Lala kecewa pada Alan tapi apa mau dikata setiap orang punya pilihan dan hak masing-masing, marah juga termasuk salah satu hak Alan. Jadi Lala hanya bisa menghargainya. Jika Alan adalah jodohnya tentu saja hubungannya membaik bagaimanapun caranya.
Skenario hidup sudah ditetapkan dan tidak bisa ditawar. Hanya melewati sebaik-baiknya yang bisa dilakukan. Lala tidak menyalahkan keadaan, apalagi menyalahkan Alan. Merubah pikiran orang bukan kapasitas Lala, yang bisa dilakukan adalah menyikapinya dengan baik. Apapun reaksi orang tentang kita.
Lala sudah tiba di Apartemen Glenn. Malam ini perayaan ulang tahun Sabila. Tidak ada perayaan besar, hanya akan makan malam. Tentu saja hanya berdua, dan Lala tidak diajak.Seperti itu Kabar yang di sampaikan Glenn dalam pesannya ketika menyuruhnya pulang dan tentu saja ada alasan yang lebih penting dari itu, sehingga Glenn menyuruh Lala pulang.
Lala mengikat bungkusan itu den
Privat room di sebuah restoran termewah di kota Violens. Interior Whilsire dengan nuansa klasik khas western begitu kental, dekorasi bunga cantik dan lampu gantung menambah suasana romantis semakin syahdu. Di sinilah pasangan ini akan menghabiskan malam perayaan ulang tahun Sabila. Ya, mereka hanya berdua dan tidak ingin diganggu siapapun. Bahkan tawaran orang tuanya untuk membuatkan pesta besar-besaran ditolaknya mentah-mentah. Sabila hanya ingin bersama Glenn, menghabiskan waktu dengan merencanakan dan merancang keinginan-keinginan mereka setelah menikah nanti. "Kenapa kau tidak ingin dirayakan seperti biasa, Sayang?" tanya Glenn sedikit bingung. Karena biasanya ulang tahun Sabila dirayakan bersama keluarga dan sahabat-sahabat dekatnya. Sabila menggeleng dan melengkungkan senyumnya, bibir tipis itu membuka mulutnya. "Aku hanya ingin bersamamu, entahlah akhir-akhir ini aku ingin menikmati waktuku bersamamu," ucap
PART 26 Muslihat Lala Jika Sabila bahagia dan tampak puas dengan kado yang diberikan olehnya. Glenn sendiri bingung bagaimana menentukan sikapnya. Di satu sisi dia sudah berhasil membuat kekasih jelitanya bahagia di sisi lain dia harus berhadapan dengan Lala. Gadis kecil, imut-imut, dan lucu itu kini membuatnya pusing tujuh keliling. Hari ini dia berhasil mengalahkan Glenn dalam taruhannya. “Sial, dasar licik, banyak tipu muslihat,” gerutu Glenn kesal sambil memukul-mukul setir. Sesampai di rumah Glenn sudah tidak sabar untuk bertemu Lala. Glenn membuka pintu apartemennya tergesa, membuka sepatunya cepat-cepat dan melemparkan asal. Langkah itu begitu tergesa mencari Lala. Untuk apa lagi? Tentu saja untuk memarahi pembantunya itu. Kreeek!!! Derit pintu terbuka menampakkan sosok gadis mungil terlelap terbungkus selimut. Glenn menatap jam dinding menunjukkan pukul 02.00. Tanpa rasa kasihan dan tidak terpengaruh waja
Pagi sudah mendatangi, tapi tampaknya Lala belum beranjak pergi dari kamarnya. Bukankah dia harus mengerjakan rutinitas hari ini, membuat sarapan dan semua perkerjaannya. Lala enggan! Bukan malas! Tapi Lala belum siap untuk bertemu Glenn pagi ini. Dirinya masih belum mampu menatap laki-laki itu, mengingat semalam tidak dipungkiri dirinya pun menikmati ciuman singkat itu. Lala memutuskan mandi saja, setidaknya dengan mandi bisa menghapus jejak bibir itu. Apa pun harus dihadapi tidak bijak terus bersembunyi. “Lagi pula belum tentu Glenn merasakan hal yang sama, mungkin saja dia telah melupakannya." gumam Lala. Lala membuka pintu kamar dan langsung menuju dapur, takut jika waktu membuat sarapan tidak keburu. Langkahnya melambat saat terdengar sudah ada aktivitas di sana. Ketika kaki itu sudah mencapai ambang pintu, matanya menatap tidak percaya. Seorang laki-laki dengan celemek polkadot tampak begitu asyik memasak di dapur
Pelacur cilik?? Begitu ringan bibir itu berucap. Dari sekian banyak umpatan apa tidak ada yang lebih pantas di ucapkan? Dari sekian kosakata apa tidak ada pilihan kata yang lebih enak di dengar? Jika bisa berkata baik untuk apa selalu berujar buruk? Lala berlari dan membanting tubuhnya di kasur. Dadanya sesak tangisnya semakin menjadi. Air matanya mulai menganak sungai. Sakit seperti itu yang dirasakannya. Selama 18 tahun hidup, belum pernah ada yang mengatakan dengan ucapan Sekasar itu. Ucapan Glenn seperti ribuan jarum yang menusuk-nusuk hatinya. Sehina itukah dirinya di mata Glenn? “La, maaf, begitu saja ngambek. Aku hanya bercanda tadi. Habisnya kamu tidak menjawabnya dengan serius,” ucap laki-laki tidak punya perasaan yang hobinya selalu menghina itu. Lala tersentak, tidak mengira jika Glenn menyusulnya ke kamar. Tapi Lala memilih tidak bergeming dan masih menelungkupkan tubuhnya di kasur. Rasa hatinya masih kesal. Malas s
Lala menatap air yang ada di taman tepi danau di kampusnya. Air itu tenang tanpa ada yang ngusik. Guguran bunga Angsana masih setia berjatuhan menghiasi sekitaran taman mesti tanpa diminta.Lala merapikan rambutnya yang tertiup angin. Kemudian mengambil selembar kertas dan pena dari dalam tasnya. Kemudian dirinya menulis untuk batinnya sendiri.Hei kekasihJika kita untuk saat iniDitakdirkan untuk berpisahAku tak ingin kau hadirkanDuka yang kian gelisahJika kita untuk saat iniDitakdirkan untuk tidak bertemu lagiAku tak ingin kau hadirkanLuka yang menggantung di hatiBiar kugulung rinduku sendiriTanpa kau berhak mencampuriLala menyimpan kembali penanya, dan meletakkan kertas itu di kursi tepi danau.Kaki beralas flatshoes warna putih itu melangkah menuju bulevard hendak pulang.“Tunggu, La!” Suara yang sangat dirindukannya akhirnya
Putus cinta untuk pertama kalinya pacaran dirasakan oleh lala. Rasanya sakit melebihi sakitnya dicaci maki Glenn. Lala kini membenamkan diri dalam bacaan novel pilihannya. Tangis yang tak kunjung berhenti mengaliri kedua pipinya. Tisu-tisu berserakan di sana-sini tidak dipedulikan lagi. Salah! Novel pilihannya bukan membuat Lala melupakan kesedihannya, tapi itu malah membuatnya nangis sejadi-jadinya. Lantaran kisah cinta dalam novel itu mengharu biru dan mengaduk-aduk perasaan Lala. Astaga, begitu lihainya sang author memainkan perasaannya. Sadar diri sudah larut dalam cerita novel itu Lala segera bangkit ke dunia nyata. Membereskan tisu yang berserakan dan memasukkannya dalam tempat sampah. Cinta harus diperjuangkan! Itu hikmah yang ia temukan dalam bacaan novelnya. Gadis itu meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Alan. Tapi sia-sia sebanyak 16 kali panggilan tidak satu pun dijawab oleh Alan. Kiranya laki-laki itu benar-benar sudah
Ada apa dengan hati Lala? Mungkinkah dia jatuh cinta dengan Glenn? Tidak! Semoga saja tidak, mungkin saja itu pelarian rasa sedihnya karena putus sama Alan. Alan Arya Wibisono namanya. Lala mengenalnya pertama kali saat acara out Bound pelantikan anggota baru teater sastra. Lelaki itu berbeda dengan yang lain, pendiam dan suka menyendiri. Pelantikan itu di adakan di puncak tepatnya di lereng gunung Anira. Alan adalah seniornya di UKM teater sastra fakultas Nuansa. Bodohnya sudah tahu acara di adakan di puncak Lala tidak membawa jaket. Sudah tentu tubuhnya menggigil. Malam itu seluruh rangkaian acara telah usai. Lala masih belum bergeming dari duduknya, gadis itu sendirian menekuk kaki dan memeluknya sesekali tertunduk menenggelamkan kepalanya. Ketika tiba-tiba Alan datang dan mengulurkan sweater army berbahan rajut. “Sudah pakai saja,” ucap Alan. “Tapi bagaimana dengan kamu, bukankah cuaca begitu dingin?” tolak Lala. “B
PART 32_NYONYA BESAR Mengingat Alan itu menyakitkan, bersama Glenn jauh lebih makan hati. Alan dan Glenn jangan di bandingkan ibaratnya langit dengan bumi. Alan bersama sifat rendah hatinya sementara Glenn mendominasi sifat sombong. Soal fisik tentu saja Glenn lebih gagah, tapi Alan juga tidak terlalu buruk. Lala selalu nyaman bersandar di bahu itu. Alan menghembuskan nafas kasar kenapa isi kepalanya terus-terusan diisi ke dua laki-laki itu. TOK!! TOK!! TOK!! Siapa yang datang malam-malam begini? Pakai ketuk pintu pula. Lala mematikan Chanel televisinya. Kemudian membuka pintu. “Buka pintu lama sekali! Lagian ponsel kenapa gak aktif sih?!” ucap wanita dengan dress maroon, mungkin usianya setara dengan Iriani. Lala tersentak mendengar Omelan itu, Dahi Lala mengernyit baru pertama kali melihat wanita itu dan tiba-tiba saja langsung marah-marah. “Kamu?!! Siapa kamu?” Wanita itu tak kalah kagetnya melihat Lala. “Apa yang kau lakuka
Setelah acara tiup lilin dilanjut acara pemotongan kue. Seperti biasa Lala memberi potongan pertama kue itu untuk Ayahnya. Harjito menerima suapan dari putrinya itu kemudian mengucapkan kalimat selamat diikuti rentetan doa.Acara cukup sederhana tetapi meriah dan keluarga inti datang semua. Setelah potong kue sudah selesai, Adrian yang bertindak seolah-olah menjadi MC. Memberitahukan acara selanjutnya yaitu hiburan yang akan diisi oleh bintang tamu.Lala bingung. Pasti Adrian hanya bercanda. Mana ada bintang tamu? Tetapi pandangan Lala seakan terkesima. Ketika dari pintu depan yang terbuka lebar datanglah rombongan tamu. di barisan paling depan Glenn, Sintia dan Herlambang. Setelah itu nampak Wijaya-Ririn, Alan-Dewi, Rega - Winda. Mereka memasuki ruangan dengan penuh senyum.Tampak para keluarga menyalami mereka sambil tersenyum."Lala maukah kamu menjadi istriku?" tanya Glenn lugas tanpa sedikitpun keraguan di depan keluarga besarnya. Pria itu mengeluarkan kotak berisi cincin yang ak
"Jadi, kamu dari mana saja?" hardik Harjito mengetahui putrinya baru saja pulang. Bahkan Lala baru beberapa langkah masuk ke dalam rumah. "Euhm ...." "Jangan banyak alasan! Kamu pasti menemui laki-laki pengecut itu kan?" "Namanya Glenn, Yah!" sahut Lala pelan. "Bagiku dia laki-laki nggak punya nama, karena tidak berani menunjukkan nyalinya. Masuk ke dalam kamar dan mulai hari ini kamu di bawah pengawasan, Ayah!" perintah Harjito. "Tapi, Yah!" "Tidak ada tapi! Ayah sudah terlalu banyak memberimu kebebasan! Dan sekarang nggak! Orang yang kesana kemari bersamamu harus orang yang memiliki status jelas! Bukan para pengecut seperti yang sudah-sudah!" putus Harjito. Pria itu telah memantau aktifitas putrinya akhir-akhir ini dan sebagian besar waktunya habis bersama Glenn. Lala masuk ke dalam kamarnya. Dan memberi kabar Glenn bahwa beberapa hari ke depan mereka tidak bisa bertemu. Anehnya Glenn menanggapinya biasa saja. Semua pesan yang ia kirim panjang lebar hanya mendapat jawaban.
"Lala, Glenn, angin apa yang membawa kalian hingga sudi mampir ke gubug Bapak?" tanya Wijaya penuh haru seraya mengulurkan tangan pada dua tamunya.Lala segera menyambut uluran tangan Wijaya dan mencium punggung tangannya. Meskipun hubungannya dengan Alan kandas, beliau tetaplah calon mertuanya. Mengingat sekarang Lala menjalin hubungan dengan putranya yang lain.Melihat antusiasnya respon Lala dalam menyambut uluran tangan itu. Glenn pun melakukan hal yang sama. Kemudian Glenn kembali duduk seraya berucap, "Maaf jadi kedatanganku ke sini ingin memohon restu pada, Anda!" ucap Glenn kaku. Diperlakukan demikian Wijaya tidak sakit hati. Mungkin saja Glenn belum bisa mengakui jika dirinya adalah Ayah kandungnya. Wijaya yakin kedatangan putranya kali ini merupakan terbukanya jalan bagi hubungan mereka. Lambat laun pasti Glenn akan menerimanya."Ooh ... Apakah kamu akan menikahi, Lala?" tanya Wijaya. Sedikit banyak Wijaya tahu kisah cinta di antara mereka. "Benar! Saya akan melamarnya, se
Glenn mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dalam hatinya masih bimbang.Dia berpikir apakah keputusannya ini sudah benar? Atau dia hanya seorang robot yang mengiyakan keinginan dua orang yang sangat disayanginya, Lala dan Sintia."Kenapa wajahmu tegang sekali Glenn?" tanya Lala setelah menilik raut muka laki-laki di sampingnya yang begitu serius. Tampak banyak beban di sana sudah seperti mau mengerjakan tugas negara dan jika gagal maka hidup akan menjadi taruhan."Ehmm ... Nggak La, aku hanya bingung mau ngomong apa nanti, jika sudah sampai!" sahut Glenn."Astaga! Kita bukan ingin wawancara kerja! Juga bukan ingin presentasi proposal! Jadi jangan terlalu serius, biarlah dialog mengalir dengan sendirinya, nanti jika sudah sampai juga bakal tahu mau ngomong apa!" sahut Lala."Tapi, La! Aku nggak enak, pasalnya kemarin aku menolak mereka! Jujur saja aku kecewa pada mereka!
"Kalian curang! Aku nggak dipeluk?" Protes Glenn.Sintia melepaskan pelukannya, menatap gadis pilihan putranya itu. Gadis yang sudah mengembalikan putranya untuk lebih semangat untuk hidupnya."Ish ... Cemburu? Lihatlah nanti Mama bahkan lebih sayang sama mantu daripada sama anak sendiri!" ucap Sintia."Terserah Mama, deh! Jadi kapan kita melamar Lala, Ma?" tanya Glenn."Jadi kamu benar-benar mau kawin?!" Sintia terlihat kaget dengan keputusan Glenn."Nikah, Ma, bukan kawin!" protes Glenn."Iya maksud mama Nikah. Apa kalian tidak mau tunangan dulu mungkin. Lagipula Lala kan masih kuliah baru semester satu!" jawab Sintia.Glenn menggeleng tidak setuju dengan usul mamanya. "Nggak Ma, aku nggak yakin bisa menjaga diri!""Sudah kebelet banget ya?" goda Sintia."Bukan, Ma. Maksud ak
"Ma, nanya apaan sih!" sahut Glenn menyelamatkan keadaan. Laki-laki itu kemudian menyerahkan minuman dingin untuk Lala, Lala segera menerimanya karena memang haus."Bisa buka tutupnya nggak?"Glenn meminta kembali menyadari jika Lala sering kesulitan membuka tutup botol minuman dingin.Setelah membukanya Glenn menyerahkan kembali."EHEM!!" deheman Sintia mengusik kegiatan keduanya."Mama apa nggak ada acara pergi ke rumah nenek? Atau pergi ke mall?! Tumben betah amat?" tanya Glenn, sembari memberi kode buat mamanya agar meninggalkan mereka berdua di ruangan itu.Tetapi sayangnya kode itu tidak diterima dengan baik, "Jadi apa lagi rencana kalian setelah kemarin main pembatu-pembantuan? Apa sekarang ada ide lain untuk mengelabuhi mama agar meninggalkan kalian berdua! Ingat jika sepasang manusia berlainan jenis bersama dalam suatu ruangan maka pihak ketiga adalah setan!" Sintia menegaskan ag
"Kita mau ke mana Glenn?" tanya Lala penasaran. Benar saja, seusai kelas. Glenn sudah gerak cepat untuk menculik Lala. Lelaki itu sepertinya tidak mau hilang kesempatan lagi setelah menyadari perasaannya."Masa iya kamu lupa ini jalan ke mana?" Jawab Glenn sambil terus mengemudikan mobilnya."Ini jalan ke apartemenmu! Tapi mau apa kamu mengajakku ke sana?""Untuk membuat kesapakatan baru!""Kesepakatan apalagi Glenn?""Ingin mengontrakmu menjadi pembantu tuan tampan seumur hidupmu. Jadi maukah Aquilla Anaya Pribadi menjadi pembantu kaya tuan tampan, ha ha ...""Aku nggak mau menjadi pembantumu Glenn, itu namanya menjatuhkan harga diriku, dulu aku mau karena bertanggungjawab. Meskipun bukan sepenuhnya kesalahanku. Tapi kali ini untuk alasan apalagi?""Karena kamu telah bandel masuk dihatiku jadi kamu harus dihukum!"&nbs
Hari ini Lala masuk kuliah untuk yang pertama sejak peristiwa itu. Rasanya malas, karena mau tidak mau akan bertemu Alan dan Dewi. Jujur saja Lala masih sakit hati dengan perbuatan mereka berdua. Apalagi setelah semua itu tidak ada di antara mereka yang berinisiatif untuk datang dan minta maaf. Mungkin saja harga maaf sudah mahal, sehingga mereka tidak mau mengusahakan. Mungkin pula ini perkara harga diri atau rasa malu? Ahhh ... Sepertinya Lala tidak mau menduga-duga karena takut malah jadi prasangka buruk. "La ..." panggil seseorang dan suara itu siapa pemiliknya, bahkan Lala belum lupa. Sahabat yang sudah dianggapnya saudara sendiri sejak Lala berada di kota ini. Lala menoleh tetapi membatalkan senyumnya. "Wi, kamu pucat sekali. Apakah kamu sakit?" tanya Lala menatap wajah Dewi yang begitu pucat. "Nggak, La! Aku hanya kurang tidur," terang Dewi. "Ooh aku kira sakit,"
Lala menyelesaikan kunyahanya. Meletakkan sendok pelan-pelan kemudian meraih jus alpukat di hadapannya. Setelah selesai Lala menatap Glenn."Apa kamu menunggu jawabanku?" tanyanya kemudian."Tentu saja. Ngapain lagi aku menatapmu seperti ini jika tidak menunggu jawabanmu?" Jawab Glenn kesal."Oke, aku akan menjawab pertanyaanmu. Jadi jika ternyata kamu adalah saudara Alan itu sungguh tidak ada hubungannya dengan aku mau jadi pacarmu atau tidak," jawab Lala bijak."Mengapa demikian?""Kita lahir dari rahim siapa, kita lahir di hari apa, jam berapa, di tolongin siapa kemudian ternyata kita lahir sebagai seorang laki-laki atau perempuan dan ternyata kita adalah saudaranya si a, b dan c. Itu mutlak kuasa Allah. Jadi kita hanya bisa terima dan tidak boleh menolak!""Kesimpulannya kamu tetap mau jadi pasanganku? Meskipun aku bersaudara dengan Alan?" tanya Glenn pen