. Jalan menuju desa Saras tidak semulus jalan aspal di ibu kota. Ada banyak batu, lubang dan turunan ekstrim. Belum lagi kiri-kanan jalan dipenuhi pohon besar yang bisa tumbang kapan saja. Mengantisipasi hal buruk terjadi, mereka memutuskan untuk tidak menginap di desa. Toh Saras hanya perlu mengapa ibu, tidak ada selain itu.Beruntung, perjalanan menuju rumah berjalan dengan lancar. Mereka tiba di rumah dengan selamat usai berkendara kurang lebih tiga jam. Tidak terjebak macet, tapi ban mobil sempat kempes dua kali. Maklum saja, mobil sulit beradaptasi dengan jalan yang mereka lalui.Langit sudah berubah orange kala mobil berhenti di halaman rumah. Saat membuka sealbeat, Alpha menemukan Saras tertidur di sebelahnya. Kepala perempuan itu sudah terkulai lemah. Kalau saja tubuhnya ti
Malam yang panjang dan menyenangkan.Alpha tidak menemukan Saras saat terbangun. Di sebelahnya kosong, sisa angin dan aroma parfum Saras yang melekat pada bantal. Melihat kiri-kanan, Alpha juga tidak menemukan apapun selain kondisi berantakan. Entah apa yang terjadi tadi malam, kamar yang biasanya rapi tampak seperti kapal pecah. Alpha menghela napas panjang dan kembali menjatuhkan kepalanya di atas bantal. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar. Diam-diam tersenyum mengingat siapa dirinya sekarang. Alpha telah resmi menjadi suami dari Saraswati Oryza, mantan kekasih yang tak pernah memutus hubungan dengannya. Perempuan itu memang masih belum bisa mengingat sepenuhnya kisah mereka di masa lalu, tapi beberapa bagian penting tentang mereka sudah ada di benak Saras. Itu jelas sudah lebih baik.Alpha melipat kedua tangannya di belakang kepala. Rasanya begitu lega saat Saras sudah resmi jadi miliknya. Mungkin selama ini yang mengganjal di ulu hatinya adalah perasaan cinta yang Alph
Keputusan Alpha dan Saras untuk menikah sudah mutlak. Tepat pada tanggal 20 Juli 2024 mereka mengadakan acara pernikahan dengan konsep sederhana sebagai bentuk rasa syukur atas segala kebahagiaan dan kesuksesan yang mereka peroleh. Tidak ada sambutan meriah atau musik-musik klasik yang memekakkan telinga. Acara yang mereka adakan hanya seputar makan, berfoto dan pulang. Alpha tidak ingin merepotkan banyak orang dan memutuskan hanya mengundang beberapa teman dan kerabat dekat. Pun dengan dekorasi yang seadanya, bernuansa hitam dan putih. Alpha benar-benar ingin meminimalisir sesuatu yang menurutnya tidak penting. Alpha tidak ingin merayakan perayaan besar bukan karena ini pernikahan yang kedua, melainkan tidak ingin berlebihan dalam berbahagia. Rasanya tidak ada gunanya juga mengadakan perayaan besar. Sederhana saja sudah cukup. Intinya mereka berbahagia.Alpha mengenakan kemeja putih dan jas hitam serta celana dengan warna senada. Dia tampak begitu tampan. Sedangkan Saras dibalut dre
Perayaan kemenangan diadakan di rumah Alpha. Usai kemelut panjang yang menguras separuh jiwa, akhirnya mereka bisa berada di titik ini. Derma memenangkan pemilihan dan akan menaungi pusat marjona sebagai wilayah kekuasaannya. Rafi tertawa bahagia karena hadiah yang Alpha berikan—satu unit apartemen. Mama akhirnya bisa solo traveling lagi tanpa cemas pada Gani yang kini sudah punya ibu yang bisa mengawasi dan menemaninya seharian penuh. Dan Alpha yang merasa senang atas pencapaian yang diraih orang-orang disekitarnya. Alpha tidak pernah menyangka akan bisa berada di titik ini. Titik dimana semuanya terasa membaik. Mungkin ini tidak akan bertahan lama sebab sejatinya hidup akan diimbangi oleh bahagia dan sedih. Tapi setidaknya, Alpha sempat merasa eforia atas kebebasan yang dia peroleh.Mereka hanya sekedar kumpul biasa sembari makan bersama. Yang hadir juga bukan tetangga kiri-kanan rumah melainkan mereka yang benar-benar menang. Malam ini adalah malam bahagia. Sebelum esok kembali be
Bastian dijebloskan ke dalam penjara. Alpha tidak tau pasti berapa lama pria itu mendekam di balik jeruji besi, yang jelas lebih dari 5 tahun. Usai penangkapan seminggu yang lalu, Alpha belum menemui Bastian. Dia masih ada janji untuk memberi manusia itu pelajaran. Kini Alpha fokus membantu Saras mengurus berkas yang akan diajukan ke pengadilan. Berkas perceraian Saras dan Bastian. Alpha akan sepenuhnya membantu hingga tidak ada lagi ikatan di antara dua manusia itu.Ulang tahun Gani yang ke lima baru saja dirayakan kemarin. Hadiah dari Alpha untuk Gani adalah Saras. Alpha mengatakan pada Gani bahwa dalam waktu dekat dia akan punya ibu baru. Dan sosok yang cocok untuk menjadi ibunya adalah Saras—wanita yang sempat membuat Gani jatuh cinta akan sikap keibuannya.Gani tak langsung menerima, sebab beberapa hari belakangan Eva berhasil mengisi hatinya. Gani mulai goyah. Tapi berkat Derma yang turut meyakinkan dan kembali membisikkan bahwa Eva adalah ibu yang jahat, Gani langsung luluh. "
Saras tidak sadarkan diri, sedangkan Alpha penuh cidera. Di belakang Alpha yang berlari, Liu berusaha menyamai langkah tuan muda yang tak mau dipapah itu. Alpha bersikeras membawa Saras dengan tangannya sendiri. Tidak peduli bahwa dirinya juga butuh di gendong agar tak oleng di lorong rumah sakit. Beruntungnya, petugas yang berjaga tanggap menyambut kedatangan Alpha yang hampir kehabisan napas. Saras diambil alih, dibawa masuk ke ruangan IGD. Sementara itu, Alpha jatuh bertekuk lutut di hadapan pintu yang tertutup rapat.Liu menatap tuannya prihatin. Seumur hidup, ini kali pertama Liu melihat Alpha sekacau itu. Mungkin lebih kacau disaat Gani jatuh dari tangga dan koma selama tiga hari. Alpha memang tidak pernah bisa diprediksi dengan mudah. Emosi yang pria itu miliki selalu menjadi kejutan bagi Liu yang jarang bertatap muka dengan Alpha."Anda juga harus diobati, pak," ujar Liu membantu Alpha berdiri tegak. Luka di bahunya mungkin sudah sangat parah. Liu khawatir terjadi infeksi pada
Pistol tersebut jatuh, bersama dengan pijakan Bastian yang melemah. Liu berhasil datang tepat waktu dan mencegah Bastian menembakkan pelurunya. Tak selang beberapa lama, Alpha muncul bersama polisi dan interpol."Angkat tangan!"Ada banyak moncong pistol yang mengarah pada mereka. Otomatis, ajudan Bastian mengangkat tangan. Semuanya, terkecuali Bastian yang masih tak mau menyerah. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Meraih pistol yang terjatuh, lalu melingkarkan tangannya di leher Saras. Semuanya terkejut. Bastian tersenyum kala berhasil membawa Saras jauh dari kerumunan. Ujung pistol kembali diarahkan ke kepala Saras."Mundur atau perempuan ini mati," ancamnya.Alpha terkesiap, spontan melangkah mendekat melihat Saras yang berupaya menahan sakit. Namun Liu buru-buru menahan, takut Alpha yang terkena tembakan."Tahan, pak," ucap Liu memegang lengan Alpha."Saras." Alpha menatap perempuan itu. "Dia bisa mati.""Kami akan menyelamatkannya," ujar Liu menarik Alpha menjauh. Mau ba
Aksi balapan terjadi begitu saja. Taxi yang Saras tumpangi dipaksa untuk melaju lebih cepat kala mobil Bastian mengejar di belakang. Saras ketakutan. Mobil yang mengejar bukan hanya satu, melainkan tiga. Bayangkan saja taxi butut ini harus berhadapan dengan mobil yang memiliki mesin modern yang satu pijakan gas saja setara dengan tiga pijakan gas taxi."Lebih cepat pak!" desak Saras tidak peduli si supir taxi tidak mengerti dengan ucapannya. Meski tak mengerti, supir taxi tau Saras mendesaknya untuk melaju lebih cepat. Dia menginjak habis gas, membawa mobil itu melesat dengan cepat.Sementara di belakang mereka ada mobil Bastian yang tak kalah cepat. Jalanan mulai ramai, membuat mereka kesulitan mengejar Saras."Kepung mobil itu!" titah Bastian pada dua mobil yang sudah berada di depan. Bastian dapat melihatnya. Dua rubicon berada di sisi kanan dan kiri taxi, bersiap mengapitnya. Bastian tertawa kala taxi kehilangan arah. Rubicon tersebut mempersempit gerak taxi.Jauh di belakang mo